Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-52/PJ/2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 52/PJ/2021
 
TENTANG
 
PETUNJUK UMUM INTERPRETASI DAN PENERAPAN KETENTUAN DALAM

PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

 

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

A. Umum

Berdasarkan ketentuan Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara atau yurisdiksi lain yang berlaku secara khusus (lex specialis) dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.
 
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dengan mempertimbangkan masih adanya permintaan penegasan, dan untuk menghindari sengketa terkait dengan interpretasi dan penerapan ketentuan yang ada dalam suatu Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra, yang selanjutnya disebut dengan P3B Indonesia, dipandang perlu untuk menyusun suatu petunjuk umum interpretasi dan penerapan ketentuan dalam P3B Indonesia yang dapat dijadikan rujukan atau pedoman bagi pegawai Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan dan pemberian pelayanan perpajakan kepada Wajib Pajak.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan petunjuk umum kepada seluruh pegawai Direktorat Jenderal Pajak mengenai penginterpretasian dan penerapan ketentuan dalam P3B Indonesia.
2. Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan keseragaman pemahaman dan penerapan ketentuan dalam P3B Indonesia sehingga penerapan ketentuan P3B dapat berjalan sesuai dengan maksud dan tujuan dibentuknya P3B.
   
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
1. Definisi;
2. Informasi Umum;
3. Petunjuk Umum Interpretasi dan Penerapan; dan
4. Struktur Umum P3B.
   
D. Dasar

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Undang-Undang KUP);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Undang-Undang PPh);
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional;
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Pengkreditan Pajak atas Penghasilan dari Luar Negeri;
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2018 tentang Surat Keterangan Domisili bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia dalam Rangka Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
   
E. Materi
 
1. Definisi
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
a. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
b. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian bilateral, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional, yang disepakati antara dua negara atau yurisdiksi untuk mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.
c. Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang selanjutnya disebut Negara Mitra adalah negara atau yurisdiksi yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam P3B.
d. P3B antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Negara Mitra yang berlaku efektif yang selanjutnya disebut P3B Indonesia adalah P3B yang disepakati antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah Negara Mitra untuk mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak dan berlaku efektif.
e. Negara atau Yurisdiksi Pihak dalam Persetujuan (a Contracting State) yang selanjutnya disebut Negara Pihak dalam Persetujuan adalah salah satu negara atau yurisdiksi yang terikat dalam P3B.
f. Negara atau Yurisdiksi Pihak lainnya dalam Persetujuan (the other Contracting State) yang selanjutnya disebut Negara Pihak lainnya dalam Persetujuan adalah negara atau yurisdiksi pihak lainnya yang terikat dalam P3B.
g. Pejabat yang Berwenang (Competent Authority) yang selanjutnya disebut Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang berwenang mewakili Pemerintah Republik Indonesia atau pemerintah Negara Mitra di bidang perpajakan dalam rangka pembentukan, perubahan, dan pelaksanaan P3B.
h. Orang (persons) adalah orang pribadi dan badan.
i. Penduduk atau Subjek Pajak Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat SPDN adalah Orang yang, berdasarkan perundang-undangan suatu Negara Pihak dalam Persetujuan, dapat dikenai pajak berdasarkan domisili, tempat tinggal, tempat pendirian, tempat manajemen atau kriteria lain yang sifatnya serupa, dan juga termasuk Negara Pihak dalam Persetujuan tersebut dan setiap bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya, tetapi tidak termasuk Orang yang dikenai pajak di Negara Pihak dalam Persetujuan tersebut semata-mata karena penghasilannya bersumber dari Negara Pihak dalam Persetujuan tersebut atau bersumber dari harta yang berada di Negara Pihak dalam Persetujuan tersebut.
j. Negara Domisili adalah negara atau yurisdiksi tempat Orang menjadi SPDN.
k. Negara Sumber adalah negara atau yurisdiksi tempat suatu penghasilan bersumber.
2. Informasi Umum
a. Surat Edaran Direktur Jenderal ini berisi penjelasan pengaturan atau ketentuan pasal per pasal yang umumnya terdapat dalam P3B Indonesia. Mengingat luasnya jaringan P3B Indonesia dan untuk pertimbangan kemudahan dan kepraktisan, penjelasan pengaturan atau ketentuan pasal per pasal yang terdapat di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini tidak dimaksudkan untuk dapat selalu diterapkan secara khusus ke dalam suatu transaksi atau P3B tertentu. Penerapan ketentuan dalam suatu P3B Indonesia yang berlaku atas suatu transaksi harus mempertimbangkan Negara Mitra tempat di mana SPDN berdomisili dan di mana suatu jenis penghasilan bersumber.
 
Dengan demikian, petunjuk umum yang terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini hanya dapat diterapkan untuk P3B Indonesia yang pengaturan atau ketentuannya secara substansi sama dengan pengaturan atau ketentuan yang dijadikan rujukan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini. Untuk pengaturan atau ketentuan P3B Indonesia yang secara substansi berbeda, penerapannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan pengaturan atau ketentuan P3B Indonesia yang berbeda tersebut.
b. P3B Indonesia yang berlaku efektif pada umumnya mengacu kepada dua model P3B utama, yaitu Model Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD Model Tax Convention) dan Model United Nations (UN Model Double Convention between Developed and Developing Countries). Namun demikian, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Negara Mitra juga dapat bersepakat untuk membentuk pengaturan atau ketentuan yang berbeda dengan pengaturan atau ketentuan dalam kedua model P3B utama tersebut sesuai dengan posisi runding dasar dan kepentingan nasional masing-masing Negara Pihak dalam Persetujuan.
c. Dalam beberapa P3B Indonesia, interpretasi dan penerapan ketentuan dalam P3B selain memperhatikan ketentuan dalam batang tubuh P3B juga harus memperhatikan tambahan pengaturan di luar batang tubuh P3B, antara lain:
1) Protokol (protocol), yaitu suatu instrumen yang memiliki fungsi antara lain:
a) memberikan penjelasan yang lebih rinci atas pengaturan yang ada di dalam batang tubuh P3B Indonesia, misalnya Protokol penjelasan yang terdapat dalam P3B Indonesia dengan India yang ditandatangani pada tanggal 27 Juli 2012 di New Delhi; atau
b) mengubah ketentuan yang ada di P3B Indonesia yang telah disepakati sebelumnya, misalnya Protokol perubahan yang terdapat dalam P3B Indonesia dengan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 29 Januari 2002 di Jakarta;
2) Nota Pertukaran (Exchange of Notes) atau Surat Pertukaran (Exchange of Letters), yaitu pemberitahuan resmi tentang posisi yang telah disetujui bersama antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah Negara Mitra mengenai suatu pengaturan atau ketentuan yang terdapat dalam P3B Indonesia, misalnya Nota Pertukaran sehubungan dengan P3B Indonesia dengan Singapura yang dipertukarkan pada tanggal 8 Mei 1990 di Singapura dan Surat Pertukaran sehubungan dengan P3B Indonesia dengan Hungaria yang dipertukarkan pada tanggal 19 Oktober 1989 di Jakarta; dan
3) Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding), yaitu nota kesepahaman atas suatu pokok pembahasan ketentuan dalam P3B Indonesia yang disetujui bersama antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah Negara Mitra, misalnya Nota Kesepahaman sehubungan dengan P3B Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok yang ditandatangani pada tanggal 26 Maret 2015 di Beijing.
d.

Indonesia telah menandatangani Konvensi Multilateral untuk Menerapkan Tindakan-Tindakan terkait dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda untuk Mencegah Penggerusan Basis Pemajakan dan Penggeseran Laba (Multilateral Instrument to Implement Tax Treaty Related Measures to Prevent Base Erosion and Profit Shifting) atau MLI pada tanggal 7 Juni 2017 dan juga telah menyampaikan instrumen ratifikasi atas MLI tersebut kepada Sekretaris Jenderal Organisation for the Economic Cooperation and Development (OECD) selaku Penyimpan (Depositary) pada tanggal 28 April 2020 yang berlaku efektif:

1) sehubungan dengan pajak-pajak yang dipotong atau dipungut di negara sumber atas pembayaran kepada atau dikreditkan oleh subjek pajak luar negeri, apabila kejadian yang menimbulkan pajak terjadi pada atau setelah 1 Januari 2021; dan
2) sehubungan dengan pajak-pajak lainnya yang dikenai pada Tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2022 di Indonesia.
Terdapat beberapa ketentuan dalam MLI yang diadopsi oleh Indonesia dan ketentuan dalam MLI tersebut akan mengubah atau memodifikasi sejumlah P3B Indonesia. Dalam hal klausul P3B Indonesia termodifikasi oleh ketentuan MLI, maka interpretasi dan penerapan ketentuan P3B Indonesia perlu memperhatikan lebih lanjut hasil modifikasi tersebut.
e. Penjelasan mengenai pemberitahuan saat berlaku, saat berlaku efektif, dan pokok-pokok pengaturan dalam Konvensi tersebut yang berlaku untuk suatu P3B Indonesia dengan Negara Mitra tertentu diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Direktur Jenderal yang mengatur tentang Pemberitahuan Berlakunya Konvensi Multilateral untuk Menerapkan Tindakan-Tindakan terkait dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda untuk Mencegah Penggerusan Basis Pemajakan dan Penggeseran Laba untuk Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Mitra tertentu tersebut.
3. Petunjuk Umum Interpretasi dan Penerapan
a. Sesuai dengan penjelasan Pasal 32A Undang-Undang PPh, P3B mengatur hak-hak pemajakan masing-masing Negara Pihak dalam Persetujuan dan berlaku khusus (lex specialis) sehingga dalam menerapkan P3B, langkah pertama adalah menerapkan ketentuan Undang-Undang PPh dan selanjutnya perlu memperhatikan:
1) dalam hal terdapat batasan yang diatur dalam P3B, maka Undang-Undang PPh diterapkan dengan memperhatikan batasan dalam P3B dimaksud; atau
2) dalam hal tidak terdapat batasan dalam P3B, maka Undang-Undang PPh diterapkan sepenuhnya.
b. Dalam P3B juga diatur ketentuan-ketentuan khusus diantaranya ketentuan mengenai Non-discrimination, Mutual Agreement Procedure, Exchange of Information, Assistance in the Collection of Taxes, dan Members of Diplomatic Missions and Consular Posts.
c. Penginterpretasian P3B dilakukan dengan iktikad baik (good faith) dan menggunakan pengertian yang lazim (ordinary meaning) sesuai dengan konteks, maksud, dan tujuan disepakatinya P3B tersebut. Hal tersebut diatur dalam hukum kebiasaaan internasional (international customary law) sebagaimana dikodifikasi dalam Vienna Convention on the Law of Treaties (VCLT), dan ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang perjanjian internasional.
d. Secara umum, Negara Pihak dalam Persetujuan (a Contracting State) dan Negara Pihak lainnya dalam Persetujuan (the other Contracting State) mewakili Negara Domisili dan Negara Sumber. Sebagai contoh, dalam hal Negara Pihak dalam Persetujuan adalah Indonesia maka Negara Pihak lainnya dalam Persetujuan adalah Negara Mitra, dan sebaliknya.
e. Dalam menginterpretasikan P3B, definisi atas suatu istilah harus digunakan secara konsisten. Ketentuan mengenai definisi yang digunakan untuk interpretasi P3B dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) definisi yang tercantum dalam pasal P3B mengenai Definisi Umum (General Definitions) yang berlaku umum untuk keperluan penginterpretasian dan penerapan pasal-pasal yang terdapat dalam P3B;
2) definisi yang diatur secara khusus dalam suatu pasal untuk keperluan penginterpretasian pasal tersebut, misalnya definisi "dividen", "bunga" dan "royalti" yang masing-masing terdapat dalam pasal P3B mengenai Dividen, Bunga dan Royalti;
3) definisi menurut ketentuan perundang-perundangan domestik Negara Pihak dalam Persetujuan, misalnya definisi subjek pajak dalam negeri (SPDN) untuk menginterpretasikan pasal P3B mengenai Penduduk (Residents); dan
4) definisi yang diatur secara khusus dalam suatu pasal untuk keperluan penginterpretasian pasal tersebut yang diperluas hingga mencakup juga definisi menurut ketentuan perundang-perundangan domestik Negara Pihak dalam Persetujuan, misalnya definisi “harta tak gerak” yang terdapat dalam pasal P3B mengenai Penghasilan dari Harta Tak Gerak dan definisi “bunga” yang terdapat dalam pasal P3B Indonesia mengenai Bunga, misalnya, P3B Indonesia dengan Korea Selatan dan Swiss.
f. Definisi atas istilah dalam P3B yang tidak didefinisikan dalam P3B mengikuti definisi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan domestik Negara Pihak dalam Perjanjian yang berlaku pada saat penerapan P3B, kecuali konteksnya mensyaratkan lain, atau jika Pejabat yang Berwenang telah menyepakati definisi yang berbeda berdasarkan Pasal 25 (Prosedur Persetujuan Bersama).
g.

Suatu istilah dalam P3B umumnya didefinisikan dengan urutan atau langkah sesuai dengan definisi yang tercantum dalam:

1) Pasal 3 (Definisi Umum);
2) pasal P3B yang terkait, misalnya dividen, bunga, dan royalti;
3) didefinisikan sesuai dengan:
a) peraturan perundang-undangan Negara Pihak dalam Persetujuan yang ketentuan perpajakannya sedang diterapkan atau yang akan memberikan manfaat P3B kecuali konteksnya mensyaratkan lain, dalam hal definisi atas suatu istilah tersebut diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dan bukan perpajakan, yang diutamakan adalah definisi dalam peraturan perundang-undangan perpajakan; atau
b) kesepakatan Pejabat yang Berwenang Negara Pihak dalam Persetujuan dalam Prosedur Persetujuan Bersama.
h. P3B Indonesia umumnya disepakati dalam bahasa Indonesia, bahasa Negara Mitra, dan bahasa Inggris. Dalam hal terdapat perbedaan interpretasi antara naskah P3B dalam bahasa Indonesia, bahasa Negara Mitra, dan bahasa Inggris, umumnya P3B Indonesia mengatur bahwa interpretasi harus dilakukan berdasarkan naskah P3B dalam bahasa Inggris, kecuali diatur lain dalam P3B Indonesia dimaksud.
i.

Dalam hal SPDN Indonesia memperoleh atau menerima penghasilan yang bersumber dari Negara Mitra, maka pemajakan SPDN Indonesia dimaksud harus memperhatikan ketentuan:

1) Undang-Undang PPh, antara lain ketentuan mengenai:
a) prinsip pemajakan worldwide;
b) kredit pajak luar negeri; dan
c) surat keterangan domisili bagi SPDN Indonesia dalam rangka penerapan P3B.
2) P3B Indonesia, antara lain ketentuan mengenai:
a) pembagian hak pemajakan atas jenis penghasilan terkait; dan
b) tarif pemajakan maksimal di Negara Sumber atas jenis penghasilan terkait, jika diatur, misalnya tarif pemajakan maksimal yang terdapat dalam Pasal 10 (Dividen), Pasal 11 (Bunga), atau Pasal 12 (Royalti).
j.

Dalam hal SPDN dari Negara Mitra memperoleh atau menerima penghasilan yang bersumber dari Indonesia, maka pemajakan SPDN dari Negara Mitra dimaksud harus memperhatikan ketentuan:

1) Undang-Undang PPh;
2) P3B Indonesia; dan
3) peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara penerapan P3B bagi SPDN Negara Mitra yang memperoleh atau menerima penghasilan dari Indonesia.
4. Struktur Umum P3B
Secara umum, struktur P3B Indonesia berisi pengaturan atau ketentuan sebagai berikut:

Pasal Perihal
Pasal 1  Orang yang Dicakup  Persons Covered
Pasal 2   Pajak yang Dicakup Taxes Covered
Pasal 3 Definisi Umum General Definitions
Pasal 4  Penduduk   Resident
Pasal 5  Bentuk Usaha Tetap Permanent Establishment
Pasal 6 Penghasilan dari Harta Tak Gerak  Income from Immovable Property
Pasal 7 Laba Usaha   Business Profits
Pasal 8 Pelayaran, Transportasi, Perairan Darat dan Penerbangan Shipping, Inland, Waterways Transport and Air Transport
Pasal 9  Perusahaan Terasosiasi  Associated Enterprises
Pasal 10 Dividen  Dividends
Pasal 11  Bunga    Interest
Pasal 12  Royalti   Royalties
Pasal 12A  Imbalan Jasa Teknik  Fees for Technical Services
Pasal 13  Keuntungan dari Pengalihan Harta    Capital Gains
Pasal 14   Jasa Perorangan Independen Independent Personal Services
Pasal 15 Pekerjaan dalam Hubungan Kerja Dependent Personal Services
Pasal 16   Imbalan Direktur dan Pegawai Manajerial Level Atas  Directors Fees and Remuneration of Top-Level Managerial Officials
Pasal 17    Seniman dan Atlet Artistes and Sportpersons
Pasal 18  Pensiun dan Pembayaran Jaminan Sosial Pensions and Social Security Payments
Pasal 19 Jasa Pemerintah Government Services
Pasal 20 Pelajar dan Mahasiswa Students
Pasal 21 Penghasilan Lainnya  Other Income
Pasal 22 Harta Capital
Pasal 23 Metode Kredit Credit Method
Pasal 24 Non-diskriminasi Non-discrimination
Pasal 25 Prosedur Persetujuan Bersama Mutual Agreement Procedure
Pasal 26 Pertukaran informasi Exchange of Information
Pasal 27 Bantuan Penagihan Pajak  Assistance in the Collection of Taxes
Pasal 28 Anggota Misi Diplomatik dan Jabatan Konsuler Member of Diplomatic Missions and Consular Posts
Pasal 29 Berlakunya P3B   Entry into Force
Pasal 30 Berakhirnya P3B Termination
Struktur pengaturan atau ketentuan dalam P3B pada umumnya mengikuti pola-pola di atas. Akan tetapi terdapat beberapa P3B Indonesia yang memiliki struktur pengaturan yang berbeda. Untuk itu, terdapat kemungkinan urutan pasal dalam P3B Indonesia berbeda dengan struktur umum yang tercantum di atas.
 
Mengingat adanya perbedaan materi pengaturan antara satu P3B Indonesia dengan P3B Indonesia lainnya, petunjuk umum interpretasi dan penerapan yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini tidak dimaksudkan untuk dapat diterapkan untuk seluruh kasus atau transaksi tanpa memperhatikan kekhususan yang ada dalam setiap P3B Indonesia dimaksud. Untuk itu, penerapan ketentuan perpajakan atas suatu transaksi yang melibatkan Indonesia dan suatu Negara Mitra harus tetap mengacu kepada P3B Indonesia yang pengaturannya dapat berbeda dengan pengaturan yang terdapat dalam lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
F. Lain-lain

Untuk memberikan kemudahan dalam memahami petunjuk umum sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini, perlu disampaikan beberapa tambahan penjelasan sebagai berikut:
1. Definisi sebagaimana tercantum dalam bagian E. angka 1 merupakan definisi atas istilah yang hanya digunakan dalam bagian batang tubuh Surat Edaran Direktur Jenderal ini dan bagian penjelasan atas naskah P3B yang terdapat dalam Lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
2. Namun demikian, definisi atas istilah yang digunakan dalam bagian naskah P3B menggunakan definisi sebagaimana tercantum dalam naskah P3B itu sendiri yang umumnya terdapat dalam Pasal 3 (Definisi Umum) atau Article 3 (General Definitions) dan dalam pasal-pasal lain dalam P3B terkait sebagaimana dimaksud dalam bagian E. angka 3 huruf d di atas.
3. Dalam hal tidak disebutkan secara khusus, penyebutan pasal atau ayat dalam bagian batang tubuh maupun lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal ini mengacu kepada pasal atau ayat dalam naskah P3B.
   
G. Penutup

Penjelasan dan interpretasi pasal-pasal dalam P3B Indonesia adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.


Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.



 
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2021
DIREKTUR JENDERAL,

ttd

SURYO UTOMO