Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2012

  • 27 September 2012
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : SE - 45/PJ/2012

TENTANG

PENJELASAN ATAS PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
85/PMK.03/2012 TENTANG PENUNJUKAN BADAN USAHA MILIK NEGARA UNTUK
MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA TATA
CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA SEBAGAIMANA TELAH
DIUBAH DENGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 136/PMK.03/2012
                      
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

A. UMUM
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 Tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012, perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak sebagai acuan dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (Pemungut PPN).
B. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud
Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan acuan dalam pelaksanaan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dan PPnBM oleh BUMN sebagai Pemungut PPN.
2. Tujuan
Surat Edaran ini bertujuan agar pelaksanaan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dan PPnBM oleh BUMN sebagai Pemungut PPN dapat berjalan dengan baik.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup Surat Edaran ini meliputi kriteria BUMN yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN, administrasi penerbitan Faktur Pajak oleh PKP Rekanan, serta administrasi pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN dan PPnBM oleh BUMN sebagai Pemungut PPN.
D. DASAR
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012.
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-147/PJ/2006 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pemungut PPN.
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2010.
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2009 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Dalam Bentuk Elektronik.
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ/2010.
E. MATERI
I. Kriteria BUMN Yang Ditunjuk Sebagai Pemungut PPN
1. Mulai tanggal 1 Juli 2012, BUMN ditunjuk sebagai Pemungut PPN. Dengan demikian, PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh PKP Rekanan kepada BUMN yang memenuhi ketentuan sebagai Pemungut PPN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012 wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh BUMN.
2. BUMN sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah BUMN yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, tidak termasuk anak perusahaan dan joint operation atau bentuk kerja sama lainnya.
3. Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan saham yang menyebabkan suatu badan usaha tidak lagi memenuhi kriteria sebagai BUMN, maka terhitung sejak tanggal akta yang menyatakan perubahan kepemilikan tersebut, badan usaha yang bersangkutan secara otomatis tidak lagi ditunjuk menjadi Pemungut PPN. Namun demikian, kewajiban menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut dalam Masa Pajak yang bersangkutan tetap dilakukan sebagaimana mestinya.
4. Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan saham yang menyebabkan suatu badan usaha menjadi memenuhi kriteria sebagai BUMN, maka terhitung sejak tanggal akta yang menyatakan perubahan kepemilikan tersebut, badan usaha dimaksud secara otomatis ditunjuk menjadi Pemungut PPN dan melakukan kewajiban sebagai Pemungut PPN.
II. Penerbitan Faktur Pajak oleh PKP Rekanan
1. PKP Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP) atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
2. Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan pemungutan PPN oleh BUMN, Faktur Pajak diterbitkan dengan menggunakan Kode Transaksi "03" pada kode dan nomor seri Faktur Pajak.
3. Dalam hal PKP Rekanan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikecualikan dari pemungutan PPN oleh Pemungut PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012, maka Faktur Pajak diterbitkan dengan menggunakan kode transaksi selain "03" pada kode dan nomor seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
4. Terkait dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut:
  1. Untuk Faktur Pajak dengan nilai Dasar Pengenaan Pajak ditambah PPN dan PPnBM di atas Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), PPN dan PPnBM yang terutang dipungut oleh BUMN, sehingga PKP Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan kode transaksi "03" pada kode Faktur Pajak;
  2. Untuk Faktur Pajak dengan nilai Dasar Pengenaan Pajak ditambah PPN dan PPnBM tidak melebihi Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), PPN dan PPnBM yang terutang dipungut oleh PKP Rekanan, sehingga PKP Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan kode transaksi "01" pada kode Faktur Pajak.
5. Terkait dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012, dapat diberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan rekening telepon adalah tagihan atas penyerahan yang dilakukan oleh perusahaan telekomunikasi ke konsumen akhir. Tagihan atas penyerahan jasa selain tersebut di atas yang dilakukan ke sesama perusahaan telekomunikasi antara lain berupa sewa jaringan, sewa satelit, dan jasa interkoneksi, tidak termasuk dalam pengertian rekening telepon sebagaimana dimaksud di atas.
6. PKP Rekanan dapat menerbitkan 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan kepada BUMN yang sama selama 1 (satu) bulan kalender (Faktur Pajak gabungan) yang harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
III. Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPN dan PPnBM oleh BUMN sebagai Pemungut PPN
1. PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari BUMN kepada BUMN tidak dikecualikan dari pemungutan oleh Pemungut PPN, sehingga BUMN yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tetap melakukan kewajiban pemungutan PPN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012.
2. Demikian juga atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari BUMN kepada Pemungut PPN selain BUMN, PPN dan PPnBM yang terutang tetap dipungut oleh Pemungut PPN yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
3. BUMN wajib menyetorkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan SSP dengan Kode Akun Pajak 411211 dan Kode Jenis Setoran 900.
4. SSP sebagaimana dimaksud pada butir 3 diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas PKP Rekanan, dan penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan.
5. Tanggal jatuh tempo penyetoran sebagaimana dimaksud pada butir 3 tidak mengacu pada tanggal penerbitan Faktur Pajak oleh PKP Rekanan, dengan demikian apabila BUMN terlambat melakukan penyetoran yang disebabkan karena keterlambatan PKP Rekanan menerbitkan Faktur Pajak, maka atas keterlambatan penyetoran tersebut tetap dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan.
6. Pelaporan pemungutan PPN dan PPnBM oleh BUMN dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) bagi Pemungut PPN Formulir 1107 PUT yang wajib disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT).
7. Apabila dalam suatu bulan, BUMN tidak melakukan pemungutan PPN dan PPnBM sebagai Pemungut PPN, maka BUMN tetap wajib menyampaikan SPT Masa PPN Formulir 1107 PUT dan diisi dengan angka 0 (Nol).
8. BUMN sebagai Pemungut PPN yang berstatus PKP, mempunyai kewajiban pelaporan PPN dan PPnBM dengan Formulir 1111 dan Formulir 1107 PUT setiap bulan.
9.

Terhadap cabang-cabang BUMN yang telah melakukan pemusatan tempat PPN terutang, baik berdasarkan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang PPN maupun berdasarkan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang KUP, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dalam rangka memenuhi kewajiban sebagai Pemungut PPN dilakukan oleh BUMN yang ditunjuk sebagai tempat pemusatan PPN terutang.
10. Dalam hal BUMN tidak berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dalam rangka memenuhi kewajiban sebagai Pemungut PPN dilakukan di masing-masing tempat kegiatan usaha yang melakukan transaksi dengan PKP Rekanan.
F. PENUTUP
Sehubungan dengan ketentuan tersebut di atas, dengan ini diminta kepada:
  1. KPP atau KP2KP agar menyampaikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012 kepada Wajib Pajak BUMN yang memenuhi kriteria untuk melaksanakan kewajiban pemungutan PPN dan PPnBM dengan sebaik-baiknya dan kepada PKP Rekanan BUMN untuk memenuhi ketentuan penerbitan Faktur Pajak dan pengisian SSP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  2. Kantor Wilayah DJP agar memantau pengawasan yang dilakukan oleh masing-masing KPP terkait Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012.

Demikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 September 2012
DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001


Tembusan :

  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
  2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
  3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan.