Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.04/2015

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 228/PMK.04/2015

TENTANG

PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai;
  2. bahwa untuk menyempurnakan sistem pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor, mempercepat penyampaian pemberitahuan impor barang, dan untuk lebih memberikan kepastian hukum, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 10A ayat (9) dan Pasal 10B ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai; 

Mengingat :


Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612), sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);


MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI.


 


BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

 

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
  2. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  3. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
  4. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  5. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  6. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
  7. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
  8. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
  9. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas nama importir.
  10. Data Elektronik adalah informasi atau rangkaian informasi yang disusun dan/ atau dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim, disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan menggunakan komputer atau perangkat pengolah data elektronik, optikal, atau cara lain yang sejenis.
  11. Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disingkat PDE adalah alur informasi bisnis antar aplikasi dan organisasi secara elektronik, yang terintegrasi dengan menggunakan standar yang disepakati bersama, termasuk komunikasi atau penyampaian informasi melalui media berbasis laman internet (web-based).
  12. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, manifest, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
  13. Pemberitahuan Impor Barang yang selanjutnya disingkat PIB adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang impor yang diimpor untuk dipakai.
  14. Media Penyimpan Data Elektronik adalah disket atau Media Penyimpan Data Elektronik lainnya.
  15. Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  16. Tempat Lain Yang Diperlakukan Sama Dengan TPS adalah bangunan dan/ atau lapangan atau tempat yang disamakan dengan itu yang berada di luar Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  17. Sistem Komputer Pelayanan adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
  18. Operator Ekonomi adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pergerakan barang secara internasional dalam fungsi rantai pasokan global.
  19. Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) yang selanjutnya disebut AEO adalah Operator Ekonomi yang mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu.


BAB II
PEMBERITAHUAN PABEAN IMPOR DAN
PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN PABEAN IMPOR

Pasal 2

(1) Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain Yang Diperlakukan Sama Dengan TPS dengan tujuan diimpor untuk dipakai, diberitahukan dengan PIB.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
  1. barang pindahan;
  2. barang yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas;
  3. barang kiriman;
  4. barang yang mendapatkan pelayanan segera (rush handling); atau
  5. barang impor tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal, seperti bantuan bencana alam dalam kondisi tanggap darurat.
(3) PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat oleh importir berdasarkan Dokumen Pelengkap Pabean dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang harus dibayar.
(4) Dalam hal pengurusan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilakukan sendiri, importir dapat menguasakannya kepada PPJK.
(5) Ketentuan mengenai pengeluaran barang impor. yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.


Pasal 3

(1) PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), disampaikan oleh importir ke Kantor Pabean.
(2) Penyampaian PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
  1. untuk setiap pengimporan; atau
  2. secara berkala.
(3) Penyampaian PIB secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan atas Impor barang berupa tenaga listrik, barang cair, atau gas, yang pengangkutannya dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa.
(4) PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan dalam bentuk Data Elektronik atau tulisan di atas formulir.
(5) PIB dalam bentuk Data Elektronik disampaikan melalui sistem PDE kepabeanan atau menggunakan Media Penyimpan Data Elektronik.
(6) Penyampaian PIB dalam bentuk Data Elektronik melalui sistem PDE kepabeanan dilakukan dalam hal Kantor Pabean telah menerapkan sistem PDE kepabeanan.
(7) Dalam hal Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah terhubung dengan sistem Indonesia National Single Window (INSW), PIB disampaikan melalui Portal Indonesia National Single Window (INSW).
(8) Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan Kantor Pabean yang menerapkan sistem PDE kepabeanan.
(9) Direktur Jenderal menetapkan Kantor Pabean yang terhubung dengan portal Indonesia National Single Window (INSW).

 



BAB III
PENYAMPAIAN DOKUMEN PELENGKAP PABEAN

Pasal 4

(1) Importir harus menyampaikan Dokumen Pelengkap Pabean yang digunakan sebagai dasar pembuatan PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean, dalam hal:
  1. diperlukan pemeriksaan pabean berdasarkan manajemen risiko; atau
  2. PIB disampaikan dalam bentuk Data Elektronik menggunakan Media Penyimpan Data Elektronik atau dalam bentuk tulisan di atas formulir.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikecualikan bagi importir yang telah mendapatkan penetapan sebagai Mitra Utama Kepabeanan dan/atau pengakuan sebagai AEO.
(3) Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa cetakan (hard copy) atau Data Elektronik dari hasil pemindaian.
(4) Dokumen Pelengkap Pabean dalam bentuk Data Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean secara elektronik melalui Portal Pengguna Jasa atau Portal Indonesia National Single Window (INSW).
(5) Dalam hal Dokumen Pelengkap Pabean disampaikan dalam bentuk Data Elektronik, importir tidak perlu menyampaikan Dokumen Pelengkap Pabean dalam bentuk cetakan (hard copy).
(6) Dalam hal Dokumen Pelengkap Pabean berupa Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin), penyampaian bentuk cetakan (hard copy) tetap diberlakukan sesuai peraturan perundang-undangan mengenai perjanjian atau kesepakatan internasional.


Pasal 5

(1) Penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), dilakukan paling lambat pukul 12.00 pada:
a. hari berikutnya, untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan untuk memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu; atau
b. hari kerja berikutnya, untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan untuk memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu,
terhitung sejak PIB mendapatkan nomor pendaftaran.
(2) Apabila batas waktu penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, penyampaian pemberitahuan PIB berikutnya oleh:
a. importir; atau
b. importir dan PPJK, dalam hal importir menguasakan kepada PPJK,
tidak dilayani sampa Dokumen Pelengkap Pabean disampaikan.
(3) Data Elektronik yang disampaikan oleh importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan.
(4) Importir wajib menyimpan Data Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan.

 


BAB IV
TANGGUNG JAWAB PEMBAYARAN BEA MASUK, CUKAI,
DAN/ATAU PAJAK DALAM RANGKA IMPOR

Pasal 6

(1) Importir bertanggung jawab atas bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang sejak tanggal pendaftaran PIB.
(2) Dalam hal importir tidak ditemukan, PPJK yang mendapat kuasa pengurusan PIB, bertanggung jawab terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 7

(1) Barang impor hanya dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk dipakai dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain yang Diperlakukan Sama Dengan TPS, setelah importir membayar bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor.
(2) Dalam hal barang impor merupakan barang kena cukai, selain membayar bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), importir wajib melunasi cukai dengan cara:
  1. pembayaran cukai;
  2. pelekatan pita cukai; atau
  3. pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk:
  1. barang yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor; atau
  2. barang yang mendapatkan penundaan pembayaran bea masuk karena menunggu keputusan pembebasan atau keringanan.
(4) Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain yang Diperlakukan Sama Dengan TPS setelah importir menyerahkan jaminan sebesar:
a. bea masuk;
b. bea masuk dan pajak dalam rangka impor;
c. bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor,
yang seharusnya dibayar atau dilunasi.


Pasal 8

(1) Pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor dapat dilakukan dengan cara:
  1. pembayaran tunai; atau
  2. pembayaran berkala.
(2) Pembayaran tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan paling lama pada tanggal pendaftaran PIB.
(3) Pembayaran berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan atas:
  1. Impor barang berupa tenaga listrik, barang cair, atau gas, yang pengangkutannya dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa; atau
  2. Impor barang yang dilakukan oleh importir produsen yang telah mendapatkan penetapan sebagai Mitra Utama Kepabeanan dan/atau pengakuan sebagai AEO.


BAB V
PROSEDUR PENGELUARAN BARANG

Pasal 9

(1) Barang impor harus dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain Yang Diperlakukan Sama Dengan TPS, setelah diberikan persetujuan pengeluaran barang oleh Pejabat Bea dan Cukai atau Sistem Komputer Pelayanan.
(2) Dalam hal barang yang telah mendapatkan persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikeluarkan dari TPS di pelabuhan atau bandar udara, Kepala Kantor Pabean menyampaikan daftar barang yang tidak dikeluarkan kepada penyelenggara pelabuhan atau bandar udara.
(3) Sebelum diberikan persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan pabean secara selektif, dengan mempertimbangkan manajemen risiko.
(4) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa penelitian dokumen dan/atau pemeriksaan fisik barang.


Pasal 10

(1) Barang impor yang dilarang atau dibatasi hanya dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain Yang Diperlakukan Sama Dengan TPS, setelah importir memenuhi persyaratan yang diatur oleh instansi terkait.
(2) Importir bertanggung jawab atas pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan impor yang diatur oleh instansi terkait.
(3) Dalam hal barang yang diimpor merupakan barang yang dilarang atau dibatasi, importir harus memberitahukan barang impor sebagai barang larangan dan/atau pembatasan dan status pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasannya dalam PIB.
(4) Penelitian pemenuhan persyaratan yang diatur oleh instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan manajemen risiko berdasarkan PIB yang disampaikan oleh importir.
(5) Penelitian pemenuhan persyaratan larangan atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
  1. Sistem Komputer Pelayanan; dan/atau
  2. Pejabat Bea dan Cukai yang menangani penelitian barang larangan dan/atau pembatasan.


BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 11

(1) Dalam hal sistem PDE kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6) dinyatakan tidak dapat beroperasi oleh Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk, penyampaian PIB dapat dilakukan dengan Media Penyimpan Data Elektronik.
(2) Dalam hal Sistem Komputer Pelayanan pada Kantor Pabean tidak dapat beroperasi dalam jangka waktu paling singkat 1 (satu) jam, penyampaian PIB dilakukan dalam bentuk tulisan di atas formulir.
(3) Dalam hal portal pengguna jasa atau portal Indonesia National Single Window (INSW) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) tidak dapat beroperasi, penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean dilakukan dalam bentuk cetakan (hard copy).


BAB VII

PENUTUP

Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai:

a. tata cara penyampaian PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
b. tata cara penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean dalam bentuk Data Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (1);
c. tata cara pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
d. tata cara pemberian persetujuan pengeluaran barang oleh Pejabat Bea dan Cukai atau Sistem Komputer Pelayanan dan pemeriksaan pabean secara selektif dengan mempertimbangkan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; dan
e. tata cara penelitian pemenuhan persyaratan yang diatur oleh instansi terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4),

diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.



Pasal 13

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai; dan
2. Ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.04/2014 tentang Penggunaan Dokumen Pelengkap Pabean Dalam Bentuk Data Elektronik,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 14

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Desember 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG P. S. BRODJONEGORO


Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 17 Desember 2015

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


WIDODO EKATJAHJANA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1898