Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77 TAHUN 2025

  • 19 Nov 2025

  • Timeline

  • Terkait

  • BERLAKU

  • TREE
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 77 TAHUN 2025
TENTANG
PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI PERJANJIAN KERJA SAMA/KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 104 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.06/2021 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
b. bahwa untuk menyempurnakan tata kelola pengelolaan barang milik negara yang berasal dari perjanjian kerja sama/karya pengusahaan pertambangan batubara, penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara untuk penganggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, dan untuk menyesuaikan dengan perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.06/2021 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
Mengingat:
1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225);
5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2025 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 7100);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6523);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 96 TAHUN 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 208, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6721) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 TAHUN 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6921);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 TAHUN 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6786) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 TAHUN 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 TAHUN 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7106);
9. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
10. Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354);
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);
MEMUTUSKAN:Menetapkan:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI PERJANJIAN KERJA SAMA/KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Perjanjian Kerja Sama /Karya Pengu sahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut PKP2B adalah perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara.
2. Kontraktor PKP2B yang selanjutnya disebut Kontraktor adalah perusahaan berbadan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara berdasarkan PKP2B.
3. Izin Usaha Pertambangan Khusus yang selanjutnya disingkat IUPK adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
4. IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian adalah izin usaha yang diberikan sebagai perpanjangan setelah selesainya pelaksanaan kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara.
5. Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian adalah badan usaha yang diberikan izin usaha sebagai perpanjangan setelah selesainya pelaksanaan kontrak karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
6. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
7. BMN yang berasal dari PKP2B yang selanjutnya disebut BMN PKP2B adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh dan/atau dibeli Kontraktor dalam rangka kegiatan usaha pertambangan batubara dan/atau barang dan peralatan yang tidak terjual, tidak dipindahkan, atau tidak dialihkan oleh Kontraktor setelah pengakhiran perjanjian yang telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan menjadi milik Pemerintah, termasuk barang Kontraktor yang pada pengakhiran perjanjian akan dipergunakan untuk Kepentingan Umum.
8. Kementerian Keuangan adalah kementerian yang kewenangan, tugas, dan fungsinya meliputi urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
9. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Menteri Keuangan adalah Pengelola Barang atas BMN PKP2B.
10. Direktorat Jenderal adalah direktorat jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara.
11. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara.
12. Direktur adalah pejabat eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan BMN PKP2B.
13. Kantor Wilayah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.
14. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang selanjutnya disebut Kementerian Teknis adalah kementerian yang kewenangan, tugas, dan fungsinya meliputi kegiatan usaha mineral dan batubara.
15. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang selanjutnya disebut Menteri Teknis adalah menteri yang kewenangan, tugas, dan fungsinya meliputi kegiatan usaha mineral dan batubara.
16. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara yang selanjutnya disebut Dirjen Minerba adalah direktur jenderal di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang mempunyai kewenangan, tugas, dan fungsi menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan usaha mineral dan batubara.
17. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
18. Pengelola Barang atas BMN PKP2B yang selanjutnya disebut Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN PKP2B.
19. Pengguna Barang atas BMN PKP2B yang selanjutnya disebut Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN PKP2B.
20. Kuasa Pengguna Barang atas BMN PKP2B yang selanjutnya disebut Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pengelolaan BMN PKP2B sesuai dengan kewenangannya.
21. Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah Bagian Anggaran yang tidak dikelompokkan dalam Bagian Anggaran kementerian negara/lembaga.
22. Unit Akuntansi Pengelola Barang Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAPLB BUN TK adalah unit yang melakukan Penatausahaan BMN PKP2B pada tingkat Pengelola Barang.
23. Unit Akuntansi Pengguna Barang Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAPB BUN TK adalah unit yang melakukan Penatausahaan BMN PKP2B pada tingkat Pengguna Barang.
24. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKPB BUN TK adalah unit yang melakukan Penatausahaan BMN PKP2B pada tingkat Kuasa Pengguna Barang dan yang berada pada Pengguna Barang.
25. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus pada Pengelola Barang yang selanjutnya disingkat UAKPB PL BUN TK adalah unit yang melakukan Penatausahaan BMN PKP2B yang berada pada Pengelola Barang.
26. Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
27. Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
28. Pihak Lain adalah pihak selain Pengelola Barang, Pengguna Barang, Kuasa Pengguna Barang, Kontraktor, dan Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dalam pelaksanaan kegiatan usaha mineral dan batubara.
29. Penggunaan BMN PKP2B yang selanjutnya disebut Penggunaan adalah pemakaian BMN PKP2B dalam
menjalankan kegiatan usaha pertambangan batubara.
30 Pendayagunaan adalah Penggunaan oleh Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang, dan/atau Pengelola Barang yang dilakukan dalam waktu tertentu untuk menunjang kegiatan pengelolaan BMN PKP2B.
31. Pemanfaatan adalah optimalisasi BMN PKP2B yang belum atau tidak digunakan secara optimal dengan tidak mengubah status kepemilikan.
32. Sewa adalah Pemanfaatan BMN PKP2B oleh Pihak Lain dalam jangka waktu tertentu dan negara menerima imbalan dalam bentuk uang.
33. Pinjam Pakai adalah penyerahan penggunaan BMN PKP2B antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau antar Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah dalam jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Pengelola Barang.
34. Pemindahan Status Penggunaan adalah pengalihan status BMN PKP2B menjadi BMN.
35. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan BMN PKP2B.
36. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan BMN PKP2B kepada Pihak Lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
37. Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan BMN PKP2B yang dilakukan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, atau antara Pemerintah Pusat dengan Pihak Lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling sedikit dengan nilai seimbang.
38. Hibah adalah pengalihan kepemilikan BMN PKP2B dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah atau dari Pemerintah Pusat kepada Pihak Lain, tanpa memperoleh penggantian.
39. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham/aset neto/kekayaan bersih milik negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.
40. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan BMN PKP2B.
41. Penghapusan adalah tindakan menghapus catatan BMN PKP2B dari daftar BMN PKP2B/daftar rincian aset Kontraktor PKP2B dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang, Kuasa Pengguna Barang, dan/atau Kontraktor dari tanggung jawab administratif dan fisik atas BMN PKP2B yang berada pada penguasaannya.
42. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, Inventarisasi, dan pelaporan BMN PKP2B sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
43. Inventarisasi adalah kegiatan untuk pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan BMN PKP2B.
44. Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa BMN PKP2B pada saat tertentu.
45. Penilai Pemerintah adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Penilaian, termasuk atas hasil penilaiannya secara independen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
46. Penilai Publik adalah penilai selain Penilai Pemerintah yang mempunyai izin praktik Penilaian dan menjadi anggota asosiasi penilai yang diakui oleh Pemerintah.
47. Limbah Sisa Operasi adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan usaha pertambangan batubara.
48. Sertipikasi adalah proses yang dilakukan pejabat yang berwenang di bidang pertanahan untuk menerbitkan surat tanda bukti hak atas tanah guna memberikan kepastian hukum dalam rangka menjaga dan mengamankan BMN PKP2B.
49. Kepentingan Umum adalah kegiatan yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, rakyat banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan, termasuk diantaranya kegiatan Pemerintah Pusat/Daerah/Desa dalam lingkup hubungan persahabatan antara negara/daerah/desa dengan negara lain atau masyarakat/lembaga internasional.
50. Proyek Strategis Nasional adalah proyek dan/atau program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka upaya penciptaan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pasal 2
(1) BMN PKP2B yang diatur dalam Peraturan Menteri ini merupakan BMN yang perolehannya didasarkan pada PKP2B.
(2) BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi barang dan peralatan yang diperoleh dan/atau dibeli:
a. berdasarkan PKP2B yang terbit sejak tahun 1981 sampai dengan tahun 1993, baik yang secara tegas maupun yang tidak secara tegas dinyatakan dalam PKP2B sebagai BMN;
b. sebagai pelaksanaan dari perubahan atas PKP2B sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
c. berdasarkan PKP2B selain dari PKP2B sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, sepanjang masih mempunyai nilai ekonomis dan:
1. tidak terjual;
2. tidak dipindahkan; atau
3. tidak dialihkan,
oleh Kontraktor setelah pengakhiran PKP2B yang telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan menjadi milik Pemerintah, termasuk barang Kontraktor yang pada pengakhiran PKP2B akan dipergunakan untuk Kepentingan Umum.
(3) Jenis BMN PKP2B terdiri atas:
a. persediaan;
b. tanah;
c. peralatan dan mesin;
d. gedung dan bangunan;
e. jalan, irigasi, dan jaringan;
f. aset tetap lainnya;
g. konstruksi dalam pengerjaan; dan
h. aset tak berwujud,
yang diperoleh dan/atau dibeli untuk digunakan dalam kegiatan operasional dan/atau yang akan digunakan dalam proses produksi.
(4) Selain jenis BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam kegiatan pertambangan terdapat jenis BMN PKP2B dapat berupa:
a. kolam pengendapan;
b. pembukaan lahan;
c. fasilitas penimbunan; dan
d. Limbah Sisa Operasi yang berasal dari mesin, peralatan, dan bahan atau perlengkapan.

Pasal 3Pengelolaan BMN PKP2B meliputi:
a. perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
b. pengadaan;
c. Penggunaan;
d. pengamanan;
e. pemeliharaan;
f. Pemanfaatan;
g. Penilaian;
h. penyerahan kepada Pemerintah;
i. Pemindahan Status Penggunaan;
j. Pemindahtanganan;
k. Pemusnahan;
l. Penghapusan;
m. Penatausahaan; dan
n. pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

Pasal 4Penerimaan yang berasal dari Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, dan Penghapusan BMN PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 merupakan penerimaan negara bukan pajak yang disetor ke kas negara BA BUN.


BAB II
TUGAS DAN KEWENANGAN

Bagian Kesatu
Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan

Pasal 5
(1) Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara merupakan Pengelola Barang atas BMN PKP2B berwenang:
a. memberikan persetujuan atau penolakan terhadap usulan Pemanfaatan, Pemindahan Status Penggunaan, atau Penghapusan atas BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang dan/atau Kontraktor;
b. memberikan persetujuan atau penolakan terhadap usulan Pendayagunaan atas BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
c. memberikan persetujuan atau penolakan terhadap usulan Pemusnahan atas BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang;
d. memberikan persetujuan atau penolakan terhadap usulan Pemindahtanganan atas BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang dan/atau Kontraktor, sesuai dengan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;
e. memberikan pertimbangan, menyampaikan penolakan, dan mengajukan usulan Pemindahtanganan BMN PKP2B yang memerlukan persetujuan Presiden atau Dewan Perwakilan Rakyat, serta memberikan persetujuan sebagai tindak lanjut dari persetujuan Presiden atau Dewan Perwakilan Rakyat;
f. menerima penyerahan BMN PKP2B dari Pengguna Barang;
g. menetapkan BMN PKP2B yang berada pada Pengelola Barang yang dilakukan penggunaan kembali oleh Kontraktor/Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
h. melakukan penyerahan BMN PKP2B kepada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
i. menetapkan Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, atau Penghapusan atas BMN PKP2B yang berada pada Pengelola Barang;
j. mengajukan usulan pengalokasian anggaran pengelolaan BMN PKP2B;
k. mengelola anggaran pengelolaan BMN PKP2B;
l. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Inventarisasi dan Penilaian;
m. melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas pengelolaan BMN PKP2B;
n. melaksanakan tindak lanjut terhadap persetujuan Pendayagunaan, Pemanfaatan, Pemindahan Status Penggunaan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan atas BMN PKP2B;
o. melaksanakan pengelolaan atas program BA BUN dan bertindak untuk menandatangani Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara;
p. melakukan penilaian risiko, mitigasi risiko, dan pemantauan risiko terhadap pengelolaan; dan
q. melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilimpahkan secara subdelegasi kepada Direktur Jenderal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Kewenangan subdelegasi pada Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal.

Bagian Kedua
Tugas dan Kewenangan Menteri Teknis

Pasal 6
(1) Menteri Teknis merupakan Pengguna Barang atas BMN PKP2B.
(2) Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas meliputi:
a. melaksanakan Penatausahaan;
b. melaksanakan Inventarisasi;
c. melaksanakan penelitian administratif dan pemeriksaan fisik;
d. menerima dan melaksanakan verifikasi atas pelaporan daftar BMN PKP2B yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang;
e. menyusun dan menyampaikan laporan BMN PKP2B kepada Pengelola Barang; dan
f. melaksanakan Penghapusan atas BMN PKP2B berdasarkan persetujuan Pengelola Barang.
(3) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengguna Barang berwenang dan bertanggung jawab:
a. mengajukan usulan pengelolaan BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang, Kontraktor, atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian kepada Pengelola Barang dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN;
b. memberikan persetujuan atau penolakan terhadap usulan Pendayagunaan, Pemindahtanganan, dan Pemusnahan atas BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, sesuai dengan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;
c. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Inventarisasi atas BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang, Kontraktor, dan/atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
d. mengajukan permohonan Penilaian untuk pengelolaan BMN PKP2B kepada Pengelola Barang;
e. menerima laporan BMN PKP2B dari Kuasa Pengguna Barang;
f. menerima penyerahan BMN PKP2B dari Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian;
g. menetapkan BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang yang dilakukan penggunaan kembali oleh Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
h. melaksanakan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas pengelolaan BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang, Kontraktor, dan /atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian;
i. melaksanakan tindak lanjut terhadap persetujuan Pendayagunaan, Pemindahtanganan atas BMN PKP2B dalam bentuk Penjualan secara lelang dan Hibah, dan Pemanfaatan dalam bentuk Sewa dan Pinjam Pakai sesuai dengan kewenangan yang diatur pada Peraturan Menteri ini; dan
j. melakukan penilaian risiko, mitigasi risiko, dan pemantauan risiko terhadap pengelolaan BMN PKP2B yang berada pada kewenangan Pengguna Barang.
(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengguna Barang dapat melimpahkan tugas dan kewenangannya secara mandat kepada pejabat struktural unit organisasi Eselon I yang membidangi kesekretariatan dan pejabat struktural unit organisasi Eselon II yang membidangi pengelolaan BMN pada Kementerian Teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(5) Penunjukan pejabat struktural dan teknis pelaksanaan tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Pengguna Barang.

Bagian Ketiga
Tugas dan Kewenangan Kuasa Pengguna Barang

Pasal 7
(1) Dirjen Minerba merupakan Kuasa Pengguna Barang BMN PKP2B.
(2) Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas meliputi:
a. menghimpun daftar rincian aset dari Kontraktor dan Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian;
b. membuat daftar BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang dan menyampaikannya kepada Pengelola Barang;
c. membuat laporan BMN PKP2B dan menyampaikannya kepada Pengguna Barang;
d. membuat laporan penyerahan BMN PKP2B sebagai tindak lanjut penyerahan kepada Pemerintah;
e. melakukan Inventarisasi atas BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang, Kontraktor, dan /atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian;
f. melakukan pengamanan BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang;
g. melakukan pemeliharaan BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang;
h. mengajukan usulan biaya pengamanan dan pemeliharaan BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang;
i. mengajukan usulan penyerahan BMN PKP2B yang tidak digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan batubara kepada Pengguna Barang;
j. melakukan penelitian administratif dan pemeriksaan fisik BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang, Kontraktor, dan/atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian; dan
k. melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas pengelolaan BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor dan/atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
(3) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kuasa Pengguna Barang berwenang dan bertanggung jawab:
a. mengajukan usulan pengelolaan BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang, Kontraktor, dan /atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian kepada Pengguna Barang;
b. melakukan Penatausahaan BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang, Kontraktor, dan Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
c. melaksanakan pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN;
d. melaksanakan tindak lanjut terhadap persetujuan Pendayagunaan, Pemindahtanganan atas BMN PKP2B dalam bentuk Penjualan secara lelang, dan Pemusnahan sesuai dengan kewenangan yang diatur pada Peraturan Menteri ini;
e. melakukan penilaian risiko, mitigasi risiko, dan pemantauan risiko terhadap pengelolaan BMN PKP2B yang berada pada kewenangan Kuasa Pengguna Barang; dan
f. melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kuasa Pengguna Barang dapat melimpahkan tugas dan kewenangannya secara mandat kepada pejabat struktural pada Dirjen Minerba sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8Daftar BMN PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b merupakan BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang dengan menambahkan informasi yang meliputi:
a. BMN PKP2B yang direncanakan untuk diusulkan Pemindahtanganan, Pemanfaatan, Pemusnahan, dan/atau Penghapusan;
b. BMN PKP2B yang direncanakan untuk diusulkan Pemindahan Status Penggunaan pada Kementerian Teknis dan/atau kementerian negara/lembaga; dan
c. BMN PKP2B yang direncanakan untuk diserahkan kepada Pengelola Barang, berupa:
1. tanah; dan/atau
2. tanah dan bangunan,
yang tidak digunakan lagi dalam kegiatan usaha pertambangan batubara.

Bagian Keempat
Tugas dan Kewenangan Kontraktor dan/atau Pemegang IUPK
sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian


Pasal 9

(1) Kontraktor dan/atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian memiliki tugas dan kewenangan berdasarkan perjanjian dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain memiliki tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor dan/atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian memiliki tugas meliputi:
a. melakukan Penatausahaan;
b. melakukan pengamanan;
c. melakukan pemeliharaan;
d. membuat daftar rincian aset;
e. menyampaikan daftar rincian aset kepada Kuasa Pengguna Barang;
f. mengajukan usulan pengelolaan kepada Kuasa Pengguna Barang; dan
g. melakukan Inventarisasi,
atas BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor dan/atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak / Perjanjian.
(3) Selain memiliki kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor dan/atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian berwenang dan bertanggung jawab:
a. mengajukan permohonan Pemindahtanganan, Pemanfaatan, Pemusnahan, atau Penghapusan BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor dan/atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian;
b. mengajukan usulan penyerahan BMN PKP2B yang tidak digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan batubara kepada Kuasa Pengguna Barang;
c. melaksanakan tindak lanjut terhadap persetujuan Penggunaan dan Pemusnahan atas BMN PKP2B sesuai dengan kewenangan yang diatur pada Peraturan Menteri ini; dan
d. melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III
PERENCANAAN KEBUTUHAN, PENGANGGARAN, DAN PENGADAAN
Bagian Kesatu
Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran

Pasal 10Perencanaan kebutuhan dan penganggaran BMN PKP2B berpedoman pada standar yang berlaku di bidang usaha pertambangan batubara.


Bagian Kedua
Pengadaan

Pasal 11
(1) Pengadaan BMN PKP2B mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan BMN PKP2B dan memenuhi prinsip tata kelola yang baik.
(2) Kontraktor bertanggung jawab terhadap proses pengadaan BMN PKP2B dan segala akibat hukum yang menyertainya.

BAB IV
PENGGUNAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 12Penggunaan meliputi:
a. Penggunaan BMN PKP2B oleh Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
b. Pendayagunaan; dan
c. penggantian.

Bagian Kedua
Penggunaan BMN PKP2B oleh Kontraktor/Pemegang IUPK
sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian

Pasal 13
(1) Penggunaan BMN PKP2B oleh Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dilakukan untuk kegiatan usaha pertambangan batubara, termasuk sebagai penunjang kegiatan tersebut.
(2) Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian melakukan Penggunaan BMN PKP2B selama jangka waktu PKP2B atau masa berlaku IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

Pasal 14

(1) Penggunaan BMN PKP2B oleh Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dapat dilakukan terhadap BMN PKP2B yang berada pada Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
(2) Penggunaan BMN PKP2B oleh Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan nilai manfaat dengan tarif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perlakuan perpajakan dan/atau penerimaan negara di bidang pertambangan mineral dan batubara.
(3) Kuasa Pengguna Barang melaporkan realisasi pelaksanaan Penggunaan BMN PKP2B oleh Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian secara berjenjang kepada Pengguna Barang dan Pengelola Barang setiap triwulan.
(4) Kuasa Pengguna Barang melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Penggunaan BMN PKP2B oleh Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian termasuk perhitungan, penyelesaian lebih/kurang bayar, dan penyetoran ke kas negara.
(5) Kuasa Pengguna Barang dan Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian bertanggung jawab atas kebenaran data realisasi pelaksanaan Penggunaan BMN PKP2B oleh Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

Bagian Ketiga
Pendayagunaan

Paragraf 1
Umum

Pasal 15
(1) Pendayagunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dilakukan oleh Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang, dan /atau Pengelola Barang.
(2) Pendayagunaan dapat dilakukan terhadap BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
(3) Pendayagunaan hanya dapat dilakukan terhadap BMN PKP2B yang tidak sedang digunakan dan tidak direncanakan untuk digunakan oleh Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan batubara.
(4) Pengamanan dan Pemeliharaan atas BMN PKP2B yang menjadi objek Pendayagunaan dibebankan pada anggaran pihak yang melakukan Pendayagunaan.
(5) Pendayagunaan dilakukan setelah mendapat persetujuan dari:
a. Pengelola Barang, untuk Pendayagunaan oleh Pengelola Barang atau Pengguna Barang; atau
b. Pengguna Barang, untuk Pendayagunaan oleh Kuasa Pengguna Barang.
(6) Pendayagunaan dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak tanggal penandatanganan perjanjian Pendayagunaan dan dapat diperpanjang.
(7) Ketentuan mengenai tata cara Pendayagunaan pada Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan Kuasa Pengguna Barang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

Paragraf 2
Tindak Lanjut Persetujuan Pendayagunaan

Pasal 16
(1) Persetujuan Pendayagunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) ditindaklanjuti dengan pembuatan dan penandatanganan perjanjian Pendayagunaan antara Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dengan Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang, atau Pengelola Barang.
(2) Penandatanganan perjanjian Pendayagunaan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal persetujuan Pendayagunaan diterbitkan.
(3) Perjanjian Pendayagunaan paling sedikit memuat:
a. identitas para pihak;
b. identitas BMN PKP2B yang menjadi objek Pendayagunaan;
c. jangka waktu Pendayagunaan;
d. hak dan kewajiban para pihak; dan
e. pengakhiran Pendayagunaan.

Bagian Keempat
Penggantian

Pasal 17
(1) Dalam pelaksanaan Penggunaan BMN PKP2B oleh Kontraktor/Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dapat melakukan penggantian berupa mesin dan/atau peralatan.
(2) Penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara langsung kepada distributor tunggal.
(3) Nilai barang pengganti yang menjadi objek penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sama dengan nilai buku BMN PKP2B.
(4) Tata cara penggantian BMN PKP2B ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

BAB V
PENGAMANAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 18
(1) Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang, dan Pengelola Barang melakukan pengamanan BMN PKP2B yang menjadi tanggung jawabnya dengan biaya yang dibebankan kepada anggaran masing-masing.
(2) Pengamanan BMN PKP2B oleh Kontraktor dan Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, dilakukan sampai dengan:
a. selesainya pelaksanaan penyerahan atau peralihan kepada Pemerintah atau Pihak Lain sebagai tindak lanjut dari persetujuan/penetapan oleh Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang; atau
b. selesainya pelaksanaan Pemusnahan, yang dibuktikan dengan berita acara.
(3) Dalam melakukan pengamanan BMN PKP2B, Kontraktor, Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang, dan Pengelola Barang menyediakan tempat penyimpanan.
(4) Dalam melakukan pengamanan BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
a. Kuasa Pengguna Barang dan Pengguna Barang, dapat menetapkan Kontraktor, Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, atau Pihak Lain untuk melakukan pengamanan terhadap BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang; dan
b. Pengelola Barang dapat menetapkan Kontraktor, Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, atau Pihak Lain untuk melakukan pengamanan terhadap BMN PKP2B yang berada pada Pengelola Barang.

Pasal 19

(1) Pengamanan BMN PKP2B terdiri atas:
a. pengamanan administrasi;
b. pengamanan fisik; dan
c. pengamanan hukum.
(2) Pengamanan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pencatatan dan pelaporan BMN PKP2B; dan
b. Penatausahaan dokumen perolehan BMN PKP2B.
(3) Pengamanan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pemberian labeling / tagging;
b. pemasangan patok;
c. pemasangan papan tanda kepemilikan;
d. pemagaran;
e. penggudangan;
f. pelaksanaan patroli;
g. pemasangan kamera pengawas; dan /atau
h. pemasangan alat pendeteksi asap, alat pemadam api otomatis, hidran, dan alat pemadam api.
(4) Pengamanan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. Sertipikasi BMN PKP2B berupa tanah;
b. perizinan dari pihak yang berwenang untuk mendirikan bangunan;
c. penyelesaian penanganan perkara atas BMN PKP2B di pengadilan; dan/atau
d. upaya hukum atas BMN PKP2B yang berada dalam penguasaan pihak ketiga secara tidak sah.

Bagian Kedua
Sertipikasi dan Bukti Kepemilikan

Pasal 20
(1) BMN PKP2B berupa tanah harus disertipikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementerian Keuangan.
(2) Pengurusan dan penyelesaian Sertipikasi BMN PKP2B berupa tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengelola Barang dan dapat melibatkan:
a. Pengguna Barang;
b. Kuasa Pengguna Barang; dan/atau
c. Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
(3) Pengelola Barang dapat memberikan kuasa kepada:
a. Pengguna Barang terhadap BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang; dan /atau
b. Kuasa Pengguna Barang terhadap BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian,
untuk melakukan pengurusan dan penyelesaian Sertipikasi BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Ketentuan mengenai mekanisme Pengamanan BMN PKP2B ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

Pasal 21

(1) Dalam hal pengurusan dan penyelesaian Sertipikasi BMN PKP2B berupa tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c, Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian berkewajiban:
a. menyerahkan:
1. asli bukti kepemilikan BMN PKP2B berupa tanah;
2. asli dokumen pengalihan hak kepemilikan atas tanah; dan/atau
3. dokumen kepemilikan lainnya,
kepada Pengelola Barang melalui Kuasa Pengguna Barang;
b. menunjukkan data fisik berupa letak, batas, dan luas bidang tanah; dan
c. melaporkan hasil pengurusan dan penyelesaian Sertipikasi BMN PKP2B kepada Pengelola Barang.
(2) Pengelola Barang menyimpan asli sertipikat/bukti kepemilikan BMN PKP2B berupa tanah dan/atau bangunan.
(3) Pengelola Barang melakukan Penatausahaan sertipikat/bukti kepemilikan yang berada dalam penguasaannya secara tertib dan aman.

Pasal 22

(1) Dalam hal Pengelola Barang memberikan kuasa dalam melakukan pengurusan dan penyelesaian Sertipikasi BMN PKP2B kepada Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b, Kuasa Pengguna Barang berkewajiban:
a. menyerahkan asli sertipikat tanah a.n. Pemerintah c. q. Kementerian Keuangan kepada Pengelola Barang;
b. menyimpan dan menatausahakan asli bukti kepemilikan BMN PKP2B berupa tanah dan/atau dokumen perolehan lainnya yang sah, berupa:
1. asli dokumen pengalihan hak kepemilikan atas tanah; dan/atau
2. dokumen lain yang diperlukan; dan
c. melaporkan hasil pengurusan dan penyelesaian Sertipikasi BMN PKP2B kepada Pengelola Barang.
(2) Kuasa Pengguna Barang dapat memerintahkan Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk melakukan pengurusan dan penyelesaian Sertipikasi BMN PKP2B.

Pasal 23
(1) Biaya yang timbul dalam pelaksanaan Sertipikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) termasuk kegiatan pengurusan dan penyelesaian Sertipikasi dapat dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara.
(2) Biaya yang timbul akibat pelaksanaan pendampingan atas pelaksanaan Sertipikasi BMN PKP2B yang melibatkan Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c dibebankan pada anggaran masing-masing Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

Bagian Ketiga
Asuransi

Pasal 24
(1) Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dapat mengasuransikan BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
(2) Pelaksanaan pengasuransian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Kuasa Pengguna Barang.

Bagian Keempat
Upaya Hukum dan Pengamanan atas Adanya Perkara di Pengadilan

Pasal 25
(1) Terhadap BMN PKP2B yang berada dalam sengketa atau berperkara, dilakukan upaya hukum.
(2) Upaya hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kontraktor, Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang, dan /atau Pengelola Barang.
(3) Upaya hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Kontraktor, Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Kuasa Pengguna Barang, dan/atau Pengguna Barang menyampaikan kepada Pengelola Barang untuk mengajukan pemblokiran hak atas tanah kepada kantor pertanahan setempat, untuk BMN PKP2B berupa tanah yang telah bersertipikat;
b. Kontraktor, Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Kuasa Pengguna Barang, dan/atau Pengguna Barang menyampaikan kepada Pengelola Barang untuk mengajukan permohonan pensertipikatan kepada kantor pertanahan setempat, untuk BMN PKP2B berupa tanah yang belum bersertipikat;
c. Kontraktor, Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, dan/atau Kuasa Pengguna Barang melakukan koordinasi dengan Pengguna Barang dan Pengelola Barang untuk melakukan gugatan perdata dan/atau tata usaha negara ke pengadilan; dan/atau
d. Kontraktor, Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, dan/atau Kuasa Pengguna Barang melakukan koordinasi dengan Pengguna Barang dan Pengelola Barang untuk menyampaikan pelaporan kepada aparat penegak hukum dalam hal diindikasikan adanya tindak pidana yang dilakukan oleh Pihak Lain.
(4) Terhadap BMN PKP2B yang berada dalam kondisi sengketa atau berperkara, Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Kuasa Pengguna Barang, dan/atau Pengguna Barang, dan/atau Pengelola Barang melakukan pengamanan BMN PKP2B melalui cara:
a. Kontraktor, Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang, dan/atau Pengelola Barang menjadi pihak yang bersengketa atau berperkara, penanganan sengketa atau perkara harus dilakukan dengan mengajukan bukti yang kuat dan melakukan upaya hukum maksimal; atau
b. Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Kuasa Pengguna Barang, dan/atau Pengguna Barang tidak menjadi pihak yang bersengketa atau berperkara, Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Kuasa Pengguna Barang, dan/atau Pengguna Barang melakukan intervensi atas sengketa atau perkara yang ada.
(5) Dalam hal Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Kuasa Pengguna Barang, dan/atau Pengguna Barang menjadi pihak berperkara dan telah dinyatakan sebagai pihak yang kalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) dan sudah tidak ada upaya hukum lain, Pengguna Barang menyampaikan permohonan kepada Pengelola Barang untuk melakukan upaya lain.
(6) Berdasarkan permohonan dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pengelola Barang melakukan upaya lain.
(7) Dalam hal upaya lain sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah dilakukan secara maksimal dan Pengelola Barang dinyatakan sebagai pihak yang kalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) dan sudah tidak ada upaya hukum lain, putusan pengadilan tersebut ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Ketentuan mengenai upaya hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

BAB VI
PEMELIHARAAN

Pasal 26
(1) Pemeliharaan BMN PKP2B dilakukan secara rutin dan/atau sewaktu-waktu dengan mempertimbangkan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan batubara serta memenuhi tata kelola yang baik.
(2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kontraktor, Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Kuasa Pengguna Barang, dan Pengelola Barang atas BMN PKP2B yang berada dalam penguasaannya.

BAB VII
PEMANFAATAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 27
(1) Pemanfaatan dapat dilakukan terhadap:
a. BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian; atau
b. BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang.
(2) Pemanfaatan atas BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dilakukan dengan pertimbangan belum atau tidak optimal digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan batubara.
(3) Pemanfaatan atas BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang dilakukan dengan pertimbangan:
a. belum digunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan negara;
b. untuk meningkatkan penerimaan negara; dan/atau
c. untuk mencegah digunakannya BMN PKP2B secara tidak sah oleh Pihak Lain.
(4) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengubah status objek Pemanfaatan sebagai BMN PKP2B.

Pasal 28

(1) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dilakukan oleh Pihak Lain.
(2) BMN PKP2B yang menjadi objek Pemanfaatan dilarang untuk:
a. dipindahtangankan; dan/atau
b. digadaikan atau dijadikan objek jaminan.

Pasal 29
(1) Pemanfaatan atas BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian atau yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
a. Sewa; atau
b. Pinjam Pakai.
(2) Pemanfaatan atas BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari Pengelola Barang.
(3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a dilakukan untuk jangka waktu yang tidak melampaui jangka waktu IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian.
(4) Pihak Lain yang melakukan Pemanfaatan wajib menyerahkan kembali BMN PKP2B pada saat berakhirnya Pemanfaatan dalam kondisi baik, layak guna, dan layak fungsi.
(5) Ketentuan mengenai Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

Bagian Kedua
Sewa

Pasal 30
(1) Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf a dapat dilakukan terhadap BMN PKP2B berupa:
a. tanah dan/atau bangunan; dan/atau
b. selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang.
(3) Pembayaran uang Sewa dilakukan dengan penyetoran ke kas negara.
(4) Pembayaran uang Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara sekaligus sebelum penandatanganan perjanjian Sewa.
(5) Ketentuan pembayaran secara sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan terhadap BMN PKP2B dengan karakteristik/ sifat khusus sebagai berikut:
a. tujuan Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
b. nilai Sewa belum dapat ditentukan saat persetujuan Pemanfaatan; dan/atau
c. karakteristik/sifat khusus lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(6) Pembayaran uang Sewa terhadap BMN PKP2B dengan karakteristik/sifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan secara bertahap dengan pembayaran pertama dibayarkan sebelum penandatanganan perjanjian Sewa.
(7) Dalam hal Pihak Lain tidak melakukan:
a. pembayaran sampai dengan batas waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk pembayaran secara sekaligus; atau
b. pembayaran tahap pertama sampai dengan batas waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), untuk pembayaran secara bertahap, persetujuan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dinyatakan tidak berlaku.
(8) Berdasarkan persetujuan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dan bukti setor ke kas negara untuk pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (6), Pengguna Barang dengan Pihak Lain selaku penyewa menandatangani perjanjian Sewa.

Pasal 31Pihak Lain yang melakukan Sewa wajib:
a. membayar uang Sewa yang ditetapkan oleh Pengelola Barang;
b. melakukan pengamanan dan pemeliharaan atas BMN PKP2B yang menjadi objek Sewa;
c. mengembalikan objek Sewa dalam kondisi baik, layak guna, dan layak fungsi pada saat berakhirnya perjanjian Sewa; dan
d. melakukan kewajiban lain yang ditentukan dalam perjanjian Sewa.

Pasal 32

(1) Sewa dapat diperpanjang selama BMN PKP2B yang menjadi objek Sewa tidak dibutuhkan, dengan ketentuan setiap perpanjangan dilakukan untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun.
(2) Permohonan perpanjangan jangka waktu Sewa diajukan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu Sewa.

Pasal 33

(1) Perjanjian Sewa ditandatangani paling lambat 45 (empat puluh lima) hari setelah tanggal persetujuan Sewa diterbitkan.
(2) Perjanjian Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. jenis, luas, dan/atau jumlah objek Sewa;
c. besaran uang Sewa;
d. jangka waktu Sewa; dan
e. hak dan kewajiban para pihak.

Pasal 34

(1) Sewa oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) berakhir dalam hal:
a. berakhirnya jangka waktu Sewa sebagaimana tertuang dalam perjanjian Sewa;
b. berakhirnya perjanjian Sewa dalam hal berlakunya syarat batal sesuai perjanjian;
c. perjanjian Sewa diakhiri sepihak oleh Pengguna Barang atau oleh Pengguna Barang atas usulan Pengelola Barang;
d. Pengelola Barang mencabut persetujuan Sewa sebagai tindak lanjut pengawasan dan pengendalian; dan / atau
e. terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakhiran perjanjian Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan Pengguna Barang secara tertulis tanpa melalui pengadilan dalam hal:
a. Pihak lain tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian Sewa; atau
b. Pemerintah membutuhkan BMN PKP2B yang disewa.
(3) Pengakhiran perjanjian Sewa sepihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan oleh Pengguna Barang secara tertulis tanpa melalui pengadilan, setelah terlebih dahulu menyampaikan peringatan /pemberitahuan tertulis kepada penyewa.

Pasal 35

(1) Penyewa wajib menyerahkan BMN PKP2B pada saat berakhirnya Sewa dalam kondisi baik, layak guna, dan layak fungsi.
(2) Penyerahan BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara serah terima.
(3) Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang melakukan pengecekan BMN PKP2B yang disewakan sebelum ditandatanganinya berita acara serah terima guna memastikan kelayakan kondisi BMN PKP2B bersangkutan.
(4) Dalam hal berdasarkan pengecekan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) BMN PKP2B tidak berada dalam kondisi baik, layak guna, dan layak fungsi, penyewa wajib melakukan perbaikan terhadap BMN PKP2B tersebut sehingga terpenuhi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Dalam hal penyewa tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penyewa wajib menyetorkan uang pengganti ke kas negara.
(6) Uang pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Pengguna Barang berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Pengguna Barang.

Pasal 36

(1) Pihak Lain yang akan menyewa BMN PKP2B dapat melakukan Pemanfaatan terlebih dahulu sebelum ditetapkan persetujuan Pengelola Barang:
a. berdasarkan surat dari Direktur atas nama Menteri Keuangan; dan
b. telah dilakukan pembayaran sejumlah uang muka Sewa yang nantinya diperhitungkan dengan uang Sewa riil yang ditetapkan dalam persetujuan Pengelola Barang.
(2) Permohonan persetujuan atas Pemanfaatan terlebih dahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Pihak Lain dengan ketentuan:
a. adanya kebutuhan mendesak yang memerlukan percepatan; dan
b. telah terdapat kesepakatan awal antara Pihak Lain dan Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk dilakukan Pemanfaatan, yang telah dikoordinasikan dengan Kuasa Pengguna Barang dan Pengguna Barang.
(3) Besaran uang muka Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sesuai dengan usulan besaran uang Sewa oleh penyewa.
(4) Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat surat pernyataan yang paling sedikit memuat:
a. tanggal mulai melakukan Pemanfaatan;
b. kesediaan untuk tidak meminta kembali uang muka Sewa yang telah dibayarkan ke kas negara, dalam hal Pihak Lain mengundurkan diri; dan
c. kesediaan dan kesiapan untuk menerima sanksi dari Pengelola Barang, dalam hal tidak memenuhi pelunasan uang Sewa.
(5) Dalam hal Pihak Lain melakukan Pemanfaatan terlebih dahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jangka waktu Pemanfaatan tersebut diperhitungkan dalam jangka waktu Sewa yang ditetapkan dalam perjanjian Sewa.
(6) Persetujuan Pemanfaatan terlebih dahulu oleh Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak ditetapkan.
(7) Pengelola Barang menyampaikan realisasi Pemanfaatan terlebih dahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pengguna Barang dengan tembusan kepada Kuasa Pengguna Barang.

Pasal 37

(1) Dalam hal terdapat Pihak Lain yang melakukan Pemanfaatan tanpa persetujuan Pengelola Barang, Pengelola Barang melakukan penagihan besaran uang Sewa atas Pemanfaatan tersebut kepada Pihak Lain yang bersangkutan.
(2) Besaran uang Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pengelola Barang berdasarkan hasil Penilaian.
(3) Dalam hal diperlukan, penetapan besaran uang Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah memperhatikan hasil audit/reviu Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.
(4) Penetapan besaran uang Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan tanpa menunggu permohonan Pemanfaatan dari Pihak Lain tersebut.
(5) Dalam hal penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilakukan secara optimal dan tidak berhasil, penyelesaiannya diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara.

Bagian Ketiga
Pinjam Pakai

Pasal 38
(1) Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Desa.
(2) Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap BMN PKP2B berupa tanah dan/atau bangunan:
a. yang berada dalam kondisi belum atau tidak optimal digunakan oleh Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian; dan
b. digunakan untuk menunjang kegiatan tugas dan fungsi Pemerintah Daerah atau Pemerintah Desa.
(3) Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak tanggal penandatanganan perjanjian Pinjam Pakai dan dapat diperpanjang.

Pasal 39

(1) Berdasarkan persetujuan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), Pengguna Barang dan Pemerintah Daerah atau Pemerintah Desa selaku peminjam pakai membuat dan menandatangani perjanjian Pinjam Pakai dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan Pinjam Pakai diterbitkan.
(2) Perjanjian Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. jenis, luas, dan/atau jumlah objek Pinjam Pakai;
c. peruntukan Pinjam Pakai;
d. jangka waktu Pinjam Pakai; dan
e. hak dan kewajiban para pihak.

Pasal 40
(1) Dalam rentang waktu Pinjam Pakai, Pemerintah Daerah atau Pemerintah Desa dapat mengubah peruntukan awal Pinjam Pakai.
(2) Perubahan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi darurat pada wilayah administratif Pemerintah Daerah atau Pemerintah Desa yang bersangkutan.
(3) Kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. bencana alam, meliputi gempa bumi, banjir, erupsi gunung berapi;
b. bencana non alam, meliputi wabah pandemik; dan /atau
c. kondisi darurat lain yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Perubahan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat sementara, dengan tidak melampaui jangka waktu Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3).
(5) Perubahan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan permohonannya kepada Pengguna Barang dengan tembusan kepada Pengelola Barang.
(6) Pengguna Barang dapat memberikan persetujuan terhadap perubahan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan tembusan kepada Pengelola Barang.

Pasal 41

(1) Pinjam Pakai berakhir dalam hal:
a. berakhirnya jangka waktu Pinjam Pakai sebagaimana tertuang dalam perjanjian Pinjam Pakai dan tidak dilakukan perpanjangan;
b. perjanjian Pinjam Pakai berakhir dalam hal berlakunya syarat batal sesuai perjanjian;
c. perjanjian diakhiri sepihak oleh Pengguna Barang atau oleh Pengguna Barang atas usulan Pengelola Barang;
d. perjanjian diakhiri sepihak oleh peminjam pakai dalam hal BMN PKP2B tidak dibutuhkan oleh peminjam pakai;
e. Pengelola Barang mencabut persetujuan Pinjam Pakai sebagai tindak lanjut pengawasan dan pengendalian; atau
f. terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakhiran perjanjian Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan oleh Pengguna Barang secara tertulis tanpa melalui pengadilan dalam hal:
a. peminjam pakai tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian Pinjam Pakai; atau
b. Pemerintah membutuhkan BMN PKP2B yang dipinjam pakai.
(3) Pengakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah terlebih dahulu diberikan peringatan/pemberitahuan secara tertulis kepada peminjam pakai.

BAB VIII
PENILAIAN

Pasal 42
(1) Penilaian dilakukan terhadap BMN PKP2B dalam rangka:
a. penyusunan neraca Pemerintah Pusat;
b. Pemanfaatan; atau
c. Pemindahtanganan.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk memperoleh nilai wajar atas BMN PKP2B yang akan disajikan di neraca Pemerintah Pusat.
(3) Penilaian BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan terhadap:
a. Pemanfaatan berupa Pinjam Pakai oleh Pemerintah Daerah, kecuali ditentukan lain oleh Pengelola Barang; atau
b. Pemindahtanganan dalam bentuk Hibah, kecuali ditentukan lain oleh Pengelola Barang.
(4) Penilaian BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penilai Pemerintah.
(5) Dalam hal Penilaian BMN PKP2B dalam rangka Pemindahtanganan dalam bentuk Penjualan melalui lelang, Penilaian dilakukan oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik
(6) Pelaksanaan Penilaian BMN PKP2B berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang Penilaian.

BAB IX
PENYERAHAN BMN PKP2B KEPADA PEMERINTAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 43
(1) Penyerahan BMN PKP2B kepada Pemerintah dilakukan oleh Kontraktor/Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian kepada Pengguna Barang melalui Kuasa Pengguna Barang.
(2) Penyerahan BMN PKP2B kepada pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
a. jangka waktu PKP2B berakhir dan tidak dilakukan perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
b. masa berlaku IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian berakhir;
c. terdapat pembatalan PKP2B atau pencabutan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian oleh pemerintah;
d. diperlukan oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan Proyek Strategis Nasional; atau
e. tidak digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan batubara.
(3) idak digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, termasuk tidak terdapat rencana penggunaan BMN PKP2B oleh Kontraktor/Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk kegiatan usaha pertambangan batubara.
(4) Tidak terdapat rencana Penggunaan BMN PKP2B oleh Kontraktor/Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk kegiatan usaha pertambangan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuktikan dengan surat pernyataan oleh Kontraktor/Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
(5) Penyerahan BMN PKP2B kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e tidak mencakup peralihan antara berakhirnya PKP2B sampai dengan terbitnya persetujuan kelanjutan operasi kontrak/perjanjian.

Pasal 44Penyerahan BMN PKP2B kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dilakukan terhadap BMN PKP2B berupa:
a. tanah yang dilengkapi dengan dokumen kepemilikan berupa sertipikat; dan /atau
b. bangunan yang dilengkapi dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Persetujuan Bangun Gedung (PBG), atau bukti perizinan lainnya untuk bangunan.

Bagian Kedua
Tindak Lanjut Penyerahan Kepada Pemerintah

Pasal 45Penyerahan BMN PKP2B kepada Pemerintah ditindaklanjuti melalui:
a. pengelolaan BMN PKP2B pada Pengguna Barang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;
b. penggunaan kembali BMN PKP2B oleh Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian; dan/atau
c. penyerahan kepada Pengelola Barang.

Pasal 46

(1) Penyerahan BMN PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf c kepada Pengelola Barang dilakukan terhadap BMN PKP2B berupa:
a. tanah yang dilengkapi dengan dokumen kepemilikan berupa sertipikat; atau
b. tanah dan bangunan yang berdiri melekat di atasnya yang dilengkapi dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Persetujuan Bangun Gedung (PBG), atau bukti perizinan lainnya untuk bangunan.
(2) Ketentuan mengenai penyerahan BMN PKP2B kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 termasuk tindak lanjut penyerahan BMN PKP2B kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

BAB X
PEMINDAHAN STATUS PENGGUNAAN

Pasal 47
(1) Pemindahan Status Penggunaan BMN PKP2B dilakukan oleh Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang.
(2) BMN PKP2B yang menjadi objek Pemindahan Status Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. tanah;
b. peralatan dan mesin;
c. gedung dan bangunan;
d. jalan, irigasi dan jaringan; dan/atau
e. aset tetap lainnya;
yang berada pada Kontraktor, Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, atau Pengguna Barang.
(3) Ketentuan mengenai Pemindahan Status Penggunaan BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

BAB XI
PEMINDAHTANGANAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 48
(1) Pemindahtanganan BMN PKP2B dapat dilakukan melalui:
a. Penjualan;
b. Tukar Menukar;
c. Hibah; dan/atau
d. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat.
(2) Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap:
a. BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, berupa:
1. tanah dan/atau bangunan; dan/atau
2. selain tanah dan/atau bangunan; atau
b. BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang, berupa:
1. tanah dan/atau bangunan; dan/atau
2. selain tanah dan/atau bangunan.

Pasal 49
(1) Pemindahtanganan BMN PKP2B berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemindahtanganan BMN PKP2B berupa tanah dan/atau bangunan tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, dalam hal:
a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
b. diperuntukkan bagi pegawai negeri;
c. diperuntukkan bagi pegawai negeri;
d. berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomi.
(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi pula terhadap BMN PKP2B berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam wilayah khusus pertambangan berdasarkan hasil kajian Kementerian Teknis.
(4) Pemindahtanganan BMN PKP2B selain tanah dan/atau bangunan dilakukan setelah mendapatkan persetujuan:
a. Dewan Perwakilan Rakyat, untuk BMN PKP2B dengan nilai perolehan lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) per unit;
b. Presiden, untuk BMN PKP2B dengan nilai perolehan lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) per unit sampai dengan Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) per unit; atau
c. Pengelola Barang, untuk BMN PKP2B dengan nilai perolehan sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) per unit.
(5) Pemindahtanganan dalam bentuk Penjualan untuk BMN PKP2B selain tanah dan /atau bangunan yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian:
a. dengan nilai perolehan sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit dan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak diperlukan adanya bukti kepemilikan/hak; dan
b. Limbah Sisa Operasi yang berasal dari mesin, peralatan, dan bahan atau perlengkapan, dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Pengguna Barang.

Bagian Kedua
Penjualan

Pasal 50Penjualan BMN PKP2B dapat dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. masih mempunyai nilai ekonomis;
b. tidak digunakan lagi untuk kegiatan usaha pertambangan batubara;
c. tidak ditetapkan status penggunaannya; dan/atau
d. tidak dilakukan Pemanfaatan.

Pasal 51

(1) Penjualan BMN PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, dilakukan melalui lelang.
(2) Dalam hal BMN PKP2B tidak laku terjual dalam Penjualan melalui lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan lelang ulang.
(3) BMN PKP2B yang tidak laku terjual melalui lelang ulang, dapat dilakukan pengelolaan lebih lanjut.
(4) Dalam hal BMN PKP2B diperlukan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah untuk Kepentingan Umum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, Penjualan dapat dilakukan tanpa melalui lelang.
(5) Ketentuan mengenai Penjualan BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.
  
Bagian Ketiga
Tukar Menukar

Pasal 52
(1) Tukar Menukar BMN PKP2B dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. untuk memenuhi kebutuhan operasional kegiatan usaha pertambangan batubara; atau
b. untuk optimalisasi BMN PKP2B.
(2) Tukar Menukar BMN PKP2B dilakukan dengan barang pengganti yang memiliki nilai paling sedikit sama dengan nilai BMN PKP2B yang dipertukarkan.
(3) Tukar Menukar BMN PKP2B hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Pengelola Barang.
(4) Tukar Menukar BMN PKP2B harus dilakukan Penilaian terlebih dahulu guna mendapatkan nilai wajar.
(5) Barang pengganti yang diterima dari pelaksanaan Tukar Menukar menjadi BMN PKP2B.
(6) Tukar Menukar BMN PKP2B dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.

Bagian Keempat
Hibah

Pasal 53

(1) BMN PKP2B dapat dilakukan Hibah dengan pertimbangan:
a. tidak digunakan lagi dalam kegiatan usaha pertambangan batubara;
b. tidak dilakukan Pemanfaatan; dan
c. tidak dilakukan Pemindahan Status Penggunaan.
(2) Hibah BMN PKP2B dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial, atau penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah.
(3) Hibah BMN PKP2B dapat diberikan kepada:
a. lembaga sosial, lembaga budaya, lembaga keagamaan, lembaga kemanusiaan, atau lembaga pendidikan yang bersifat non komersial; atau
b. Pemerintah Daerah.
(4) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibuktikan dengan akta pendirian, anggaran dasar rumah tangga, dan/atau pernyataan tertulis dari instansi teknis yang kompeten bahwa lembaga yang bersangkutan adalah sebagai lembaga termaksud.
(5) BMN PKP2B yang telah dihibahkan digunakan sesuai peruntukan Hibah dan tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan oleh dan/atau dipindahtangankan kepada Pihak Lain.

Pasal 54

(1) Hibah dapat dilakukan terhadap:
a. BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang; atau
b. BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian.
(2) Ketentuan mengenai Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

Bagian Kelima
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat

Pasal 55
(1) Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dapat dilakukan terhadap BMN PKP2B yang telah diserahkan kepada Pemerintah.
(2) Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XII
PEMUSNAHAN

Pasal 56
(1) Pemusnahan dapat dilakukan terhadap BMN PKP2B berupa:
a. peralatan dan mesin;
b. gedung dan bangunan;
c. jalan, irigasi, dan jaringan;
d. aset tetap lainnya;
e. aset tak berwujud; dan
f. Limbah Sisa Operasi.
(2) Pemusnahan dilakukan dengan pertimbangan:
a. BMN PKP2B tidak dapat dilakukan Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan; atau
b. alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemusnahan BMN PKP2B dilakukan dengan cara:
a. dibakar;
b. dihancurkan;
c. ditimbun;
d. ditenggelamkan;
e. dirobohkan; atau
f. cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemusnahan BMN PKP2B yang memiliki karakter khusus, termasuk bahan kimia, bahan peledak, dan Limbah Sisa Operasi yang mengandung bahan berbahaya dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 57

(1) Pemusnahan dapat dilakukan atas:
a. BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian; atau
b. BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang.
(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari Pengguna Barang.
(3) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan oleh Pengguna Barang dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari Pengelola Barang.
(4) Tata cara Pemusnahan BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

BAB XIII
PENGHAPUSAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 58Penghapusan BMN PKP2B meliputi:
a. Penghapusan dari daftar BMN PKP2B pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian; dan
b. Penghapusan dari daftar BMN PKP2B pada Pengguna Barang;

Pasal 59

(1) Kontraktor, Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Kuasa Pengguna Barang, dan Pengguna Barang melaksanakan Penghapusan dalam hal:
a. pelaksanaan Pemindahan Status Penggunaan telah selesai;
b. pelaksanaan Pemindahtanganan telah selesai;
c. pelaksanaan Pemusnahan telah selesai; atau
d. telah mendapatkan persetujuan Pengelola Barang karena:
1. melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) dan sudah tidak ada upaya hukum lain;
2. melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan; atau
3. sebab lain yang secara normal diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan, meliputi:
a) hilang, kecurian, terbakar, atau terkena bencana alam;
b) susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, rusak berat atau tenggelam;
c) hal lain yang terkait dengan kegiatan usaha pertambangan batubara yang tidak terbatas pada kolam pengendapan, pembukaan lahan, fasilitas penimbunan, dan perluasan pertambangan;
d) bangunan yang berdiri di atas tanah Pihak Lain karena tidak dapat dilakukan Pemindahtanganan;
e) bangunan dalam kondisi membahayakan lingkungan sekitar;
f) tidak sesuai dengan perkembangan teknologi, tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi, atau masa manfaat/kegunaan telah berakhir, untuk aset tak berwujud; atau
g) sebagai akibat dari keadaan kahar (force majeure).
(2) Ketentuan mengenai Penghapusan BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

Bagian Kedua
Penghapusan Karena Adanya Putusan Pengadilan yang Telah
Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap (Inkracht) dan Sudah
Tidak Ada Upaya Hukum Lain

Pasal 60
(1) Penghapusan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) dan sudah tidak ada upaya hukum lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf d angka 1 dilaksanakan berdasarkan:
a. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) yang dilegalisasi oleh pejabat berwenang; dan
b. surat pernyataan yang ditandatangani oleh pejabat struktural yang berwenang pada Kementerian Teknis yang menyatakan bahwa sudah tidak ada upaya hukum lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7).
(2) Ketentuan mengenai adanya Penghapusan karena putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) dan sudah tidak ada upaya hukum lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

Bagian Ketiga
Penghapusan Karena Menjalankan Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan

Pasal 61Penghapusan karena menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf d angka 2 dilaksanakan berdasarkan:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait mengenai Penghapusan BMN PKP2B; dan
b. surat pernyataan yang ditandatangani oleh pejabat struktural yang berwenang pada Kementerian Teknis yang menyatakan bahwa BMN PKP2B harus dilakukan Penghapusan karena menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Penghapusan Karena Sebab Lain yang Secara Normal
Diperkirakan Wajar Menjadi Penyebab Penghapusan

Pasal 62
(1) Penghapusan karena sebab lain yang secara normal diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf d angka 3 dilakukan karena alasan:
a. hilang atau kecurian, Penghapusan dilakukan berdasarkan:
1. surat pernyataan dari Kuasa Pengguna Barang, Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian tempat BMN PKP2B berada, yang paling sedikit memuat:
a) pernyataan mengenai tanggung jawab penuh atas kebenaran permohonan yang diajukan, baik materiil maupun formil; dan
b) pernyataan bahwa BMN PKP2B telah hilang atau kecurian; dan
2. hasil reviu atau audit dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah pada Kementerian Teknis untuk tujuan Penghapusan yang paling kurang menyatakan ada/tidak ada kelalaian, penyalahgunaan, atau pelanggaran hukum atas pengelolaan BMN PKP2B.
b. terbakar atau terkena bencana alam, Penghapusan dilakukan berdasarkan:
1. surat pernyataan dari Kuasa Pengguna Barang, Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian tempat BMN PKP2B berada, yang paling sedikit memuat:
a) pernyataan mengenai tanggung jawab penuh atas kebenaran permohonan yang diajukan, baik materiil maupun formil; dan
b) pernyataan bahwa BMN PKP2B terbakar atau terkena bencana alam; dan
2. surat keterangan dari instansi terkait.
c. susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, rusak berat, atau tenggelam, Penghapusan dilakukan berdasarkan surat pernyataan dari Kuasa Pengguna Barang, Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian tempat BMN PKP2B berada, yang paling sedikit memuat:
1. pernyataan mengenai tanggung jawab penuh atas kebenaran permohonan yang diajukan, baik materiil maupun formil; dan
2. pernyataan bahwa BMN PKP2B telah susut, menguap, mencair, kedaluwarsa, rusak berat, atau tenggelam.
d. hal lain yang terkait dengan kegiatan usaha pertambangan batubara meliputi kolam pengendapan, pembukaan lahan, fasilitas penimbunan, dan perluasan pertambangan, Penghapusan dilakukan berdasarkan surat pernyataan dari Kuasa Pengguna Barang, Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian tempat BMN PKP2B berada, yang paling sedikit memuat:
1. pernyataan mengenai tanggung jawab penuh atas kebenaran permohonan yang diajukan, baik materiil maupun formil; dan
2. pernyataan bahwa BMN PKP2B dihapuskan karena hal lain yang terkait dengan kegiatan usaha pertambangan batubara yang meliputi pada kolam pengendapan, pembukaan lahan, fasilitas penimbunan, dan perluasan pertambangan;
e. bangunan yang berdiri di atas tanah Pihak Lain karena tidak dapat dilakukan Pemindahtanganan, Penghapusan dilakukan berdasarkan:
1. surat pernyataan dari Kuasa Pengguna Barang, Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian tempat BMN PKP2B berada, yang paling sedikit memuat:
a) pernyataan mengenai tanggung jawab penuh atas kebenaran permohonan yang diajukan, baik materiil maupun formil; dan
b) pernyataan bahwa bangunan yang berdiri di atas tanah Pihak Lain tidak dapat dilakukan Pemindahtanganan; dan
2. surat keterangan dari Pihak Lain terkait bangunan yang berdiri di atas tanah milik Pihak Lain;
f. bangunan dalam kondisi membahayakan lingkungan sekitar, Penghapusan dilakukan berdasarkan:
1. surat pernyataan dari Kuasa Pengguna Barang, Kontraktor, atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian tempat BMN PKP2B berada, yang paling sedikit memuat:
a) pernyataan mengenai tanggung jawab penuh atas kebenaran permohonan yang diajukan, baik materiil maupun formil; dan
b) pernyataan bahwa bangunan dalam kondisi membahayakan lingkungan sekitar; dan
2. surat keterangan dari instansi yang berwenang yang menyatakan bahwa BMN PKP2B berupa bangunan dalam kondisi membahayakan lingkungan sekitar;
g. aset tak berwujud tidak sesuai dengan perkembangan teknologi, tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi, atau masa manfaat/kegunaan telah berakhir, Penghapusan dilakukan berdasarkan surat pernyataan dari Kuasa Pengguna Barang, Kontraktor, atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi
Kontrak/Perjanjian tempat BMN PKP2B berada, yang paling sedikit memuat:
1. pernyataan mengenai tanggung jawab penuh atas kebenaran permohonan yang diajukan, baik materiil maupun formil; dan
2. pernyataan bahwa BMN PKP2B berupa aset tak berwujud tidak sesuai dengan perkembangan teknologi, tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi, atau masa manfaat/kegunaan telah berakhir; atau
h. sebagai akibat dari keadaan kahar (force majeure), Penghapusan dilakukan berdasarkan:
1. surat pernyataan dari Kuasa Pengguna Barang, Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian tempat BMN PKP2B berada, yang paling sedikit memuat:
a) pernyataan mengenai tanggung jawab penuh atas kebenaran permohonan yang diajukan, baik materiil maupun formil; dan
b) pernyataan bahwa BMN PKP2B telah terkena dampak dari terjadinya keadaan kahar (force majeure); dan
2. surat keterangan terjadinya keadaan kahar (force majeure) dari pihak atau instansi yang berwenang.
(2) Dalam hal Penghapusan BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f terdapat bongkaran yang masih memiliki nilai ekonomis, Kuasa Pengguna Barang mengusulkan Pemindahtanganan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XIV
PENATAUSAHAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 63
(1) Penatausahaan meliputi pembukuan, Inventarisasi, dan pelaporan.
(2) Penatausahaan menggunakan sistem aplikasi dan basis data (database) BMN PKP2B sebagai alat bantu pelaksanaan Penatausahaan.

Bagian Kedua
Subjek dan Objek Penatausahaan

Pasal 64Penatausahaan dilakukan oleh:
a. Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, untuk BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
b. Kuasa Pengguna Barang, untuk BMN PKP2B yang berada pada:
1. Pengguna Barang; dan
2. Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
c. Pengguna Barang, untuk BMN PKP2B yang berada pada:
1. Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian; dan
2. Pengguna Barang; atau
d. Pengelola Barang, untuk BMN PKP2B yang berada pada:
1. Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
2. Pengguna Barang; dan
3. Pengelola Barang.

Pasal 65
(1) Penatausahaan atas BMN PKP2B pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, dilakukan oleh unit di Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang membidangi Penatausahaan.
(2) Penatausahaan atas BMN PKP2B pada tingkat Kuasa Pengguna Barang dilakukan oleh UAKPB BUN TK.
(3) Penatausahaan atas BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang dilakukan oleh UAKPB BUN TK.
(4) Penatausahaan atas BMN PKP2B pada tingkat Pengguna Barang dilakukan oleh UAPB BUN TK.
(5) Penatausahaan atas BMN PKP2B yang berada pada Pengelola Barang dilakukan oleh UAKPB PL BUN TK.
(6) Penatausahaan atas BMN PKP2B pada tingkat Pengelola Barang dilakukan oleh UAPLB BUN TK.
(7) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi Penatausahaan, pelaksana Penatausahaan juga melakukan tugas dan fungsi akuntansi BMN PKP2B melalui sistem akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi khusus.
(8) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi Penatausahaan, pelaksana Penatausahaan juga melakukan tugas dan fungsi akuntansi BMN PKP2B secara elektronik dan/atau nonelektronik pada Kementerian Teknis.

Pasal 66

(1) UAKPB BUN TK secara fungsional dilakukan oleh unit yang membidangi akuntansi Penatausahaan BUN TK di Kuasa Pengguna Barang.
(2) UAPB BUN TK secara fungsional dilakukan oleh Unit Eselon I yang membidangi kesekretariatan dan Unit Eselon II yang membidangi BMN di Kementerian Teknis.
(3) UAPLB BUN TK secara fungsional dilakukan oleh Unit Eselon II dan Unit Eselon III yang membidangi Penatausahaan di Direktorat Jenderal.
(4) UAKPB PL BUN TK secara fungsional dilakukan oleh Unit Eselon II yang membidangi Penatausahaan di Direktorat Jenderal.

Bagian Ketiga
Pembukuan

Pasal 67
(1) Pelaksana Penatausahaan melaksanakan pembukuan dengan mendaftar dan mencatat BMN PKP2B ke dalam daftar BMN PKP2B menurut penggolongan dan kodefikasi BMN.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BMN PKP2B berupa Limbah Sisa Operasi yang berasal dari mesin, peralatan, dan bahan atau perlengkapan dilakukan pembukuan dengan mendaftar dan mencatat BMN PKP2B dengan satuan tonase tanpa penggolongan dan kodefikasi.
(3) Daftar BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. daftar rincian aset pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang disusun oleh Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
b. daftar BMN PKP2B pada tingkat Kuasa Pengguna Barang yang disusun oleh UAKPB BUN TK;
c. daftar BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang yang disusun oleh UAKPB BUN TK;
d. daftar BMN PKP2B pada tingkat Pengguna Barang yang disusun oleh UAPB BUN TK;
e. daftar BMN PKP2B yang berada pada Pengelola Barang yang disusun oleh UAKPB PL BUN TK; dan
f. daftar BMN PKP2B pada tingkat Pengelola Barang yang disusun oleh UAPLB BUN TK.

Pasal 68

(1) Pendaftaran dan pencatatan atas BMN PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) meliputi
kegiatan:
a. pengadaan;
b. penyerahan kepada Pemerintah;
c. Pemanfaatan;
d. pengamanan;
e. pemeliharaan;
f. Penilaian;
g. Pemindahtanganan;
h. Pemusnahan;
i. Penghapusan;
j. Inventarisasi; dan
k. Pemindahan Status Penggunaan
(2) Dalam hal terdapat perubahan data terkait dengan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perubahan data tersebut dilaporkan secara berjenjang dari Kontraktor/Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian atau Kuasa Pengguna Barang sesuai dengan periode pelaporan.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk memutakhirkan daftar BMN PKP2B pada pelaksana Penatausahaan.

Bagian Keempat
Inventarisasi

Pasal 69
(1) Pelaksanaan Inventarisasi dilaksanakan oleh:
a. Kuasa Pengguna Barang atas BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
b. Pengguna Barang atas BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang; atau
c. Pengelola Barang atas BMN PKP2B yang berada pada Pengelola Barang.
(2) Pelaksanaan Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun atau dalam kondisi tertentu.
(3) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk perpanjangan Perjanjian menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
(4) Dalam melaksanakan Inventarisasi atas BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Kuasa Pengguna Barang dapat meminta Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk melakukan kegiatan Inventarisasi secara mandiri yang dituangkan dalam berita acara dan dilengkapi dengan surat pernyataan tanggung jawab mutlak atas kebenaran hasil Inventarisasi secara mandiri.
(5) Tata cara Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

Bagian Kelima
Pelaporan

Pasal 70Pelaporan pengelolaan BMN PKP2B disajikan dalam:
a. Laporan BMN PKP2B; dan
b. Laporan Keuangan.
  
Pasal 71

(1) Laporan BMN PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf a menyajikan posisi BMN PKP2B pada awal dan akhir suatu periode pelaporan serta mutasi yang terjadi selama periode pelaporan tersebut.
(2) Laporan BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan daftar BMN PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3).
(3) Laporan BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan Catatan atas Laporan BMN PKP2B (CaLBMN).
(4) Ketentuan mengenai Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.
    
Pasal 72
(1) Kuasa Pengguna Barang menghimpun, memastikan kebenaran data, dan memastikan ketepatan waktu penyampaian laporan BMN PKP2B dari Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian.
(2) Kuasa Pengguna Barang menyusun:
a. Laporan BMN PKP2B Kuasa Pengguna Barang pada Pengguna Barang Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus (LBKPPB BUN TK) meliputi:
1. LBKPPB BUN TK Semester I; dan
2. LBKPPB BUN TK Tahunan; dan
b. Laporan BMN PKP2B Kuasa Pengguna Barang Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus (LBKP BUN TK) meliputi:
1. LBKP BUN TK Semester I; dan
2. LBKP BUN TK Tahunan.
(3) LBKPPB BUN TK Semester I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 1 dan LBKP BUN TK Semester I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 1 disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang kepada Pengguna Barang dengan tembusan kepada Pengelola Barang paling lambat tanggal 10 bulan Juli tahun berjalan.
(4) LBKPPB BUN TK Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 2 dan LBKP BUN TK Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang kepada Pengguna Barang dengan tembusan kepada Pengelola Barang paling lambat tanggal 25 bulan Januari tahun berikutnya.
(5) Laporan Semester I dan Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai bahan untuk menyusun Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus.
(6) Dalam hal terdapat perubahan data BMN PKP2B hasil pelaksanaan audit, Kuasa Pengguna Barang menyampaikan Laporan BMN PKP2B yang telah diaudit (audited).

Pasal 73
(1) Pengguna Barang menyusun Laporan BMN PKP2B Pengguna Barang Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus (LBP BUN TK) meliputi:
a. LBP BUN TK Semester I; dan
b. LBP BUN TK Tahunan.
(2) LBP BUN TK Semester I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang paling lambat tanggal 15 bulan Juli tahun berjalan.
(3) LBP BUN TK Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang paling lambat tanggal 10 bulan Februari tahun berikutnya.
(4) LBP BUN TK Semester I dan LBP BUN TK Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan untuk menyusun Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus.

Pasal 74

(1) Pengelola Barang menyusun:
a. Laporan BMN PKP2B Kuasa Pengguna Barang pada Pengelola Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus (LBKPPL BUN TK) meliputi:
1. LBKPPL BUN TK Semester I; dan
2. LBKPPL BUN TK Tahunan; dan
b. Laporan BMN PKP2B Pengelola Barang Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus (LBPLB BUN TK) meliputi:
1. LBPLB BUN TK Semester I (LBPLBS); dan
2. LBPLB BUN TK Tahunan (LBPLBT).
(2) LBKPPL BUN TK Semester I, LBKPPL BUN TK Tahunan, LBPLB BUN TK Semester I dan LBPLB BUN TK Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan untuk menyusun Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus.
  
BAB XV
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN

Bagian Kesatu
Pembinaan

Pasal 75
(1) Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan Kuasa Pengguna Barang melakukan pembinaan atas pengelolaan BMN PKP2B sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Pembinaan ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan BMN PKP2B.
   
Pasal 76

(1) Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan Kuasa Pengguna Barang bertanggung jawab melaksanakan pembinaan sesuai dengan batasan kewenangan masing-masing.
(2) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi, diseminasi, dan pelatihan.
(3) Pembinaan dilakukan secara periodik atau sewaktu-waktu.
(4) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikoordinasikan secara terencana.
 
Bagian Kedua
Pengawasan dan Pengendalian

Paragraf 1
Umum

Pasal 77
(1) Pengawasan dan pengendalian BMN PKP2B dilakukan oleh Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan Kuasa Pengguna Barang sesuai dengan batas kewenangan masing-masing.
(2) Ruang lingkup pengawasan dan pengendalian meliputi:
a. pengendalian risiko;
b. pemantauan; dan
c. penertiban.
     
Paragraf 2
Pengendalian Risiko

Pasal 78Dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) dilakukan pengendalian risiko sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai manajemen risiko.


Paragraf 3
Pemantauan

Pasal 79

(1) Pemantauan BMN PKP2B meliputi pemantauan atas pelaksanaan:
a. Penggunaan;
b. penyerahan kepada Pemerintah;
c. Pemanfaatan;
d. pengamanan;
e. pemeliharaan;
f. Pemindahtanganan;
g. Pemusnahan;
h. Penghapusan; dan
i. Penatausahaan, atas BMN PKP2B.
(2) Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang membuat rencana pemantauan tahunan yang paling sedikit memuat penilaian dan mitigasi risiko untuk pelaksanaan pengelolaan BMN PKP2B sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(3) Rencana pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dalam bentuk rencana pemantauan tahunan untuk periode pemantauan 1 (satu) tahun.
(4) Kuasa Pengguna Barang melakukan pemantauan berdasarkan rencana pemantauan tahunan meliputi pelaksanaan:
a. Penggunaan;
b. Pemanfaatan;
c. pengamanan;
d. pemeliharaan;
e. Pemindahtanganan;
f. Pemusnahan;
g. Penghapusan; dan
h. Penatausahaan,
atas BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang dan Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
(5) Pengguna Barang melakukan pemantauan berdasarkan rencana pemantauan tahunan meliputi pelaksanaan:
a. Penggunaan;
b. penyerahan kepada Pemerintah;
c. Pemanfaatan;
d. pengamanan;
e. Pemindahtanganan;
f. Pemusnahan;
g. Penghapusan; dan
h. Penatausahaan,
atas BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
(6) Pengelola Barang melakukan pemantauan berdasarkan:
a. rencana pemantauan tahunan atas pelaksanaan pengamanan BMN PKP2B; dan
b. rencana pemantauan sewaktu-waktu yang meliputi pelaksanaan penyerahan kepada Pemerintah, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, Penghapusan, dan Penatausahaan atas BMN PKP2B yang berada pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, Pengguna Barang, dan Pengelola Barang.
(7) Pemantauan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dilakukan dalam hal terdapat informasi/kondisi/kebijakan yang perlu tindak lanjut.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

Pasal 80Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1), meliputi:
a. pemantauan periodik oleh Kuasa Pengguna Barang;
b. pemantauan periodik oleh Pengguna Barang; dan
c. pemantauan periodik dan sewaktu-waktu oleh Pengelola Barang.
 
Pasal 81Pemantauan atas pengelolaan BMN PKP2B secara periodik untuk periode 1 (satu) tahun dilakukan oleh:
a. Kuasa Pengguna Barang;
b. Pengguna Barang; dan
c. Pengelola Barang.

Pasal 82

(1) Pemantauan periodik oleh Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf c dilaksanakan khusus untuk pemantauan dan pengamanan oleh Kepala Kantor Wilayah tempat BMN PKP2B berada.
(2) Pemantauan sewaktu-waktu oleh Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf c dilakukan oleh Direktur dan/atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal tempat BMN PKP2B berada.
     
Paragraf 4
Penertiban

Pasal 83
(1) Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang melakukan penertiban sebagai tindak lanjut dari:
a. hasil pemantauan, dalam hal diketahui adanya ketidaksesuaian antara pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan/atau Penatausahaan atas BMN PKP2B, dengan persetujuan pengelolaan yang telah diberikan atau ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
b. hasil audit atau reviu dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.
(2) Ketentuan mengenai penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

Paragraf 5
Tindak Lanjut Hasil Pemantauan dan Penertiban

Pasal 84
(1) Pengguna Barang dapat meminta Aparat Pengawasan Intern Pemerintah pada Kementerian Teknis untuk melakukan audit atau reviu atas tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban, dalam hal terdapat indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, pengamanan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan/atau Penatausahaan.
(2) Hasil audit atau reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pengguna Barang kepada Kuasa Pengguna Barang, untuk tindak lanjut yang menjadi kewenangan Kuasa Pengguna Barang.
(3) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pengelolaan BMN PKP2B, termasuk melakukan upaya hukum dalam hal dari hasil audit atau reviu terbukti terdapat penyimpangan yang melibatkan pihak ketiga.

Bagian Ketiga
Pejabat Pelaksana Pengawasan dan Pengendalian Pengelolaan
BMN PKP2B pada Pengelola Barang


Pasal 85Pengawasan dan pengendalian pengelolaan BMN PKP2B yang menjadi kewenangan Pengelola Barang dilaksanakan oleh Direktur atas nama Menteri Keuangan, kecuali terhadap pelaksanaan pemantauan pengamanan oleh Kepala Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1).


Bagian Keempat
Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian Pengelolaan BMN
PKP2B yang Menjadi Kewenangan Pengguna Barang


Pasal 86
(1) Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang dan Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dilakukan oleh Pengguna Barang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas BMN PKP2B yang berada pada Pengguna Barang dan Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri Teknis selaku Pengguna Barang.
(3) Pengaturan oleh Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah dilakukan pembahasan bersama antara Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan Kuasa Pengguna Barang.
   
BAB XVI
PENGELOLAAN LEBIH LANJUT BMN PKP2B PADA KEMENTERIAN TEKNIS

Pasal 87Menteri Teknis dapat mengatur lebih lanjut ketentuanvmengenai pedoman teknis pelaksanaan pengelolaan BMN PKP2B dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini.


BAB XVII
PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN

Pasal 88
(1) Setiap tindakan kelalaian, penyalahgunaan, dan/atau pelanggaran hukum atas pengelolaan BMN PKP2B yang dilakukan Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tindakan kelalaian, penyalahgunaan, dan/atau pelanggaran hukum atas pengelolaan BMN PKP2B yang mengakibatkan hilangnya BMN PKP2B oleh Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, menjadi tanggung jawab Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian bersangkutan.
(3) Penyelesaian hilangnya BMN PKP2B oleh Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mekanisme:
a. penggantian sebesar nilai perolehan yang disetor ke kas negara;
b. penggantian sebesar nilai taksiran dari Kuasa Pengguna Barang yang disetor ke kas negara; atau
c. penggantian BMN PKP2B dengan paling sedikit spesifikasi yang sama.
(4) Penentuan mekanisme penyelesaian hilangnya BMN PKP2B oleh Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Kuasa Pengguna Barang berdasarkan hasil reviu Aparat Pengawasan Intern Pemerintah pada kementerian teknis;
(5) Penentuan nilai taksiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dengan cara mengestimasi harga yang akan diterima atau dibayarkan dari Penjualan BMN PKP2B untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang akan melakukan transaksi wajar pada tanggal penaksiran.

BAB XVIII
ANGGARAN BIAYA PENGELOLAAN BMN PKP2B

Pasal 89
(1) Anggaran biaya pengelolaan BMN PKP2B yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dibebankan pada BA BUN pengelolaan transaksi khusus.
(2) Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran BA BUN menunjuk:
a. Direktorat Jenderal sebagai PPA BUN pengelolaan transaksi khusus.
b. Pejabat setingkat Eselon II yang membidangi Pengelolaan BMN PKP2B pada Direktorat Jenderal sebagai KPA BUN pengelolaan transaksi khusus untuk BMN PKP2B pada tingkat Pengelola Barang.
(3) Tata cara pengajuan penggunaan anggaran yang berasal dari BA BUN TK dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
(4) Penunjukan PPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan.
  
BAB XIX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 90
(1) Barang yang pengadaannya pada masa PKP2B belum diselesaikan oleh Kontraktor dan penyelesaiannya dilakukan pada masa IUPK oleh Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, tetap sebagai BMN PKP2B berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(2) Barang yang dibeli oleh Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian terhitung sejak diterbitkannya IUPK sampai dengan akhir tahun pajak atau tahun kalender berlakunya ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Perlakuan Perpajakan dan/atau PNBP di bidang usaha pertambangan Batubara ditetapkan sebagai BMN PKP2B berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(3) Barang yang dibeli oleh Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian setelah akhir tahun pajak atau tahun kalender berlakunya ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Perlakuan Perpajakan dan/atau PNBP di bidang usaha pertambangan Batubara bukan merupakan BMN PKP2B.
(4) Barang yang dibeli oleh Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang menjadi satu kesatuan unit pada BMN PKP2B yang digunakan oleh Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, ditetapkan sebagai BMN PKP2B pada Pengguna Barang pada saat masa berlaku IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian berakhir atau pada saat dibutuhkan oleh Pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(5) Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian melaporkan barang yang dibeli yang menjadi satu kesatuan unit pada BMN PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara berjenjang kepada Pengguna Barang pada setiap periode pelaporan.

BAB XX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 91Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. permohonan pengelolaan BMN PKP2B yang telah diajukan dan belum memperoleh persetujuan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, diproses sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini;
b. persetujuan/keputusan pengelolaan BMN PKP2B yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku dan proses penyelesaiannya dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.06/2021 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara; dan
c. Pemanfaatan, Pemindahtanganan, dan/atau Pemusnahan yang telah dilakukan pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.06/2021 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, dinyatakan tetap dapat dilaksanakan sampai dengan berakhirnya pelaksanaan Pemanfaatan, Pemindahtanganan, dan/atau Pemusnahan.
    
BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 92Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.06/2021 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1529), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.


Pasal 93Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.06/2021 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1529), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 94Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri ini ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.


Pasal 95Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 November 2025
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


PURBAYA YUDHI SADEWA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 November 2025
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,
 
DHAHANA PUTRA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR 949