Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-23/BC/2023

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 23/BC/2023

TENTANG

PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN
CUKAI NOMOR PER-01/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PUSAT
LOGISTIK BERIKAT

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai tata laksana pusat logistik berikat telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-14/BC/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat;
  2. bahwa untuk lebih meningkatkan pengawasan dan pelayanan serta memberikan kepastian hukum di pusat logistik berikat, perlu melakukan penyempurnaan ketentuan mengenai tata laksana pusat logistik berikat;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 45 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 tentang Pusat Logistik Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.04/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 tentang Pusat Logistik Berikat, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat;

Mengingat :


  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2070) tentang Pusat Logistik Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.04/2018 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 414);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.04/2022 tentang Monitoring dan Evaluasi terhadap Penerima Fasilitas TPB dan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1365);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman (Berita Negara Republik Indonesia tahun 2023 Nomor 740);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.04/2018 tentang Percepatan Perizinan Kepabeanan Dan Cukai Dalam Rangka Kemudahan Berusaha (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 415);
  5. Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 Tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-14/BC/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat;
  6. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-06/BC/2023 tentang Petunjuk Teknis Monitoring dan Evaluasi terhadap Penerima Fasilitas TPB;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-01/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PUSAT LOGISTIK BERIKAT.



Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-14/BC/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat, diubah sebagai berikut:


1. Di antara angka 8 dan angka 9 Pasal 1 disisipkan 3 (tiga) angka, yakni angka 8a, angka 8b, dan angka 8c, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
2. Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
3. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
4. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
5. Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
6. Penyelenggara PLB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan PLB.
7. Penyelenggara PLB sekaligus Pengusaha PLB yang selanjutnya disebut Pengusaha PLB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan PLB.
8. Pengusaha di PLB merangkap Penyelenggara di PLB yang selanjutnya disebut PDPLB, adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengusahaan PLB yang berada di dalam PLB milik Penyelenggara PLB yang statusnya sebagai badan usaha yang berbeda.
8a. Kawasan Berikat adalah TPB untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
8b. Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut Pengusaha Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan penyelenggaraan sekaligus pengusahaan Kawasan Berikat.
8c. Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut PDKB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan kawasan berikat yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.
9. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang mewah (PPnBM), dan Cukai.
10. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
11. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.
12. Media Penyimpanan Data Elektronik yang selanjutnya disingkat MPDE adalah media yang dapat menyimpan data elektronik seperti disket, compact disk, flash disk atau sejenisnya.
13. Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disingkat PDE adalah alir informasi antar aplikasi dan organisasi secara elektronik yang terintegrasi dengan menggunakan standar yang disepakati bersama.
14. Sistem Pengendalian Internal yang selanjutnya disingkat SPI adalah sebuah sistem yang digunakan untuk mengkomunikasikan dan mengendalikan bagian-bagian yang terkait dengan kegiatan/aktivitas bisnis perusahaan, pergerakan dokumen pemberitahuan, proses akuntansi, dan lain-lain yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan penerapan peraturan kepabeanan dan/atau cukai.
15. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
16. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
17. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
18. Kantor Wilayah atau KPU adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
19. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
20. Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
21. Petugas Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas di PLB.
22. Badan Pengusahaan Kawasan Bebas adalah badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
23. Perdagangan secara Elektronik yang selanjutnya disebut E-Commerce adalah perdagangan Barang yang dilakukan oleh pedagang dan konsumen melalui sistem elektronik.
24. PLB Industri Besar adalah PLB untuk menimbun barang terutama untuk tujuan didistribusikan kepada perusahaan industri.
25. PLB IKM adalah PLB untuk menimbun barang terutama untuk tujuan didistribusikan kepada perusahaan industri kecil dan menengah.
26. PLB Hub Cargo Udara adalah PLB untuk menimbun barang terutama untuk tujuan ekspor dan/atau transhipment.
27. PLB E-Commerce adalah PLB untuk menimbun barang yang penjualannya dilakukan melalui Platform E-Commerce.
28. PLB Barang Jadi adalah PLB yang menimbun barang jadi terutama untuk tujuan distribusi selain kepada perusahaan industri.
29. PLB Bahan Pokok adalah PLB yang menimbun bahan pokok terutama untuk tujuan distribusi selain kepada perusahaan industri.
30. PLB Floating Storage adalah PLB untuk menimbun barang yang berlokasi di wilayah perairan.
31. PLB Ekspor Barang Komoditas adalah PLB untuk menimbun barang ekspor terutama untuk tujuan diperdagangkan di bursa komoditi dan/atau pasar lelang komoditas.
32. Platform E-Commerce adalah wadah berupa aplikasi situs internet, layanan konten lainnya berbasis internet atau transmisi elektronik lainnya yang digunakan untuk transaksi dan/atau fasilitasi perdagangan melalui sistem elektronik.
33. Penyedia Platform E-Commerce adalah pihak baik individu, badan usaha, maupun badan hukum yang menyediakan Platform E-Commerce.

2. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 16 diubah, dan setelah ayat (2) ditambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3) dan ayat (4), sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16

(1) Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB dapat mengajukan permohonan perubahan data izin Penyelenggara PLB, izin Pengusaha PLB, atau izin PDPLB, berupa:
  1. perubahan nama, alamat, dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan;
  2. perubahan nama dan/atau alamat pemilik/penanggung jawab;
  3. perubahan bentuk pengusahaan PLB;
  4. perubahan luas lokasi;
  5. penambahan dan/atau pengurangan daftar perusahaan tujuan pengeluaran atau daftar perusahaan penimbun barang ekspor;
  6. perubahan jenis barang yang ditimbun;
  7. perubahan kegiatan sederhana; dan/atau
  8. perubahan Key Performance Indicators (KPI).
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen pendukung sebagai berikut:
  1. atas permohonan perubahan nama, alamat, dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan dilampiri:
    1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang baru dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang baru;
    2. perubahan akta pendirian perusahaan yang telah mencantumkan nama perusahaan yang baru dan pengesahannya; dan/atau
    3. surat izin usaha yang baru;
  2. atas permohonan perubahan nama dan/atau alamat pemilik/penanggung jawab dilampiri:
    1. perubahan akta pendirian perusahaan yang telah mencantumkan nama pemilik/penanggung jawab yang baru dan pengesahannya; dan
    2. identitas pemilik/penanggung jawab yang baru;
  3. atas permohonan perubahan bentuk pengusahaan PLB dilampiri:
    1. surat rekomendasi dari Kantor Pabean; dan
    2. surat pernyataan yang menyatakan kesiapan lokasi PLB telah memenuhi kriteria dan persyaratan bentuk pengusahaan PLB yang baru;
  4. atas permohonan perubahan luas lokasi dilampiri :
    1. berita acara pemeriksaan lokasi dari Kantor Pabean yang mengawasi PLB; dan
    2. bukti penguasaan lokasi berupa Sertifikat Hak Milik atas nama PLB, Sertifikat Hak Guna atas nama PLB, atau kontrak sewa menyewa atas lahan dan/atau bangunan yang ditandasahkan oleh pejabat yang berwenang;
  5. atas permohonan penambahan dan/atau pengurangan daftar perusahaan tujuan pengeluaran di dalam daerah pabean dan/atau daftar perusahaan penimbun barang ekspor dilampiri:
    1. perjanjian kerja sama (memorandum of understanding) antara Pengusaha PLB dengan perusahaan yang ditambahkan; dan
    2. izin usaha perusahaan yang ditambahkan;
  6. atas permohonan perubahan jenis barang yang ditimbun dilampiri:
    1. izin usaha perusahaan tujuan pengeluaran jenis barang yang ditimbun di tempat lain dalam daerah pabean; dan/atau
    2. izin usaha perusahaan yang melakukan penimbunan barang untuk tujuan ekspor;
  7. atas permohonan perubahan kegiatan sederhana dilampiri dengan surat pernyataan yang menyebutkan alasan perubahan;
  8. atas permohonan perubahan Key Performance Indicators (KPI) dilampiri dengan surat pernyataan yang menyebutkan alasan perubahan.
(3) Dalam hal permohonan berupa perubahan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan perubahan dengan entitas yang berbeda, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. izin PLB yang lama dicabut dan dapat ditetapkan izin PLB yang baru;
  2. pemenuhan syarat, kriteria, serta tata cara pencabutan dan penetapan PLB sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
  3. barang dari PLB yang telah dicabut izinnya menjadi saldo awal PLB yang baru dengan dibuatkan berita acara pencacahan (stock opname).
(4) Dalam hal permohonan berupa perubahan luas lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa penambahan lokasi tidak dalam satu hamparan, berlaku ketentuan luas lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a.
3. Di antara Pasal 69 dan Pasal 70 disisipkan 3 (tiga) pasal yakni Pasal 69A, Pasal 69B, dan Pasal 69C yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 69A

(1) Pemasukan barang berupa hasil produksi dari Kawasan Berikat yang dititipkan ke PLB, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. penyampaian dokumen pemberitahuan pabean atas pemasukan ke PLB dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean pemasukan barang ke TPB lain; dan
  2. kepemilikan barang harus tetap dimiliki oleh:
    1. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB; atau
    2. PDPLB yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang sama dengan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(2) Pengeluaran atas barang berupa hasil produksi Kawasan Berikat yang dititipkan di PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. pemberitahuan pabean disampaikan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat; atau
  2. pemberitahuan pabean disampaikan oleh Pengusaha PLB dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean atas pengeluaran barang dari PLB dalam hal hasil produksi dikembalikan ke Kawasan Berikat asal.
(3) Pengeluaran atas barang berupa hasil produksi Kawasan Berikat yang dititipkan di PLB ke tempat lain dalam daerah pabean dilaksanakan sesuai ketentuan yang mengatur tentang tata laksana Kawasan Berikat.
(4) Tata cara pemasukan dan pengeluaran barang berupa hasil produksi Kawasan Berikat yang dititipkan di PLB sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 69B

Atas perpindahan barang dari PLB ke TPB lainnya dilakukan pemasangan tanda pengaman dengan:
a. tanda pengaman elektronik (e-seal); atau
b. tanda pengaman lainnya berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau KPU dengan mempertimbangkan profil risiko perusahaan, risiko barang, dan/atau risiko lainnya. 

Pasal 69C

Dalam hal hasil kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian atas pemberitahuan pabean pemasukan barang impor ke PLB, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal laporan hasil pengawasan.
   
4. Di antara Pasal 70A dan Pasal 71 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 70B yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 70B

(1) Kepala Kantor Pabean dapat melakukan pembetulan data dan/atau pembatalan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran berdasarkan:
  1. permohonan Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB; atau
  2. kewenangan Kepala Kantor Pabean.
(2) Pembetulan data dan/atau pembatalan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
  1. dapat dibuktikan bahwa kesalahan terjadi dikarenakan kekhilafan yang nyata dan tanpa unsur kesengajaan; dan/atau
  2. bisnis proses PLB dan/atau karakteristik transaksi dan/atau jenis barang memerlukan adanya pembetulan dan tanpa unsur kesengajaan.
(3) Penelitian atas pembetulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan berdasarkan manajemen risiko.
(4) Pembetulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan atas semua elemen data.


Pasal II

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan.





Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 14 Desember 2023

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI


Ditandatangani secara elektronik


ASKOLANI