Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.04/2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 203/PMK.04/2021

TENTANG

TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR
BERDASARKAN PERSETUJUAN PREFERENSI PERDAGANGAN
ANTAR NEGARA-NEGARA ANGGOTA D-8

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa untuk memajukan perekonomian nasional melalui kerja sama perdagangan internasional, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2011 tentang Pengesahan Preferential Trade Agreement Among D-8 Member States (Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8);
  2. bahwa untuk melaksanakan kerja sama perdagangan internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk memberikan kepastian hukum dalam memberikan pelayanan kegiatan kepabeanan atas impor barang yang berasal dari Negara-Negara Anggota D-8, perlu mengatur tata cara pengenaan tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8; 
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8;

Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2011 tentang Pengesahan Preferential Trade Agreement Among D-8 Member States (Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 85);
  5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR BERDASARKAN PERSETUJUAN PREFERENSI PERDAGANGAN ANTAR NEGARA-NEGARA ANGGOTA D-8.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
  2. Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
  3. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
  4. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
  5. Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  6. Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
  7. Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
  8. Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
    1. penyelenggara kawasan berikat;
    2. penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
    3. pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
    4. penyelenggara gudang berikat;
    5. penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
    6. pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
  9. Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
    1. penyelenggara PLB;
    2. penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
    3. pengusaha di PLB merangkap penyelenggara di PLB.
  10. Badan Usaha/ Pelaku Usaha KEK adalah:
    1. Badan Usaha KEK;
    2. Pelaku Usaha di KEK; atau
    3. Badan Usaha KEK sekaligus Pelaku Usaha di KEK.
  11. Developing Eight yang selanjutnya disingkat D-8 adalah perhimpunan beberapa negara yang didirikan berdasarkan Deklarasi Istanbul pada tanggal 15 Juni 1997 yang terdiri dari Bangladesh, Indonesia, Iran, Malaysia, Mesir, Nigeria, Pakistan, dan Turki.
  12. Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8.
  13. PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ-01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
  14. Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.
  15. Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
  16. Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait.
  17. Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
  18. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
  19. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
  20. Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 untuk menentukan negara asal barang.
  21. Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8.
  22. Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8.
  23. Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8.
  24. Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari selain Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8.
  25. Barang Non-Originating adalah barang yang berasal dari selain Negara Anggota atau barang yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8.
  26. Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor yang diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form D-8 atas barang yang akan diekspor.
  27. Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 yang selanjutnya disebut SKA Form D-8 adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
  28. Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form D-8 yang berisi ketentuan mengenai pengisian SKA Form D-8.
  29. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/ airway bill, manifest dan dokumen lain yang dipersyaratkan.
  30. Surat Keterangan Asal Elektronik Form D yang selanjutnya disebut e-Form D adalah SKA Form D yang disusun sesuai dengan e-ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline, dan dikirim secara elektronik antar Negara Anggota.
  31. Invoice dari Negara Ketiga yang selanjutnya disebut Third Country Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (selain Negara Anggota).
  32. Surat Keterangan Asal Back-to-Back yang selanjutnya disebut SKA Back-to-Back adalah SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor kedua atau berikutnya berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor sebelumnya.
  33. Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
  34. Permintaan Verifikasi adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form D-8.
  35. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
  36. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  37. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

BAB II
TARIF PREFERENSI DAN KETENTUAN ASAL BARANG
(.RULES OF ORIGIN)

Bagian Kesatu
Tarif Preferensi

Pasal 2

(1) Barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi yang besarannya dapat berbeda dari tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN).
(2) Besaran tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8.
(3) Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap:
a. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
b. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa pemberitahuan impor barang dari TPB, yang pada saat pemasukan barang ke TPB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi;
c. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa pemberitahuan impor barang dari PLB, yang pada saat pemasukan barang ke PLB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi;
d. pengeluaran barang hasil produksi dari Kawasan Bebas ke TLDDP, sepanjang:
  1. bahan baku dan/atau bahan penolong berasal dari luar Daerah Pabean;
  2. pada saat pemasukan bahan baku dan/atau bahan penolong ke Kawasan Bebas telah mendapat persetujuan penggunaan Tarif Preferensi; dan
  3. dilakukan oleh pengusaha di Kawasan Bebas yang telah memenuhi persyaratan sebagai pengusaha yang dapat menggunakan Tarif Preferensi; atau
e. pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP, yang pada saat pemasukan barang ke KEK telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi.
(4) Pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d angka 3, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan;
  2. melakukan pemasukan bahan baku dan/atau bahan penolong, dan sekaligus melakukan pengeluaran barang hasil produksi ke TLDDP;
  3. memiliki dan menerapkan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) yang dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara online dan realtime dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi;
  4. memiliki akses kepabeanan; dan
  5. menyampaikan konversi bahan baku menjadi barang hasil produksi dan blueprint proses produksi yang telah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi, pada saat barang akan dikeluarkan ke TLDDP.


Pasal 3

(1) Ketentuan Asal Barang terdiri dari:
  1. kriteria asal barang (origin criteria);
  2. kriteria pengiriman (consignment criteria); dan
  3. ketentuan prosedural (procedural provisions).
(2) Rincian lebih lanjut mengenai Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Bagian Kedua
Kriteria Asal Barang
(Origin Criteria)

Pasal 4

(1) Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, meliputi:
  1. barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (wholly obtained atau produced); atau
  2. barang yang tidak seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (not wholly obtained atau produced).
(2) Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating dengan hasil akhir memiliki kandungan nilai lokal atau regional (Local Value Content or Regional Value Content / LVC or RVC) yang mencapai nilai persentase paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari nilai Ex-Work (EXW).
(3) Barang Originating dari Negara Anggota yang telah memenuhi kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi barang jadi di Negara Anggota lain, dianggap sebagai Bahan Originating Negara Anggota tempat dilakukan proses produksi.


Bagian Ketiga
Kriteria Pengiriman
(Consignment Criteria)

Pasal 5

(1) Kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b meliputi:
  1. barang impor yang dikirim langsung dari Negara Anggota yang menerbitkan SKA Form D-8 ke dalam Daerah Pabean;
  2. barang impor yang dikirim melalui Negara Anggota selain Negara Anggota pengekspor dan Negara Anggota pengimpor; atau
  3. barang impor yang dikirim melalui negara selain Negara Anggota.
(2) Barang impor dapat dikirim melalui 1 (satu) atau lebih Negara Anggota selain Negara Anggota pengekspor dan Negara Anggota pengimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau melalui negara selain Negara Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, untuk tujuan transit dan/atau transhipment atau penimbunan sementara, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. hanya ditujukan untuk alasan geografis atau pertimbangan khusus terkait persyaratan pengangkutan;
  2. tidak diperdagangkan atau dikonsumsi di negara tujuan transit dan/atau transhipment atau penimbunan sementara; dan
  3. tidak mengalami proses lanjutan selain bongkar, muat, dan tindakan lain yang diperlukan untuk menjaga agar barang tetap dalam kondisi baik.


Pasal 6

Dalam hal pengiriman barang impor dilakukan melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota untuk tujuan transit dan/atau transhipment atau penimbunan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), apabila dimintakan pembuktiannya, Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, harus menyerahkan dokumen berupa:

  1. through bill of lading atau dokumen pengangkutan lainnya yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor yang menunjukkan keseluruhan rute perjalanan dari Negara Anggota pengekspor, termasuk kegiatan transit dan/atau transhipment, sampai ke Daerah Pabean;
  2. dokumen atau informasi lainnya yang diberikan oleh otoritas kepabeanan dari negara selain Negara Anggota atau entitas relevan lainnya; atau
  3. dokumen pendukung yang membuktikan pemenuhan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2),

kepada Pejabat Bea dan Cukai.



Bagian Keempat
Ketentuan Prosedural
(Procedural Provisions)

Pasal 7

(1) Ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c terkait dengan penerbitan SKA Form D-8, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. diterbitkan dalam bahasa Inggris;
  2. menggunakan bentuk dan format SKA Form D-8 sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran huruf A angka V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
  3. memuat nomor referensi SKA Form D-8;
  4. memuat tanda tangan pejabat yang berwenang, dan stempel resmi dari Instansi Penerbit SKA secara manual atau elektronik;
  5. memuat nama, alamat lengkap dan negara eksportir atau produsen;
  6. memuat nama, alamat lengkap dan negara importir atau consignee;
  7. memuat nama Negara Anggota atas Barang Originating;
  8. dicantumkan kriteria asal barang (origin criteria) untuk setiap uraian barang, dalam hal SKA Form D-8 mencantumkan lebih dari 1 (satu) uraian barang;
  9. dalam hal SKA Form D-8 lebih dari 1 (satu) lembar, dapat digunakan SKA Form D-8 atau lembar lanjutan yang ditandatangani dan distempel oleh Instansi Penerbit SKA, serta dicantumkan nomor referensi SKA Form D-8;
  10. memuat informasi terkait sarana pengangkut dari Negara Anggota pengekspor;
  11. mencantumkan informasi kumulasi dengan Negara Anggota lainnya atau tidak;
  12. diterbitkan sebelum, pada saat, atau sampai dengan paling lambat 3 (tiga) hari setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi;
  13. memuat informasi terkait nomor barang, kode HS, uraian barang, tanda dan nomor dari setiap barang;
  14. memuat informasi terkait berat kotor dalam kilogram atau ukuran lainnya (liter, m3, dan sebagainya);
  15. memuat nomor dan tanggal invoice;
  16. ditandatangani oleh pemohon (eksportir atau produsen); dan
  17. SKA Form D-8 berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerbitan.
(2) Instansi Penerbit SKA dapat menerbitkan SKA Form D-8 lebih dari 3 (tiga) hari setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi, namun tidak melebihi jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi dengan ketentuan memberikan tanda/tulisan/cap “ISSUED RETROSPECTIVELY" pada kolom 6 SKA Form D-8;
(3) Dalam hal SKA Form D-8 hilang atau rusak, dapat digunakan SKA Form D-8 pengganti, dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. diterbitkan sesuai dengan ketentuan mengenai penerbitan SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2);
  2. diberikan tanda/tulisan/cap “DUPLICATE” pada kolom 6 SKA Form D-8 pengganti;
  3. diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerbitan SKA Form D-8 yang hilang atau rusak; dan
  4. dicantumkan tanggal penerbitan SKA Form D-8 yang hilang atau rusak.
(4) Dalam hal terdapat kesalahan pada saat pengisian SKA Form D-8, koreksi atas pengisian dilakukan sebelum pengajuan pemberitahuan pabean impor dengan cara:
a. menerbitkan SKA Form D-8 baru dengan memenuhi ketentuan prosedural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3); atau
b. melakukan perbaikan, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. mencoret (striking out) data yang salah;
  2. menambahkan data yang benar; dan
  3. menandasahkan dengan membubuhkan tanda tangan/paraf pejabat yang berwenang dari Instansi Penerbit SKA pada bagian yang dilakukan perbaikan.

 

(5) Dalam hal pada bill of lading, airway bill, atau dokumen pengangkutan darat terdapat tanggal penerbitan dan tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut, Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi ditentukan pada saat tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut.

 

Pasal 8

(1) Terhadap Barang Originating suatu Negara Anggota dan masih berada dalam pengawasan otoritas kepabeanan Negara Anggota lainnya dapat diterbitkan satu atau lebih SKA Back-to-Back oleh Instansi Penerbit SKA di Negara Anggota lainnya tersebut.
(2) Negara Anggota pengekspor kedua atau berikutnya dapat menerbitkan SKA Back-to-Back berdasarkan SKA Form D-8 yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor sebelumnya.
(3) SKA Back-to-Back sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. memenuhi ketentuan penerbitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
  2. berisi informasi yang sama dengan SKA Form D-8 yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor sebelumnya, kecuali jumlah barang;
  3. total jumlah barang yang tercantum pada SKA Back-to-Back tidak boleh melebihi jumlah barang yang tercantum pada SKA Form D-8 yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor sebelumnya;
  4. masa berlaku SKA Back-to-Back tidak boleh melebihi masa berlaku SKA Form D-8 yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor pertama;
  5. nama eksportir yang tercantum dalam SKA Back-to-Back harus sama dengan nama Importir yang tercantum dalam SKA Form D-8 yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor sebelumnya; dan
  6. dalam hal SKA Back-to-Back diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor kedua dan seterusnya, nama eksportir yang tercantum dalam SKA Back-to-Back harus sama dengan nama Importir yang tercantum dalam SKA Form D-8 yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor sebelumnya.
(4) Dalam hal SKA Back-to-Back diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA di Negara Anggota pengekspor kedua dan berikutnya, Negara Anggota pengekspor pertama asal barang harus dicantumkan pada kolom 3 SKA Form D-8.
(5) Dalam hal informasi pada SKA Back-to-Back diragukan atau tidak lengkap, Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, untuk menyerahkan copy atau pindaian SKA Form D-8 yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor sebelumnya atau Negara Anggota pengekspor pertama.


Pasal 9

(1) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Importir wajib:
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form D-8;
  2. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara benar; dan
  3. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form D-8 pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara benar.
(2) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam kategori jalur kuning atau jalur merah, penyerahan lembar asli SKA Form D-8 ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form D-8 wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat pada pukul 12.00 pada hari berikutnya; atau
  2. untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form D-8 wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat pada pukul 12.00 pada hari kerja berikutnya,
terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Pemberitahuan Jalur Kuning (SPJK) atau Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).
(3) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam kategori jalur hijau, penyerahan lembar asli SKA Form D-8 ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form D-8 wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 3 (tiga) hari; atau
  2. untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form D-8 wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 3 (tiga) hari kerja,
terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
(4) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO), lembar asli SKA Form D-8 wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
(5) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha TPB wajib:
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form D-8 kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi TPB, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. menyerahkan lembar asli SKA Form D-8 kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi TPB, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Penyelenggara/Pengusaha TPB telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO);
  3. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB secara benar; dan
  4. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form D-8 pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB secara benar.
(6) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha PLB wajib:
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form D-8 kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi PLB, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. menyerahkan lembar asli SKA Form D-8 kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi PLB, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Penyelenggara/Pengusaha PLB telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO);
  3. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB secara benar; dan
  4. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form D-8 pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB secara benar.
(7) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3 wajib:
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form D-8 dan hasil cetak PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian dokumen, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 pada PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean secara benar; dan
  3. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form D-8 pada PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean secara benar.
(8) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK wajib: 
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form D-8 kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak PPKEK pemasukan dari luar daerah pabean ke KEK mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. menyerahkan lembar asli SKA Form D-8 kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak PPKEK pemasukan dari luar daerah pabean ke KEK mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO);
  3. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 pada pemberitahuan pabean pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK secara benar; dan
  4. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form D-8 pada pemberitahuan pabean pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK secara benar.
(9) Tata cara penyerahan Dokumen Pelengkap Pabean oleh Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(10) Dalam hal penyerahan dokumen secara elektronik telah tersedia dalam SKP, Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat diserahkan secara elektronik.
(11) Lembar asli SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (9) meliputi:
  1. lembar asli dari SKA Form D-8 atas barang yang diimpor;
  2. lembar asli SKA Form D-8 ISSUED RETROSPECTIVELY, dalam hal SKA Form D-8 diterbitkan lebih dari 3 (tiga) hari setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi;
  3. lembar asli SKA Form D-8 pengganti (DUPLICATE), dalam hal SKA Form D-8 asli hilang atau rusak; atau
  4. lembar asli SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c, yang telah dikoreksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5).
(12) SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (9) harus masih berlaku pada saat:
  1. Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
  2. pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB;
  3. pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB;
  4. PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean; atau
  5. PPKEK pemasukan dari luar Daerah Pabean,
mendapatkan nomor pendaftaran dari Kantor Pabean.


Pasal 10

(1) SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat disampaikan secara elektronik oleh Instansi Penerbit SKA kepada Kantor Pabean sesuai dengan:
  1. mekanisme e-Form D sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau
  2. hasil kesepakatan antar Negara Anggota.
(2) Dalam hal SKA Form D-8 disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemenuhan kewajiban penyerahan lembar asli SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dikecualikan untuk Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK.
(3) Tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan SKA Form D-8 yang disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan:
  1. tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan e-Form D sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau
  2. tata cara importasi dan penelitian berdasarkan hasil kesepakatan Negara Anggota.


BAB III
PENELITIAN DAN PENGENAAN TARIF PREFERENSI

Bagian Kesatu
Penelitian SKA Form D-8

Pasal 11

Untuk dapat diberikan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, barang yang diimpor harus memenuhi Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.



Pasal 12

(1) Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap SKA Form D-8 dalam rangka pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Pejabat Bea dan Cukai dapat menyampaikan permintaan informasi kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(3) Penelitian terhadap SKA Form D-8 dalam rangka pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dapat juga dilakukan melalui mekanisme Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


Pasal 13

(1) Penelitian terhadap SKA Form D-8 untuk pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, meliputi:
  1. pemenuhan kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
  2. pemenuhan kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6;
  3. pemenuhan ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 10;
  4. jenis, jumlah, dan klasifikasi barang yang mendapatkan Tarif Preferensi;
  5. besaran tarif bea masuk yang diberitahukan berdasarkan Tarif Preferensi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8;
  6. kesesuaian antara data pada pemberitahuan pabean impor dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean dengan data pada SKA Form D-8; dan
  7. kesesuaian antara fisik barang dengan uraian barang yang diberitahukan pada pemberitahuan pabean impor, dan/atau SKA Form D-8, dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean, dalam hal barang impor dilakukan pemeriksaan fisik.
(2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c menunjukkan barang impor tidak memenuhi satu atau lebih Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), SKA Form D-8 ditolak dan atas barang impor dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN).
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sampai huruf g menunjukkan:
a. total jumlah barang yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor lebih besar dari jumlah barang yang tercantum dalam SKA Form D-8, atas kelebihan jumlah barang tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/ MFN);
b. Tarif Preferensi yang diberitahukan berbeda dengan yang seharusnya dikenakan, Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif bea masuk atas barang impor sesuai dengan tarif bea masuk yang tercantum dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8;
c. spesifikasi barang yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor berbeda dengan spesifikasi barang yang tercantum dalam SKA Form D-8, atas barang impor yang berbeda tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN);
d. ketidaksesuaian antara fisik barang dengan uraian barang yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor, SKA Form D-8, dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean, atas barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN); atau
e. klasifikasi barang yang tercantum dalam SKA Form D-8 berbeda dengan klasifikasi barang yang ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. klasifikasi barang yang digunakan sebagai dasar pengenaan Tarif Preferensi adalah hasil penetapan Pejabat Bea dan Cukai; dan
  2. Tarif Preferensi tetap dapat diberikan terhadap barang impor yang telah memenuhi Ketentuan Asal Barang, sepanjang klasifikasi barang yang ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai tercantum dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8.
(4) SKA Form D-8 diragukan keabsahan dan kebenaran isinya, apabila berdasarkan hasil penelitian terdapat:
  1. keraguan berkaitan dengan pemenuhan kriteria asal barang (origin criteria);
  2. keraguan berkaitan dengan pemenuhan kriteria pengiriman (consignment criteria);
  3. ketidaksesuaian antara tanda tangan pejabat yang menandatangani SKA Form D-8 dan/atau stempel antara SKA Form D-8 dengan spesimen yang menimbulkan keraguan;
  4. ketidaksesuaian informasi lainnya antara SKA Form D-8 dengan Dokumen Pelengkap Pabean;
  5. keraguan berkaitan dengan pemenuhan ketentuan prosedural (procedural provision) lainnya; dan/atau
  6. ketidaksesuaian lainnya antara SKA Form D-8 dengan informasi relevan lainnya.
(5) Dalam hal SKA Form D-8 terdiri dari beberapa jenis barang, penolakan terhadap salah satu jenis barang tidak membatalkan pengenaan Tarif Preferensi atas jenis barang lain yang memenuhi Ketentuan Asal Barang.


Pasal 14

(1) SKA Form D-8 tetap sah dalam hal terdapat perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies).
(2) Perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. kesalahan pengetikan dan/atau ejaan pada SKA Form D-8, sepanjang dapat diketahui kebenarannya melalui Dokumen Pelengkap Pabean;
  2. perbedaan penggunaan centang atau silang (baik manual ataupun tercetak) pada kotak dalam SKA Form D-8, serta perbedaan ukuran centang atau silang tersebut;
  3. perbedaan kecil antara tanda tangan pada SKA Form D-8 dan/atau stempel SKA Form D-8 dengan spesimen yang dimiliki;
  4. perbedaan satuan pengukuran (antara lain satuan berat atau satuan panjang) pada SKA Form D-8 dengan Dokumen Pelengkap Pabean;
  5. perbedaan kecil pada warna tinta yang digunakan dalam pengisian SKA Form D-8; dan/atau
  6. kesalahan kecil pada penulisan uraian barang antara SKA Form D-8 dengan Dokumen Pelengkap Pabean, sepanjang dapat dibuktikan bahwa barang tersebut merupakan barang yang sama.


Pasal 15

(1) Dalam hal SKA Form D-8 ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan:
  1. Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang Audit Kepabeanan dan Penelitian Ulang;
  2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai;
  4. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
  5. Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, menyampaikan pemberitahuan penolakan SKA Form D-8 kepada Instansi Penerbit SKA.
(2) Pemberitahuan penolakan SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis kepada Instansi Penerbit SKA disertai dengan copy atau pindaian SKA Form. D-8 yang memuat pernyataan bahwa Tarif Preferensi tidak dapat diberikan serta alasan penolakan, dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
(3) Penyampaian pemberitahuan penolakan SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dikirimkan secara elektronik kepada titik kontak (contact point) Instansi Penerbit SKA.


Bagian Kedua
Verifikasi

Pasal 16

(1) Terhadap SKA Form D-8 yang diragukan keabsahan dan kebenaran isinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) dilakukan Permintaan Verifikasi SKA Form D-8 kepada Instansi Penerbit SKA.
(2) Permintaan Verifikasi selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan berdasarkan manajemen risiko.
(3) Atas barang impor yang dilakukan permintaan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN).
(4) Permintaan Verifikasi SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilampiri dengan copy atau pindaian SKA Form D-8, dengan menyebutkan alasan keraguan yang disertai dengan:
  1. permintaan penjelasan keabsahan dan kebenaran isi SKA Form D-8; dan/atau
  2. permintaan informasi, catatan, bukti dan/atau data pendukung terkait.
(5) Permintaan Verifikasi SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh:
  1. Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang Audit Kepabeanan dan Penelitian Ulang;
  2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai;
  4. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
  5. Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk untuk menyampaikan Permintaan Verifikasi SKA Form D-8.
(6) Permintaan Verifikasi dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali jika jawaban tidak disertai dengan bukti pendukung atau jawaban tidak memberikan keyakinan yang cukup bagi Pejabat Bea dan Cukai, dengan memperhatikan jangka waktu yang telah disepakati sesuai dengan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8.
(7) SKA Form D-8 ditolak dan Tarif Preferensinya tidak diberikan jika jawaban atas Permintaan Verifikasi SKA Form D-8:
  1. tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) bulan sejak tanggal Permintaan Verifikasi SKA Form D-8;
  2. tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang;
  3. tidak mencukupi untuk membuktikan keabsahan SKA Form D-8; dan/atau
  4. tidak sesuai dengan substansi yang ditanyakan dalam Permintaan Verifikasi SKA Form D-8.
(8) Contoh format Permohonan Verifikasi SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A angka VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 17

(1) Pihak yang terlibat dalam proses Permintaan Verifikasi SKA Form D-8 harus menjaga kerahasiaan informasi.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diungkapkan oleh instansi yang berwenang melakukan penelitian dan penindakan terkait Ketentuan Asal Barang.


Pasal 18

(1) Dalam hal jawaban Permintaan Verifikasi, SKA Form D-8 diduga palsu atau dipalsukan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(2) Terhadap Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, atau pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK yang menggunakan SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemutakhiran profil dan koordinasi dengan Negara Anggota penerbit SKA Form D-8 terkait dengan penyelesaian hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti yang cukup adanya dugaan, pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 19

Dalam hal hasil koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) menyatakan bahwa eksportir terlibat dalam pemalsuan SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), terhadap importasi yang berasal dari eksportir yang bersangkutan tidak diberikan Tarif Preferensi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak eksportir dinyatakan terlibat oleh Negara Anggota penerbit SKA Form D-8.



BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 20

(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemanfaatan SKA Form D-8 di wilayah kerja masing-masing secara periodik.
(2) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai menyampaikan hasil monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kerja sama kepabeanan internasional sebagai bahan evaluasi kebijakan pemanfaatan SKA Form D-8.


BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 21

(1) Barang impor yang berasal dari Negara Anggota dengan nilai Free-on-Board (FOB) tidak melebihi US$200.00 (dua ratus United States Dollar), dapat dikenakan Tarif Preferensi tanpa harus melampirkan SKA Form D-8.
(2) Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan, sepanjang importasi tersebut:
  1. bukan merupakan bagian dari 1 (satu) atau lebih importasi lainnya yang bertujuan untuk menghindari kewajiban penyerahan SKA Form D-8; dan
  2. dibuktikan dengan pernyataan dari eksportir yang menerangkan barang merupakan Barang Originating dari Negara Anggota pengekspor.
(3) Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya diberikan terhadap barang impor yang menggunakan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

Pasal 22

(1) Tarif Preferensi dapat diberikan atas Barang Originating tertentu dari Negara Anggota, yang diimpor dalam keadaan belum dirakit, terbongkar atau terurai, dan dikirimkan secara bertahap yang disebabkan tidak dapat dilakukan dalam satu kali pengiriman dengan pertimbangan transportasi (Importation by Instalments).
(2) Barang Originating tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlakukan sebagai 1 (satu) jenis barang untuk menentukan kriteria asal barang (origin criteria), dengan memperhatikan Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUMHS) butir 2 (a), dan termasuk dalam struktur klasifikasi Harmonized System (HS) Bagian XVI dan XVII atau pos 73.08 dan 94.06 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor.
(3) Tarif preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai sebelum penyampaian pemberitahuan pabean impor pertama.
(4) Untuk mendapatkan tarif preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK menyampaikan permohonan kepada Pejabat Bea dan Cukai.
(5) Pejabat Bea dan Cukai memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima secara lengkap.
(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak, Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan.
(7) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, terhadap Barang Originating tersebut dapat menggunakan 1 (satu) SKA Form D-8 yang sama untuk keseluruhan pengiriman yang dilaksanakan secara bertahap tersebut.
(8) Penyerahan SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan bersamaan dengan pemberitahuan pabean impor yang pertama kali disampaikan kepada Kantor Pabean tempat pemasukan.
(9) Penyampaian pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud ayat (8) dilakukan dengan mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form D-8 dalam setiap pemberitahuan pabean impor yang diajukan dalam setiap pengiriman.
(10) Pemasukan barang impor dalam keadaan belum dirakit, terbongkar atau terurai, dan dikirimkan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat persetujuan.
(11) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya jangka waktu persetujuan pemasukan barang impor dalam keadaan belum dirakit, terbongkar atau terurai, dan dikirimkan secara bertahap, berdasarkan permohonan oleh Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK.
(12) Tata cara permohonan dan penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi atas Barang Originating tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (7) tercantum dalam Lampiran huruf A angka IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 23

(1) Tarif Preferensi dapat diberikan atas barang yang dikirimkan oleh Negara Anggota pengekspor untuk tujuan pameran di Negara Anggota lainnya dan terjual pada saat atau setelah pameran.
(2) Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan pada saat penyerahan pemberitahuan pabean impor untuk dipakai dengan ketentuan barang impor tujuan pameran:
  1. telah dikirimkan ke Negara Anggota lainnya tempat pameran dilaksanakan;
  2. telah dipamerkan di Negara Anggota sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  3. telah terjual atau dipindahtangankan kepada importir di Negara Anggota pengimpor;
  4. dikirim pada saat atau segera setelah pameran diselenggarakan;
  5. dipamerkan dalam pameran dagang, pertanian atau kerajinan, atau pameran lainnya; dan/atau
  6. masih dalam pengawasan otoritas kepabeanan di Negara Anggota penyelenggara pameran.
(3) SKA Form D-8 yang digunakan atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mencantuman nama pameran dan alamat tempat dilaksanakamyya pameran pada SKA Form D-8; dan
(4) Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta dokumen pembuktian pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Pasal 24

Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi:

  1. atas impor barang untuk dipakai dari TPB dan PLB;
  2. atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP; dan
  3. atas pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP,

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.



Pasal 25

Dalam hal SKA Form D-8 dibatalkan oleh Instansi Penerbit SKA, Tarif Preferensi tidak diberikan.



Pasal 26

Tata cara penyerahan SKA Form D-8 beserta Dokumen Pelengkap Pabean selama Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara penyerahan Surat Keterangan Asal beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian Surat Keterangan Asal dalam rangka pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional selama pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).



Pasal 27

(1) Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure), Menteri dapat menetapkan prosedur pemberian Tarif Preferensi.
(2) Penetapan prosedur pemberian Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya kepada Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri.
(3) Direktur Jenderal yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
  1. wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
  3. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada Negara Anggota lainnya.


Pasal 28

Petunjuk teknis mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8, dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.



BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29

(1) Terhadap barang impor yang pemberitahuan pabeannya telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dan belum dikeluarkan dari TPB, PLB, Kawasan Bebas, atau KEK ke TLDDP, dapat diberikan Tarif Preferensi.
(2) Untuk dapat diberikan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK harus menyerahkan lembar asli SKA Form D-8 paling lambat 4 (empat) bulan sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini, dengan ketentuan:
  1. SKA Form D-8 dibuat sesuai dengan ketentuan Pasal 7; dan
  2. SKA Form D-8 dibuat terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.


BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30

Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku terhadap barang impor yang dokumen pemberitahuan pabeannya telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dari Kantor Pabean tempat dipenuhinya kewajiban pabean terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.

 

 

Pasal 31

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2022.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2021

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 29 Desember 2021


DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


BENNY RIYANTO





BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1456