Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.010/2015

  • 27 April 2015
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 86/PMK.010/2015

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 100/PMK.03/2011
TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN
PAJAK PENGHASILAN ATAS SURPLUS BANK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pembayaran Pajak Penghasilan atas surplus Bank Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Surplus Bank Indonesia;
  2. bahwa dalam rangka lebih memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak sehubungan dengan penerapan Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia, perlu melakukan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Surplus Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Surplus Bank Indonesia;

Mengingat :


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Surplus Bank Indonesia;



MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 100/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS SURPLUS BANK INDONESIA.



Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Surplus Bank Indonesia, diubah sebagai berikut:


1.

Ketentuan ayat (4) Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

(1) Surplus Bank Indonesia merupakan objek Pajak Penghasilan.
(2) Surplus Bank Indonesia yang merupakan objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah surplus Bank Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang PPh dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia.
(3) Laporan keuangan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
(4) Karakteristik Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah karakteristik Bank Indonesia dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dan stabilitas sistem keuangan, terkait:
  1. pengakuan keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing;
  2. pengakuan biaya penyisihan aktiva;
  3. pengakuan biaya penurunan nilai aktiva secara langsung; dan
  4. penyusutan aktiva tetap.
   
2. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3

Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a diakui sebagai penghasilan atau biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia.
   
3. Ketentuan Pasal 4 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 4

(1) Biaya penyisihan aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.
(2) Penyisihan aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap aset keuangan yang diukur pada biaya perolehan diamortisasi berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia, dengan cara membentuk cadangan penyisihan aktiva.
(3) Kerugian yang berasal dari penghapusan aktiva yang nyata-nyata tidak tertagih dibebankan pada perkiraan cadangan penyisihan aktiva yang telah dibentuk.
(4) Biaya penyisihan aktiva yang diakui pada Tahun Pajak berjalan adalah sebesar cadangan penyisihan aktiva akhir tahun yang harus dibentuk dikurangi dengan saldo cadangan penyisihan aktiva awal tahun dan kerugian penghapusan aktiva yang dibebankan pada cadangan penyisihan aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Dalam hal cadangan penyisihan aktiva akhir tahun yang harus dibentuk lebih kecil dibandingkan saldo cadangan penyisihan aktiva awal tahun setelah dikurangi kerugian penghapusan aktiva yang dibebankan pada cadangan penyisihan aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (3), selisihnya merupakan unsur penghasilan pada Tahun Pajak bersangkutan.
(6) Dalam hal jumlah cadangan penyisihan aktiva dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian penghapusan aktiva pada Tahun Pajak bersangkutan.
   
4. Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 4A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4A

(1) Biaya penurunan nilai aktiva secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf c dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.
(2) Penurunan nilai aktiva secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui selisih revaluasi berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia.
(3) Dalam hal terjadi pemulihan nilai atas aktiva yang telah diakui biaya penurunan nilai aktivanya, selisih lebih pemulihan nilai aktiva terhadap nilai bukunya diperhitungkan sebagai penghasilan pada Tahun Pajak terjadinya pemulihan nilai aktiva tersebut.
   
5. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6

(1) Atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang diperoleh sebelum Tahun Pajak 2009, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. terhadap harta berwujud yang telah disusutkan sesuai dengan kelompok harta, masa manfaat, dan tarif penyusutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, disusutkan sampai dengan berakhirnya masa manfaat harta berwujud bersangkutan;
b. terhadap harta berwujud yang telah disusutkan dengan kelompok harta, masa manfaat, dan tarif penyusutan yang berbeda dengan kelompok harta, masa manfaat, dan tarif penyusutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, berlaku:
1) dasar penyusutan sejak Tahun Pajak 2009 menggunakan nilai sisa buku per tanggal 31 Desember 2008 sesuai dengan Pedoman Akuntansi Keuangan Bank Indonesia; dan
2) nilai sisa buku per tanggal 31 Desember 2008 tersebut dianggap sebagai harga perolehan di Tahun Pajak 2009 yang disusutkan dengan menggunakan kelompok harta, masa manfaat, dan tarif penyusutan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
(2) Atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dibiayakan sekaligus dan perolehan harta berwujud dimaksud sebelum Tahun Pajak 2009, diperlakukan sebagai biaya pada tahun pengeluaran.
(3) Atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dibiayakan sekaligus dan perolehan harta berwujud dimaksud sejak Tahun Pajak 2009, pembebanan harta berwujud dimaksud dilakukan melalui penyusutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPh beserta peraturan pelaksanaannya.
   
6. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8

(1) Besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Bank Indonesia untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas surplus Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) menurut Anggaran Tahunan Bank Indonesia Tahun Pajak yang bersangkutan dikurangi dengan:
  1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-Undang PPh serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang PPh; dan
  2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang PPh,
dibagi 12 (dua belas).
(2) Jika dalam Tahun Pajak berjalan terdapat perubahan atas Anggaran Tahunan Bank Indonesia, besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Bank Indonesia dihitung kembali berdasarkan perubahan atas Anggaran Tahunan Bank Indonesia tersebut dan berlaku mulai Masa Pajak berikutnya setelah bulan ditetapkannya perubahan atas Anggaran Tahunan Bank Indonesia tersebut.
   
7. Di antara Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 8A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8A

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 4A Peraturan Menteri ini berlaku sejak Tahun Pajak 2014.


Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 April 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG P. S. BRODJONEGORO


Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 28 April 2015

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


YASONNA H. LAOLY



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 644