Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ/2022

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 07/PJ/2022
 
TENTANG
 
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBUBUHAN CAP PEMETERAIAN KEMUDIAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK
 

A. Umum

Sehubungan dengan telah diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.03/2021 tentang Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel, Kode Unik dan Keterangan Tertentu pada Meterai Elektronik, Meterai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Meterai, serta Pemeteraian Kemudian, perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk pelaksanaan pembubuhan cap pemeteraian kemudian.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
  Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman dalam melaksanakan pembubuhan cap pemeteraian kemudian.
2. Tujuan
  Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan keseragaman dalam prosedur pelaksanaan pembubuhan cap pemeteraian kemudian pada dokumen yang:
a. Bea Meterainya dibayar melalui pemeteraian kemudian;
b. Bea Meterainya dipungut oleh pemungut Bea Meterai tetapi belum dibubuhi meterai; dan
c. Bea Meterainya ditetapkan dengan surat ketetapan pajak.
   
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
1. pengertian;
2. ketentuan umum;
3. permintaan pengesahan;
4. pembubuhan cap pemeteraian kemudian pada dokumen yang Bea Meterainya dibayar melalui pemeteraian kemudian;   
5. pembubuhan cap pemeteraian kemudian pada dokumen yang Bea Meterainya dipungut oleh pemungut Bea Meterai tetapi belum dibubuhi meterai;
6. pembubuhan cap pemeteraian kemudian pada dokumen yang Bea Meterainya ditetapkan dengan surat ketetapan pajak; dan
7. ketentuan lain-lain.
   
D. Dasar

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai;
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.03/2021 tentang Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel, Kode Unik dan Keterangan Tertentu pada Meterai Elektronik, Meterai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Meterai, serta Pemeteraian Kemudian.
   
E. Uraian

1. Pengertian
a. Undang-Undang Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.   
b. Bea Meterai adalah pajak atas dokumen.
c. Dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan.   
d. Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas Dokumen.
e. Meterai Tempel adalah Meterai berupa carik yang penggunaannya dilakukan dengan cara ditempel pada Dokumen.
f. Meterai Elektronik adalah Meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan dengan cara dibubuhkan pada Dokumen melalui sistem tertentu.
g. Sistem Meterai Elektronik adalah sistem tertentu berupa serangkaian perangkat dan prosedur elektronik dalam sistem atau aplikasi terintegrasi yang berfungsi membuat, mendistribusikan, dan membubuhkan Meterai Elektronik.
h. Pihak Yang Terutang adalah pihak yang dikenai Bea Meterai dan wajib membayar Bea Meterai yang terutang.
i. Pemungut Bea Meterai adalah pihak yang wajib memungut Bea Meterai yang terutang atas Dokumen tertentu dari Pihak Yang Terutang, menyetorkan Bea Meterai ke kas negara, dan melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai ke Direktorat Jenderal Pajak.
j. Pemeteraian Kemudian adalah pemeteraian yang memerlukan pengesahan dari pejabat yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
k. Pejabat Pos adalah pejabat PT Pos Indonesia (Persero) yang diserahi tugas melayani permintaan Pemeteraian Kemudian.
l. Pejabat Pengawas adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang menduduki jabatan pengawas pada kantor pelayanan pajak dan kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
m. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
n. Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan yang selanjutnya disingkat KP2KP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala KPP.
o. Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
p. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh sistem billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan wajib pajak, wajib bayar, atau wajib setor.
q. Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran atau penyetoran ke kas negara yang diterbitkan melalui modul penerimaan negara atau oleh sistem penerimaan negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memfasilitasi penyelesaian proses pembayaran dan pemberian NTPN.
   
2. Ketentuan Umum
a. Pemeteraian Kemudian dilakukan untuk:
1) Dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a Undang-Undang Bea Meterai yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar sebagaimana mestinya; dan/atau
2) Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b Undang-Undang Bea Meterai.
b. Pihak yang wajib membayar Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian merupakan Pihak Yang Terutang sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Bea Meterai.
c. Bea Meterai yang wajib dibayar melalui Pemeteraian Kemudian adalah sebesar:
1) Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat terutangnya Bea Meterai ditambah dengan sanksi administratif sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Meterai yang terutang, dalam hal Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) terutang Bea Meterai sejak tanggal 1 Januari 2021;
2) Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat terutangnya Bea Meterai ditambah dengan sanksi administratif sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang terutang dalam hal Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) terutang Bea Meterai sebelum tanggal 1 Januari 2021;
3) Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat Pemeteraian Kemudian dilakukan atas Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2).
d. Pembayaran Bea Meterai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam huruf c dilakukan dengan menggunakan:
1) Meterai Tempel;
2) Meterai Elektronik; atau
3) SSP.
e. Pembayaran Bea Meterai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam huruf c yang menggunakan SSP, dilakukan dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 dan kode jenis setoran 100, untuk pembayaran Bea Meterai oleh Pihak Yang Terutang dalam hal:
1) Pemeteraian Kemudian dengan jumlah lebih dari 50 (lima puluh) Dokumen;
2) pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel tidak memungkinkan untuk dilakukan karena Meterai Tempel tidak tersedia atau tidak dapat digunakan; atau
3) pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Elektronik tidak memungkinkan untuk dilakukan karena Sistem Meterai Elektronik belum tersedia atau terjadi kegagalan Sistem Meterai Elektronik.
f. Pembayaran sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf c angka 1) dan angka 2) dilakukan dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 dan kode jenis setoran 512.
g. Pemeteraian Kemudian disahkan oleh:
1) Pejabat Pos; atau
2) Pejabat Pengawas.
h. Pejabat Pengawas sebagaimana dimaksud dalam huruf g angka 2) terdiri atas:
1) Kepala Seksi Pelayanan; dan
2) Kepala KP2KP.
i. Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam huruf g dilakukan dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian.
j. Mekanisme pembubuhan cap Pemeteraian Kemudian oleh Pejabat Pengawas sebagaimana dimaksud dalam huruf g, dijelaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
3. Permintaan Pengesahan
a. Pihak Yang Terutang dapat meminta pengesahan atas:
1) pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian;
2) Dokumen yang Bea Meterainya dipungut oleh Pemungut Bea Meterai tetapi belum dibubuhi Meterai; dan
3) Dokumen yang Bea Meterainya ditetapkan dengan surat ketetapan pajak.
b. Permintaan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan setelah Pihak Yang Terutang melakukan pembayaran Bea Meterai yang terutang dan/atau sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Permintaan pengesahan atas pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) dilampiri dengan:
1) Dokumen atau daftar Dokumen yang dimintakan pengesahan dengan ketentuan:
a) Dokumen yang telah dibubuhi Meterai Tempel, untuk pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel;   
b) daftar Dokumen dan softcopy Dokumen yang telah dibubuhi Meterai Elektronik, untuk pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Elektronik; atau
c) daftar Dokumen dan SSP yang telah mendapatkan NTPN, untuk pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan SSP;
dan/atau 
2) SSP yang telah mendapatkan NTPN atas pembayaran sanksi administratif.
d. Permintaan pengesahan atas Dokumen yang Bea Meterainya dipungut oleh Pemungut Bea Meterai tetapi belum dibubuhi Meterai sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2) dilampiri dengan: 
1) Dokumen atau daftar Dokumen yang dimintakan pengesahan; dan  
2) penjelasan tertulis dari Pemungut Bea Meterai bahwa Bea Meterai yang terutang atas Dokumen yang tidak dapat dibubuhi Meterai Elektronik telah disetorkan ke kas negara dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Bea Meterai.
e. Permintaan pengesahan atas Dokumen yang Bea Meterainya ditetapkan dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 3) dilampiri dengan:
1) Dokumen atau daftar Dokumen yang dimintakan pengesahan; dan
2) SSP yang telah mendapatkan NTPN atas pembayaran Bea Meterai yang ditetapkan dengan surat ketetapan pajak.
f. Permintaan pengesahan atas Dokumen yang Bea Meterainya ditetapkan dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf e hanya dapat diajukan kepada Kepala Seksi Pelayanan pada KPP tempat Pihak Yang Terutang terdaftar. 
   
4. Pembubuhan Cap Pemeteraian Kemudian pada Dokumen yang Bea Meterainya Dibayar Melalui Pemeteraian Kemudian 
a. Berdasarkan permintaan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf c, Pejabat Pengawas melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada:
1) Dokumen atau daftar Dokumen yang Bea Meterainya telah dibayar melalui Pemeteraian Kemudian; dan/atau
2) SSP yang telah mendapatkan NTPN.
b. Pembubuhan cap Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan setelah memastikan: 
1) untuk pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel: 
a) Meterai Tempel yang digunakan untuk membayar Bea Meterai yang terutang merupakan Meterai Tempel yang sah dan berlaku serta belum pernah dipakai untuk pembayaran Bea Meterai atas suatu Dokumen; 
b) kebenaran SSP yang telah mendapatkan NTPN yang digunakan untuk membayar sanksi administratif, dengan melakukan konfirmasi pada saluran tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak;  
c) kesesuaian nilai pembayaran dalam SSP yang telah mendapatkan NTPN dengan jumlah sanksi administratif yang wajib dibayar melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf c; dan  
d) kesesuaian kode akun pajak dan kode jenis setoran;
2) untuk pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Elektronik:
a) Meterai Elektronik yang digunakan untuk membayar Bea Meterai yang terutang dibubuhkan melalui Sistem Meterai Elektronik, dengan melakukan:
(1) pemindaian Meterai Elektronik menggunakan aplikasi yang disediakan oleh Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia; dan
(2) pengecekan kebenaran pembubuhan Meterai Elektronik pada softcopy Dokumen berbentuk portable document format (pdf) di menu signature panel;
b) kebenaran SSP yang telah mendapatkan NTPN yang digunakan untuk membayar sanksi administratif, dengan melakukan konfirmasi pada saluran tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
c) kesesuaian nilai pembayaran dalam SSP yang telah mendapatkan NTPN dengan jumlah sanksi administratif yang wajib dibayar melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf c; dan
d) kesesuaian kode akun pajak dan kode jenis setoran;
3) untuk pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan SSP:
a) kebenaran SSP yang telah mendapatkan NTPN yang digunakan untuk membayar Bea Meterai yang terutang dan/atau sanksi administratif, dengan melakukan konfirmasi pada saluran tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
b) kesesuaian nilai pembayaran dalam SSP yang telah mendapatkan NTPN dengan jumlah Bea Meterai yang wajib dibayar melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf c; dan
c) kesesuaian kode akun pajak dan kode jenis setoran.
   
5. Pembubuhan Cap Pemeteraian Kemudian pada Dokumen yang Bea Meterainya Dipungut oleh Pemungut Bea Meterai Tetapi Belum Dibubuhi Meterai
a. Berdasarkan permintaan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf d, Pejabat Pengawas melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada Dokumen atau daftar Dokumen yang Bea Meterainya dipungut oleh Pemungut Bea Meterai tetapi belum dibubuhi Meterai.
b. Pembubuhan cap Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan setelah memastikan kebenaran penjelasan yang disampaikan oleh Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf d, antara lain dengan melakukan konfirmasi pada saluran tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak atas setoran Pemungut Bea Meterai.
   
6. Pembubuhan Cap Pemeteraian Kemudian pada Dokumen yang Bea Meterainya Ditetapkan dengan Surat Ketetapan Pajak
a. Berdasarkan permintaan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf e, Kepala Seksi Pelayanan pada KPP tempat Pihak Yang Terutang terdaftar melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada Dokumen atau daftar Dokumen yang Bea Meterainya ditetapkan dengan surat ketetapan pajak.
b. Pembubuhan cap Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan setelah memastikan:
1) kebenaran SSP yang telah mendapatkan NTPN yang digunakan untuk membayar Bea Meterai yang ditetapkan dengan surat ketetapan pajak, dengan melakukan konfirmasi pada saluran tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
2) kesesuaian nilai pembayaran dalam SSP yang telah mendapatkan NTPN dengan jumlah Bea Meterai yang ditetapkan dengan surat ketetapan pajak; dan
3) kesesuaian kode akun pajak dan kode jenis setoran.
   
7. Ketentuan Lain-Lain
a. Contoh format cap Pemeteraian Kemudian tercantum dalam Lampiran huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.03/2021 tentang Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel, Kode Unik dan Keterangan Tertentu pada Meterai Elektronik, Meterai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Meterai, serta Pemeteraian Kemudian.
b. Terhadap permintaan pengesahan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf b, angka 5 huruf b, atau angka 6 huruf b, ditolak dengan menyampaikan Surat Pengembalian Permintaan Pengesahan kepada Pihak Yang Terutang.
c. Prosedur penyelesaian permintaan pembubuhan cap Pemeteraian Kemudian dan contoh format Surat Pengembalian Permintaan Pengesahan tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
F. Penutup

Dengan terbitnya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, pelaksanaan pembubuhan cap Pemeteraian Kemudian berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.


 



Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 8 April 2022

DIREKTUR JENDERAL,


ttd


SURYO UTOMO