TIMELINE |
---|
PERATURAN GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 31 TAHUN 2020
TENTANG
TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA
DI BIDANG PERPAJAKAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 48 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah;
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:
BAB II
PENDELEGASIAN KEWENANGAN
Pasal 2
Gubernur mendelegasikan kewenangan untuk melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada Kepala Bapenda atau Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah.
BAB III
INFORMASI, DATA, LAPORAN DAN/ATAU PENGADUAN
Pasal 3
(1) | Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan didasarkan atas Informasi, Data, Laporan dan/atau Pengaduan dari petugas pajak dan/atau masyarakat yang diterima Kepala Bapenda atau pejabat di lingkungan Bapenda. |
(2) | Informasi, Data, Laporan dan/atau Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat bersifat elektronik. |
(3) | Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan sebagaimana dimaksud pada, ayat (1), dikembangkan dan dianalisis melalui Kegiatan Intelijen atau Pengamatan. |
(4) | Petunjuk pelaksanaan kegiatan Intelijen atau Pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Bapenda. |
Pasal 4
(1) | Informasi, Data, Laporan dan/atau Pengaduan sebelum dikembangkan dan dianalisis, terlebih dahulu dilakukan identifikasi. |
(2) | Identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengetahui dapat tidaknya Informasi, Data, Laporan dan/atau Pengaduan dikembangkan dan dianalisis. |
(3) | Hasil identifikasi atas Informasi, Data, Laporan dan/atau Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak ditindaklanjuti dengan kegiatan pengembangan dan analisis, yaitu:
|
(4) | Hasil identifikasi atas Informasi, Data, Laporan dan/atau Pengaduan yang ditindaklanjuti dengan kegiatan pengembangan dan analisis, yaitu:
|
(5) | Ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pengembangan dan analisis Informasi, Data, Laporan dan/atau Pengaduan ditetapkan dengan keputusan kepala Bapenda. |
Pasal 5
(1) | Hasil pengembangan dan analisis atas Informasi, Data, Laporan dan/atau Pengaduan, ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan atau tidak ditindaklanjuti. |
(2) | Hasil pengembangan dan analisis atas Informasi, Data, Laporan dan/atau Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berindikasi kuat adanya Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Informasi, Data, Laporan dan/atau Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang berkaitan dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak baik yang belum maupun telah diterbitkan surat ketetapan pajak ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan sepanjang terdapat indikasi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah. |
BAB IV
RUANG LINGKUP, JENIS DAN JANGKA WAKTU
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup
Pasal 6
Ruang lingkup Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu dugaan suatu Peristiwa Pidana yang ditentukan dalam Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Bagian Kedua
Jenis
Pasal 7
(1) | Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilakukan:
|
(2) | Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, hanya dapat dilakukan dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan merupakan tindak lanjut dari Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. |
(3) | Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis perihal. Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(4) | Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan tanpa pemberitahuan tentang adanya Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
Bagian Ketiga
Jangka Waktu
Pasal 8
(1) | Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, dilakukan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan sampai dengan tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, dilakukan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterima oleh pemeriksa Bukti Permulaan sampai dengan tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat diperpanjang apabila pemeriksa Bukti Permulaan mengajukan permohonan kepada Kepala Bapenda atau Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah. |
(4) | Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2). |
(5) | Pemberian perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dilakukan dengan memperhatikan daluwarsa penetapan pajak, daluwarsa penuntutan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah ataupun pertimbangan lain. |
BAB V
STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 9
Pemeriksaan Bukti Permulaan harus dilaksanakan sesuai dengan:
Bagian Kedua
Standar Umum Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 10
Standar Umum Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a berkaitan dengan pemeriksa Bukti Permulaan, yaitu Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh PPNS di lingkungan Bapenda, dengan ketentuan sebagai berikut:
Bagian Ketiga
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 11
(1) | Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Bapenda. |
Bagian Keempat
Standar Pelaporan Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 12
Standar Pelaporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
BAB VI
HAK, KEWAJIBAN DAN KEWENANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 13
Orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka mempunyai hak meminta kepada pemeriksa Bukti Permulaan untuk:
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 14
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan, wajib:
|
(2) | Orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, wajib:
|
(3) | Pihak yang berkaitan atau pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan orang pribadi atau badan yang dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan, wajib memberikan keterangan dan/atau bukti yang diminta oleh pemeriksa Bukti Permulaan. |
Bagian Ketiga
Kewenangan Pemeriksa Bukti Permulaan
Pasal 15
Pemeriksa Bukti Permulaan, berwenang:
BAB VII
SURAT PERINTAH PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Pasal 16
(1) | Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan menjadi dasar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh Tim Pemeriksa Bukti Permulaan. |
(2) | Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan terhadap dugaan suatu Peristiwa Pidana. |
(3) | Untuk membantu tugas tim pemeriksa Bukti Permulaan, Kepala Bapenda atau pejabat yang ditunjuk dapat menunjuk:
|
Pasal 17
(1) | Kepala Bapenda atau Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah dapat melakukan perubahan Tim Pemeriksa Bukti Permulaan. |
(2) | Dalam hal dilakukan perubahan tim pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Bapenda atau Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan. |
BAB VIII
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN SECARA TERBUKA
Bagian Kesatu
Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 18
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan wajib menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara terbuka. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilakukan terhadap orang pribadi, Pemeriksa Bukti Permulaan menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, keluarga atau yang mewakili. |
(3) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilakukan terhadap badan, Pemeriksa Bukti Permulaan menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada wakil, kuasa, atau pegawai dari badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(4) | Dalam hal orang pribadi atau wakil badan menolak surat pemberitahuan pemeriksaan Bukti Permulaan, pemeriksa wajib membuat Berita Acara Penolakan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(5) | Dalam hal penyampaian surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dapat dilaksanakan, pemeriksa Bukti Permulaan menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan melalui:
|
Bagian Kedua
Pemeriksaan dan Pengumpulan Bahan Bukti
Pasal 19
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat langsung melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan menggunakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 setelah surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan. |
(2) | Dalam hal orang pribadi atau wakil badán yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau kuasanya menolak untuk dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara penolakan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Dalam hal orang pribadi atau wakil badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau kuasanya menolak untuk menandatangani berita acara penolakan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara penolakan penandatanganan. |
(4) | Berdasarkan berita acara penolakan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau berita acara penolakan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemeriksa Bukti Permulaan dapat mengusulkan kepada Kepala Bapenda atau Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah untuk dilakukan Penyidikan. |
Pasal 20
(1) | Dalam rangka memperoleh Bahan Bukti, pemeriksa Bukti Permulaan dapat memasuki dan/atau memeriksa tempat, ruang dan/atau barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan Bahan Bukti. |
(2) | Dalam hal Bahan Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh, dengan segera pemeriksa Bukti Permulaan dapat melakukan peminjaman Bahan Bukti tersebut dan membuat tanda terima peminjaman. |
(3) | Dalam hal Bahan Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum diperoleh, pemeriksa Bukti Permulaan dapat melakukan peminjaman dengan surat peminjaman. |
(4) | Bahan Bukti yang dipinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diserahkan kepada pemeriksa Bukti Permulaan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah tanggal pengiriman surat peminjaman. |
(5) | Setiap Bahan Bukti yang diperoleh pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuatkan tanda terima peminjaman. |
(6) | Dalam hal orang pribadi atau wakil badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau kuasanya tidak memenuhi permintaan peminjaman dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemeriksa Bukti Permulaan dapat mengusulkan kepada Kepala Bapenda atau Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah untuk dilakukan Penyidikan. |
Bagian Ketiga
Penyegelan
Pasal 21
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat melakukan Penyegelan terhadap tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak untuk memperoleh atau mengamankan Bahan Bukti. |
(2) | Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
|
(3) | Pemeriksa Bukti Permulaan melakukan penyegelan dengan menggunakan tanda segel dan disaksikan paling sedikit 2 (dua) orang selain anggota Tim Pemeriksa Bukti Permulaan. |
(4) | Pemeriksa Bukti Permulaan menuangkan pelaksanaan Penyegelan dalam berita acara Penyegelan. |
(5) | Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menolak menandatangani berita acara Penyegelan, pemeriksa Bukti Permulaan membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara Penyegelan. |
Pasal 22
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat membuka segel dalam hal:
|
(2) | Pemeriksa Bukti Permulaan membuka segel dengan disaksikan paling sedikit 2 (dua) orang selain anggota tim pemeriksa Bukti Permulaan dan menuangkan dalam berita acara pembukaan segel. |
(3) | Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak menandatangani berita acara pembukaan segel, pemeriksa Bukti Permulaan membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara pembukaan segel. |
Pasal 23
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta bantuan pengamanan atau meminta sebagai saksi kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau instansi atau unsur pemerintah daerah setempat dalam rangka Penyegelan dan/atau pembukaan segel. |
(2) | Dalam hal tanda segel yang digunakan untuk melakukan Penyegelan rusak atau hilang, pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara mengenai kerusakan atau kehilangan tersebut dan melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia sehubungan dengan tindak pidana terkait penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. |
Bagian Keempat
Permintaan Keterangan
Pasal 24
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta keterangan secara langsung dan/atau secara tertulis didahului dengan pemberitahuan secara tertulis. |
(2) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta keterangan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah, yaitu orang pribadi atau wakil badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, pegawai, pelanggan, pemasok, bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, konsultan hukum, konsultan keuangan dan pihak-pihak terkait lainnya. |
(3) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat melakukan permintaan keterangan di kantor Bapenda atau tempat lain dengan alasan yang patut dan wajar. |
(4) | Pemeriksa Bukti Permulaan menuangkan hasil permintaan keterangan dalam berita acara permintaan keterangan. |
(5) | Dalam hal keterangan dari pihak-pihak yang berkaitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh, pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara tidak terpenuhinya permintaan keterangan. |
Bagian Kelima
Pengumpulan Keterangan dan/atau Bukti Melalui Permintaan
Secara Tertulis Kepada Pihak Ketiga
Pasal 25
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat melakukan permintaan secara tertulis kepada pihak ketiga untuk mendapatkan keterangan dan/atau bukti sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu pihak lain yang mempunyai hubungan dengan tindakan, pekerjaan, kegiatan usaha, atau pekerjaan bebas orang pribadi, badan dan/atau wakil badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, konsultan hukum, konsultan keuangan, pelanggan dan pemasok. |
Bagian Keenam
Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan
Pasal 26
(1) | Orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dapat dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya atas tindak pidana sebagai berikut:
|
(2) | Surat Pemberitahuan Pajak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. |
(3) | Orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dapat menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan belum disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
(4) | Dalam melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka harus melakukan tindakan sebagai berikut:
|
(5) | Orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan kepada Kepala Unit Pelayanan Pemungutan Pajak Daerah atau Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat Objek Pajak diadministrasikan dan tembusannya kepada Kepala Bapenda. |
Pasal 27
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan melakukan pengujian atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 untuk memastikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran perbuatan telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. |
(2) | Yang dimaksud sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu jumlah pembayaran atas pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan menurut pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sama dengan atau lebih besar daripada jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan menurut Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, Kepala Bapenda atau Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah mengirimkan pemberitahuan kepada orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak bahwa Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak ditindaklanjuti dengan Penyidikan. |
(4) | Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, Kepala Bapenda atau Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah mengirimkan pemberitahuan kepada orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak bahwa pengungkapan ketidakbenaran perbuatan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Pasal 28
(1) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan, pembayaran atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dan ayat (5) dan/atau tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tidak menghilangkan seluruh kerugian pada pendapatan Daerah. |
(2) | Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai kerugian pada pendapatan Daerah sepanjang pembayaran dilakukan sebelum surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
(3) | Pembayaran yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak. |
(4) | Jumlah yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai kerugian pada pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu sebesar dua per lima bagian dari jumlah pembayaran dalam rangka pengungkapan ketidakbenaran perbuatannya. |
BAB IX
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN SECARA TERTUTUP
Bagian Kesatu
Pengumpulan Keterangan dan/atau Bukti
Pasal 29
Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta keterangan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah dan/atau melakukan permintaan secara tertulis kepada pihak ketiga untuk mendapatkan keterangan dan/atau bukti dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25.
Bagian Kedua
Pembetulan Surat Pemberitahuan
Pasal 30
Pemeriksa Bukti Permulaan dapat mempertimbangkan pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dalam simpulan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.
BAB X
PENANGGUHAN PEMERIKSAAN
Pasal 31
(1) | Terhadap Wajib Pajak orang pribadi dan/atau badan yang sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk tahun pajak tertentu, maka seluruh kegiatan Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak orang pribadi dan/atau badan tersebut ditangguhkan. |
(2) | Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperluas untuk tahun-tahun pajak yang menjadi obyek Pemeriksaan. |
BAB XI
LAPORAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN DAN TINDAK
LANJUT PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Bagian Kesatu
Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 32
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan menuangkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan mencantumkan:
|
(2) | Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Dalam hal ditemukan:
|
Bagian Kedua
Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 33
(1) | Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, ditindaklanjuti dengan:
|
(2) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara terbuka, penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e diberitahukan secara tertulis oleh Kepala Bapenda atau Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah kepada orang pribadi atau badan atau kuasa. |
Pasal 34
(1) | Dalam hal ditemukan Peristiwa Pidana selain yang telah ditentukan dalam Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan, Kepala Bapenda atau Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah dapat menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | Dalam hal ditemukan dugaan tindak pidana selain Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah, Kepala Bapenda atau Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah memberitahukan tindak pidana tersebut kepada pihak yang berwenang. |
(3) | Dalam hal ditemukan potensi Pajak yang bukan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah, Kepala Bapenda atau Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah menindaklanjuti informasi mengenai potensi pajak tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan Daerah. |
(4) | Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dilakukan tanpa menunggu Pemeriksaan Bukti Permulaan selesai. |
Bagian Ketiga
Keterlibatan Pegawai Bapenda Dalam Tindak Pidana
di Bidang Perpajakan Daerah
Pasal 35
(1) | Dalam hal ditemukan Bukti Permulaan yang cukup mengenai keterlibatan pegawai Bapenda, Kepala Bapenda wajib melaporkan keterlibatan pegawai tersebut kepada Gubernur. |
(2) | Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda proses Pemeriksaan Bukti Permulaan, termasuk terhadap pegawai Bapenda yang terlibat. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanganan terhadap pegawai Bapenda yang terlibat dalam Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah yang dilakukan oleh Wajib Pajak, mengacu pada ketentuan perundang-undangan mengenai Disiplin Pegawai Negeri Sipil. |
Bagian Keempat
Penyitaan dan Pengembalian Bahan Bukti
Pasal 36
(1) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka ditindaklanjuti dengan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, Bahan Bukti yang diperoleh pemeriksa Bukti Permulaan yang diperlukan dalam proses Penyidikan dapat disita oleh PPNS di lingkungan Bapenda. |
(2) | Bahan Bukti yang dipinjam pemeriksa Bukti Permulaan dari orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan tidak diperlukan dalam kegiatan Penyidikan, dikembalikan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan membuat berita acara. |
(3) | Bahan Bukti yang dipinjam dari pemeriksa dan tidak diperlukan dalam kegiatan Penyidikan, dikembalikan kepada pemeriksa dengan membuat berita acara. |
BAB XII
BAHAN BUKTI BARU
Pasal 37
(1) | Dalam hal diperoleh Bahan Bukti baru setelah Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan yang dapat menyebabkan simpulan yang berbeda dengan simpulan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Bapenda dapat kembali melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan jika Pemeriksaan Bukti Permulaan sebelumnya telah diselesaikan dengan tindak lanjut selain Penyidikan. |
BAB XIII
TINDAK PIDANA YANG DIKETAHUI SEKETIKA
Pasal 38
(1) | Tindak pidana yang diketahui seketika merupakan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah yang diketahui sedang berlangsung atau baru saja terjadi, yang memerlukan penanganan secara segera terhadap pelaku tindak pidana dan mengamankan Bahan Bukti yang ada padanya. |
(2) | Dalam rangka menangani pelaku tindak pidana dan mengamankan Bahan Bukti, PPNS di lingkungan Bapenda dapat secara langsung meminta keterangan, meminjam dan/atau memeriksa Bahan Bukti. |
(3) | Dalam hal telah diperoleh Bukti Permulaan yang cukup, terhadap tindak pidana yang diketahui seketika dapat ditindaklanjuti dengan Penyidikan tanpa didahului Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
BAB XIV
BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP DAN LAPORAN KEJADIAN
Pasal 39
(1) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, pejabat yang berwenang membuat Laporan Kejadian. |
(2) | Dalam hal diperoleh bukti permulaan yang cukup dari kegiatan:
|
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 April 2020 GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, ttd ANIES BASWEDAN |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 April 2020
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,
ttd
SAEFULLAH
BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2020 NOMOR 61016