Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 TAHUN 2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    DIGANTI

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2021

TENTANG

PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2021

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (9) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2021;


Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
  4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
  5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
  6. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 12);
  7. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan (Lembaran Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 146);


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2021.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya, yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
  2. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
  3. Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) yang selanjutnya disebut KBL Berbasis Baterai adalah kendaraan yang digerakkan dengan motor listrik dan mendapatkan pasokan sumber daya tenaga listrik dari baterai secara langsung di kendaraan maupun dari luar.
  4. Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat PKB adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor.
  5. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat BBNKB adalah pajak atas penyerahan hak milik Kendaraan Bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
  6. Kendaraan Bermotor Ubah Bentuk adalah Kendaraan Bermotor yang mengalami perubahan teknis dan/atau fungsi dan/atau penggunaannya.
  7. Nilai Jual Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat NJKB adalah harga pasaran umum atas suatu Kendaraan Bermotor.
  8. Nilai Jual Kendaraan Bermotor Ubah Bentuk yang selanjutnya disebut NJKB Ubah Bentuk adalah harga pasaran umum atas suatu Kendaraan Bermotor yang mengalami perubahan teknis dan/atau penggunaannya.
  9. Harga Pasaran Umum yang selanjutnya disingkat HPU adalah harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat.
  10. Tahun Pembuatan adalah tahun perakitan dan/atau tahun yang ditetapkan berdasarkan registrasi dan identifikasi oleh pihak berwenang.
  11. Umur Rangka adalah umur Kendaraan Bermotor di air yang dihitung dari Tahun Pembuatan rangka/body.
  12. Umur Motor adalah umur motor Kendaraan Bermotor di air yang dihitung dari Tahun Pembuatan.
  13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
  14. Hari adalah hari kerja.


BAB II
OBJEK DAN SUBJEK PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR

Pasal 2

(1) Objek PKB merupakan kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor.
(2) Objek pajak BBNKB merupakan penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor.
(3) Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
  1. Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di atas jalan darat; dan
  2. Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di air.
(4) Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di atas jalan darat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, terdiri atas:
  1. mobil penumpang yang meliputi sedan, jeep, dan minibus;
  2. mobil bus yang meliputi microbus dan bus;
  3. mobil barang yang meliputi blind van, pick up, light truck, truck, dan sejenisnya;
  4. mobil roda tiga;
  5. sepeda motor roda dua; dan
  6. sepeda motor roda tiga meliputi sepeda motor roda tiga penumpang dan sepeda motor roda tiga barang.


Pasal 3

(1) Subjek PKB merupakan orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor.
(2) Subjek pajak BBNKB merupakan orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahan Kendaraan Bermotor.


BAB III
PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN
BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN
BERMOTOR

Bagian Kesatu
Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
yang Dioperasikan di Atas Jalan Darat

Pasal 4

(1) Penghitungan dasar pengenaan PKB dilakukan terhadap jenis Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dan ayat (4).
(2) Penghitungan dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan perkalian dari 2 (dua) unsur pokok:
  1. NJKB; dan
  2. bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor.


Pasal 5

(1) NJKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, ditetapkan berdasarkan HPU atas Kendaraan Bermotor pada minggu pertama bulan Desember Tahun 2020.
(2) NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan ketentuan:
  1. dalam hal diperoleh harga kosong, NJKB ditetapkan sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai; dan
  2. dalam hal diperoleh harga isi, NJKB ditetapkan sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai, PKB, dan BBNKB.
(3) NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dijadikan dasar pengenaan BBNKB.


Pasal 6

NJKB Ubah Bentuk sebagai dasar pengenaan PKB dan BBNKB ditetapkan berdasarkan hasil penjumlahan NJKB dan nilai jual ubah bentuk.



Pasal 7

(1) Bobot sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, dinyatakan dalam koefisien yang nilainya 1 (satu) sampai dengan 1,3 (satu koma tiga).
(2) Koefisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
  1. mobil roda tiga, sepeda motor roda dua, sepeda motor roda tiga penumpang, dan sepeda motor roda tiga barang nilai koefisien sama dengan 1 (satu);
  2. sedan nilai koefisien sama dengan 1,025 (satu koma nol dua puluh lima);
  3. jeep dan minibus nilai koefisien sama dengan 1,050 (satu koma nol lima puluh);
  4. blind van, pick up, dan microbus nilai koefisien sama dengan 1,085 (satu koma nol delapan puluh lima);
  5. bus nilai koefisien sama dengan 1,1 (satu koma satu); dan
  6. light truck, truck, dan sejenisnya nilai koefisien sama dengan 1,3 (satu koma tiga).
(3) Penentuan koefisien sebagaimana dimaksud pada ayat (2), didasarkan pada nilai batas toleransi atas kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan dalam penggunaan Kendaraan Bermotor.


Pasal 8

Ketentuan mengenai NJKB dan NJKB Ubah Bentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 


Pasal 9

(1) Pengenaan PKB angkutan umum untuk orang ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen) dari dasar pengenaan PKB.
(2) Pengenaan BBNKB angkutan umum untuk orang ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen) dari dasar pengenaan BBNKB.
(3) Pengenaan PKB angkutan umum untuk barang ditetapkan sebesar 60% (enam puluh persen) dari dasar pengenaan PKB.
(4) Pengenaan BBNKB angkutan umum untuk barang ditetapkan sebesar 60% (enam puluh persen) dari dasar pengenaan BBNKB.
(5) Pengenaan PKB dan BBNKB untuk angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) merupakan insentif yang diberikan oleh gubernur.


Pasal 10

(1) Pengenaan PKB KBL Berbasis Baterai untuk orang atau barang ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari dasar pengenaan PKB.
(2) Pengenaan BBNKB KBL Berbasis Baterai untuk orang atau barang ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari dasar pengenaan BBNKB.
(3) Pengenaan PKB dan BBNKB KBL Berbasis Baterai untuk orang atau barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan insentif yang diberikan oleh gubernur.


Pasal 11

(1) Pengenaan PKB KBL Berbasis Baterai untuk angkutan umum orang ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari dasar pengenaan PKB.
(2) Pengenaan BBNKB KBL Berbasis Baterai untuk angkutan umum orang ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari dasar pengenaan BBNKB.
(3) Pengenaan PKB KBL Berbasis Baterai untuk angkutan umum barang ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari dasar pengenaan PKB.
(4) Pengenaan BBNKB KBL Berbasis Baterai untuk angkutan umum barang ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari dasar pengenaan BBNKB.
(5) Pengenaan PKB dan BBNKB untuk KBL Berbasis Baterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) merupakan insentif yang diberikan oleh gubernur.


Pasal 12

(1) Pengenaan PKB ambulans, pemadam kebakaran, dan pelayanan kebersihan milik pemerintah pusat, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pemerintah daerah ditetapkan sebesar 0% (nol persen) dari dasar pengenaan PKB.
(2) Pengenaan BBNKB ambulans, pemadam kebakaran, dan pelayanan kebersihan milik pemerintah pusat, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pemerintah daerah ditetapkan sebesar 0% (nol persen) dari dasar pengenaan BBNKB.
(3) Pengenaan PKB ambulans, pemadam kebakaran, dan pelayanan kebersihan milik badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan pihak swasta yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan ditetapkan dengan peraturan gubernur.
(4) Pengenaan BBNKB ambulans, pemadam kebakaran, dan pelayanan kebersihan milik badan usaha milik  negara, badan usaha milik daerah, dan pihak swasta yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan ditetapkan dengan peraturan gubernur.
(5) Pengenaan PKB dan BBNKB Kendaraan Bermotor yang diperuntukkan untuk kegiatan sosial keagamaan diatur dengan peraturan gubernur.
(6) Pengenaan PKB dan BBNKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan insentif yang diberikan oleh gubernur.

 


Pasal 13

(1) Persyaratan untuk mendapatkan insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5), Pasal 10 ayat (3), Pasal 11 ayat (5), dan Pasal 12 ayat (6) dengan memperhatikan tingkat pertumbuhan ekonomi, kondisi pandemi COVID-19, upah minimum regional, dan/atau faktor lain yang berpotensi menghambat investasi.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan untuk mendapatkan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan gubernur.


Bagian Kedua
Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
yang Dioperasikan di Air

Pasal 14

(1) Penghitungan dasar pengenaan PKB dan BBNKB untuk Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, ditetapkan berdasarkan penjumlahan nilai jual rangka/body dan nilai jual motor penggerak Kendaraan Bermotor di air.
(2) Nilai jual untuk Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan HPU atas suatu Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di air pada minggu pertama bulan Desember Tahun 2020.
(3) Nilai jual rangka/body Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis, isi kotor (gross tonnage) antara 5 (lima) sampai dengan 7 (tujuh), fungsi, dan Umur Rangka/Body.
(4) Nilai jual motor penggerak Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut daya kuda (horse power) dan Umur Motor.


Pasal 15

(1) Nilai jual rangka/body Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) dibedakan berdasarkan jenis bahan konstruksi rangka/body, meliputi:
  1. kayu;
  2. serat, fiber, karet, dan sejenisnya; dan
  3. besi, baja, ferrocement, dan sejenisnya.
(2) Penggunaan Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di air dikelompokkan berdasarkan fungsi:
  1. angkutan penumpang dan/atau barang;
  2. penangkap ikan;
  3. pengerukan; dan
  4. pesiar, olahraga, atau rekreasi.


Pasal 16

NJKB yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), dijadikan dasar pengenaan PKB dan BBNKB untuk Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Air.



Bagian Ketiga
Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan yang Belum
Tercantum Dalam Lampiran Peraturan Menteri

Pasal 17

Penghitungan dasar pengenaan PKB dan BBNKB untuk Kendaraan Bermotor Tahun Pembuatan 2021 yang jenis, merek, tipe, dan nilai jualnya yang belum tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, ditetapkan oleh Menteri.



Pasal 18

(1) Dalam hal Menteri belum menetapkan NJKB sebagai dasar penghitungan pengenaan PKB dan BBNKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, gubernur dapat menetapkan NJKB sebagai dasar penghitungan pengenaan PKB dan BBNKB berdasarkan usulan pengajuan penetapan NJKB.
(2) Gubernur dapat menetapkan dasar pengenaan PKB dan BBNKB atas kereta gandeng atau tempel dan tambahan atau selisih NJKB ganti mesin yang belum tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan mempedomani ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
(4) Ketentuan mengenai NJKB sebagai dasar penghitungan pengenaan PKB dan BBNKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan gubernur.
(5) Peraturan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan paling lama 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya usulan pengajuan penetapan NJKB.


Pasal 19

Dasar pengenaan PKB dan BBNKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, berlaku sampai dengan ditetapkannya penghitungan dasar pengenaan PKB dan BBNKB oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.



BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 20

(1) Gubernur menetapkan NJKB sebagai dasar penghitungan pengenaan PKB dan BBNKB bagi Kendaraan Bermotor yang masuk melalui kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
(2) Ketentuan mengenai NJKB sebagai dasar penghitungan pengenaan PKB dan BBNKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan gubernur.


Pasal 21

(1) Dalam hal blind van, minibus, microbus, bus, pick up, dan double cabin sebagai bentuk dasar mengalami ubah bentuk, dasar pengenaan PKB dan BBNKB ditambah dengan NJKB Ubah Bentuk.
(2) Dalam hal light truck, truck, tronton, dan tractor head masih berbentuk chassis, dasar pengenaan PKB dan BBNKB ditambah dengan NJKB Ubah Bentuk.


Pasal 22

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai NJKB dan nilai jual ubah bentuk untuk Kendaraan Bermotor pembuatan sebelum tahun 2021 diatur dengan peraturan gubernur.
(2) Peraturan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah paling lama 15 (lima belas) Hari setelah diundangkan.
(3) Peraturan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.


BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2021
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

MUHAMMAD TITO KARNAVIAN

                        


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 12 Januari 2021

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd


WIDODO EKATJAHJANA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 9