Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 90 TAHUN 2013

  • 22 Agustus 2013
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA


NOMOR 90 TAHUN 2013

TENTANG

PENGENAAN DAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERDESAAN DAN PERKOTAAN KEPADA RUMAH SAKIT SWASTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang :


  1. bahwa sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf b Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, objek pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang kesehatan yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
  2. bahwa berdasarkan perkembangan kondisi saat ini, rumah sakit swasta yang dalam menjalankan usahanya selain melakukan fungsi sosial di bidang pelayanan kesehatan untuk menunjang program kesehatan nasional, juga menitikberatkan pada upaya mencari keuntungan;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pengenaan dan Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kepada Rumah Sakit Swasta;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008;
  2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
  4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
  5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak;
  7. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
  8. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah;
  9. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
  10. Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pelayanan Pajak;
  11. Peraturan Gubernur Nomor 29 Tahun 2011 tentanng Pembentukan Organisasi Unit Pelayanan Pajak Daerah;
  12. Peraturan Gubernur Nomor 187 Tahun 2012 tentang Pembebasan Biaya Pelayanan Kesehatan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Gubernur Nomor 39 Tahun 2013;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENGENAAN DAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KEPADA RUMAH SAKIT SWASTA.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :

  1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
  3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  4. Dinas Pelayanan Pajak adalah Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  5. Kepala Dinas Pelayanan Pajak adalah Kepala Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  6. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  7. Kepala Dinas Kesehatan adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  8. Suku Dinas Pelayanan Pajak adalah Suku Dinas Pelayanan Pajak pada Kota Administrasi.
  9. Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak adalah Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak pada Kota Administrasi.
  10. Unit Pelayanan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat UPPD adalah Unit Pelayanan Pajak Daerah Dinas Pelayanan Pajak yang berada di wilayah Kecamatan.
  11. Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah adalah Kepala UPPD yang berada di wilayah Kecamatan.
  12. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disebut PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan pada sektor perdesaan dan perkotaan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
  13. Objek Pajak Perdesaan dan Perkotaan adalah objek Pajak Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau di manfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
  14. Rumah Sakit Swasta adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat yang dikelola oleh Badan Hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
  15. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terhutang.
  16. Surat Pemberitahuan Pajak terhutang yang Selanjtnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terhutang kepada Wajib Pajak.
  17. Pengurangan PBB-P2 adalah pengurangan PBB-P2 yang terhutang  dalam SPPT atau SKPD atau Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) PBB-P2.


BAB II
PENGENAAN DAN PENGURANGAN PBB-P2
KEPADA RUMAH SAKIT SWASTA

Bagian Kesatu
Pengenaan PBB-P2

Pasal 2

(1) Bumi dan/atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai atau dimanfaatkan oleh Rumah Sakit Swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) dikenakan PBB-P2 sebesar 50% (lima puluh persen) dari PBB-P2 yang seharusnya terhutang.
(2) Rumah Sakit Swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan kriteria ;
  1. minimal 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah tempat tidur digunakan untuk pasien yang tidak mampu; dan
  2. Sisa Hasil Usaha (SHU) digunakan untuk reinvestasi dalam rangka pengembangan Rumah Sakit dan tidak digunakan untuk investasi di luar Rumah Sakit.


Pasal 3

Bumi dan/atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai atau dimanfaatkan oleh Rumah Sakit Swasta Pemodal yang bukan Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan didirikan oleh suatu badan yang berbentuk perseroan terbatas dikenakan PBB-P2 sepenuhnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Bagian Kedua
Pengurangan

Pasal 4

(1) Rumah Sakit Swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), apat diberikan pengurangan PBB-P2 paling tinggi sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah PBB-P2 yang seharusnya terhutang dengan ketentuan Rumah Sakit Swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) dimaksud menerima atau memberikan pelayanan Kartu Jakarta Sehat (KJS).
(2) Pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud ada ayat (1), didasarkan pada permohonan secara tertulis dengan melampirkan bukti surat keterangan yang menerangkan bahwa Rumah Sakit Swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) tersebut menyelenggarakan pelayanan Kartu Jakarta Sehat (KJS) dari Dinas Kesehatan.


Pasal 5

(1) Rumah Sakit Swasta Pemodal yang bukan Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat diberikan pengurangan sebesar 25% (dua pulu lima persen) dengan syarat Rumah Sakit tersebut menerima atau memberikan pelayanan Kartu Jakarta Sehat (KJS).
(2) Pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada permohonan secara tertulis dengan melampirkan bukti surat keterangan yang menerangkan bahwa Rumah Sakit Swasta Pemodal tersebut menyelenggarakan pelayanan Kartu Jakarta Sehat (KJS) dari Dinas Kesehatan.
(3) Atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki/dikuasai dimanfaatkan oleh Rumah Sakit Swasta, tetapi secara nyata tidak dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan atau secara langsung yang terletak di luar lingkungan Rumah Sakit Swasta tetap dikenakan PBB-P2 sepenuhnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB III
TATA CARA PENGENAAN DAN PENGURANGAN PBB-P2

Bagian Kesatu
Pengenaan

Pasal 6

(1) Pengenaan PBB-P2 kepada Rumah Sakit Swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dengan cara menerbitkan SPPT PBB-P2 sebesar 50% (lima puluh persen) dari PBB-P2 yang seharusnya terhutang dari basis data PBB-P2 yang ada.
(2) Terhadap Rumah Sakit Swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) yang belum pernah diterbitkan SPPT PBB-P2, maka PBB-P2 Terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada Surat Pendaftaran Objek Pajak Daerah (SPOPD).
(3) Terhadap Rumah Sakit Swasta Pemodal yang belum pernah diterbitkan SPPT PBB-P2, maka PBB-P2 terhutang didasarkan pada Surat Pendaftaran Objek Pajak Daerah (SPOPD).


Bagian Kedua
Tata Cara Pengurangan

Paragraf 1
Persyaratan Permohonan

Pasal 7

(1) Pemberian pengurangan PBB-P2 kepada Rumah Sakit Swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) dan Rumah Sakit Swasta Pemodal yang bukan Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1), berdasarkan permohonan tertulis yang paling sedikit memuat:
  1. nama dan alamat Wajib Pajak/Direktur sesuai dengan yang tercantum dalam SPPT/SKPD;
  2. Nomor Objek Pajak (NOP);
  3. alamat Objek Pajak; dan
  4. Tahun PBB-P2 terhutang yang dimohon pengurangan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi persyaratan sebagai berikut :
  1. fotokopi Akta Pendirian dan Perubahan Rumah Sakit;
  2. fotokopi identitas Wajib Pajak/Pemohon;
  3. fotokopi SPPT PBB-P2; dan
  4. Surat Penunjukan/Penetapan Rumah Sakit sebagai peserta Kartu Jakarta Sehat (KJS) dari Dinas Kesehatan.
(3) Pengajuan permohonan pengurangan PBB-P2 dilakukan dalam jangka waktu paling lama:
  1. 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT PBB-P2;
  2. 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKPD;
  3. 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keberatan PBB-P2;
  4. 3 (tiga) bulan sejak tanggal terjadinya bencana alam; atau
  5. 3 (tiga) bulan sejak tanggal terjadinya sebab lain yang luar biasa, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(4) Permohonan diajukan untuk 1 (satu) SPPT PBB-P2 atau 1 (satu) SKPD.
(5) Tidak memiliki tunggakan PBB-P2 tahun pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan pengurangan, kecuali dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
(6) Bentuk surat permohonan pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai format 1 dalam Lampiran Peraturan Gubernur ini.

 


Paragraf 2
Kewenangan Penyelesaian Pengurangan

Pasal 8

(1) Gubernur mendelegasikan kewenangan penyelesaiar pengurangan PBB-P2 kepada :
  1. Kepala UPPD menyelesaikan permohonan pengurangan PBB-P2 sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
  2. Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak menyelesaikan permohonan pengurangan PBB-P2 di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah);dan
  3. Kepala Dinas Pelayanan Pajak menyelesaikan permohonan pengurangan PBB-P2 di atas Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Permohonan pengurangan PBB-P2 dari Wajib Pajak yang diterima oleh UPPD atau Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Dinas Pelayanan Pajak yang bukan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka permohonan tersebut diterima dan diteruskan kepada UPPD atau Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Dinas Pelayanan Pajak yang berwenang.
(3) Penyampaian permohonan pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan.


Paragraf 3
Penelitian Administrasi dan Lapangan

Pasal 9

(1) Berdasarkan permohonan pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, UPPD atau Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Dinas Pelayanan Pajak melakukan penelitian administrasi permohonan dan persyaratan permohonan, dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. mengembalikan permohonan kepada Wajib Pajak jika permohonan dan persyaratan permohonan tidak lengkap;dan
  2. memproses pemberian pengurangan PBB-P2 jika permohonan dan persyaratan permohonan lengkap lampirannya.
(2) Pengembalian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan alasan pengembalian permohonan yang disertai dengan tanda terima.
(3) Pengajuan permohonan yang disampaikan melalui pos, pengembalian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat disampaikan melalui pos.
(4) Wajib Pajak yang dikembalikan permohonannya dimaksud pada ayat (2), dapat mengajukan kembali permohonan pengurangan PBB-P2 setelah melengkapi kekurangan persyaratan permohonan.
(5) Tanda terima pos merupakan tanda terima penyampaian permohonan dari Wajib Pajak


Pasal 10

(1) Penelitian administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), meliputi seluruh persyaratan permohonan.
(2) Bentuk formulir penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai format 2 dalam Lampiran Peraturan Gubernur ini.


Pasal 11

(1) UPPD atau Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Dinas Pelayanan Pajak dapat melakukan penelitian di lapangan untuk menguji kebenaran keadaan subjek dan objek pajak.
(2) Hasil penelitian lapangan dibuatkan berita acara penelitian yang ditandatangani juga oleh Wajib Pajak atau Kuasanya dan membuat laporan hasil penelitian.
(3) Bentuk Berita Acara Penelitian dan Laporan Hasil Penelitian sesuai format 3 dan format 4 dalam Lampiran Peraturan Gubernur ini.


Pasal 12

Penelitian administrasi dan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterimanya permohonan yang telah lengkap.



Paragraf 4
Keputusan Pengurangan

Pasal 13

(1) Kepala UPPD atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Dinas Pelayanan Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan memberi keputusan pengurangan.
(2) Keputusan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak/Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak/Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah.
(3) Bentuk Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak/Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak/Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah tentang Pengurangan PBB-P2 sesuai format 5 Lampiran Peraturan Gubernur ini


Pasal 14

(1) Keputusan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, diambil sendiri oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
(2) Dalam hal permohonan dilakukan melalui pos, keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada Wajib Pajak atau kuasanya melalui pos.
(3) Penyampaian Keputusan Pengurangan Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disertai dengan tanda terima.
(4) Pengiriman keputusan melalui pos merupakan bukti penyampaian keputusan kepada Wajib Pajak atau kuasanya.


BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 15

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku :

  1. pembayaran PBB-P2 yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak atau kuasanya sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini, tidak dapat diajukan permohonan pengurangan PBB-P2 atau tidak dapat diajukan restitusi atau kompensasi.
  2. permohonan pengurangan PBB-P2 yang telah diajukan oleh Wajib Pajak Rumah Sakit Swasta sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini, dapat diberikan pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) sesuai dengan kriteria dan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Gubernur ini.


BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.






Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Agustus 2013
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

Ttd.

JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 22 Agustus 2013

PIt. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS

IBUKOTA JAKARTA,


Ttd.


WIRIYATMOKO

NIP 195803121986101001



BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2013 NOMOR 61015