Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.04/2022

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    DIGANTI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 174/PMK.04/2022

TENTANG

TEMPAT PENYELENGGARAAN PAMERAN BERIKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai tempat penyelenggaraan pameran berikat telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 123/KMK.05/2000 tentang Entrepot untuk Tujuan Pameran;
  2. bahwa untuk menciptakan iklim kemudahan berusaha, mendukung industri, dan tersedianya sarana promosi untuk industri dalam negeri, serta meningkatkan ekspor, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 123/KMK.05/2000 tentang Entrepot untuk Tujuan Pameran perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;

Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
  4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
  5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
  6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
  7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  8. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768);
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);

 

MEMUTUSKAN

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TEMPAT PENYELENGGARAAN PAMERAN BERIKAT.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
  2. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  3. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
  4. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat yang selanjutnya disingkat TPPB adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan.
  5. Penyelenggara TPPB adalah badan hukum Indonesia yang berkedudukan di Indonesia yang menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan TPPB.
  6. Penyelenggara TPPB sekaligus Pengusaha TPPB yang selanjutnya disebut Pengusaha TPPB adalah badan hukum Indonesia yang berkedudukan di Indonesia yang melakukan kegiatan penyelenggaraan sekaligus pengusahaan TPPB.
  7. Pameran adalah kegiatan bersifat internasional yang dilakukan untuk mempertunjukkan, memperagakan, dan/atau memperkenalkan barang dan/atau jasa.
  8. TPPB Tetap adalah TPPB yang diselenggarakan pada suatu lokasi yang ditujukan khusus untuk kegiatan Pameran dalam jangka waktu tertentu.
  9. TPPB Sementara adalah TPPB yang diselenggarakan pada suatu lokasi terbatas pada jangka waktu tertentu.
  10. Pengelola Venue adalah badan hukum yang memiliki atau menguasai tempat atau lokasi diselenggarakannya kegiatan Pameran.
  11. Peserta Pameran adalah orang perseorangan atau badan hukum yang secara langsung melakukan kegiatan Pameran pada suatu penyelenggaraan Pameran yang diadakan di TPPB.
  12. Penyusun dan/atau Penyelenggara Acara Pameran yang selanjutnya disebut Organizer adalah badan hukum yang memiliki izin untuk menyelenggarakan serangkaian kegiatan Pameran, termasuk mengundang Peserta Pameran, mempromosikan Pameran, dan/atau menyelesaikan administrasi Pameran, untuk menjamin terlaksananya kegiatan Pameran.
  13. Tempat Penimbunan adalah bagian dari TPPB berupa ruang dan/atau lapangan yang dimiliki atau dikuasai oleh Pengusaha TPPB yang digunakan untuk menimbun barang yang berasal dari luar Daerah Pabean.
  14. Tempat Pameran adalah bagian dari TPPB, baik berbentuk fisik ataupun virtual, yang dimiliki atau dikuasai oleh Pengusaha TPPB yang digunakan untuk memamerkan barang asal luar Daerah Pabean, dengan atau tanpa barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean.
  15. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean, sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan cukai.
  16. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
  17. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
  18. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
  19. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah PPN, PPnBM, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor.
  20. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor barang kena pajak, tidak termasuk PPN dan PPnBM yang dipungut menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
  21. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan barang kena pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga barang kena pajak tersebut.
  22. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
  23. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
  24. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Keuangan negara. 
  25. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  26. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah atau KPU adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  27. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
  28. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
  29. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan Kepabeanan.


Pasal 2

(1) TPPB merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Untuk pengawasan terhadap TPPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas barang yang masuk ke atau keluar dari TPPB dilakukan pemeriksaan pabean secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(3) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan di Tempat Penimbunan.
(4) Berdasarkan manajemen risiko, terhadap Pengusaha TPPB dapat diberikan kemudahan pelayanan kepabeanan dan cukai berupa:
  1. kemudahan pelayanan perizinan; dan/atau
  2. kemudahan pelayanan kegiatan operasional.


BAB II
PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN

Pasal 3

(1) Di dalam TPPB dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan TPPB.
(2) TPPB dapat bersifat tetap atau sementara.
(3) Penyelenggaraan dan pengusahaan TPPB Tetap hanya dapat dilakukan oleh Pengelola Venue yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha TPPB Tetap.
(4) Pengelola Venue harus bekerja sama dengan Organizer dalam menyelenggarakan kegiatan Pameran.
(5) Penyelenggaraan dan pengusahaan TPPB Sementara hanya dapat dilakukan oleh Organizer yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha TPPB Sementara.


 

Pasal 4

(1) Pengusaha TPPB melakukan kegiatan menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari tempat lain dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan.
(2) Untuk melakukan kegiatan menimbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha TPPB harus menguasai Tempat Penimbunan.
(3) Tempat Penimbunan yang dimaksud pada ayat (2) dapat berada di lokasi yang berbeda dengan Tempat Pameran, namun dalam 1 (satu) tempat penetapan sebagai TPPB.
(4) Pameran atas barang yang ditimbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di Tempat Pameran yang berada di:
  1. TPPB Tetap; atau
  2. TPPB Sementara.
(5) Jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni:
  1. untuk TPPB Tetap, paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal pemasukan dari luar daerah pabean; dan
  2. untuk TPPB Sementara, sampai berakhirnya izin TPPB.
(6) Dalam hal jangka waktu izin TPPB Sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b lebih lama dari jangka waktu penimbunan untuk TPPB Tetap, berlaku jangka waktu penimbunan TPPB Tetap.
(7) Dalam hal barang Pameran dimasukkan dari Tempat Penimbunan TPPB lainnya, jangka waktu penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terhitung sejak barang pertama kali dimasukkan ke Tempat Penimbunan.

 


BAB III
PENDIRIAN TEMPAT PENYELENGGARAAN
PAMERAN BERIKAT

Pasal 5

(1) Tempat yang akan menjadi TPPB harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. lokasi Tempat Penimbunan dapat dilalui oleh sarana pengangkut peti kemas dan/atau sarana pengangkut lainnya;
  2. mempunyai batas dan luas yang jelas; dan
  3. mempunyai tempat untuk pemeriksaan fisik di Tempat Penimbunan.
(2) Tempat yang digunakan untuk kegiatan jual beli secara tetap, tidak dapat menjadi tempat TPPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tempat yang digunakan untuk kegiatan jual beli secara tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk sejenis toko, pertokoan, dan pusat perbelanjaan.


 

Pasal 6

(1) Penetapan tempat sebagai TPPB dan pemberian izin sebagai Pengusaha TPPB ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri.
(2) Penetapan tempat sebagai TPPB Tetap dan pemberian izin sebagai Pengusaha TPPB Tetap berlaku sampai dengan izin dicabut.
(3) Penetapan tempat sebagai TPPB Sementara dan pemberian izin sebagai Pengusaha TPPB Sementara berlaku selama masa persiapan dan penyelenggaraan Pameran.
(4) Dalam hal Pengusaha TPPB wajib memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), izin Pengusaha TPPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan juga sebagai Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).

   

Pasal 7

(1) Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai TPPB Tetap dan izin sebagai Pengusaha TPPB Tetap, Pengelola Venue mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
(2) Pengelola Venue sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak;
b.  tidak bergerak di bidang usaha perdagangan; dan
c. memiliki pemahaman dalam pelaksanaan hak dan kewajiban di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan:
a. surat Nomor Induk Berusaha dengan lapangan usaha sebagai lokasi kegiatan penyelenggaraan pameran;
b. bukti kepemilikan atau penguasaan suatu kawasan, tempat, atau bangunan dengan jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan TPPB Tetap;
c. bukti pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak;
d. bukti penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan untuk 2 (dua) tahun pajak terakhir dan/atau surat pemberitahuan masa PPN
untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir, yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. surat pernyataan tidak pernah:
  1. melakukan tindak pidana kepabeanan, perpajakan, dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, untuk jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana; dan
  2. dinyatakan pailit oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, untuk jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak putusan pailit; dan
f. memiliki hasil konfirmasi status wajib pajak sesuai aplikasi yang menunjukkan valid.

 

Pasal 8

(1) Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai TPPB Sementara dan izin sebagai Pengusaha TPPB Sementara, Organizer mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
(2) Organizer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak;
b. tidak bergerak di bidang usaha perdagangan; dan
c. memiliki pemahaman dalam pelaksanaan hak dan kewajiban di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setiap akan diselenggarakan kegiatan Pameran.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan:
a. surat Nomor Induk Berusaha dengan lapangan usaha berupa penyelenggaraan Pameran;
b. bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan TPPB;
c. bukti pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak;
d. bukti penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan untuk 2 (dua) tahun pajak terakhir dan/atau surat pemberitahuan masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir, yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. surat pernyataan tidak pernah;
  1. melakukan tindak pidana kepabeanan, perpajakan, dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, untuk jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana; dan
  2. dinyatakan pailit oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, untuk jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak putusan pailit; dan
f. memiliki hasil konfirmasi status wajib pajak sesuai aplikasi yang menunjukkan valid.


Pasal 9

(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Indonesia National Single Window dalam kerangka Online Single Submission.
(2) Dalam hal Sistem Indonesia National Single Window mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada:
a. Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean; atau
b. Kepala KPU,
disertai dengan lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak.
(3) Dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKP memberikan respon kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi Pameran atau lokasi kegiatan usaha Pengelola Venue atau Organizer untuk:
a. melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
b. menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
(4) Dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi Pameran atau lokasi kegiatan usaha Pengelola Venue atau Organizer untuk:
a. melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
b. menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
(5) Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah pernyataan kesiapan pemeriksaan lokasi dalam permohonan.


Pasal 10

(1) Pengelola Venue atau Organizer yang akan menjadi Pengusaha TPPB harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
(2) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh anggota direksi Pengelola Venue atau Organizer.
(3) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tatap muka atau secara virtual.
(4) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi berdasarkan undangan dari Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
(5) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri memberikan:
a.  persetujuan dengan menerbitkan Keputusan Menteri mengenai izin sebagai Pengusaha TPPB; atau
b.  penolakan dengan menerbitkan surat penolakan yang disertai dengan alasan penolakan.
(6) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan paling lambat 1 (satu) jam setelah pemaparan selesai dilakukan.
(7) Dalam hal Pengelola Venue atau Organizer tidak memenuhi undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan yang disertai dengan alasan penolakan.


Pasal 11

(1) Untuk mendukung kemudahan berusaha serta peningkatan pelayanan dan pengawasan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri dapat menambahkan perlakuan tertentu dalam izin Pengusaha TPPB.
(2) Perlakuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. kemudahan pemasukan barang ke Tempat Pameran tanpa melalui Tempat Penimbunan; dan/atau
  2. kemudahan pengeluaran barang dari Tempat Pameran tanpa dimasukkan ke Tempat Penimbunan.
(3) Pengusaha TPPB dapat mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU untuk menambahkan perlakuan tertentu dalam izin Pengusaha TPPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 12

Pengelola Venue atau Organizer tidak dapat diberikan izin sebagai Pengusaha TPPB dalam hal:

  1. badan usaha atau direksi atau komisaris dari badan usaha Pengelola Venue atau Organizer pernah melakukan tindak pidana kepabeanan, perpajakan, dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, untuk jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana;
  2. badan usaha pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, untuk jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak putusan pailit; dan/atau
  3. badan usaha memiliki tunggakan utang di bidang kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan.


Pasal 13

(1) Pengusaha TPPB Tetap harus mengajukan izin penyelenggaraan Pameran kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
  1. setiap awal tahun; atau
  2. setiap akan dilaksanakannya kegiatan Pameran.
(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengusaha TPPB Tetap mengajukan permohonan dengan melampirkan:
  1. kontrak kerja sama antara Pengusaha TPPB Tetap dengan Organizer, dan
  2. surat Nomor Induk Berusaha milik Organizer dengan lapangan usaha berupa penyelenggaraan Pameran.
(3) Dalam hal Pengusaha TPPB Tetap dan Organizer merupakan badan hukum yang sama maka Pengusaha TPPB Tetap tidak perlu melampirkan kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.
(4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi:
  1. rencana jenis dan jumlah barang yang akan dimasukkan ke TPPB Tetap untuk penyelenggaraan Pameran; dan
  2. jangka waktu persiapan dan pelaksanaan Pameran.
(5) Dalam hal terdapat perubahan atas isian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) maka Pengusaha TPPB Tetap dapat melakukan perubahan izin ke Kantor Wilayah atau KPU.


BAB IV
PENGGOLONGAN BARANG PAMERAN

Pasal 14

(1) Barang Pameran yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan digolongkan sebagai berikut:
  1. barang untuk dipamerkan; dan
  2. barang untuk mendukung keperluan Pameran.
(2) Barang Pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan barang Pameran yang akan diekspor kembali.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa barang untuk dipertunjukkan, diperagakan, dan/atau diperkenalkan, baik yang berada di Tempat Penimbunan maupun Tempat Pameran.
(4) Jumlah barang dan jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kewajaran untuk tujuan pameran yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
(5) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa:
  1. barang cetakan untuk keperluan promosi dan barang untuk keperluan stan Pameran termasuk dalam bentuk dekorasi, poster, foto, pamflet, leaflet, brosur, dan gambar yang bersifat reklame;
  2. barang untuk keperluan suvenir yang diberikan secara cuma-cuma termasuk dalam bentuk pulpen, korek api, dompet yang telah dibubuhi tulisan/logo dari pabrik pembuatnya atau Peserta Pameran; dan/atau
  3. barang sampel yang diberikan secara cuma-cuma dan tidak dapat diperjualbelikan serta dikemas secara khusus dalam jumlah yang lebih sedikit dari produk komersial terkecil.
(6) Barang Pameran selain barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimasukkan ke Tempat Pameran.


BAB V
PEMASUKAN, PENGELUARAN, SERTA PERLAKUAN
KEPABEANAN, CUKAI, DAN PERPAJAKAN

Pasal 15

(1) Pemasukan barang Pameran ke Tempat Penimbunan dapat dilakukan dari:
  1. luar Daerah Pabean; dan/atau
  2. TPPB lainnya.
(2) Barang Pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) yang dapat dimasukkan ke Tempat Penimbunan merupakan barang Pameran milik:
  1. subjek pajak luar negeri;
  2. Pengusaha TPPB; atau
  3. pengusaha kena pajak sebagai subjek pajak dalam negeri selain Pengusaha TPPB.
(3) Pengusaha TPPB wajib mempunyai salinan bukti pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak milik subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.
(4) Barang Pameran milik subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c yang dapat dimasukkan ke Tempat Penimbunan berupa mesin produksi industri dan/atau mesin pertanian.
(5) Dalam dokumen pemberitahuan pabean atas pemasukan barang Pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan:
  1. identitas subjek pajak luar negeri, Pengusaha TPPB, atau subjek pajak dalam negeri sebagai pemilik barang; dan
  2. identitas Pengusaha TPPB sebagai importir.
(6) Atas pemasukan barang Pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(7) Barang Pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimasukkan dalam kewajaran jumlah dan jenis tertentu ke Tempat Penimbunan:
  1. diberikan penangguhan bea masuk;
  2. tidak dipungut PDRI; dan/atau
  3. diberikan pembebasan cukai.
(8) Barang yang dimasukkan ke Tempat Pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (6) tidak dapat diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (7).


Pasal 16

(1) Pemasukan Barang Pameran ke Tempat Pameran dapat dilakukan dari:
  1. tempat lain dalam Daerah Pabean;
  2. Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
  3. KEK;
  4. Kawasan Bebas; dan/atau
  5. kawasan ekonomi yang ditetapkan oleh pemerintah.
(2) Pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan fasilitas kepabeanan dan perpajakan, serta tidak perlu menyampaikan pemberitahuan pabean.
(3) Tata cara pengeluaran cfan pengembalian barang dari tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf e, untuk mengikuti Pameran di Tempat Pameran sesuai tata cara pengeluaran barang dari kawasan berfasilitas tersebut.
(4) Perlakuan PPN terutang mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 17

(1) Pemasukan barang ke Tempat Penimbunan dilakukan setelah mendapat persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.
(2) Barang yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan sebelum mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. tidak diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7);
  2. bea masuk, cukai, dan/atau PD RI, yang terutang harus dilunasi; dan
  3. berlaku ketentuan umum di bidang impor untuk barang yang berasal dari luar Daerah Pabean.


Pasal 18

(1) Sebelum pelaksanaan Pameran yang diselenggarakan oleh Pengusaha TPPB Tetap, Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencacahan (stock opname) saldo awal atas barang yang mendapatkan fasilitas yang berada di Tempat Penimbunan.
(2) Pemindahan barang Pameran dari Tempat Penimbunan ke Tempat Pameran atau sebaliknya dilakukan pengawasan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(3) Setelah pelaksanaan Pameran yang diselenggarakan oleh Pengusaha TPPB Tetap, Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencacahan (stock opname) saldo akhir atas barang yang mendapatkan fasilitas yang berada di Tempat Penimbunan paling lama 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak berakhirnya izin penyelenggaraan Pameran.


Pasal 19

(1) Barang Pameran yang ditimbun di Tempat Penimbunan dapat dikeluarkan ke:
  1. Tempat Pameran;
  2. luar Daerah Pabean; dan/atau
  3. TPPB lainnya.
(2) Barang Pameran di Tempat Pameran dari Tempat Penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum dilakukan pelunasan bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, pada saat jangka waktu izin penyelenggaraan Pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) huruf b berakhir, wajib dimasukkan kembali ke Tempat Penimbunan paling cepat:
  1. sebelum dilaksanakan pameran berikutnya; atau
  2. 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya izin penyelenggaraan Pameran.
(3) Barang Pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikeluarkan dari Tempat Penimbunan ke tempat lain dalam Daerah Pabean setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean berdasarkan permohonan dari Pengusaha TPPB.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan dalam hal:
  1. barang Pameran berupa mesin produksi industri dan mesin pertanian;
  2. barang Pameran akan dihibahkan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah;
  3. barang Pameran akan dihibahkan ke lembaga tertentu yang ditunjuk oleh pemerintah untuk tujuan penelitian dan pengembangan;
  4. barang Pameran akan dihibahkan ke sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, perguruan tinggi program diploma pada pendidikan vokasi, atau balai latihan kerja; atau
  5. barang Pameran dengan pertimbangan tertentu.
(5) Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e meliputi:
  1. barang Pameran digunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan industri dalam negeri;
  2. barang Pameran mengalami kerusakan; atau
  3. barang Pameran tidak memungkinkan untuk diekspor kembali dan dimusnahkan.
(6) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
(7) Dalam hal barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jatuh tempo wajib diselesaikan dengan cara:
  1. diekspor kembali;
  2. dimusnahkan; dan/atau
  3. diselesaikan kewajiban pabean dengan membayar bea masuk dan/atau PD RI, sepanjang telah memenuhi ketentuan kepabeanan di bidang impor dan cukai.
(8) Pengusaha TPPB wajib melunasi bea masuk dan/atau PDRI atas barang untuk mendukung keperluan pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) pada saat pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan ke Tempat Pameran.
(9) Kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dikecualikan terhadap barang pendukung pameran yang akan diekspor kembali.


Pasal 20

(1) Dalam hal barang Pameran dari luar Daerah Pabean dikeluarkan dari Tempat Penimbunan ke tempat lain dalam Daerah Pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), Pengusaha TPPB wajib melunasi bea masuk dan/atau PDRI yang pada saat pemasukannya diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7).
(2) Dalam hal Barang Pameran dimiliki oleh subjek pajak dalam negeri, pelunasan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh subjek pajak dalam negeri sebagai pemilik barang.
(3) PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2):
a.  atas barang untuk dipamerkan, terutang pada saat pengeluaran barang dari TPPB; atau
b.  atas barang untuk mendukung keperluan Pameran, terutang saat pengeluaran barang yang pertama kali dari Tempat Penimbunan.
(4) Dalam hal barang Pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan barang kena cukai, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
(5) Pelunasan bea masuk dan/atau PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus sudah dilakukan pada saat pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran barang.
(6) Atas pelunasan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang dilakukan setelah saat terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengusaha TPPB dikenakan sanksi keterlambatan penyetoran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) PDRI yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) atas barang Pameran tidak dapat dikreditkan.
(8) Dalam hal pengeluaran barang Pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyerahan barang kena pajak, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.  atas barang yang dimiliki subjek pajak dalam negeri termasuk Pengusaha TPPB, pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang wajib memungut PPN atau PPN dan PPnBM dan membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
b.  atas barang yang dimiliki subjek pajak luar negeri, pembeli harus menyetor PPN atau PPN dan PPnBM ke kas negara sebelum pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran barang, dengan menggunakan surat setoran pajak.
(9) Atas penyerahan barang kena pajak dari TPPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (8), terutang PPN atau PPN dan PPnBM pada saat pengeluaran barang dari TPPB.
(10) Pengusaha TPPB harus melampirkan salinan surat setoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b atas pengeluaran barang yang dimiliki subjek pajak luar negeri ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada saat pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran barang.
(11) Surat setoran pajak yang telah disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b yang dilampiri dengan pemberitahuan pabean dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(12) Atas pengeluaran barang dari TPPB yang bukan merupakan penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (8), tidak dikenakan PPN atau PPN dan PPnBM dan tidak dibuatkan Faktur Pajak.


Pasal 21

(1) Dasar yang digunakan untuk menghitung besaran pengenaan bea masuk dan PDRI atas pengeluaran barang dari TPPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (8) dan Pasal 20 ayat (1) yaitu sebagai berikut:
a. bea masuk dihitung berdasarkan:
  1. nilai pabean dan klasifikasi yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke TPPB; dan
  2. pembebanan pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan; dan
b. PDRI dihitung berdasarkan Nilai Impor dan tarif pada saat pengeluaran barang dari TPPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
(2) Penghitungan bea masuk dan/atau PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan nilai dasar perhitungan bea masuk yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan.
(3) Dalam hal perhitungan bea masuk dan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diterapkan, Pejabat Bea dan Cukai berwenang menetapkan tarif dan nilai pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 22

Tata cara pengajuan permohonan dan pemberian pembebasan bea masuk, cukai, dan/atau PDRI terhadap Barang Pameran yang akan dihibahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) huruf b, huruf c, dan huruf d, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan bea masuk, cukai, dan/atau PDRI atas impor barang hibah.



Pasal 23

(1) Pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b dan huruf c dan Pasal 19 ayat (8) dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.
(2) Pengusaha TPPB yang mengeluarkan barang sebelum mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan.
(3) Pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan ke luar Daerah Pabean berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
(4) Pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan ke tempat lain dalam Daerah Pabean berlaku ketentuan kepabeanan di bidang impor.


BAB VI
PEMUSNAHAN BARANG

Pasal 24

(1) Pengusaha TPPB dapat melakukan pemusnahan atas barang yang berada di TPPB setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean.
(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di dalam maupun di luar lokasi TPPB dan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
(3) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan berita acara pemusnahan.


BAB VII
KEWAJIBAN, LARANGAN, DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 25

Pengusaha TPPB wajib:

a. memasang tanda nama perusahaan serta nomor dan tanggal izin sebagai Pengusaha TPPB pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum;
b. menyediakan ruang kerja, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi Petugas Bea dan Cukai di Tempat Penimbunan untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan;
c. mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat diakses untuk kepentingan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak;
d. mendayagunakan closed circuit television (CCTV) untuk pengawasan pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat diakses secara langsung (realtime) dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak serta memiliki data rekaman paling sedikit 7 (tujuh) hari terakhir;
e. menyediakan:
1. komputer; dan/atau
2. media komunikasi data elektronik yang terhubung dengan SKP,
untuk pelayanan kepabeanan;
f. mengajukan perubahan (update) data dalam hal terdapat data yang berubah terkait perizinan TPPB;
g. melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang-barang yang mendapat fasilitas kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan, di bawah pengawasan Kantor Pabean yang mengawasi, sebelum dan setelah pelaksanaan Pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 serta menyampaikan hasil pencacahan (stock opname) tersebut kepada kantor pelayanan pajak tempat surat pemberitahuan masa PPN dilaporkan;
h. menyelenggarakan pembukuan mengenai pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari TPPB serta pemindahan barang dalam TPPB berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
i. menyimpan dan memelihara dengan baik buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya; dan
j. menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan TPPB apabila dilakukan audit dan pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;


Pasal 26

Terhadap Pengusaha TPPB berlaku ketentuan mengenai:

a. pemasukan barang yang dilarang untuk diimpor; dan
b. ekspor barang yang dilarang atau dibatasi untuk diekspor,

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 27

(1) Pemasukan barang impor ke TPPB dikecualikan dari ketentuan pembatasan di bidang impor, kecuali menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang perdagangan secara khusus memberlakukan ketentuan pembatasan.
(2) Pengeluaran barang impor dari TPPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang diimpor untuk dipakai berlaku ketentuan pembatasan, kecuali pada saat pemasukannya telah dipenuhi ketentuan pembatasannya.



Pasal 28

(1) Pengusaha TPPB bertanggung jawab terhadap bea masuk, cukai, dan PDRI yang terutang atas barang yang berasal dari luar Daerah Pabean yang berada atau seharusnya berada di TPPB.
(2) Pengusaha TPPB dibebaskan dari tanggung jawab atas bea masuk, cukai, dan PDRI yang terutang, dalam hal barang Pameran:
  1. telah diekspor kembali;
  2. telah dipindahkan ke TPPB lainnya;
  3. telah dihibahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) huruf b, huruf c, dan huruf d;
  4. telah dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai; dan/atau
  5. telah diimpor untuk dipakai dengan menyelesaikan kewajiban pabean dan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (8) dan Pasal 20 ayat (1).


BAB VIII
PEMBERITAHUAN PABEAN

Pasal 29

(1) Pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b dan huruf c, Pasal 19 ayat (3), Pasal 19 ayat (7) huruf a dan huruf c, dan Pasal 19 ayat (8) dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean.
(2) Dalam hal barang yang dimasukkan dan/atau dikeluarkan ke dan dari TPPB berupa barang kena cukai, pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga sebagai pemberitahuan mutasi barang kena cukai dan dinyatakan sebagai dokumen cukai.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan terhadap barang kena cukai yang dimasukkan dan/atau dikeluarkan dari dan ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
(4) Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pengusaha TPPB.
(5) Atas penyampaian pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan konfirmasi status wajib pajak.
(6) Dalam hal ditemukan jumlah barang impor yang dibongkar kurang atau lebih dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan impor barang untuk ditimbun di TPPB dan tidak dapat dibuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, Pengusaha TPPB dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.



BAB IX
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN IZIN

Pasal 30

(1) Izin sebagai Pengusaha TPPB dibekukan oleh Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri dalam hal Pengusaha TPPB:
a. melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan, berupa:
  1. memasukkan barang ke Tempat Penimbunan dengan mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7) selain barang Pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1);
  2. memasukkan barang yang dilarang untuk diimpor;
  3. mengeluarkan barang yang dilarang untuk diekspor;
  4. melakukan pemasukan barang sebelum mendapatkan persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1); dan/atau
  5. melakukan pengeluaran barang sebelum mendapatkan persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai atau SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);
b. menunjukkan ketidakmampuan dalam menyelenggarakan dan/atau mengusahakan TPPB, dengan:
  1. tidak menyelenggarakan pembukuan dalam kegiatan TPPB;
  2. Pengusaha TPPB Tetap tidak melakukan kegiatan dalam waktu 6 (enam) bulan berturut-turut;
  3. tidak melunasi utang bea masuk, cukai, dan/atau PDRI dalam batas waktu yang ditentukan;
  4. tidak melakukan penyelesaian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (7) dalam waktu yang telah ditentukan;
  5. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25; dan/atau
  6. melakukan pemusnahan barang sebelum mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1); dan/atau
c. melakukan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang dibuktikan dengan rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Pembekuan izin sebagai Pengusaha TPPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
a. hasil penelitian, pemeriksaan, dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam hal Pengusaha TPPB melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan dan/atau menunjukkan ketidakmampuan dalam menyelenggarakan dan/atau mengusahakan TPPB; atau
b. rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal Pengusaha TPPB melakukan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf b disampaikan oleh Kepala kantor pelayanan pajak tempat Pengusaha TPPB terdaftar.
(4) Keputusan pembekuan izin sebagai Pengusaha TPPB disampaikan kepada kantor pelayanan pajak terdaftar secara otomasi melalui SKP atau secara manual dan dapat disampaikan dengan memanfaatkan teknologi informasi.
(5) Pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara otomasi dan/atau secara manual.
(6) Selama masa pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fasilitas penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan/atau tidak dipungut PDRI tidak diberikan kepada Pengusaha TPPB terhadap pemasukan barang Pameran ke Tempat Penimbunan.


Pasal 31

Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dapat diberlakukan kembali dalam hal Pengusaha TPPB:

  1. tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a;
  2. telah mampu kembali menyelenggarakan dan/atau mengusahakan TPPB; dan/atau
  3. tidak terbukti melakukan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 32

(1) Pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan izin berdasarkan:
  1. hasil penelitian, pemeriksaan, dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam hal Pengusaha TPPB terbukti telah melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan dan/atau tidak mampu lagi melakukan penyelenggaraan dan/atau pengusahaan TPPB; atau
  2. rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal Pengusaha TPPB terbukti telah melakukan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Kepala kantor pelayanan pajak tempat Pengusaha TPPB terdaftar.
(3) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri.

 

Pasal 33

(1) Penetapan tempat sebagai TPPB dan pemberian izin sebagai Pengusaha TPPB dicabut dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
a. Pengusaha TPPB Tetap tidak melakukan kegiatan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan secara berturut-turut;
b. menggunakan izin usaha yang sudah tidak berlaku;
c. Pengusaha TPPB sudah tidak memenuhi persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (4);
d. dinyatakan pailit;
e. bertindak tidak jujur dalam usahanya berupa menyalahgunakan fasilitas TPPB dan melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai; dan/atau
f. mengajukan permohonan pencabutan.
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri.
(3) Keputusan pencabutan izin sebagai Pengusaha TPPB disampaikan kepada kantor pelayanan pajak terdaftar secara otomasi melalui SKP atau secara manual dan dapat disampaikan dengan memanfaatkan teknologi informasi.
(4) Dalam hal izin sebagai Pengusaha TPPB Sementara telah melewati batas waktu yang ditetapkan, izin sebagai Pengusaha TPPB Sementara otomatis dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(5) Barang Pameran dari luar Daerah Pabean yang masih tersisa pada TPPB yang telah dicabut izinnya, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. atas barang pameran milik subjek pajak luar negeri atau Pengusaha TPPB harus:
  1. diekspor kembali; dan/atau
  2. diselesaikan kewajiban pabean dengan melunasi bea masuk dan PD RI, sepanjang telah memenuhi ketentuan kepabeanan di bidang impor dan cukai; dan/atau
b. atas barang Pameran milik subjek pajak dalam negeri selain Pengusaha TPPB harus:
  1. diekspor kembali;
  2. dipindahkan ke TPPB lain; dan/atau
  3. diselesaikan kewajiban pabean dengan melunasi bea masuk dan PD RI, sepanjang telah memenuhi ketentuan kepabeanan di bidang impor dan cukai.
(6) Atas pemindahan barang ke TPPB lain sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b angka 2, tetap berlaku jangka waktu penimbunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5).
(7) Kewajiban pelunasan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terutang pada saat pencabutan izin sebagaimana pengusaha TPPB.
(8) Atas penyelesaian kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a angka 2 dan ayat (5) huruf b angka 3 yang merupakan penyerahan barang kena pajak, pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang wajib memungut PPN atau PPN dan PPnBM dan membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(9) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terlampaui, terhadap barang yang berada di TPPB yang belum dilakukan penyelesaian kewajiban pabean dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai dan selanjutnya diberlakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) Terhadap TPPB Sementara yang telah dicabut izinnya, penyelesaian kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a angka 2 dan ayat (5) huruf b angka 3 dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3).


BAB X
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 34

(1) Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPU, Kepala Kantor Pabean, dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, dapat melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Pengusaha TPPB yang berada dalam pengawasannya.
(2) Kegiatan monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai monitoring dan evaluasi terhadap perusahaan penerima fasilitas Tempat Penimbunan Berikat.
(3) Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. monitoring umum;
  2. monitoring khusus; dan/atau
  3. monitoring mandiri.
(4) Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPU, Kepala Kantor Pabean, dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan evaluasi atas izin Pengusaha TPPB secara periodik.


Pasal 35

(1) Dalam hal hasil monitoring dan/atau evaluasi terdapat indikasi pelanggaran ketentuan di bidang kepabeanan dan/atau cukai atas pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan/atau dari TPPB, Kepala KPU, Kepala Kantor Pabean, atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk harus melakukan penelitian secara mendalam.
(2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan pelanggaran yang bersifat administratif, pelanggaran dimaksud harus segera ditindaklanjuti dengan pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti permulaan yang cukup telah terjadi tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai, bukti permulaan tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 36

Dalam hal Orang yang bertanggung jawab atas TPPB terbukti melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan Orang tersebut merupakan warga negara asing, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menyampaikan pemberitahuan kepada instansi yang berwenang menangani bidang keimigrasian untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 


Pasal 37

(1) Dalam hal terdapat selisih kurang atau selisih lebih atas barang yang ada atau seharusnya berada di TPPB, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPU, Kepala Kantor Pabean, atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian mengenai selisih dimaksud.
(2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya selisih kurang yang:
a. dikarenakan musnah tanpa sengaja, atas selisih tersebut:
  1. tidak dipungut bea masuk, cukai, dan PD RI; dan
  2. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang;
b. dapat dipertanggungjawabkan oleh Pengusaha TPPB, yaitu selisih kurang tersebut bukan karena kelalaian, bukan karena kesengajaan, dan tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, atas selisih tersebut:
  1. ditagih bea masuk, dan PD RI tanpa dikenakan sanksi administrasi berupa denda;
  2. tidak dipungut cukai; dan
  3. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang;
c. tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Pengusaha TPPB, yaitu selisih kurang tersebut karena kelalaian, bukan karena kesengajaan, dan tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, atas selisih tersebut:
  1. ditagih bea masuk dan PD RI serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
  2. terhadap barang kena cukai dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai cukai; dan
  3. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang; dan/atau
d. disebabkan karena kesengajaan serta terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, dilakukan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi selisih kurang yang terjadi akibat:
a. penguapan atau penyusutan karena perubahan suhu, kelembapan udara, dan/atau sejenisnya; dan/atau
b. keadaan kahar (force majeure) yang dibuktikan dengan keterangan dari instansi terkait.
(4) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan selisih lebih yang:
a. dapat dipertanggungjawabkan oleh Pengusaha TPPB, yaitu selisih lebih tersebut;
1. bukan karena kelalaian;
2. bukan karena kesengajaan; dan
3. tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan,
atas selisih lebih tersebut Pengusaha TPPB melakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang; atau
b. karena kesengajaan serta terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, dilakukan tindak lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 38

(1) Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPU, atau Kepala Kantor Pabean yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 30 ayat (1), Pasal 32 ayat (3), dan Pasal 33 ayat (2):
  1. wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
  3. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lainnya.
(2) Dalam hal Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPU, atau Kepala Kantor Pabean, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk.
(3) Pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan.


Pasal 39

Ketentuan mengenai petunjuk teknis pelaksanaan TPPB ditetapkan oleh Direktur Jenderal.



BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 40

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap persetujuan sebagai Penyelenggara Entrepot untuk Tujuan Pameran (PETP) yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku dan diberlakukan sebagai Izin Pengusaha TPPB Tetap sampai dengan dilakukan pencabutan persetujuan sebagai Penyelenggara Entrepot untuk Tujuan Pameran (PETP).

 


BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 41

Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 123/KMK.05/2000 tentang Entrepot untuk Tujuan Pameran, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 42

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 November 2022
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 2 Desember 2022

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI

MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


YASONNA H. LAOLY




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 1187