Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2010

  • 29 November 2010
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 53/PJ/2010

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BERKAITAN
DENGAN SPTNP ATAU SPKTNP, KEPUTUSAN KEBERATAN, PUTUSAN BANDING, ATAU
PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum mengenai pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berkaitan dengan SPTNP atau SPKTNP, Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang Berkaitan Dengan SPTNP atau SPKTNP, Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak;
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BERKAITAN DENGAN SPTNP ATAU SPKTNP, KEPUTUSAN KEBERATAN, PUTUSAN BANDING, ATAU PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI.



Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan :

  1. Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
  2. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
  3. Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
  4. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor, yang selanjutnya disebut SPKPBM adalah formulir penagihan untuk menagih Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor yang tidak atau kurang dibayar oleh importir, pengangkut, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, atau pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, yang diterbitkan oleh pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 234/KMK.05/1996 tentang Tata Cara Penagihan Piutang Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak Dalam Rangka Impor beserta perubahannya.
  5. Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean, yang selanjutnya disebut SPTNP adalah surat penetapan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai beserta perubahannya.
  6. Surat Penetapan Pabean, yang selanjutnya disebut SPP adalah surat penetapan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai beserta perubahannya.
  7. Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean, yang selanjutnya disebut SPKTNP adalah surat penetapan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai beserta perubahannya.
  8. Keputusan Keberatan adalah keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.04/2007 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Kepabeanan beserta perubahannya, yang diajukan terkait dengan SPKPBM, SPTNP, atau SPP.
  9. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas permohonan banding terhadap Keputusan Keberatan atau SPKTNP.
  10. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan terhadap Putusan Banding.
  11. Kantor Pelayanan Pajak adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.


Pasal 2

Kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang meliputi pajak yang telah dibayar, berupa PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor, dan/atau PPnBM Impor yang tercantum dalam :

  1. SPTNP atau SPKTNP;
  2. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan;
  3. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan dan Putusan Banding;
  4. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali;
  5. SPKTNP yang telah diterbitkan Putusan Banding; atau
  6. SPKTNP yang telah diterbitkan Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali,

dan menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak.



Pasal 3

(1) Atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  2. mengemukakan alasan, jenis, jumlah, dan perhitungan pajak yang diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang;
  3. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPTNP, 1 (satu) SPKTNP, 1 (satu) Keputusan Keberatan, 1 (satu) Putusan Banding, atau 1 (satu) Putusan Peninjauan Kembali; dan
  4. ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 4

(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus dilampir :
  1. fotokopi dokumen yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak;
  2. asli bukti pembayaran pajak; dan
  3. surat pernyataan bahwa pajak yang diminta kembali belum dan tidak akan dikreditkan dan/atau dibiayakan.
(2) Fotokopi dokumen yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu :
  1. SPTNP atau SPKTNP dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak berkaitan dengan Pasal 2 huruf a;
  2. Keputusan Keberatan dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak berkaitan dengan Pasal 2 huruf b;
  3. Salinan Putusan Banding dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak berkaitan dengan Pasal 2 huruf c atau huruf e; dan
  4. salinan Putusan Peninjauan Kembali dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak berkaitan dengan Pasal 2 huruf d atau huruf f.


Pasal 5

(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), serta telah dilampiri dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.
(2) Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan :
  1. secara langsung;
  2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
  3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(3) Atas penyampaian permohonan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan bukti penerimaan surat.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dinyatakan diterima secara lengkap dalam hal telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), telah dilampiri dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.
(5) Tanggal permohonan dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yaitu tanggal yang tercantum pada :
  1. bukti penerimaan surat dalam hal permohonan disampaikan secara langsung;
  2. bukti pengiriman surat dalam hal permohonan disampaikan melalui pos; atau
  3. bukti pengiriman surat dalam hal permohonan disampaikan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.


Pasal 6

(1) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan/atau ayat (3), dan/atau tidak dilampiri dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat permintaan pemenuhan persyaratan dan/atau lampiran permohonan.
(2) Surat permintaan pemenuhan persyaratan dan/atau lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3) Surat permintaan pemenuhan persyaratan dan/atau lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 2 (dua) minggu sejak surat permintaan dikirimkan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi permintaan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan penolakan secara tertulis disertai alasan penolakan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(5) Dalam hal Wajib Pajak memenuhi permintaan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tanggal permohonan dinyatakan diterima secara lengkap yaitu tanggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5).


Pasal 7

Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus memenuhi ketentuan bahwa pajak yang seharusnya tidak terutang :

  1. telah disetor ke kas negara;
  2. dalam hal berkaitan dengan PPh Pasal 22 Impor, belum dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh;
  3. dalam hal berkaitan dengan PPN Impor, belum dikreditkan dalam SPT Masa PPN dan/atau belum dibiayakan dalam SPT Tahunan PPh; dan
  4. dalam hal berkaitan dengan PPnBM Impor, belum dibiayakan dalam SPT Tahunan PPH.


Pasal 8

(1) Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), Direktur Jenderal Pajak melakukan :
  1. penelitian dan/atau konfirmasi kebenaran bukti pembayaran pajak; dan
  2. penelitian pengkreditan dan/atau pembiayaan pajak yang diminta kembali.
(2) Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) berkaitan dengan SPTNP atau SPKTNP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, Direktur Jenderal Pajak juga melakukan permintaan :
  1. konfirmasi kebenaran SPTNP atau SPKTNP; dan
  2. legalisasi fotokopi SPTNP atau SPKTNP;
kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) berkaitan dengan Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, Direktur Jenderal Pajak juga melakukan permintaan :
  1. konfirmasi kebenaran Keputusan Keberatan; dan
  2. legalisasi fotokopi Keputusan Keberatan,
kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
(4) Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) berkaitan dengan Putusan Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c atau huruf e, Direktur Jenderal Pajak juga melakukan permintaan :
  1. konfirmasi kebenaran Putusan Banding;
  2. konfirmasi pelaksanaan Putusan Banding terkait dengan bea masuk dan/atau cukai; dan
  3. legalisasi fotokopi salinan Putusan Banding,
kepada Direktur Jenderal Bea da Cukai
(5) Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) berkaitan dengan Putusan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d atau huruf f, Direktur Jenderal Pajak juga melakukan permintaan:
  1. konfirmasi kebenaran Putusan Peninjauan Kembali;
  2. konfirmasi pelaksanaan Putusan Peninjauan Kembali terkaitan dengan bea masuk dan/atau cukai; dan
  3. legalisasi fotokopi salinan Putusan Peninjauan Kembali,
kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
(6) Permintaan konfirmasi kebenaran dan legalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(7) Dalam rangka menyelesaikan permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat meminta keterangan dari Wajib Pajak.


Pasal 9

(1) Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan penelitian atas permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan dinyatakan diterima secara lengkap dan terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan penelitian sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3) Berdasarkan laporan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak membuat nota penghitungan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal laporan penelitian.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian :
  1. tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang;
  2. jawaban konfirmasi belum diterima; dan/atau
  3. jawaban konfirmasi adalah "tidak ada" dan/atau "tidak benar",
Direktur Jenderal Pajak, paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan dinyatakan diterima secara lengkap, menerbitkan pemberitahuan penolakan secara tertulis disertai alasan penolakan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 10

(1) Dalam hal kepada Wajib Pajak diberikan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, asli bukti pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b harus diberi tanda dan diparaf untuk menunjukkan bahwa terhadap bukti pembayaran telah diberikan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
(2) Asli bukti pembayaran yang telah diberi tanda dan diparaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada Wajib Pajak.


Pasal 11

(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berupa PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor, dan/atau PPnBM Impor yang tercantum dalam :
  1. SPTNP atau SPKTNP;
  2. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan;
  3. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan dan Putusan Banding;
  4. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali;
  5. SPKTNP yang telah diterbitkan Putusan Banding; atau
  6. SPKTNP yang telah diterbitkan Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali,
dan menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak, yang disampaikan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini namun belum diselesaikan, permohonan tersebut diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini paling lama 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku.
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan/atau ayat (3), dan/atau lampiran persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak untuk memenuhi persyaratan tersebut.
(3) Surat pemberitahuan untuk memenuhi persyaratan dan/atau lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(4) Surat Pemberitahuan untuk memenuhi persyaratan dan/atau lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 2 (dua) minggu sejak surat pemberitahuan dikirimkan.
(5) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi permintaan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan penolakan secara tertulis disertai alasan penolakan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 12

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 November 2010
DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 195104281975121002