Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-11/BC/2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

NOMOR PER - 11/BC/2021

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER-03/BC/2020 TENTANG TATA LAKSANA PENGENAAN,
PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA
ATAS PELANGGARAN KETENTUAN DEVISA HASIL EKSPOR DARI KEGIATAN
PENGUSAHAAN, PENGELOLAAN, DAN/ATAU PENGOLAHAN
SUMBER DAYA ALAM

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :


  1. bahwa tata laksana pengenaan, pemungutan, dan penyetoran sanksi administratif berupa denda atas pelanggaran ketentuan devisa hasil ekspor dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-03/BC/2020 tentang Tata Laksana Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam;
  2. bahwa untuk meningkatkan kepastian hukum dalam pelaksanaan pelayanan dan pengawasan kepabeanan di bidang ekspor, serta menyelaraskan ketentuan mengenai pengawasan devisa hasil ekspor dengan ketentuan penerimaan negara bukan pajak, perlu melakukan penyesuaian terhadap tata laksana pengawasan pemenuhan ketentuan devisa hasil ekspor sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.04/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.04/2019 tentang Tarif atas Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-03/BC/2020 tentang Tata Laksana Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 7, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 6302);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 230, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6563);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 268, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6584);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 98/PMK.04/2019 tentang Tarif atas Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.04/2021 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1114);


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-03/BC/2020 TENTANG TATA LAKSANA PENGENAAN, PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA ATAS PELANGGARAN KETENTUAN DEVISA HASIL EKSPOR DARI KEGIATAN PENGUSAHAAN, PENGELOLAAN, DAN/ATAU PENGOLAHAN SUMBER DAYA ALAM.


 

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-03/BC/2020 tentang Tata Laksana Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam, diubah sebagai berikut:


1. Ketentuan Pasal 1 angka 13 diubah, dan ditambahkan 2 (dua) angka yakni angka 16 dan angka 17, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
2. Devisa adalah aset dan kewajiban finansial yang digunakan dalam transaksi internasional.
3. Devisa Hasil Ekspor dari Barang Ekspor Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat DHE SDA adalah devisa hasil kegiatan ekspor barang yang berasal dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam.
4. Rekening Khusus DHE SDA adalah rekening Eksportir di Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing yang ditujukan khusus untuk menerima dan menyimpan DHE SDA.
5. Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing adalah bank yang memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, namun tidak termasuk kantor cabang luar negeri dari bank yang berkantor pusat di Indonesia.
6. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
7. Eksportir adalah orang perseorangan, badan hukum, atau badan lainnya yang tidak berbadan hukum yang melakukan Ekspor.
8. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.
9. Bank Indonesia adalah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Bank Indonesia.
10. Otoritas Jasa Keuangan adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan.
11. Barang Ekspor adalah barang yang telah diajukan pemberitahuan ekspor barang dan telah mendapatkan nomor pendaftaran.
12. Sistem Komputer Pelayanan adalah sistem komputer yang digunakan oleh kantor pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
14. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
15. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
16. Surat Pemberitahuan Penetapan Pemungutan adalah surat pemberitahuan kepada Eksportir yang berisi penetapan pelanggaran ketentuan penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA, penggunaan DHE SDA, atau pembuatan atau pemindahan escrow account pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing.
17. Escrow Account adalah rekening yang dibuka untuk tujuan tertentu guna menampung dana berdasarkan persyaratan tertentu sesuai dengan perjanjian tertulis.
   
2. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8

Direktur Jenderal dapat meminta penjelasan atas hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) kepada Bank Indonesia terkait adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4.
   
3. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9

(1) Dalam hal Eksportir tidak melakukan penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Eksportir dikenakan pungutan berupa denda sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari nilai DHE SDA yang belum ditempatkan ke dalam Rekening Khusus DHE SDA.
(2) Dalam hal Eksportir menggunakan DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA untuk pembayaran di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Eksportir dikenakan pungutan berupa denda sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari nilai DHE SDA yang digunakan untuk pembayaran di luar ketentuan.
(3) Terhadap Eksportir yang tidak membuat Escrow Account sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 atau tidak memindahkan Escrow Account di luar negeri pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2, Eksportir dikenakan sanksi administratif berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang ekspor.
   
4. Ketentuan Pasal 10 ayat (1), ayat (2) diubah, dan ditambahkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (3) dan ayat (4), sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10

(1) Direktur yang memiliki tugas menyiapkan perumusan kebijakan, standarisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan di bidang teknologi informasi melakukan distribusi hasil pengawasan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan kepada Kepala Kantor Pabean.
(2) Kepala Kantor Pabean melakukan perhitungan pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) dengan mendasarkan pada hasil pengawasan Bank Indonesia yang menunjukkan adanya pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4.
(3) Kepala Kantor Pabean mengenakan sanksi administratif berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor dengan mendasarkan pada hasil pengawasan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan yang menunjukkan adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4 dan/atau Pasal 5.
(4) Perhitungan pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada kurs tengah dari kurs transaksi Bank Indonesia yang tercantum pada hasil pengawasan Bank Indonesia.
   
5. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11

Pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) disetor ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari hak negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
   
6. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12

(1) Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan Surat Pemberitahuan Penetapan Pungutan kepada Eksportir paling lama 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya hasil pengawasan yang menunjukkan adanya pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4.
(2) Penyampaian Surat Pemberitahuan Penetapan Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui Sistem Komputer Pelayanan.
   
7. Ketentuan Pasal 13 ayat (1) diubah, dan ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4), sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 13

(1) Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan:
  1. surat tagihan pertama, apabila dalam 10 (sepuluh) hari terhitung setelah tanggal Surat Pemberitahuan Penetapan Pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Eksportir tidak melunasi kewajibannya;
  2. surat tagihan kedua, apabila dalam 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada huruf a, Eksportir tidak melunasi kewajibannya; dan
  3. surat tagihan ketiga, apabila dalam 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan kedua sebagaimana dimaksud pada huruf b, Eksportir tidak melunasi kewajibannya.
(2) Surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan melalui Sistem Komputer Pelayanan.
(3) Dalam hal penerbitan surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum dapat dilakukan melalui Sistem Komputer Pelayanan atau mengalami gangguan, penerbitan surat tagihan dilakukan secara manual.
(4) Tata kerja penerbitan surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3), tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
   
8. Ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) diubah, diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a), ayat (4) dihapus, dan ditambahkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (5) dan ayat (6), sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15

(1) Apabila Eksportir tidak melunasi kewajibannya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a diterbitkan, atas pemberitahuan ekspor barang berikutnya tidak dilayani sampai Eksportir melunasi kewajibannya.
(2) Apabila Eksportir tidak melunasi kewajibannya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerbitan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c diterbitkan, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri:
  1. melakukan penyerahan pengurusan piutang negara kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)/Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang untuk diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan piutang negara;
  2. mengenakan penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor; dan
  3. menyampaikan informasi kepada Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
(2a) Dalam hal tanggal penerbitan surat tagihan kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b, surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c, dan penyerahan pengurusan piutang negara kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)/Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada tanggal yang tidak terdapat pada bulan sebelumnya, surat tagihan atau penyerahan pengurusan piutang negara kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)/Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang diterbitkan pada tanggal terakhir pada bulan berkenaan.
(3) Penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b menjadi dasar dalam penyusunan profil sistem kepatuhan pengguna jasa Eksportir yang bersangkutan.
(4) Dihapus.
(5) Dalam hal Eksportir melakukan pelunasan pungutan berupa denda atas surat tagihan yang telah diserahkan pengurusan piutang negara kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)/Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan pembukaan atas penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(6) Tata kerja pembukaan akses pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
   
9. Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16

(1) Eksportir melakukan pelunasan pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) dengan menggunakan dokumen dasar pembayaran serta billing pembayaran yang diterbitkan oleh Sistem Komputer Pelayanan.
(2) Dokumen dasar pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberitahuan ekspor barang dan surat tagihan.
   
10. Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17

Pelunasan pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dilakukan Eksportir di bank devisa persepsi atau pos persepsi, bank persepsi valas, lembaga persepsi lainnya, atau lembaga persepsi lainnya valas yang ditunjuk untuk menerima setoran penerimaan negara.
   
11. Di antara Pasal 18 dan Pasal 19 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 18A, dan Pasal 18B, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 18A

(1) Terhadap surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dapat dilakukan koreksi.
(2) Untuk dapat melakukan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Eksportir mengajukan permohonan koreksi secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean.
(3) Koreksi terhadap surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan penerimaan negara bukan pajak.
(4) Koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan terhadap:
  1. besaran pungutan berupa denda dalam surat tagihan; dan/atau
  2. kesalahan penulisan.
(5) Permohonan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disertai dengan penjelasan Eksportir atas bagian surat tagihan yang dimintakan koreksi.
(6) Kepala Kantor Pabean meneliti dan memberikan jawaban atas permohonan koreksi paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan koreksi diterima dan dinyatakan lengkap dan benar.
(7) Dalam hal permohonan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat tagihan koreksi melalui Sistem Komputer Pelayanan.
(8) Penerbitan surat tagihan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak mengubah jangka waktu dan jatuh tempo surat tagihan awal.
(9) Penerbitan surat tagihan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) membatalkan surat tagihan awal.
(10) Tata kerja penerbitan surat tagihan koreksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (7), tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

Pasal 18B

(1) Eksportir wajib membayar pungutan berupa denda pada surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) paling lambat pada saat jatuh tempo sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan penerimaan negara bukan pajak.
(2) Eksportir yang tidak melunasi pungutan berupa denda sampai dengan jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pungutan terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
(3) Untuk jatuh tempo pembayaran pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2a), denda keterlambatan ditetapkan 1 (satu) hari setelah tanggal jatuh tempo.
(4) Denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
   
12. Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-03/BC/2020 tentang Tata Laksana Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam, dihapus.

 


Pasal II

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.





Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 1 November 2021

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


-ttd-


ASKOLANI