Peraturan Pemerintah nomor 39 TAHUN 2016

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

TIMELINE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2016

TENTANG

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
YANG BERLAKU PADA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kejaksaan Republik Indonesia;


Mengingat :


  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3694) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3760);


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN PEMERINTAH TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA.



Pasal 1

(1) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kejaksaan Republik Indonesia meliputi penerimaan dari:
  1. pembayaran uang pengganti tindak pidana korupsi;
  2. pembayaran biaya perkara tindak pidana;
  3. pembayaran denda tindak pidana;
  4. pembayaran denda tindak pidana pelanggaran lalu lintas;
  5. pembayaran denda tindak pidana pelanggaran peraturan daerah;
  6. uang rampasan negara;
  7. uang rampasan negara yang berasal dari tindak pidana korupsi;
  8. uang rampasan negara yang berasal dari tindak pidana pencucian uang;
  9. hasil penjualan barang rampasan negara;
  10. hasil penjualan barang rampasan negara yang berasal dari tindak pidana korupsi;
  11. hasil penjualan barang hasil sita eksekusi tindak pidana korupsi;
  12. hasil penjualan barang rampasan negara yang berasal dari tindak pidana pencucian uang;
  13. hasil penjualan barang bukti yang tidak diambil oleh yang berhak;
  14. hasil penjualan barang temuan;
  15. uang temuan;
  16. hasil pengembalian uang negara;
  17. hasil pemulihan kerugian keuangan negara;
  18. hasil kerjasama di bidang hukum dengan negara lain.
(2) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf o merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dan/atau akibat dari penetapan hakim dan/atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf h, sebesar yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4) Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i sampai dengan huruf n, sebesar hasil penjualan lelang sebagaimana tercantum dalam risalah lelang.
(5) Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf o, sebesar hasil temuan sebagaimana ditetapkan dalam penetapan hakim atau diputus oleh pengadilan.
(6) Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf p, sebesar kerugian negara yang dikembalikan atas penyelidikan yang tidak dilanjutkan, karena perbuatan merupakan kesalahan administrasi dan/atau tidak memenuhi rumusan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q, untuk upaya di luar persidangan (non litigasi) sebesar jumlah hasil perhitungan kerugian keuangan negara, dan untuk upaya dalam persidangan (litigasi) sebesar yang ditetapkan dalam putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan gugatan perdata yang dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara.
(8) Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf r, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan dengan negara lain.

    

Pasal 2

Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kejaksaan Republik Indonesia wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara.



Pasal 3

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2016
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 17 Oktober 2016

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


YASONNA H. LAOLY




LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 199



PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2016

TENTANG

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
YANG BERLAKU PADA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

I. UMUM

Dalam rangka mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Kejaksaan Republik Indonesia yang merupakan salah satu sumber penerimaan negara, perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan penegakan hukum.

Kejaksaan Republik Indonesia telah memiliki jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak. Namun, mengingat ada beberapa jenis penerimaan Kejaksaan yang belum tercantum dalam Peraturan Pemerintah tersebut dan belum diatur mengenai tarif atas jenis penerimaan tersebut, maka dipandang perlu untuk mengatur jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kejaksaan Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah.

Penerimaan Negara Bukan Pajak Kejaksaan Republik Indonesia dalam Peraturan Pemerintah ini merupakan penerimaan fungsional dari tugas pokok dan fungsi Kejaksaan dalam rangka penegakan hukum, yang berasal dari dan/atau akibat adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan penetapan hakim sesuai ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 dan Pasal 30 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang memberikan kewenangan kepada jaksa dan/atau penuntut umum untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, serta terkait tugas dan fungsi Kejaksaan yang diatur dalam Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam persidangan (litigasi) maupun di luar persidangan (non litigasi) untuk dan atas nama Negara atau Pemerintah.
   
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Ayat (1)


Huruf a

Uang pengganti tindak pidana korupsi merupakan pidana tambahan yang harus dibayar oleh terpidana korupsi, termasuk uang dan/atau barang yang berasal dari hasil gugatan perdata dalam persidangan (litigasi) maupun di luar persidangan (non litigasi) oleh jaksa pengacara negara dalam perkara tindak pidana korupsi untuk pemulihan kerugian keuangan negara.

Huruf b

Biaya perkara tindak pidana korupsi merupakan pembebanan dan penentuan biaya yang harus dibayar sebesar yang ditetapkan dalam putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Huruf c

Denda tindak pidana merupakan pidana pokok yang harus dibayar oleh terpidana dengan jumlah dan dalam jangka waktu yang ditentukan serta ditetapkan dalam putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Huruf d

Denda tindak pidana pelanggaran lalu lintas merupakan pidana pokok yang harus dibayar oleh pelanggar sejumlah yang ditetapkan dalam putusan pengadilan, termasuk sisa uang titipan pembayaran denda yang tidak diambil oleh pelanggar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas.

Huruf e

Denda tindak pidana pelanggaran peraturan daerah merupakan pidana pokok yang harus dibayar oleh pelanggar sejumlah yang ditetapkan dalam putusan pengadilan.

Huruf f

Uang rampasan negara merupakan uang sitaan/barang bukti yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali uang rampasan negara yang berasal dari perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang, termasuk hasil pendapatan selama uang sitaan/barang bukti tersebut dikelola.

Huruf g

Uang rampasan negara yang berasal dari Tindak Pidana Korupsi merupakan uang sitaan/barang bukti perkara tindak pidana korupsi yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, termasuk hasil pendapatan selama uang sitaan/barang bukti tersebut dikelola.

Huruf h

Uang rampasan negara yang berasal dari tindak pidana pencucian uang merupakan uang sitaan/barang bukti perkara tindak pidana pencucian uang yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, termasuk hasil pendapatan selama uang sitaan/barang bukti tersebut dikelola.

Huruf i

Barang rampasan negara merupakan barang bukti/barang sitaan yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, termasuk hasil pendapatan selama barang sitaan/barang bukti tersebut dikelola.

Huruf j

Barang rampasan negara yang berasal dari tindak pidana korupsi merupakan barang bukti perkara tindak pidana korupsi yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, termasuk hasil pendapatan selama barang bukti tersebut dikelola.

Huruf k

Barang hasil sita eksekusi tindak pidana korupsi merupakan barang atau aset milik terpidana korupsi yang disita sesudah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti.

Huruf l

Barang rampasan negara yang berasal dari tindak pidana pencucian uang merupakan barang bukti perkara tindak pidana pencucian uang yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, termasuk hasil pendapatan selama barang bukti tersebut dikelola.

Huruf m

Barang bukti yang tidak diambil oleh yang berhak merupakan barang bukti sesuai putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikembalikan kepada yang berhak tetapi tidak diambil, maka barang tersebut dapat dilelang oleh Kejaksaan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Huruf n

Barang temuan merupakan barang yang ditemukan dalam pelaksanaan penegakan hukum dalam hal sebagai pelaku tindak pidana tidak ditemukan, maka barang temuan tersebut dapat dilelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Huruf o

Uang temuan merupakan uang yang diduga terkait dengan tindak pidana tetapi pemiliknya tidak ditemukan, termasuk uang yang digunakan di dunia maya (virtual currency) misalnya bit coin.

Huruf p

Hasil pengembalian uang negara yang perkaranya tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan, dengan besaran pengembalian kerugian negara sebesar uang yang dititipkan pada tahap penyelidikan atau berdasarkan perhitungan audit internal inspektorat atau instansi terkait.

Huruf q

Hasil upaya jaksa pengacara negara berdasarkan surat kuasa khusus untuk melaksanakan tugas dan fungsinya baik di luar persidangan (non litigasi/negosiasi) atau melalui mekanisme gugatan perdata (litigasi) terhadap:

1) Perkara tindak pidana korupsi dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti dan terhadap putusan bebas dalam perkara tindak pidana korupsi, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara.
2) Penyidikan maupun penuntutan perkara tindak pidana korupsi yang belum mendapat putusan pengadilan karena tersangka/terdakwa meninggal dunia, yang secara nyata telah ada kerugian keuangan negara.


Huruf r

Hasil kerja sama di bidang hukum merupakan bagian asset sharing dari hasil kegiatan yang tercakup dalam ruang lingkup pemulihan aset maupun kerja sama hukum lainnya, berdasarkan hubungan timbal balik antara Kejaksaan Republik Indonesia dan mitra kerja di luar negeri, sesuai asas resiprositas.


Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.


Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5935