TIMELINE |
---|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2003
TENTANG
BADAN USAHA MILIK NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
Dengan Persetujuan Bersama antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :
Pasal 2
(1) | Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah : |
| |
(2) | Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.
|
Pasal 3
Terhadap BUMN berlaku Undang-undang ini, anggaran dasar, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 4
(1) | Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. |
(2) | Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN bersumber dari: |
| |
(3) | Setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. |
(4) | Setiap perubahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), baik berupa penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atas saham Persero atau perseroan terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. |
(5) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) bagi penambahan penyertaan modal negara yang berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya. |
(6) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan ke dalam BUMN dan/atau perseroan terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh negara, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 5
(1) | Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi. |
(2) | Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan. |
(3) | Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran. |
Pasal 6
(1) | Pengawasan BUMN dilakukan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas. |
(2) | Komisaris dan Dewan Pengawas bertanggung jawab penuh atas pengawasan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN. |
(3) | Dalam melaksanakan tugasnya, Komisaris dan Dewan Pengawas harus mematuhi Anggaran Dasar BUMN dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran. |
Pasal 7
Para anggota Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUMN selain penghasilan yang sah.
Pasal 8
(1) | Anggota Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas tidak berwenang mewakili BUMN, apabila : |
| |
(2) | Dalam anggaran dasar ditetapkan yang berhak mewakili BUMN apabila terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). |
(3) | Dalam hal anggaran dasar tidak menetapkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), RUPS mengangkat 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham untuk mewakili Persero, dan Menteri mengangkat 1 (satu) orang atau lebih untuk mewakili Perum. |
Pasal 9
BUMN terdiri dari Persero dan Perum.
BAB II
PERSERO
Bagian Pertama
Pendirian
Pasal 10
(1) | Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. |
(2) | Pelaksanaan pendirian Persero dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangan-undangan. |
Pasal 11
Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 12
Maksud dan tujuan pendirian Persero adalah :
Bagian Ketiga
Organ
Pasal 13
Organ Persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris.
Bagian Keempat
Kewenangan RUPS
Pasal 14
(1) | Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang saham pada Persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. |
(2) | Menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS. |
(3) | Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai : |
|
Bagian Kelima
Direksi Persero
Pasal 15
(1) | Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dilakukan oleh RUPS. |
(2) | Dalam hal Menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian Direksi ditetapkan oleh Menteri. |
Pasal 16
(1) | Anggota Direksi diangkat berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan Persero. |
(2) | Pengangkatan anggota Direksi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan. |
(3) | Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi. |
(4) | Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. |
(5) | Dalam hal Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Direksi diangkat sebagai direktur utama. |
Pasal 17
Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 19
Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi wajib mencurahkan tenaga, pikiran dan perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban, dan pencapaian tujuan Persero.
Pasal 20
Dengan memperhatikan sifat khusus masing-masing Persero, Direksi dapat mengangkat seorang sekretaris perusahaan.
Pasal 21
(1) | Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan Persero yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. |
(2) | Rancangan rencana jangka panjang yang telah ditandatangani bersama dengan Komisaris disampaikan kepada RUPS untuk mendapatkan pengesahan. |
Pasal 22
(1) | Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang merupakan penjabaran tahunan dari rencana jangka panjang. |
(2) | Direksi wajib menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan. |
Pasal 23
(1) | Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku Persero ditutup, Direksi wajib menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan. |
(2) | Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Komisaris. |
(3) | Dalam hal ada anggota Direksi atau Komisaris tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), harus disebutkan alasannya secara tertulis. |
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana jangka panjang, rencana kerja dan anggaran perusahaan, laporan tahunan dan perhitungan tahunan Persero diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 25
Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap sebagai :
Pasal 26
Direksi wajib memelihara risalah rapat dan menyelenggarakan pembukuan Persero.
Bagian Keenam
Komisaris
Pasal 27
(1) | Pengangkatan dan pemberhentian Komisaris dilakukan oleh RUPS. |
(2) | Dalam hal Menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian Komisaris ditetapkan oleh Menteri. |
Pasal 28
(1) | Anggota Komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah- masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha Persero tersebut, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya. |
(2) | Komposisi Komisaris harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan dapat dilakukan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak secara independen. |
(3) | Masa jabatan anggota Komisaris ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. |
(4) | Dalam hal Komisaris terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Komisaris diangkat sebagai komisaris utama. |
(5) | Pengangkatan anggota Komisaris tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi, kecuali pengangkatan untuk pertama kalinya pada waktu pendirian. |
Pasal 29
Anggota Komisaris sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Komisaris diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 31
Komisaris bertugas mengawasi Direksi dalam menjalankan kepengurusan Persero serta memberikan nasihat kepada Direksi.
Pasal 32
(1) | Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Komisaris untuk memberikan persetujuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. |
(2) | Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Persero dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. |
Pasal 33
Anggota Komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sebagai :
Bagian Ketujuh
Persero Terbuka
Pasal 34
Bagi Persero Terbuka berlaku ketentuan Undang-undang ini dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
BAB III
PERUM
Bagian Pertama
Pendirian
Pasal 35
(1) | Pendirian Perum diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. |
(2) | Perum yang didirikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh status badan hukum sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, pembinaan, pengurusan, dan pengawasan Perum diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 36
(1) | Maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. |
(2) | Untuk mendukung kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan persetujuan Menteri, Perum dapat melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain. |
Bagian Ketiga
Organ
Pasal 37
Organ Perum adalah Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas.
Bagian Keempat
Kewenangan Menteri
Pasal 38
(1) | Menteri memberikan persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha Perum yang diusulkan oleh Direksi. |
(2) | Kebijakan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diusulkan oleh Direksi kepada Menteri setelah mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas. |
(3) | Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sesuai dengan maksud dan tujuan Perum yang bersangkutan. |
Pasal 39
Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat Perum dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam Perum, kecuali apabila Menteri:
Pasal 40
Ketentuan mengenai tata cara pemindahtanganan, pembebanan atas aktiva tetap Perum, serta penerimaan pinjaman jangka menengah/panjang dan pemberian pinjaman dalam bentuk dan cara apa pun, serta tidak menagih lagi dan menghapuskan dari pembukuan piutang dan persediaan barang oleh Perum diatur dengan Keputusan Menteri.
Bagian Kelima
Anggaran Dasar
Pasal 41
(1) | Anggaran dasar Perum ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya. |
(2) | Perubahan anggaran dasar Perum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. |
(3) | Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang perubahan anggaran dasar Perum. |
Bagian Keenam
Penggunaan Laba
Pasal 42
(1) | Setiap tahun buku Perum wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan. |
(2) | Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang-kurangnya 20 (dua puluh persen) dari modal Perum. |
(3) | Cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), hanya dapat dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain. |
Pasal 43
Penggunaan laba bersih Perum termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Ketujuh
Direksi Perum
Pasal 44
Pengangkatan dan pemberhentian Direksi ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 45
(1) | Yang dapat diangkat sebagai anggota Direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara. |
(2) | Selain kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) anggota Direksi diangkat berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan Perum. |
(3) | Pengangkatan anggota Direksi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan. |
(4) | Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi. |
(5) | Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. |
(6) | Dalam hal Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Direksi diangkat sebagai direktur utama. |
Pasal 46
Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan Keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 48
Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi wajib mencurahkan tenaga, pikiran, dan perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban, dan pencapaian tujuan Perum.
Pasal 49
(1) | Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan Perum yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. |
(2) | Rancangan rencana jangka panjang yang telah ditandatangani bersama dengan Dewan Pengawas disampaikan kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan. |
Pasal 50
(1) | Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang merupakan penjabaran tahunan dari rencana jangka panjang. |
(2) | Direksi wajib menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada Menteri untuk memperoleh pengesahan. |
Pasal 51
(1) | Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku Perum ditutup, Direksi wajib menyampaikan laporan tahunan kepada Menteri untuk memperoleh pengesahan. |
(2) | Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Dewan Pengawas. |
(3) | Dalam hal ada anggota Direksi atau Dewan Pengawas tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus disebutkan alasannya secara tertulis. |
Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana jangka panjang, rencana kerja dan anggaran perusahaan, laporan tahunan dan perhitungan tahunan Perum diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 53
Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap sebagai :
Pasal 54
Direksi wajib memelihara risalah rapat dan menyelenggarakan pembukuan Perum.
Pasal 55
(1) | Direksi hanya dapat mengajukan permohonan ke pengadilan negeri agar Perum dinyatakan pailit berdasarkan persetujuan Menteri. |
(2) | Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan Perum tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. |
(3) | Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut. |
(4) | Dalam hal tindakan Direksi menimbulkan kerugian bagi Perum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri mewakili Perum untuk melakukan tuntutan atau gugatan terhadap Direksi melalui pengadilan. |
Bagian Kedelapan
Dewan Pengawas
Pasal 56
Pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 57
(1) | Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara. |
(2) | Selain kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anggota Dewan Pengawas diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha Perum tersebut, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya. |
(3) | Komposisi Dewan Pengawas harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan dapat dilakukan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak secara independen. |
(4) | Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. |
(5) | Dalam hal Dewan Pengawas terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Dewan Pengawas diangkat sebagai ketua Dewan Pengawas. |
(6) | Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi, kecuali pengangkatan untuk pertama kalinya pada waktu pendirian. |
Pasal 58
Anggota Dewan Pengawas sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan Keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 59
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Dewan Pengawas diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 60
Dewan Pengawas bertugas mengawasi Direksi dalam menjalankan kepengurusan Perum serta memberikan nasihat kepada Direksi.
Pasal 61
(1) | Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Pengawas untuk memberikan persetujuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. |
(2) | Berdasarkan anggaran dasar atau Keputusan Menteri, Dewan Pengawas dapat melakukan tindakan pengurusan Perum dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. |
Pasal 62
Anggota Dewan Pengawas dilarang memangku jabatan rangkap sebagai :
BAB IV
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PEMBUBARAN BUMN
Pasal 63
(1) | Penggabungan atau peleburan suatu BUMN dapat dilakukan dengan BUMN lain yang telah ada. |
(2) | Suatu BUMN dapat mengambil alih BUMN dan/atau perseroan terbatas lainnya. |
Pasal 64
(1) | Pembubaran BUMN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. |
(2) | Apabila tidak ditetapkan lain dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sisa hasil likuidasi atau pembubaran BUMN disetorkan langsung ke Kas Negara. |
Pasal 65
(1) | Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pembubaran BUMN, diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
(2) | Dalam melakukan tindakan-tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kepentingan BUMN, pemegang saham/pemilik modal, pihak ketiga, dan karyawan BUMN harus tetap mendapat perhatian. |
BAB V
KEWAJIBAN PELAYANAN UMUM
Pasal 66
(1) | Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN. |
(2) | Setiap penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS/Menteri. |
BAB VI
SATUAN PENGAWASAN INTERN, KOMITE AUDIT, DAN KOMITE LAIN
Bagian Pertama
Satuan Pengawasan Intern
Pasal 67
(1) | Pada setiap BUMN dibentuk satuan pengawasan intern yang merupakan aparat pengawas intern perusahaan. |
(2) | Satuan pengawasan intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada direktur utama. |
Pasal 68
Atas permintaan tertulis Komisaris/Dewan Pengawas, Direksi memberikan keterangan hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas satuan pengawasan intern.
Pasal 69
Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan atas segala sesuatu yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh satuan pengawasan intern.
Bagian Kedua
Komite Audit dan Komite Lain
Pasal 70
(1) | Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris dan Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya. |
(2) | Komite audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada Komisaris atau Dewan Pengawas. |
(3) | Selain komite audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Komisaris atau Dewan Pengawas dapat membentuk komite lain yang ditetapkan oleh Menteri. |
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai komite audit dan komite lain diatur dengan Keputusan Menteri. |
BAB VII
PEMERIKSAAN EKSTERNAL
Pasal 71
(1) | Pemeriksaan laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan oleh RUPS untuk Persero dan oleh Menteri untuk Perum. |
(2) | Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB VIII
RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI
Bagian Pertama
Maksud dan Tujuan Restrukturisasi
Pasal 72
(1) | Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional. |
(2) | Tujuan restrukturisasi adalah untuk : |
| |
(3) | Pelaksanaan restrukturisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap memperhatikan asas biaya dan manfaat yang diperoleh. |
Bagian Kedua
Ruang Lingkup Restrukturisasi
Pasal 73
Restrukturisasi meliputi :
1) | peningkatan intensitas persaingan usaha, terutama di sektor-sektor yang terdapat monopoli, baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah; |
2) | penataan hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku badan usaha, termasuk di dalamnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik. |
3) | restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi/manajemen, operasional, sistem, dan prosedur. |
Bagian Ketiga
Maksud dan Tujuan Privatisasi
Pasal 74
(1) | Privatisasi dilakukan dengan maksud untuk : |
| |
(2) | Privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero. |
Bagian Keempat
Prinsip Privatisasi dan Kriteria Perusahaan yang Dapat Diprivatisasi
Pasal 75
Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.
Pasal 76
(1) | Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria : |
| |
(2) | Sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan Undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi. |
Pasal 77
Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah :
Pasal 78
Privatisasi dilaksanakan dengan cara :
Bagian Kelima
Komite Privatisasi
Pasal 79
(1) | Untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, pemerintah membentuk sebuah komite privatisasi sebagai wadah koordinasi. |
(2) | Komite privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota, yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha. |
(3) | Keanggotaan komite privatisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. |
Pasal 80
(1) | Komite privatisasi bertugas untuk : |
| |
(2) | Komite privatisasi dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengundang, meminta masukan, dan/atau bantuan instansi pemerintah atau pihak lain yang dipandang perlu. |
(3) | Ketua komite privatisasi secara berkala melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden. |
Pasal 81
Dalam melaksanakan Privatisasi, Menteri bertugas untuk :
Bagian Keenam
Tata Cara Privatisasi
Pasal 82
(1) | Privatisasi harus didahului dengan tindakan seleksi atas perusahaan-perusahaan dan mendasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. |
(2) | Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan, setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan, selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat serta dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. |
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Privatisasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 84
Setiap orang dan/atau badan hukum yang mempunyai potensi benturan kepentingan dilarang terlibat dalam proses Privatisasi.
Bagian Ketujuh
Kerahasiaan Informasi
Pasal 85
(1) | Pihak-pihak yang terkait dalam program dan proses Privatisasi diwajibkan menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperoleh sepanjang informasi tersebut belum terbuka. |
(2) | Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Bagian Kedelapan
Hasil Privatisasi
Pasal 86
(1) | Hasil Privatisasi dengan cara penjualan saham milik negara disetor langsung ke Kas Negara. |
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyetoran hasil Privatisasi diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 87
(1) | Karyawan BUMN merupakan pekerja BUMN yang pengangkatan, pemberhentian, kedudukan, hak dan kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. |
(2) | Karyawan BUMN dapat membentuk serikat pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. |
(3) | Serikat pekerja wajib memelihara keamanan dan ketertiban dalam perusahaan, serta meningkatkan disiplin kerja. |
Pasal 88
(1) | BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN. |
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan laba sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri. |
Pasal 89
Anggota Komisaris, Dewan Pengawas, Direksi, karyawan BUMN dilarang untuk memberikan atau menawarkan atau menerima, baik langsung maupun tidak langsung, sesuatu yang berharga kepada atau dari pelanggan tau seorang pejabat pemerintah untuk mempengaruhi atau sebagai imbalan atas apa yang telah dilakukannya dan tindakan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 90
BUMN dalam batas kepatutan hanya dapat memberikan donasi untuk amal atau tujuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 91
Selain organ BUMN, pihak lain mana pun dilarang campur tangan dalam pengurusan BUMN.
Pasal 92
Perubahan bentuk badan hukum BUMN diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 93
(1) | Dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-undang ini mulai berlaku, semua BUMN yang berbentuk perusahaan jawatan (Perjan), harus telah diubah bentuknya menjadi Perum atau Persero. |
(2) | Segala ketentuan yang mengatur BUMN dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini. |
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 94
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka :
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 95
Undang-undang ini berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Juni 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Juni 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 70