TIMELINE |
---|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 2020
TENTANG
PELAKSANAAN KEWENANGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM
RANGKA MELAKSANAKAN LANGKAH-LANGKAH PENANGANAN
PERMASALAHAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Rangka Melaksanakan Langkah-Langkah Penanganan Permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan;
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN KEWENANGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM RANGKA MELAKSANAKAN LANGKAH-LANGKAH PENANGANAN PERMASALAHAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini adalah pengaturan kewenangan LPS dalam rangka:
a. | penanganan permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan yang timbul akibat terjadinya pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau untuk menghadapi ancaman krisis ekonomi dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan yang mencakup penanganan permasalahan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020; dan |
b. | melaksanakan fungsi LPS sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB III
PERSIAPAN PENANGANAN DAN PENINGKATAN
INTENSITAS PERSIAPAN UNTUK PENANGANAN PERMASALAHAN
BANK SISTEMIK DAN BANK SELAIN BANK SISTEMIK
Bagian Kesatu
Persiapan Penanganan Bank
Pasal 3
(1) | Persiapan Penanganan Bank dilaksanakan sejak Bank ditetapkan sebagai Bank dalam pengawasan intensif oleh OJK. | ||||||
(2) | Dalam rangka persiapan Penanganan Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPS berkoordinasi dengan OJK melakukan:
|
Pasal 4
(1) | OJK menyampaikan penetapan status Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sebagai:
|
||||||
(2) | Penyampaian penetapan status Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan data dan/atau informasi pendukung paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah penetapan status Bank. |
Pasal 5
(1) | Pemeriksaan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b paling sedikit meliputi:
|
||||||
(2) | Pengurus dan pegawai Bank harus mendukung kegiatan pemeriksaan bersama dengan memberikan data dan/atau informasi yang dibutuhkan oleh LPS dan OJK. | ||||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai ruang lingkup dan tata cara pemeriksaan yang dilakukan oleh LPS dalam melakukan pemeriksaan bersama dengan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan LPS. |
Pasal 6
(1) | LPS melakukan kegiatan lain dalam tahap persiapan Penanganan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c meliputi tetapi tidak terbatas pada:
|
||||
(2) | Apabila dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun se.jak ditetapkan sebagai Bank dalam pengawasan intensif, permasalahan solvabilitas belum dapat diatasi, LPS melakukan penjajakan kepada Bank lain yang bersedia menerima pengalihan sebagian dan/atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank setelah berkoordinasi dengan OJK. |
Bagian Kedua
Peningkatan Intensitas Persiapan
Penanganan Permasalahan Solvabilitas Bank
Pasal 7
(1) | OJK menyampaikan penetapan status Bank sebagai Bank dalam pengawasan khusus kepada LPS disertai dengan data dan/atau informasi pendukung. | ||||||||||
(2) | Penyampaian penetapan status Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat:
|
||||||||||
(3) | LPS melakukan kegiatan peningkatan intensitas persiapan Penanganan Bank pada saat Bank ditetapkan sebagai Bank dalam pengawasan khusus. | ||||||||||
(4) | Peningkatan intensitas persiapan Penanganan Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi kegiatan:
|
Pasal 8
LPS dan OJK melakukan pemeriksaan bersama pada saat Bank ditetapkan sebagai Bank dalam pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
Pasal 9
Dalam rangka peningkatan intensitas persiapan Penanganan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), LPS berkoordinasi dengan OJK meminta pengurus Bank untuk:
a. | melakukan tindakan:
|
||||||
b. | menyerahkan pernyataan RUPS yang berlaku efektif dalam hal Bank ditetapkan sebagai Bank Gagal kepada LPS. |
Pasal 10
Dalam hal pemeriksaan bersama antara LPS dan OJK pada tahap persiapan Penanganan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan/atau pada tahap peningkatan intensitas persiapan Penanganan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu, LPS melakukan asesmen lebih lanjut terhadap data dan/atau informasi Bank pada posisi terakhir yang dimiliki dan disampaikan oleh OJK berdasarkan permintaan LPS.
Pasal 11
(1) | Dalam rangka pelaksanaan kewenangan LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, LPS dapat melakukan penempatan dana selama pemulihan ekonomi sebagai akibat pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). | ||||||||||||||||
(2) | Penempatan dana oleh LPS pada Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
|
||||||||||||||||
(3) | Penempatan dana oleh LPS pada Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b:
|
||||||||||||||||
(4) | Dalam rangka penempatan dana oleh LPS pada Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b:
|
||||||||||||||||
(5) | Berdasarkan hasil penilaian, pemberian data dan/atau informasi dari OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c serta hasil asesmen dari BI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, LPS melakukan analisa terhadap kelayakan penempatan dana yang akan dilakukan kepada Bank dan memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan penempatan dana pada Bank serta memberitahukan keputusannya kepada OJK dan BI. | ||||||||||||||||
(6) | Dalam hal LPS memutuskan untuk melakukan penempatan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (5), OJK dan BI melakukan pengawasan secara lebih intensif kepada Bank yang menerima penempatan dana sesuai dengan kewenangannya. | ||||||||||||||||
(7) | Dalam hal LPS memutuskan untuk tidak melakukan penempatan dana pada Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (5), OJK melakukan penanganan Bank sesuai kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||||||
(8) | Penempatan dana oleh LPS pada Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diperpanjang berdasarkan hasil penilaian dan permintaan dari OJK serta hasil asesmen dari BI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan hasil analisa serta keputusan LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5). | ||||||||||||||||
(9) | Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tata cara penempatan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan LPS. |
Bagian Ketiga
Penyampaian Data dan/atau Informasi Mengenai
Penetapan Status Bank Sebagai Bank Gagal
Pasal 12
(1) | Dalam hal Bank ditetapkan sebagai Bank tidak dapat disehatkan oleh OJK, OJK menyampaikan penetapan status Bank kepada LPS dengan disertai penyampaian data dan/atau informasi terkini. |
(2) | Penyampaian penetapan status Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah penetapan status Bank. |
Pasal 13
Jenis dan bentuk data dan/atau informasi, tata cara pertukaran data dan/atau informasi, pemeriksaan bersama terhadap Bank, dan/atau kegiatan lainnya dalam rangka persiapan Penanganan Bank maupun peningkatan intensitas persiapan Penanganan Bank dituangkan dalam nota kesepahaman antara LPS dan OJK.
BAB IV
PEMENUHAN LIKUIDITAS LPS
DALAM RANGKA PENANGANAN BANK
Bagian Kesatu
Tingkat Likuiditas
Pasal 14
(1) | Likuiditas LPS merupakan kemampuan sumber daya keuangan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan oleh LPS untuk Penanganan Bank. |
(2) | Tingkat likuiditas dan parameter kesulitan likuiditas LPS diatur dalam Peraturan Dewan Komisioner LPS. |
(3) | Dalam menyusun Peraturan Dewan Komisioner LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), LPS berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan
Pasal 15
Dalam hal LPS diperkirakan akan mengalami kesulitan likuiditas untuk Penanganan Bank, LPS dapat melakukan:
a. | Repo kepada BI; |
b. | penjualan SBN yang dimiliki LPS kepada BI; |
c. | penerbitan surat utang; |
d. | pinjaman kepada pihak lain; dan/atau |
e. | pinjaman kepada Pemerintah. |
Bagian Ketiga
Repo kepada Bank Indonesia
Pasal 16
(1) | LPS dapat melakukan Repo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a untuk antisipasi dan pemenuhan kebutuhan likuiditas dalam Penanganan Bank. |
(2) | Pelaksanaan Repo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara langsung oleh LPS kepada BI. |
(3) | Repo mengutamakan prinsip mekanisme pasar sebagaimana diatur dalam nota kesepahaman dan/atau perjanjian kerja sama antara BI dan LPS. |
Bagian Keempat
Penjualan SBN milik LPS kepada BI
Pasal 17
(1) | Penjualan SBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b untuk penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang mengenai pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan. |
(2) | Penjualan SBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b untuk antisipasi dan pemenuhan kebutuhan likuiditas LPS serta Penanganan Bank berupa Bank Selain Bank Sistemik dilakukan secara langsung oleh LPS kepada BI. |
(3) | Penjualan SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan mengutamakan prinsip mekanisme pasar sebagaimana diatur dalam dokumen nota kesepahaman dan/atau perjanjian kerja sama antara BI dan LPS. |
Bagian Kelima
Penerbitan Surat Utang
Pasal 18
(1) | LPS dapat menerbitkan surat utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c yang dapat dibeli oleh pihak tertentu dan diterbitkan di pasar domestik maupun pasar internasional. | ||||
(2) | LPS dapat menerbitkan surat utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui:
|
||||
(3) | Penerbitan surat utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengikuti ketentuan otoritas pasar modal sesuai dengan wilayah penerbitan surat utang. | ||||
(4) | Penerbitan surat utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa obligasi, sukuk, dan/atau surat berharga lainnya. | ||||
(5) | Dalam hal penerbitan surat utang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan di pasar internasional, penerbitan surat utang dilakukan setelah LPS berkonsultasi dengan Menteri. | ||||
(6) | Tata cara penerbitan surat utang diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner LPS. |
Bagian Keenam
Pinjaman kepada Pihak Lain
Pasal 19
(1) | LPS dapat melakukan pinjaman kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf d yang berasal dari:
|
||||
(2) | Pelaksanaan pinjaman yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||
(3) | Tata cara pelaksanaan pinjaman kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner LPS. |
Bagian Ketujuh
Pinjaman kepada Pemerintah
Pasal 20
LPS dapat mengajukan permohonan pinjaman kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf e dalam hal LPS mengalami kesulitan likuiditas yang membahayakan perekonomian dan Sistem Keuangan sebagai dampak pandemi Corona Virus Disease (COVID-19).
Pasal 21
(1) | Permohonan pinjaman oleh LPS kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dilakukan dalam hal kesulitan likuiditas LPS tidak dapat ditangani setelah mengupayakan:
|
||||||
(2) | Dalam hal penerbitan surat utang dan/atau pelaksanaan pinjaman kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan termasuk tetapi tidak terbatas karena:
|
Pasal 22
(1) | Permohonan pinjaman LPS kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 disampaikan secara tertulis oleh Ketua Dewan Komisioner LPS kepada Menteri. | ||||||
(2) | Permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh LPS dengan disertai informasi paling sedikit mengenai:
|
||||||
(3) | Besaran pinjaman yang diajukan oleh LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar kebutuhan dana untuk mengatasi kesulitan likuiditas LPS dalam rangka penyelesaian atau penanganan Bank Gagal yang membahayakan perekonomian dan Sistem Keuangan. |
Pasal 23
(1) | Menteri melakukan penilaian dan memutuskan permohonan pinjaman yang diajukan oleh LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. |
(2) | Besaran pinjaman yang diberikan Pemerintah kepada LPS paling tinggi sebesar kebutuhan dana untuk mengatasi kesulitan likuiditas LPS. |
Pasal 24
(1) | Dalam hal Menteri menyetujui permohonan pemberian pinjaman kepada LPS, Menteri menetapkan:
|
||||||
(2) | Dalam hal Menteri menyetujui permohonan pemberian pinjaman kepada LPS, Menteri mengusulkan dan/atau mengalokasikan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||
(3) | Pencairan pinjaman dari Pemerintah kepada LPS dapat dilaksanakan secara sekaligus atau bertahap sesuai dengan kebutuhan likuiditas LPS dalam penanganan Bank Gagal. | ||||||
(4) | Menteri dapat meminta jaminan pengembalian atas pemberian pinjaman Pemerintah kepada LPS. | ||||||
(5) | Sumber jaminan pengembalian atas pemberian pinjaman Pemerintah kepada LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk tetapi tidak terbatas dari:
|
Pasal 25
(1) | Pemberian pinjaman kepada LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 berlaku dalam rangka penanganan permasalahan solvabilitas Bank guna menghadapi ancaman perekonomian nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan sebagai dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). |
(2) | Pemberian pinjaman kepada LPS tidak dapat diberikan bersamaan dan/atau pada periode yang sama dengan pemberian pinjaman berdasarkan skema pinjaman Pemerintah lainnya. |
Pasal 26
(1) | LPS menyampaikan informasi mengenai tingkat likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 kepada Menteri berupa laporan proyeksi dan laporan realisasi secara berkala atau sewaktu-waktu jika diperlukan. | ||||||
(2) | Penyampaian informasi tingkat likuiditas secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
|
Pasal 27
LPS bertanggung jawab secara formil dan materiil terhadap validitas data dan/atau informasi terhadap:
a. | pemberian pinjaman Pemerintah kepada LPS; dan |
b. | penggunaan dana pinjaman. |
Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemberian pinjaman dari Pemerintah kepada LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 serta penyampaian informasi tingkat likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB V
PEMILIHAN CARA PENANGANAN BANK SELAIN
BANK SISTEMIK YANG DINYATAKAN
SEBAGAI BANK GAGAL
Pasal 29
(1) | LPS dapat memilih cara Penanganan Bank berupa Bank Selain Bank Sistemik yang dinyatakan sebagai Bank Gagal. | ||||||||||
(2) | Dalam memilih cara Penanganan Bank berupa Bank Selain Bank Sistemik yang dinyatakan sebagai Bank Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPS tidak hanya mempertimbangkan perkiraan biaya yang paling rendah (least cost test), tetapi juga dengan mempertimbangkan aspek termasuk tetapi tidak terbatas pada:
|
Pasal 30
(1) | Penanganan Bank berupa Bank Selain Bank Sistemik yang dinyatakan sebagai Bank Gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan dengan cara:
|
||||||||
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Penanganan Bank berupa Bank Selain Bank Sistemik yang dinyatakan sebagai Bank Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan LPS. |
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
(1) | Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini terdapat bank yang berstatus sebagai bank dalam pengawasan intensif atau bank dalam pengawasan khusus, OJK menyampaikan kepada LPS penetapan status bank disertai dengan data dan/atau informasi bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), dan selanjutnya pelaksanaan persiapan penanganan dan peningkatan intensitas persiapan Penanganan Bank dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. |
(2) | Penjajakan kepada Bank lain oleh LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. |
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan persiapan penanganan dan peningkatan intensitas persiapan untuk permasalahan solvabilitas Bank Sistemik dan Bank Selain Bank Sistemik serta pemilihan cara Penanganan Bank berupa Bank Selain Bank Sistemik yang mengalami permasalahan solvabilitas, dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 33
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
Pasal 34
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juli 2020
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AD INTERIM,
ttd.
MOHAMMAD MAHFUD MD
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 165
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 2020
TENTANG
PELAKSANAAN KEWENANGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM
RANGKA MELAKSANAKAN LANGKAH-LANGKAH PENANGANAN
PERMASALAHAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN
I. UMUM
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 memberikan landasan hukum dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau penanganan permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan dimaksud, salah satunya melalui penguatan kewenangan LPS.
Penguatan kewenangan LPS yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain mengenai pelaksanaan kewenangan LPS dalam rangka melaksanakan langkah-langkah penanganan permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan, penambahan kewenangan dalam hal LPS diperkirakan akan mengalami kesulitan pemenuhan kebutuhan likuiditas untuk penanganan Bank Gagal dan penambahan kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan dengan tidak hanya mempertimbangkan perkiraan biaya yang paling rendah (least cosf test).
Berdasarkan kewenangan dimaksud, dalam hal terdapat Bank yang mengalami permasalahan solvabilitas, LPS melakukan persiapan dan peningkatan intensitas persiapan bersama dengan OJK untuk penanganan permasalahan solvabilitas Bank. Persiapan penanganan dan peningkatan intensitas persiapan bersama dimaksud dilakukan antara lain melalui pertukaran data dan/atau informasi terkini dari OJK kepada LPS dan/atau melakukan pemeriksaan bersama OJK dan LPS terhadap Bank yang mengalami permasalahan solvabilitas dimaksud. Persiapan penanganan dimaksud dilakukan pada saat Bank ditetapkan sebagai Bank dalam pengawasan intensif, sedangkan peningkatan intensitas persiapan dilakukan pada saat Bank ditetapkan sebagai Bank dalam pengawasan khusus.
Disamping itu, persiapan Penanganan Bank dan peningkatan intensitas persiapan dapat dilakukan oleh LPS melalui penempatan dana pada Bank untuk mengelola dan/atau meningkatkan likuiditas LPS dan/atau mencegah terjadinya kegagalan Bank sebagai bagian dari tindakan antisipasi (forward looking) LPS untuk menjaga Stabilitas Sistem Keuangan.
Selain itu, dalam hal LPS diperkirakan akan mengalami kesulitan likuiditas dalam rangka penanganan Bank Gagal, LPS diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan, yaitu melakukan Repo kepada BI, menjual SBN yang dimiliki LPS kepada BI, menerbitkan surat utang, melakukan pinjaman kepada pihak lain, dan/atau mengajukan pinjaman kepada Pemerintah. Kewenangan dimaksud dilakukan oleh LPS dalam hal terjadi ancaman krisis yang membahayakan perekonomian nasional dan berlaku untuk penanganan seluruh Bank yang mengalami permasalahan solvabilitas.
Peraturan Pemerintah ini juga mengatur bahwa dalam rangka pengambilan keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan penyelamatan Bank Selain Bank Sistemik yang dinyatakan sebagai Bank Gagal oleh OJK, LPS tidak hanya mempertimbangkan perkiraan biaya yang paling rendah (least cost test), tetapi juga dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian, kompleksitas permasalahan bank, kebutuhan waktu penanganan, ketersediaan investor, dan/atau efektivitas dalam rangka penanganan permasalahan masing-masing Bank.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, LPS menjalankan kewenangannya berdasarkan Undang-Undang mengenai LPS dan Undang-Undang mengenai pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 huruf b Undang-Undang mengenai LPS, salah satu fungsi LPS adalah turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, kewenangan LPS diperluas dari yang sebelumnya hanya melaksanakan kewenangan berdasarkan Undang-Undang mengenai LPS dan/atau peraturan perundang-undangan terkait antara lain Undang-Undang mengenai pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan, menjadi juga harus melaksanakan kewenangan yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, LPS juga diberikan peranan untuk melakukan persiapan penanganan dan peningkatan intensitas persiapan (early involvement) untuk menangani permasalahan solvabilitas Bank, sehingga peranan LPS tersebut bersifat forward looking.
Hal tersebut sebagai bentuk sinergi otoritas sektor keuangan yang sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, adalah mendukung kebijakan menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan yang mencakup penanganan permasalahan Bank.
Dengan mendasarkan pada berbagai Undang-Undang tersebut di atas, LPS melaksanakan kewenangan:
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Bank ditetapkan sebagai Bank dalam pengawasan intensif" adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penetapan status dan tindak lanjut pengawasan Bank.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Data dan/atau informasi pendukung mencakup paling sedikit mengenai alasan penetapan Bank menjadi bank dalam pengawasan intensif disertai dengan data dan/atau informasi rasio keuangan yang mencakup aspek permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, dan tingkat kesehatan atau peringkat komposit.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengaturan terkait pemeriksaan bersama tetap memperhatikan kewenangan pengaturan dan kebijakan OJK.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Bank sebagai Bank dalam pengawasan khusus" adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penetapan status dan tindak lanjut pengawasan Bank.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan "pemeriksaan bersama pada saat Bank ditetapkan sebagai Bank dalam pengawasan khusus" adalah kegiatan pemeriksaan bersama untuk melakukan pengkinian data dan/atau informasi atau pemeriksaan bersama yang tidak dapat diselesaikan atau dilakukan pada saat status Bank dalam pengawasan intensif.
Pasal 9
Huruf a
Angka 1
Yang dimaksud dengan "penurunan aset dan/atau peningkatan kewajiban Bank secara material" adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pengurus Bank secara tidak wajar (fraud).
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Huruf b
Penyerahan pernyataan RUPS merupakan salah satu persyaratan agar Bank dapat diselamatkan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai LPS.
Pasal 10
Kondisi tertentu yang menyebabkan pemeriksaan bersama tidak dapat dilaksanakan antara lain:
Data dan/atau informasi yang diperoleh dari OJK selanjutnya digunakan oleh LPS untuk melakukan analisis sebagai dasar memilih cara penanganan yang akan dilakukan apabila Bank ditetapkan sebagai Bank Gagal.
Pasal 11
Ayat (1)
Pelaksanaan penempatan dana LPS merupakan bagian dari pelaksanaan kebijakan untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan yang mencakup penanganan permasalahan Bank sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Ayat (2)
Huruf a
Penempatan dana oleh LPS pada Bank yang sehat dan likuid dalam bentuk giro operasional.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Kekayaan LPS yang dijadikan dasar perhitungan yaitu total kekayaan LPS per 31 Desember 2019.
Huruf b
Kekayaan LPS yang dijadikan dasar perhitungan yaitu total kekayaan LPS per 31 Desember 2019.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pemegang saham pengendali Bank tidak dapat membantu Bank" adalah apabila sampai dengan batas waktu pelaksanaan perintah tertulis dari OJK kepada pemegang saham pengendali untuk menambah modal dan/atau pinjaman subordinasi, tidak dapat mengatasi permasalahan likuiditas Bank.
Dengan demikian, "pemberitahuan secara tertulis" dari OJK kepada LPS dilakukan setelah periode "perintah tertulis" dari OJK sebagai otoritas pengawas dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perbankan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Angka 1
Kemampuan Bank untuk membayar kembali tidak hanya diukur berdasarkan proyeksi cashflow, tetapi juga dari nilai aset yang dijaminkan oleh Bank dan atau Pemegang saham pengendali.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Penjaminan oleh pemegang saham Bank diikat dalam perjanjian antara LPS dan pemegang saham pengendali yang disertai dengan pernyataan pengalihan hak atas kepemilikan saham dan/atau aset lain pemegang saham pengendali kepada LPS. Nilai saham dan/atau aset lain dihitung LPS sebelum LPS mencairkan besaran penempatan dana.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "asesmen mengenai kondisi sistem keuangan" mencakup antara lain contagion effect di pasar uang antar bank dari permasalahan Bank.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Bank ditetapkan sebagai Bank tidak dapat disehatkan oleh OJK" dalam ketentuan Pasal ini adalah Bank Gagal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPS.
Yang dimaksud dengan "data dan/atau informasi terkini" adalah data dan/atau informasi pada posisi 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal penetapan Bank tidak dapat disehatkan oleh OJK bagi bank umum, serta data dan/atau informasi yang terkini yang tersedia di OJK sebelum penetapan Bank ditetapkan sebagai Bank tidak dapat disehatkan oleh OJK bagi bank perkreditan rakyat atau bank pembiayaan rakyat syariah.
Data dan/atau informasi terkini termasuk telah melakukan penyesuaian berdasarkan hasil pemeriksaan bersama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini juga dapat dilakukan oleh LPS dalam hal LPS telah mengalami kesulitan likuiditas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam Repo berlaku ketentuan antara lain sebagai berikut:
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pihak tertentu" adalah orang/perseorangan dan badan hukum.
Yang dimaksud dengan "pasar internasional" adalah pasar di mana surat utang LPS diterbitkan dan diperdagangkan di luar yurisdiksi pasar modal Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "surat berharga lainnya" adalah surat utang yang jatuh tempo di bawah 12 (dua belas) bulan, antara lain medium term note atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Pinjaman kepada pihak lain dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:
Yang dimaksud dengan "pihak lain" adalah orang/perseorangan dan badan hukum.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Upaya yang telah dilakukan oleh LPS termasuk juga apabila menurut pertimbangan LPS tidak dapat menerbitkan surat utang dan/atau memperoleh pinjaman dari pihak lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penanganan Bank Gagal termasuk Bank Sistemik dan/atau Bank Selain Bank Sistemik.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Dalam menentukan jaminan pengembalian pinjaman oleh LPS dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan likuiditas LPS.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Persiapan Penanganan Bank dan peningkatan intensitas persiapan dapat dilakukan oleh LPS melalui penempatan dana pada Bank untuk mengantisipasi dan/atau melakukan penanganan permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan yang dapat menyebabkan kegagalan Bank dan mencegah ancaman terhadap perekonomian nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Penyusunan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait antara lain Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Keuangan, Kementerian Sekretariat Negara serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pasal 34
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6535