Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-60/PJ/2013

  • 24 Desember 2013
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : SE - 60/PJ/2013

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-20/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN
DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN USAHA
DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, PENGHAPUSAN NOMOR POKOK
WAJIB PAJAK DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK,
SERTA PERUBAHAN DATA DAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH
DENGAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-38/PJ/2013

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

A. Umum

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013, perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak sebagai petunjuk pelaksanaan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud

Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan penjelasan dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013.
2. Tujuan

Penetapan Surat Edaran ini bertujuan untuk:
  1. memperjelas proses bisnis pendaftaran dan pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, pelaporan usaha dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta perubahan data dan pemindahan Wajib Pajak sehingga dapat berjalan dengan baik dan seragam, serta memberikan kepastian hukum, kemudahan dan pelayanan prima kepada Wajib Pajak; dan
  2. memberikan panduan dan pedoman tentang sistem penomoran Wajib Pajak dan status master file Wajib Pajak
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini mengatur hal-hal sebagai berikut:
1. Penjelasan pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013;
2. Prosedur kerja, yang meliputi tata cara pelaksanaan proses:
  1. Pendaftaran dan Pemberian NPWP;
  2. Penghapusan NPWP;
  3. Pengukuhan PKP;
  4. Pencabutan PKP;
  5. Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak;
  6. Pemindahan Wajib Pajak;
  7. Penetapan dan Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Non Efektif;
  8. Pengaktifan Kembali NPWP;
  9. Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP;
  10. Aktivasi Sementara Wajib Pajak Hapus;
  11. Cetak Ulang Kartu NPWP, SKT dan SPPKP; dan
  12. Penyelesaian Pelayanan dalam Keadaan Kahar.
D. Dasar
  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 36 Tahun 2008.
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
  6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013.
E. Materi dan Penjelasan
1. Ketentuan Umum
a. Prosedur kerja Pendaftaran dan Pemberian NPWP, Penghapusan NPWP, Pengukuhan PKP; Pencabutan PKP; Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak; Pemindahan Wajib Pajak; Penetapan dan Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Non Efektif; dan Cetak Ulang Kartu NPWP; SKT dan SPPKP dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
b. Prosedur kerja Pengaktifan Kembali NPWP, Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP, dan Aktivasi Sementara NPWP di lakukan secara jabatan.
c. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) berwenang melaksanakan seluruh prosedur kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
d. Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) hanya berwenang melaksanakan prosedur kerja Pendaftaran dan Pemberian NPWP, Pengukuhan PKP, dan Cetak Ulang Kartu NPWP, SKT dan SPPKP sebagaimana dimaksud pada huruf a yang disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak.
e. KP2KP menyampaikan berkas permohonan Wajib Pajak dan dokumen lain yang berkaitan dengan penyelesaian prosedur kerja sebagaimana dimaksud pada huruf d ke KPP paling lama 5 (lima) hari kerja setelah prosedur kerja dimaksud selesai.
f. Untuk prosedur kerja selain dimaksud pada huruf d, KP2KP hanya berwenang menerima dan meneruskan permohonan ke KPP, dan memberikan Tanda Terima, atau mengirimkan Tanda Terima kepada Wajib Pajak dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
g. Tanda Terima sebagaimana dimaksud pada huruf f dan Tata Cara Penerimaan dan Penerusan Dokumen Permohonan di KP2KP adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
h. Penerbitan Bukti Penerimaan Surat (BPS) dan pemberitahuan mengenai ketidaklengkapan dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Dalam hal permohonan dilakukan secara tertulis dan disampaikan secara langsung, KPP atau KP2KP memberikan BPS pada saat dokumen dinyatakan lengkap.
2) Dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP atau KP2KP memberikan dan menyampaikan BPS atau pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan, paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah dokumen diterima oleh Petugas Pendaftaran.
3) Dalam hal permohonan dilakukan melalui Aplikasi e-Registration, KPP menerbitkan BPS atau pemberitahuan mengenai ketidaklengkapan secara elektronik, paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah dokumen diterima oleh Petugas Pendaftaran.
4) Dalam hal penerusan dokumen oleh KP2KP, KPP memberikan dan menyampaikan BPS atau pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan, paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah dokumen diterima oleh Petugas Pendaftaran KPP.
i. Termasuk dokumen yang dipersyaratkan dalam Pasal 6 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013 adalah sebagai berikut:
1) Dokumen pendirian adalah segala bentuk dokumen yang menjadi dasar pendirian atau pembentukan suatu badan.
2) Dokumen izin usaha dan/atau kegiatan adalah segala bentuk dokumen atau bukti tertulis yang diberikan oleh instansi pemerintah atau organisasi non pemerintah yang menerangkan bahwa orang pribadi atau badan diperbolehkan atau tidak dilarang untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan tertentu, baik yang bersifat sementara maupun tetap.
Contoh:
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Apotek (SIA), Surat Izin Praktik, Surat Izin Usaha Kepariwisataan, Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK), Izin Usaha Industri (IUI), Izin Kursus Pendidikan Luar Sekolah, dan Izin Usaha Peternakan.
j. Wajib pajak yang tidak memiliki dokumen izin usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf i angka 2) dapat melampirkan surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
k. Dalam rangka memberikan kemudahan pelayanan pemberian NPWP, Wajib Pajak yang tidak memiliki dokumen izin usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf i angka 2) atau surat keterangan tempat kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf j dapat menggantikannya dengan fotokopi dokumen rekening listrik, dengan ketentuan dokumen tersebut memuat data identitas berupa nama Wajib Pajak yang bersangkutan.
l. Dalam hal permohonan tertulis ditandatangani oleh pihak lain, permohonan tersebut harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai penunjukan kuasa.
m. Permohonan yang dapat disampaikan secara elektronik melalui Aplikasi e-Registration adalah:
1) Pendaftaran dan Pemberian NPWP;
2) Penghapusan NPWP;
3) Pengukuhan PKP;
4) Pencabutan PKP;
5) Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak;
6) Pemindahan Wajib Pajak; dan
7) Penetapan Wajib Pajak Non Efektif.
n. Wajib Pajak yang menggunakan Aplikasi e-Registration harus melakukan proses pendaftaran untuk mendapatkan akun (account), dengan tata cara sebagai berikut:
1) Wajib Pajak membuka Aplikasi e-Registration yang tersedia di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id.
2) Wajib Pajak membuat akun dengan mengklik menu "buat account baru" dan mengisi informasi yang diminta.
3) Setelah Wajib Pajak mengisi semua informasi yang diperlukan, Aplikasi e-Registration akan mengaktifkan username dan password.
4) Untuk dapat memanfaatkan Aplikasi e-Registration, Wajib Pajak melakukan login ke Aplikasi e-Registration dengan mengisi username dan password yang telah dibuat.
o. Dalam hal permohonan diajukan melalui Aplikasi e-Registration, dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dapat diunggah di Aplikasi e-Registration atau dikirim dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen (SPD) ke KPP.
p. SPD sebagaimana dimaksud pada huruf o dicetak dari Aplikasi e-Registration yang sudah tercetak nomor secara otomatis (prenumbered form) dengan format yang menunjukkan nomor urut, jenis layanan dan tahun.
q. Petugas Pendaftaran di KPP adalah pegawai Seksi Pelayanan atau petugas lain yang ditunjuk oleh Kepala KPP untuk melaksanakan seluruh prosedur kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
r. Petugas Pendaftaran di KP2KP adalah pegawai yang ditunjuk oleh Kepala KP2KP untuk melaksanakan seluruh prosedur kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a yang menjadi wewenang KP2KP.
2. Nomor Pokok Wajib Pajak dan Klasifikasi Wajib Pajak
a. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya.
b. Setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP.
c. Dalam rangka pelaksanaan administrasi perpajakan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Wajib Pajak dikelompokkan menjadi Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan.
d. NPWP Wajib Pajak orang pribadi diadministrasikan sebagai berikut:
1) Wajib Pajak orang pribadi dikelompokkan ke dalam lima kategori:
a) Orang Pribadi (Induk), yaitu terdiri dari Wajib Pajak belum menikah, dan suami sebagai kepala keluarga;
b) Hidup Berpisah (HB) yaitu wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;
c) Pisah Harta (PH), yaitu suami-istri yang dikenai pajak secara terpisah karena menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis;
d) Memilih Terpisah (MT), yaitu wanita kawin, selain kategori Hidup Berpisah dan Pisah Harta, yang dikenai pajak secara terpisah karena memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya; dan
e) Warisan Belum Terbagi (WBT) sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris.
2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf c), dan huruf d) diberikan NPWP Pusat yang berbeda dengan NPWP suami.
3) NPWP tidak diberikan kepada:
a) Wanita kawin yang tidak hidup berpisah berdasarkan putusan hakim, tidak melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis, dan/atau tidak menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya, yang hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya; dan
b) Anak yang belum dewasa yang memiliki penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
4) Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT) dan orang pribadi lainnya yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas juga wajib mendaftarkan diri di KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha tersebut, untuk memperoleh NPWP Cabang bagi setiap tempat usaha.
5) NPWP Cabang sebagaimana dimaksud pada angka 4) diberikan kode cabang yang mencerminkan urutan cabang di suatu KPP.
Contoh:
Tn. A bertempat tinggal di Jalan Bandang Makassar dan terdaftar di KPP Pratama Makassar Utara dengan NPWP 07.456.899.1-801.000.
Tn. A membuka usaha di sebuah Mall yang berada di wilayah kerja KPP Pratama Makassar Selatan. Dalam hal ini, Tn. A juga harus mendaftarkan diri di KPP Pratama Makassar Selatan, dan diberikan NPWP Cabang 07.456.899.1-805.001.
Tn. A juga membuka usaha di sebuah ruko yang berada di wilayah kerja KPP Pratama Maros. Tn. A harus mendaftarkan diri di KPP Pratama Maros, dan diberikan NPWP Cabang 07.456.899.1-809.001.
Tn. A kembali membuka usaha di sebuah ruko di Tabo-Tabo, Bungoro. Pangkajene Kepulauan yang juga berada di wilayah kerja KPP Pratama Maros. Oleh karena itu, Tn. A kembali harus mendaftarkan diri di KPP Pratama Maros, dan diberikan NPWP Cabang 07.456.899.1-809.002.
e. NPWP Wajib Pajak badan diadministrasikan sebagai berikut:
1) Wajib Pajak badan dikelompokkan menjadi 5 (lima) kategori:
a) Badan, yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap;
b) Joint Operation, yaitu bentuk kerja sama operasi yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak atas nama bentuk kerja sama operasi;
c) Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, yaitu Wajib Pajak perwakilan dagang asing atau kantor perwakilan perusahaan asing (representative office/liaison office) di Indonesia yang bukan Bentuk Usaha Tetap (BUT);
d) Bendahara, yaitu bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, dan diwajibkan melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan jasa, serta pembayaran lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
e) Penyelenggara Kegiatan, yaitu pihak selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a), b), c) dan d) yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan dan diwajibkan melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
2) Wajib Pajak badan yang memiliki tempat usaha berbeda dengan tempat kedudukan juga wajib mendaftarkan diri di KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha tersebut, untuk memperoleh NPWP Cabang bagi setiap tempat usaha.
f. Dalam rangka pengelolaan basis data dan pengawasan, setiap Wajib Pajak diberikan Status Master File sebagai berikut:
1) Wajib Pajak Aktif, yaitu status Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif dan menjalankan hak dan kewajiban perpajakan secara efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2) Wajib Pajak Non Efektif, yaitu status yang diberikan kepada Wajib Pajak tertentu dan untuk sementara dikecualikan dari pengawasan administrasi rutin, termasuk status Wajib Pajak penghasilan tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT.
3) Wajib Pajak Hapus, yaitu status Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Wajib Pajak dan NPWP-nya telah dihapus.
4) Wajib Pajak Aktivasi Sementara, yaitu Wajib Pajak Hapus yang statusnya diaktifkan sementara paling lama 1 (satu) bulan dalam rangka memenuhi hak dan kewajiban perpajakan.
3. Prosedur Kerja
a. Pendaftaran dan Pemberian NPWP
1) Pendaftaran dan Pemberian NPWP dapat dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
2) Wajib Pajak mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha.
3) Jangka waktu penyelesaian pelayanan pendaftaran dan pemberian NPWP adalah paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah BPS diterbitkan.

Contoh 1:
Wajib Pajak mengajukan pendaftaran diri sebagai Wajib Pajak secara tertulis langsung ke KPP pada hari Senin, 3 Juni 2013. Pada pukul 09.01 WIB, setelah melakukan penelitian, Petugas Pendaftaran menyatakan permohonan lengkap dan menerbitkan BPS. Dalam kasus ini, SKT dan kartu NPWP diterbitkan paling lambat satu hari kerja setelah penerbitan BPS, yaitu hari Selasa, 4 Juni 2013 pukul 17.00 WIB.

Contoh 2:
Wajib Pajak mengajukan pendaftaran secara tertulis langsung ke KP2KP pada hari Rabu, 5 Juni 2013. Pada pukul 10.00 WIT, Petugas Pendaftaran menerbitkan BPS setelah memastikan berkas permohonan lengkap Berhubung hari Kamis, 6 Juni 2013 adalah hari libur nasional, maka SKT dan kartu NPWP diterbitkan paling lambat satu hari kerja setelah penerbitan BPS, yaitu hari Jumat, 7 Juni 2013 pukul 17.00 WIT.

Contoh 3:
Wajib Pajak mengajukan pendaftaran melalui Aplikasi e-Registration pada hari Selasa, 1 Oktober 2013, dan menyampaikan dokumen persyaratan dengan cara mengunggah (upload) melalui Aplikasi e-Registration pada hari yang sama pada pukul 10.00 WITA. Apabila berkas telah lengkap, Petugas Pendaftaran harus menerbitkan BPS secara elektronik paling lambat hari Rabu, 2 Oktober 2013 pukul 17.00 WITA. Dalam kasus ini, SKT dan kartu NPWP diterbitkan paling lambat satu hari kerja setelah penerbitan BPS, yaitu hari Kamis, 3 Oktober 2013 pukul 17.00 WITA.
4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 3), KPP atau KP2KP belum menerbitkan SKT dan kartu NPWP, KPP atau KP2KP harus segera menerbitkan SKT dan kartu NPWP dengan tanggal mulai terdaftar adalah hari kerja berikutnya setelah BPS diterbitkan.
5) Wajib Pajak orang pribadi istri yang mendaftarkan diri dalam kategori Wajib Pajak Memilih Terpisah (MT) harus menandatangani surat pernyataan yang menyatakan menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan terpisah dari suami, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
6) Pendaftaran NPWP sebagai hasil kegiatan ekstensifikasi perpajakan dilakukan melalui Aplikasi e-Registration.
7) Pada saat Wajib Pajak menyampaikan permohonan melalui Aplikasi e-Registration, Wajib Pajak membaca hak dan kewajiban perpajakan dan selanjutnya menyetujui sesuai dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
8) Pada saat Wajib Pajak menyampaikan permohonan secara tertulis langsung ke KPP atau KP2KP, Petugas Pendaftaran memberikan penjelasan singkat mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak, dan Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
9) Dalam hal penerbitan NPWP secara jabatan, petugas verifikasi atau pemeriksa pajak harus mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran Wajib Pajak secara lengkap berdasarkan Laporan Hasil Verifikasi (LHV)/Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
10) SKT dan Kartu NPWP beserta paket informasi singkat hak dan kewajiban Wajib Pajak (Starter Kit NPWP), dikirim menggunakan pos tercatat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir ke alamat Wajib Pajak sebagaimana tercantum pada SKT.
11) Dalam hal diperlukan, misalnya Wajib Pajak mendaftarkan diri dengan mendatangi KPP atau KP2KP karena memerlukan NPWP dengan segera, Petugas Pendaftaran dapat memberikan fotokopi SKT, fotokopi Kartu NPWP,dan Starter Kit NPWP kepada Wajib Pajak.
12) Petugas Pendaftaran melakukan pemantauan terhadap pengiriman SKT dan Kartu NPWP yang tidak sampai ke alamat Wajib Pajak (kembali pos).
13) Dalam hal SKT dan Kartu NPWP tidak sampai ke alamat Wajib Pajak (kembali pos), maka Wajib Pajak tersebut diusulkan untuk dilakukan penelitian dalam rangka penetapan Wajib Pajak Non Efektif.
14) Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
b. Penghapusan NPWP
1) Penghapusan NPWP dapat dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan, dan hanya dapat dilakukan oleh KPP.
2) Dalam hal pengajuan permohonan penghapusan NPWP disampaikan Wajib Pajak melalui KP2KP, KP2KP menerbitkan Tanda Terima dan meneruskan berkas permohonan ke KPP paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah permohonan diterima.
3) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWP atau Wajib Pajak yang sedang menjalani pemeriksaan atau verifikasi dalam rangka penghapusan NPWP secara jabatan diusulkan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif secara jabatan sesuai dengan Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Non Efektif, sebelum penerbitan keputusan.
4) Dalam hal Surat Penolakan Penghapusan NPWP diterbitkan karena Wajib Pajak:
a) masih memiliki tunggakan pajak; dan/atau
b) masih menjalani proses hukum atau proses administrasi yang belum selesai.
Wajib Pajak tersebut ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif sesuai dengan Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Non Efektif.

Contoh:

PT XYZ mengajukan permohonan penghapusan NPWP secara tertulis langsung ke KPP Pratama Kupang pada hari Selasa, 1 Oktober 2013, dan dinyatakan lengkap sehingga diterbitkan BPS pada hari yang sama.
KPP Pratama Kupang kemudian melakukan pemeriksaan dalam rangka penghapusan NPWP.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terdapat usul atau rekomendasi penghapusan NPWP. Namun berdasarkan konfirmasi dari Seksi Penagihan masih terdapat tunggakan utang pajak. Selain itu, terdapat informasi dari Seksi Pengawasan dan Konsultasi I bahwa PT XYZ masih menjalani proses banding.
Sampai pada tanggal 30 September 2014, PT XYZ belum melunasi utang pajaknya dan proses hukum belum selesai.
KPP Pratama Kupang menerbitkan Surat Penolakan Penghapusan NPWP.
Dalam kasus ini, KPP Pratama Kupang menetapkan PT XYZ sebagai Wajib Pajak Non Efektif secara jabatan sesuai dengan Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Non Efektif.
5) Apabila jangka waktu penerbitan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 telah terlampaui dan KPP tidak menerbitkan keputusan, permohonan dianggap dikabulkan dan KPP harus segera menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir
6) Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP yang melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 5), dituangkan dalam Berita Acara Penghapusan NPWP melewati Batas Waktu dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
7) LHP dari pemeriksaan atau LHV dari verifikasi dalam rangka penghapusan NPWP harus memuat informasi yang menerangkan:
a. Wajib Pajak memenuhi/tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Wajib Pajak;
b.
1. Terdapat/tidak terdapat utang pajak; atau
2. Terdapat utang pajak, tetapi:
a) penagihannya sudah daluwarsa;
b) Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan; dan
c) Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan;
c. Terdapat/tidak terdapat proses administrasi dan/atau proses hukum yang masih berjalan; dan
d. Status penghapusan seluruh NPWP Cabang (dalam hal penghapusan NPWP Pusat).
8) Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP atau Surat Penolakan Penghapusan NPWP, KPP membuat Berita Acara Penghapusan/Penolakan Penghapusan NPWP dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
9) Penghapusan NPWP Pusat hanya dapat dilakukan apabila seluruh NPWP Cabang telah dihapus.
10) Dalam hal terdapat Wajib Pajak Cabang yang terdaftar di KPP yang berbeda, KPP tempat Wajib Pajak Pusat terdaftar meminta KPP tempat Wajib Pajak Cabang terdaftar untuk melakukan penghapusan NPWP Cabang secara jabatan atau berdasarkan permohonan.
11) Termasuk dalam penghapusan NPWP secara jabatan adalah penghapusan NPWP yang di lakukan oleh Direktorat Teknologi dan Informasi Perpajakan dalam rangka pembenahan Master File Wajib Pajak, yang ketentuannya diatur dalam peraturan tersendiri.
12) Tata Cara Penghapusan NPWP adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
c. Pengukuhan PKP
1) Pengukuhan PKP dapat dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan
2) Wajib Pajak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha.
3) Pengukuhan PKP berdasarkan permohonan Wajib Pajak dilakukan setelah verifikasi dalam rangka pengukuhan PKP.
4) Pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan setelah verifikasi atau pemeriksaan dalam rangka pengukuhan PKP secara jabatan, dan petugas verifikasi atau pemeriksa pajak selaku pengusul pengukuhan secara jabatan harus menandatangani Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak berdasarkan LHV/LHP.
5) Jangka waktu penyelesaian pelayanan pelaporan usaha dan pengukuhan PKP adalah paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah BPS diterbitkan.
6) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 5) telah terlampaui dan KPP atau KP2KP tidak menerbitkan SPPKP atau Surat Penolakan Pengukuhan PKP, maka permohonan dianggap diterima dan KPP atau KP2KP harus segera menerbitkan SPPKP.
7) Tanggal pengukuhan PKP untuk penerbitan SPPKP Yang melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6) adalah tanggal hari kerja ke-5 (kelima) setelah permohonan diterima secara lengkap (penerbitan BPS).
Contoh:
PT POR mengajukan permohonan pengukuhan PKP secara tertulis langsung ke KPP Pratama Kuala Tungkal pada hari Senin, 19 Agustus 2013, dan dinyatakan lengkap sehingga diterbitkan BPS pada hari yang sama.
KPP Pratama Kuala Tungkal kemudian melakukan verifikasi dalam rangka pengukuhan PKP.
Sampai dengan hari kerja kelima setelah penerbitan BPS, yaitu Senin, 26 Agustus 2013 pukul 17 00 WIB, KPP belum menerbitkan keputusan.
Dalam kasus demikian, KPP Pratama Kuala Tungkal harus menerbitkan SPPKP dengan tanggal pengukuhan 26 Agustus 2013.
8) Penerbitan SPPKP yang melewati jangka waktu dituangkan dalam Berita Acara Pengukuhan PKP Melewati Batas Waktu dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
9) Apabila setelah hari ke-6 (keenam) sejak BPS diterbitkan Wajib Pajak tidak mengambil sendiri SPPKP, KPP atau KP2KP mengirim SPPKP melalui pos tercatat atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
10) Tata Cara Pelaporan Usaha dan Pengukuhan PKP adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
d. Pencabutan Pengukuhan PKP
1) Pencabutan Pengukuhan PKP dapat dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan, dan hanya dapat dilakukan oleh KPP.
2) Dalam hal pengajuan permohonan Pencabutan Pengukuhan PKP disampaikan Wajib Pajak melalui KP2KP, KP2KP menerbitkan Tanda Terima dan meneruskan berkas permohonan ke KPP paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah permohonan diterima.
3) Termasuk dalam Pencabutan Pengukuhan PKP secara jabatan adalah pencabutan pengukuhan PKP dalam rangka pemusatan tempat pajak terutang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
4) Apabila jangka waktu penerbitan keputusan atas permohonan Pencabutan Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 telah terlampaui dan KPP tidak menerbitkan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan dan KPP harus segera menerbitkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir.
5) Penerbitan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP yang melewati jangka waktu dituangkan dalam Berita Acara Pencabutan Pengukuhan PKP Melewati Batas Waktu dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
6) Pencabutan Pengukuhan PKP secara berkala diumumkan melalui situs www.pajak.go.id.
7) Tata Cara Pencabutan Pengukuhan PKP adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
e. Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak
1) Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dapat dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dan hanya dapat dilakukan oleh KPP.
2) Dalam hal pengajuan permohonan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak disampaikan Wajib Pajak melalui KP2KP, KP2KP menerbitkan Tanda Terima dan meneruskan berkas permohonan ke KPP paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah permohonan diterima.
3) Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a) perubahan identitas Wajib Pajak orang pribadi;
b) perubahan alamat tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi atau tempat kedudukan Wajib Pajak badan masih dalam wilayah kerja KPP yang sama;
c) perubahan kategori Wajib Pajak orang pribadi;
d) perubahan sumber penghasilan utama Wajib Pajak orang pribadi;
e) perubahan identitas Wajib Pajak badan tanpa perubahan bentuk badan; dan/atau
f) perubahan permodalan atau kepemilikan Wajib Pajak badan tanpa perubahan bentuk badan.
4) Termasuk Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3) adalah pembetulan data akibat kesalahan perekaman atau pencetakan Kartu NPWP, SKT dan atau SPPKP.
5) Perubahan identitas Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3) huruf a) dan e) antara lain:
a) perubahan jenis usaha atau kegiatan;
b) jenis pekerjaan bebas; dan/atau
c) pekerjaan Wajib Pajak dan/atau PKP,
yang mengakibatkan perubahan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU).
6) Perubahan kategori Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada angka 3) huruf c) antara lain:
a) Perubahan kategori yang disebabkan oleh perubahan status perkawinan, seperti Wajib Pajak Pisah Harta (PH) atau Memilih Terpisah (MT) menjadi Hidup Berpisah (HB); dan
b) Perubahan kategori dari Orang Pribadi menjadi Warisan Belum Terbagi (WBT) yang disebabkan Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dan meninggalkan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
7) Jangka waktu penyelesaian permohonan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak adalah paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah BPS diterbitkan.
8) Dalam hal KPP melakukan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak baik atas permohonan Wajib Pajak maupun secara jabatan, KPP menyampaikan Surat Pemberitahuan Perubahan Data kepada Wajib Pajak dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
9) Perubahan Data wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dituangkan dalam Berita Acara Perubahan Data dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
10) Data dan/atau informasi yang menjadi dasar Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak secara jabatan, antara lain berupa data dan/atau informasi yang tercantum dalam LHP, LHV, laporan konfirmasi lapangan, hasil penelitian, dan alat keterangan, serta SPT atau laporan yang pernah disampaikan Wajib Pajak.
11) Tata Cara Perubahan Data adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
f. Pemindahan Wajib Pajak
1) Pemindahan Wajib Pajak dapat dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan, dan hanya dapat dilakukan oleh KPP Lama.
2) Dalam hal pengajuan permohonan Pemindahan Wajib Pajak disampaikan Wajib Pajak melalui KP2KP, KP2KP menerbitkan Tanda Terima dan meneruskan berkas permohonan ke KPP paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah permohonan diterima.
3) Wajib Pajak orang pribadi dapat mengajukan permohonan pindah melalui KPP Baru dan KPP Baru menerbitkan BPS setelah permohonan dinyatakan lengkap, serta meneruskan berkas permohonan ke KPP Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah penerbitan BPS.
4) Pemindahan Wajib Pajak dilakukan apabila Wajib Pajak orang pribadi pindah tempat tinggal atau Wajib Pajak badan pindah tempat kedudukan ke tempat yang berdasarkan keadaan sebenarnya merupakan wilayah kerja KPP lain.
5) Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi dengan NPWP 3 (tiga) digit terakhir selain 000 (berstatus sebagai cabang) yang tempat kegiatan usahanya pindah ke wilayah kerja KPP lain tidak termasuk ruang lingkup prosedur kerja Pemindahan Wajib Pajak.
6) Wajib Pajak yang memindahkan atau berganti tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lain sebagaimana dimaksud pada angka 5) diproses oleh:
a) KPP Baru untuk diberikan NPWP baru melalui prosedur kerja Pendaftaran dan Pemberian NPWP sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a; dan
b) KPP Lama dalam rangka penghapusan NPWP melalui prosedur kerja Penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b.
7) Apabila Wajib Pajak yang memindahkan atau berganti tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lain sebagaimana dimaksud pada angka 5) berstatus PKP, maka diproses oleh:
a) KPP Baru untuk dikukuhkan sebagai PKP baru melalui prosedur kerja Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c; dan
b) KPP Lama dalam rangka pencabutan pengukuhan PKP melalui prosedur kerja Pencabutan Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf d.
8) Pemindahan Wajib Pajak tidak dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan.
9) Dalam hal Wajib Pajak yang mengajukan pindah sedang dilakukan verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 8), KPP Lama segera menyelesaikan proses yang sedang berjalan sesuai dengan tata cara verifikasi atau tata cara pemeriksaan, sehingga Pemindahan Wajib Pajak dapat diproses.
10) KPP Lama memindahkan Wajib Pajak yang telah selesai dilakukan verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 9) setelah KPP Lama menerbitkan surat ketetapan pajak.
11) Dalam hal surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada angka 10) berupa Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), KPP Lama memindahkan Wajib Pajak setelah KPP Lama menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).
12) Jangka waktu penyelesaian permohonan Pemindahan Wajib Pajak di KPP Lama adalah paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah diterbitkan BPS, atau setelah diterimanya penerusan berkas permohonan pindah Wajib Pajak orang pribadi yang disampaikan melalui KPP Baru sebagaimana dimaksud pada angka 3).
13) KPP Lama melakukan verifikasi dalam rangka pemindahan Wajib Pajak sebagai dasar pemberian keputusan yang dapat berupa menerima atau menolak permohonan pindah.
14) Keputusan menerima permohonan diberikan dengan menerbitkan Surat Pindah dan Surat Pencabutan SKT dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan PKP.
15) Keputusan Menolak permohonan diberikan dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Tidak Dapat Dipindah.
16) Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan PKP atau Surat Pemberitahuan Tidak Dapat Dipindah sebagaimana dimaksud pada angka 14) dan 15) disampaikan kepada Wajib Pajak dan ditembuskan ke KPP Baru (KPP yang dituju oleh Wajib Pajak sebagai tempat terdaftar baru).
17) KPP Lama memindahkan secara jabatan tempat terdaftar Wajib Pajak dalam hal terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak tidak berada di wilayah kerja KPP Lama.
18) Berdasarkan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada angka 17), KPP Lama melakukan verifikasi dalam rangka pemindahan Wajib Pajak yang dilakukan secara jabatan.
19) KPP Lama menerbitkan Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan PKP secara jabatan dalam hal:
a) berdasarkan LHV diketahui bahwa tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak tidak lagi berada di wilayah kerja KPP Lama dan terhadap Wajib Pajak tidak sedang dilakukan verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan;
b) KPP Lama memperoleh data dan/atau informasi bahwa tempat tinggal atau tempat kedudukan berada di wilayah kerja KPP Baru;
c) Wajib Pajak masih terdaftar di KPP Lama; dan
d) Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pindah.
20) Pemindahan WP secara jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 17) dapat dilakukan berdasarkan usulan KPP Baru dalam hal KPP Baru memperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
(a) tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak berada di wilayah kerja KPP Baru;
(b) Wajib Pajak masih terdaftar di KPP Lama; dan
(c) Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pindah.
21) KPP Baru mengusulkan Pemindahan Wajib Pajak secara jabatan kepada KPP Lama dengan menggunakan contoh format Surat Usulan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
22) Atas usulan KPP Baru, KPP Lama harus menindaklanjuti dengan melakukan verifikasi dalam rangka pemindahan Wajib Pajak yang dilakukan secara jabatan, dan memberikan keputusan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak Surat Usulan Pemindahan Wajib Pajak diterima.
23) KPP Lama menerbitkan Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dan mengirimkan ke KPP Baru dengan tembusan kepada Wajib Pajak apabila berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 22), diketahui bahwa tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak tidak lagi berada di wilayah kerja KPP Lama dan Wajib Pajak tidak sedang dilakukan verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan;
24) KPP Lama menerbitkan Surat Pemberitahuan Tidak Dapat Dipindah Secara Jabatan dan mengirimkan ke KPP Baru dalam hal:
(a) berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 22), diketahui bahwa tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak masih berada di wilayah kerja KPP Lama atau terhadap Wajib Pajak sedang dilakukan verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan;
(b) Wajib Pajak tidak lagi terdaftar pada KPP Lama; atau
(c) Wajib Pajak telah mengajukan permohonan pindah.
25) Surat Pemberitahuan Tidak Dapat Dipindah Secara Jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 24) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
26) KPP Baru menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah menerima tembusan Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dari KPP Lama sebagaimana dimaksud pada angka 16) dan angka 23).
27) Tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di KPP Baru adalah sesuai dengan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di KPP Lama.
28) Tanggal terdaftar Wajib Pajak di KPP Baru adalah hari kerja berikutnya sejak tanggal Surat Pindah.
Contoh:
Wajib Pajak berstatus PKP (dikukuhkan tanggal 11 Desember 2013) mengajukan permohonan pindah secara tertulis langsung ke KPP Lama pada hari Senin, 14 April 2014. KPP Lama menyatakan permohonan lengkap dan menerbitkan BPS.
KPP Lama melakukan verifikasi dalam rangka pemindahan Wajib Pajak dan memberi keputusan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah penerbitan BPS.
Pada hari Senin, 21 April 2014, permohonan pindah dikabulkan dan KPP Lama menerbitkan Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, dan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP, dan mengirimkannya ke KPP Baru dengan tembusan kepada Wajib Pajak paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya.
KPP Baru menerima Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, dan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP pada tanggal 25 April 2014. Dalam hal ini KPP Baru menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan SPPKP paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya, Senin, 28 April 2014.
Dalam kasus di atas, tanggal terdaftar di KPP Baru adalah hari kerja berikutnya setelah tanggal Surat Pindah, yaitu tanggal 22 April 2014.
Sedangkan tanggal pengukuhan PKP adalah tetap sama dengan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di KPP Lama, yaitu tanggal 11 Desember 2013.
29) Tata Cara Pemindahan Wajib Pajak adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
30) Prosedur kerja di atas tidak berlaku dalam hal pemindahan Wajib Pajak berdasarkan penetapan Direktur Jenderal Pajak atas tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
g. Penetapan dan Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Non Efektif
1) Prosedur kerja Penetapan dan Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Non Efektif meliputi (i) Penetapan Wajib Pajak Non Efektif dan (ii) Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Non Efektif.
2) Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif sehingga dikecualikan dari pengawasan rutin oleh KPP apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas tetapi secara nyata tidak lagi menjalankan kegiatan usaha atau tidak lagi melakukan pekerjaan bebas;
b) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak;
c) Wajib Pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
d) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghapusan dan belum diterbitkan keputusan; atau
e) Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi belum dilakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
3) Termasuk dalam kriteria Wajib Pajak Non Efekif sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf e) antara lain:
a) Wajib Pajak Orang Pribadi wanita kawin yang telah memiliki NPWP yang berbeda dengan suami dan tidak berniat melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan secara terpisah;
b) Orang Pribadi yang memiliki NPWP sebagai anggota keluarga atau tanggungan yaitu NPWP dengan kode cabang "001", "999", "998" dan seterusnya;
c) Wajib Pajak bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak karena yang bersangkutan sudah tidak lagi melakukan pembayaran dan belum dilakukan penghapusan NPWP;atau
d) Wajib Pajak yang tidak diketahui atau ditemukan lagi alamatnya.
4) Penetapan Wajib Pajak Non Efektif dapat dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan, dan hanya dapat dilakukan oleh KPP.
5) Dalam hal pengajuan permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif disampaikan melalui KP2KP, KP2KP menerbitkan Tanda Terima dan meneruskan berkas permohonan ke KPP paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah permohonan diterima.
6) Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif harus dilampiri dengan surat pernyataan memenuhi kriteria Wajib Pajak Non Efektif dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
7) Jangka waktu penyelesaian permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif adalah paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah BPS diterbitkan
8) Wajib Pajak berstatus Pusat tidak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif apabila terdapat Cabang yang berstatus Aktif.
9) Wajib Pajak berstatus PKP dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif setelah dilakukan Pencabutan Pengukuhan PKP terlebih dahulu.
10) Penetapan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Non Efektif dapat dilakukan secara jabatan apabila terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak memenuhi kriteria Wajib Pajak Non Efektif.
11) Penetapan Wajib Pajak Non Efektif baik berdasarkan permohonan maupun secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil penelitian administrasi perpajakan dalam rangka Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang dituangkan dalam Berita Acara Penetapan Wajib Pajak Non Efektif dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
12) Wajib Pajak dapat diusulkan untuk dilakukan penelitian administrasi perpajakan dalam rangka Penetapan Wajib Pajak Non Efektif secara jabatan dalam hal:
a) Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT dan/atau tidak ada transaksi pembayaran selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
b) Pengiriman kartu NPWP, SKT dan Starter Kit tidak sampai kepada Wajib Pajak (kembali pos); dan
c) Penerbitan NPWP Cabang secara Jabatan dalam rangka penerbitan SKPKB PPN Kegiatan Membangun Sendiri (KMS).
13) Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Non Efektif dapat dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak dan secara jabatan, dan hanya dapat dilakukan oleh KPP.
14) Pengaktifan kembali Wajib Pajak Non Efektif dilakukan dalam hal terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif tidak lagi memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak Non Efektif.
15) KPP melakukan penelitian administrasi perpajakan dalam rangka pengaktifan kembali Wajib Pajak Non Efektif untuk mengetahui kebenaran data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada angka 14).
16) Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada angka 14) antara lain:
a) Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa atau SPT Tahunan;
b) Wajib Pajak melakukan pembayaran pajak;
c) Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
d) Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk diaktifkan kembali; atau
e) Wajib Pajak diketahui/ditemukan alamatnya.
17) Dalam hal KPP melakukan:
a) Penetapan Wajib Pajak Non Efektif;
b) Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif; atau
c) Pengaktifan kembali Wajib Pajak Non Efektif.
baik atas permohonan Wajib Pajak maupun secara jabatan, KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan menggunakan contoh format Surat Pemberitahuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
18) Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Non Efektif adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini
19) Tata Cara Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Non Efektif adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
h. Pengaktifan Kembali NPWP
1) Pengaktifan Kembali NPWP merupakan pembatalan atas penghapusan NPWP melalui Pembatalan Surat Penghapusan NPWP, yang dilakukan secara jabatan oleh KPP
2) Pembatalan Surat Penghapusan NPWP dilakukan dalam hal terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak yang pernah diterbitkan Surat Penghapusan NPWP ternyata masih memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
3) Dalam hal dilakukan Pembatalan Surat Penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud pada angka 2) NPWP yang telah di hapus dinyatakan tetap berlaku.
4) Pembatalan Surat Penghapusan NPWP dilakukan berdasarkan verifikasi dalam rangka Pengaktifan Kembali NPWP terhadap hasil verifikasi atau pemeriksaan dalam rangka penghapusan NPWP.
5) Surat Penghapusan NPWP dibatalkan apabila berdasarkan hasil verifikasi dalam rangka Pengaktifan kembali NPWP sebagaimana dimaksud pada angka 4) menunjukkan bahwa KPP tidak seharusnya melakukan Penghapusan NPWP.
6) Surat Penghapusan NPWP tidak dibatalkan apabila hasil verifikasi dalam rangka Pengaktifan Kembali NPWP sebagaimana dimaksud pada angka 4) menunjukkan bahwa Wajib Pajak benar dalam keadaan tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif pada saat diterbitkannya Surat Penghapusan NPWP.
7) Dalam hal Pengaktifan Kembali NPWP tidak dapat dilakukan melalui Pembatalan Surat Penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud pada angka 6), pemberian NPWP dilakukan berdasarkan permohonan atau secara jabatan melalui prosedur kerja Pendaftaran dan Pemberian NPWP sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a.
8) Pengaktifan Kembali NPWP dituangkan dalam Berita Acara Pembatalan Surat Penghapusan NPWP sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
9) KPP menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak mengenai Pengaktifan Kembali NPWP sebagaimana dimaksud pada angka 8), dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pembatalan Surat Penghapusan NPWP dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
10) Tata Cara Pengaktifan Kembali NPWP adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
i. Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP
1) Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP merupakan pembatalan atas Pencabutan Pengukuhan PKP melalui Pembatalan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP, yang dilakukan secara jabatan oleh KPP
2) Pembatalan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dilakukan dalam hal terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa PKP yang pernah diterbitkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP ternyata masih memenuhi persyaratan sebagai PKP.
3) Dalam hal dilakukan Pembatalan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada angka 2), Surat Pengukuhan PKP yang dicabut dinyatakan tetap berlaku.
4) Pembatalan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan verifikasi dalam rangka Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP terhadap hasil verifikasi atau pemeriksaan dalam rangka Pencabutan Pengukuhan PKP.
5) Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dapat dibatalkan apabila berdasarkan hasil verifikasi dalam rangka Pembatalan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada angka 4) menunjukkan bahwa KPP tidak seharusnya melakukan pencabutan pengukuhan PKP.
6) Surat Pencabutan Pengukuhan PKP tidak dibatalkan apabila hasil verifikasi dalam rangka Pembatalan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada angka 4) menunjukkan bahwa Wajib Pajak benar dalam keadaan tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai PKP pada saat diterbitkannya Surat Pencabutan Pengukuhan PKP.
7) Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 6) kembali memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai PKP, Wajib Pajak dikukuhkan sebagai PKP berdasarkan permohonan atau secara jabatan melalui prosedur kerja Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c.
8) Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP dituangkan dalam Berita Acara Pembatalan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
9) KPP menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak mengenai Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada angka 8), dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
10) Tata Cara Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
j Aktivasi Sementara Wajib Pajak Hapus
1) Aktivasi Sementara Wajib Pajak Hapus adalah mengaktifkan kembali Wajib Pajak Hapus menjadi Wajib Pajak Aktif Sementara yang dilakukan agar suatu hak atau kewajiban Wajib Pajak yang muncul setelah NPWP dihapus dapat dilaksanakan.
2) Aktivasi Sementara Wajib Pajak Hapus sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan secara jabatan oleh KPP dalam rangka, antara lain:
a) Pembetulan SPT atau pengungkapan ketidakbenaran SPT;
b) Pembayaran pajak; dan
c) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
3) Aktivasi Sementara Wajib Pajak Hapus hanya berlaku selama 1 (satu) bulan, dan dalam hal masih diperlukan, Aktivasi Sementara dapat dilakukan kembali.
4) Dalam hal Aktivasi Sementara Wajib Pajak Hapus dilaksanakan berkaitan dengan hak atau kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, status pengukuhan PKP tidak perlu diaktifkan kembali.
5) KPP membuat Berita Acara Aktivasi Sementara Wajib Pajak Hapus dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
6) KPP menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak mengenai Aktivasi Sementara Wajib Pajak Hapus dalam hal diperlukan.
7) Tata Cara Aktivasi Sementara Wajib Pajak Hapus adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
k Cetak Ulang Kartu NPWP, SKT dan SPPKP
1) Cetak Ulang Kartu NPWP, SKT dan SPPKP adalah pencetakan ulang Kartu NPWP, SKT dan/atau SPPKP tanpa perubahan data Wajib Pajak dan/atau PKP.
2) Data dan/atau informasi Wajib Pajak dan/atau PKP yang tertera dalam Kartu NPWP, SKT dan/atau SPPKP hasil cetak ulang adalah sesuai dengan data di administrasi perpajakan KPP pada saat tanggal pencetakan ulang.
3) Cetak Ulang Kartu NPWP, SKT dan/atau SPPKP dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XXXII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
4) Wajib Pajak mengajukan permohonan Cetak Ulang Kartu NPWP, SKT dan/atau SPPKP pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.
5) Dokumen Yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan cetak ulang Kartu NPWP, SKT dan/atau SPPKP adalah sama dengan dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan sebagai PKP.
6) Jangka waktu penyelesaian pelayanan Cetak Ulang Kartu NPWP, SKT dan/atau SPPKP adalah paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah penerbitan BPS.
7) Tata Cara Cetak Ulang Kartu NPWP, SKT dan SPPKP adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXIII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
8) Dikecualikan dari ketentuan pada angka 4), Cetak Ulang Kartu NPWP Wajib Pajak orang pribadi dapat dilayani oleh seluruh KPP atau KP2KP.
9) Permohonan Cetak Ulang Kartu NPWP sebagaimana dimaksud pada angka 8) dilakukan dengan menunjukkan KTP asli Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan.
10) Permohonan Cetak Ulang Kartu NPWP, SKT dan/atau SPPKP dapat diajukan setelah 1 (satu) bulan sejak tanggal mulai terdaftar.
l Penyelesaian Pelayanan dalam Keadaan Kahar
1) Dalam hal terjadi Keadaan Kahar (force majeur), KPP atau KP2KP dapat menempuh prosedur kerja darurat tambahan yang berbeda dengan prosedur kerja sebagaimana diatur pada huruf a sampai dengan huruf k.
2) Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud pada angka 1) adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan diketahui secara luas, seperti perang, kerusuhan sipil, pemberontakan, epidemi, gempa bumi, banjir, kebakaran, dan bencana alam; atau keadaan dimana KPP atau KP2KP tidak memungkinkan untuk menjalankan prosedur kerja dan memenuhi jangka waktu penyelesaian yang disebabkan oleh sesuatu dan lain hal yang berada di luar kuasa KPP atau KP2KP, seperti gangguan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, terputusnya jaringan internet, dan listrik padam.
3) KPP dan KP2KP membuat pengumuman mengenai Keadaan Kahar dan memasangnya di tempat yang mudah terbaca sebagai pemakluman kepada publik dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
4) Dalam hal Keadaan Kahar mengakibatkan gangguan pada Aplikasi e-Registration secara nasional, Keadaan Kahar diumumkan di situs Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id).
5) Dalam hal Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud pada angka 4), Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan berwenang memutuskan kebijakan khusus yang diperlukan untuk mendukung kelancaran pelayanan kepada Wajib Pajak.
6) Prosedur kerja penyelesaian pelayanan dalam Keadaan Kahar di KP2KP adalah sebagai berikut:
a) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan Pendaftaran NPWP, Pengukuhan PKP, dan Cetak Ulang Kartu NPWP, SKT dan SPPKP secara langsung ke KP2KP, Petugas Pendaftaran memberikan penjelasan kepada Wajib Pajak bersangkutan mengenai Keadaan Kahar yang sedang terjadi dan menawarkan pilihan penyelesaian atas permohonannya.
b) Pilihan penyelesaian permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dapat berupa:
i. meminta persetujuan Wajib Pajak agar permohonannya diselesaikan setelah Keadaan Kahar berakhir;
ii. meminta Wajib Pajak untuk datang kembali setelah Keadaan Kahar berakhir;
iii. meminta Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan langsung ke KPP; atau
iv. meneruskan permohonan ke KPP.
c) Dalam hal Wajib Pajak menyetujui bahwa permohonannya akan diselesaikan setelah Keadaan Kahar berakhir sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka romawi i, Petugas Pendaftaran menerbitkan BPS dan memberitahukan perkiraan jangka waktu penyelesaian permohonan dimaksud.
d) Petugas Pendaftaran membuat BPS sebagaimana dimaksud pada huruf c) secara manual dengan mencantumkan informasi Keadaan Kahar yang terjadi dan melanjutkan prosedur kerja terkait yang berlaku segera setelah Keadaan Kahar berakhir/sistem berjalan normal.
e) Dalam hal Wajib Pajak memilih untuk datang kembali setelah Keadaan Kahar berakhir sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka romawi ii, Petugas Pendaftaran membantu memeriksa kelengkapan dokumen yang disyaratkan dan memberitahukan perkiraan waktu layanan akan kembali normal.
f) Dalam hal Wajib Pajak memilih untuk menyampaikan permohonannya ke KPP sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka romawi iii, Petugas Pendaftaran membantu memeriksa kelengkapan dokumen yang disyaratkan dan memberikan penjelasan tambahan yang diperlukan Wajib Pajak.
g) Dalam hal Wajib Pajak memilih permohonannya diteruskan ke KPP sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka romawi iv, Petugas Pendaftaran memberitahukan bahwa penyelesaian permohonan akan dilakukan oleh KPP sesuai dengan prosedur kerja di KPP, dan memberikan Tanda Terima sebagaimana dimaksud pada Lampiran I dengan mencantumkan keterangan Keadaan Kahar yang terjadi.
h) Penerusan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf g) dilakukan dengan mengirimkan formulir permohonan ke KPP melalui faksimile yang dilengkapi dengan Surat Pengantar Faksimile dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
i) Dalam hal faksimile sebagaimana dimaksud huruf h) tidak tersedia atau tidak berfungsi dengan baik, maka penerusan permohonan dapat dikirim melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
j) Tata Cara Penyelesaian Pelayanan dalam Keadaan Kahar di KP2KP adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXVI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
7) Prosedur kerja penyelesaian pelayanan dalam Keadaan Kahar di KPP adalah sebagai berikut:
a) Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan permohonan secara langsung ke KPP, Petugas Pendaftaran memberikan penjelasan kepada Wajib Pajak mengenai Keadaan Kahar yang sedang terjadi dan Menawarkan pilihan penyelesaian atas permohonannya.
b) Pilihan penyelesaian permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dapat berupa:
  1. meminta persetujuan Wajib Pajak agar permohonannya diselesaikan setelah Keadaan Kahar berakhir; atau
  2. meminta Wajib Pajak untuk datang kembali setelah Keadaan Kahar berakhir
c) Petugas Pendaftaran membuat BPS sebagaimana dimaksud pada huruf c) secara manual dengan mencantumkan informasi Keadaan Kahar yang terjadi dan melanjutkan prosedur kerja terkait yang berlaku segera setelah Keadaan Kahar berakhir/sistem berjalan normal.
d) Dalam hal Wajib Pajak memilih untuk datang kembali setelah Keadaan Kahar berakhir sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka romawi ii, Petugas Pendaftaran membantu memeriksa kelengkapan dokumen yang disyaratkan dan memberitahukan perkiraan waktu layanan akan kembali normal.
e) Tata Cara penyelesaian permohonan Wajib Pajak dalam Keadaan Kahar di KPP adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXVI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
f) Prosedur kerja sebagaimana dimaksud pada angka 6) dan angka 7) juga berlaku dalam hal Keadaan Kahar terjadi setelah penerbitan BPS.
F. Ketentuan Lain
1. Formulir Permohonan Pendaftaran NPWP dan/atau Formulir Permohonan Pengukuhan PKP atau Formulir Permohonan Perubahan Data dan Wajib Pajak Pindah atau Formulir Permohonan Perubahan Data dan PKP Pindah serta formulir lain yang digunakan dalam pendaftaran, perubahan atau pindah Wajib Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dapat tetap digunakan sampai dengan 31 Desember 2013.
2. Dalam hal wajib Pajak menyampaikan permohonan dengan menggunakan bentuk formulir lama sebagaimana dimaksud pada angka 1, Petugas Pendaftaran melengkapi isian pada Aplikasi e-Registration berdasarkan dokumen yang disampaikan Wajib Pajak
3. Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, maka:
  1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-89/PJ/2009 tentang Tata Cara Penanganan Wajib Pajak Non Efektif;
  2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-17/PJ/2009 tentang Bentuk Kartu NPWP; dan
  3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-36/PJ/2012 Tentang Tata Cara Penanganan Wajib Pajak Orang Pribadi Identitas Ganda.
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.





Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 24 Desember 2013

DIREKTUR JENDERAL,


ttd


A. FUAD RAHMANY

NIP 195411111981121001



Tembusan :

  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak
  2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
  3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
  4. Kepala Kantor Layanan Informasi Perpajakan