Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2010

  • 07 April 2010
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 50/PJ/2010

TENTANG

KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan upaya pencapaian tertib administrasi penagihan dan optimalisasi pencairan piutang pajak tahun 2010, maka diperlukan perencanaan atas pelaksanaan kegiatan penagihan baik dari sisi administratif maupun dari sisi tindakan secara intensif, terpadu, dan berhasil guna sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, dengan ini ditetapkan kebijakan penagihan pajak tahun 2010 sebagai berikut :

I. Tertib Administrasi
A. Penataan Berkas Penagihan

Dalam rangka meningkatkan kualitas administrasi demi mewujudkan kelancaran dan ketertiban operasional kerja, mendukung optimalisasi pencapaian tujuan penagihan, serta mengurangi tingkat kesalahan yang dapat terjadi akibat tidak terlaksananya tertib administrasi sesuai dengan ketentuan, maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diminta untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1.

Sebagaimana telah tertuang dalam kebijakan-kebijakan sebelumnya, KPP wajib membuat rumah berkas penagihan per Wajib Pajak, yang masing-masing berisi :

a. Seluruh surat ketetapan pajak, termasuk :
1) STP, STP PBB/STB/SKBKB/SKBKBT;
2) Keputusan/Putusan atas upaya hukum, yaitu :
a) Keputusan Keberatan;
b) Keputusan Pembetulan (Pasal 16 UU KUP);
c) Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan pengurangan dan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar (Pasal 36 UU KUP);
d) Putusan Banding;
e) Putusan Peninjauan Kembali;
f) Putusan Gugatan.
b. Seluruh bukti pembayaran tunggakan pajak dari Wajib Pajak/Penanggung Pajak (WP/PP) yang antara lain berupa :
1) Surat Setoran Pajak (SSP);
2) Surat Tanda Terima Setoran (STTS);
3) SSP PBB;
4) Surat Setoran BPHTB; dan
5) print out MPN/hasil konfirmasi bank.
c. Bukti Pemindahbukuan (Pbk);
d. Dokumen tindakan penagihan;
e. Berkas penagihan lainnya;
f.

Wajib Pajak PBB yang tidak mempunyai NPWP, dibuatkan rumah berkas tersendiri per Nomor Objek Pajak (NOP) dengan perincian berkas sesuai dengan huruf a s.d. e tersebut di atas.

Dokumen yang tersimpan dalam rumah berkas tersebut di atas disusun sesuai dengan tahun pajaknya.
2. KPP yang belum menyediakan tempat dan/atau ruangan khusus untuk penyimpanan rumah berkas penagihan sebagaimana disebutkan pada nomor 1 di atas, agar segera mengupayakan pengadaannya. Tempat/ruangan berkas tersebut setidaknya memenuhi standar penyimpanan antara lain terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, serta dilengkapi dengan sistem pengaman seperti kunci lemari dan kunci ruangan.
3. Pembenahan dan penataan berkas sebagaimana angka 1 dan 2 di atas diharapkan sudah selesai dilakukan oleh KPP di tahun 2010 ini mengingat aktivitas tersebut sudah harus dilakukan sejak tahun 2008.
4. Melakukan scanning atas setiap kohir dalam bentuk image, kemudian diberi nama yang sama dengan nomor kohirnya, dan disimpan ke dalam CD. Setiap 1 (satu) CD hanya berisi kohir dengan tahun terbit yang sama.
5. Melakukan scanning atas setiap keputusan/putusan upaya hukum Wajib Pajak dalam bentuk image, kemudian diberi nama yang sama dengan nomor keputusan/putusan, dan disimpan ke dalam CD. Setiap 1 (satu) CD hanya berisi 1 (satu) jenis putusan dari upaya hukum (misal hanya berisi "Keputusan Keberatan" saja atau hanya berisi "Putusan Banding" saja) dengan tahun terbit yang sama.
6. Menyediakan tempat/lemari khusus untuk penyimpanan :
a. fotokopi fisik kohir yang disusun urut sesuai nomor kohir per Wajib Pajak dan dibuat folder tersendiri sesuai tahun terbit kohir;
b. CD yang berisi soft copy hasil scanning kohir; dan
c. CD yang berisi soft copy hasil scanning putusan upaya hukum Wajib Pajak.
7. Menunjuk petugas khusus di Seksi Penagihan sebagai penanggung jawab penyimpanan dan pengawasan arus keluar masuk dokumen.
8. Menganggarkan biaya terkait pengadaan alat scan (scanner), Compact Disk (CD), serta lemari/tempat berkas dan/atau ruangan khusus tersebut di atas dalam DIPA KPP dan/atau Kanwil.
9. Membentuk tim pembenahan administrasi dan berkas penagihan, serta menganggarkan biaya terkait pembentukan dan pengeluaran honor tim tersebut dalam DIPA KPP.

Kanwil sangat diharapkan memberi perhatian dan/atau bantuan sarana dan prasarana misalnya apabila dalam pelaksanaannya KPP mengalami kesulitan dalam hal pengadaan lemari/tempat berkas, scanner, dan sejenisnya, maka Kanwil membantu mengusahakan dengan menggunakan anggaran DIPA Kanwil.

B. Laporan Rutin Piutang Pajak

Dalam upaya menyajikan informasi yang akurat pada setiap penyusunan laporan rutin penagihan, KPP wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Kesesuaian saldo antar bulan, berkesinambungan, dan ketepatan waktu pada penyusunan Laporan Perkembangan Piutang Pajak;
2. Piutang Pajak yang telah dilaporkan sebagai piutang daluwarsa dalam Laporan Kriteria Kualitas, Umum, dan Penyisihan Piutang (L-04.17) sampai dengan Desember 2009 harus ditindaklanjuti dengan segera dengan usulan penghapusan piutang pajak di tahun 2010. Kanwil melakukan pengawasan tindak lanjut tersebut dan segera memproses usulan penghapusan piutang yang diajukan KPP sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-15/PJ/2004;
3. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi mengirimkan data pembayaran piutang pajak dari MPN untuk piutang selain PBB dan BPHTB kepada Kepala Seksi Penagihan, dengan kode jenis setoran 3xx. Data MPN tersebut dikirim secara berkala setiap minggu;
4. Kepala Seksi Penagihan setelah menerima data MPN sebagaimana angka 3 di atas, secara periodik melakukan rekonsiliasi data MPN tersebut dengan Nilai pengurang piutang pajak khususnya yang berasal dari SSP dalam Laporan Perkembangan Piutang Pajak;
5. Kepala Seksi Penagihan juga melakukan rekonsiliasi antara nilai pengurang piutang PBB dan BPHTB yang berasal dari SSP dalam Laporan Perkembangan Piutang Pajak dengan data pembayaran bank persepsi/bank operasional/pos persepsi untuk pembayaran piutang PBB dan BPHTB.
6.

Saldo negatif atas piutang pajak baik per jenis pajak, per tahun pajak, per umur dan kualitas pajak, dan per KPP harus dipastikan tidak terdapat lagi dalam Laporan Rutin Penagihan baik tingkat KPP maupun Kantor Wilayah.

Penjelasan lebih lanjut agar mereferensi pada kebijakan administrasi piutang secara umum sebagaimana diuraikan dalam Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor : S-57/PJ.04/2010 tanggal 9 Februari 2010 mengenai Evaluasi dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Rekonsiliasi Piutang Pajak pada Penyusunan Laporan Keuangan Direktur Jenderal Pajak Tahun 2009.

C. Rekonstruksi dan Pemetaan Data Piutang Pajak
Dalam proses akurasi dan rekonstruksi data piutang pajak, KPP diharapkan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.

Data Piutang Pajak PPh dan PPN

a. Meneruskan perekaman seluruh data piutang pajak termasuk data pengurangannya baik dari pembayaran maupun upaya hukum serta tindakan penagihannya berdasarkan fisik ketetapan pajak ke dalam program Sistem Manajemen dan Informasi Penagihan (SiMIAP) yang disediakan oleh Subdirektorat (Subdit) Penagihan. Hasil perekaman akan berupa file dengan bentuk dbf.
b.

Melanjutkan proses pemutakhiran data piutang secara berkesinambungan. KPP wajib melaporkan data perkembangan perekaman terakhir dengan mengirim :

1) Hasil perekaman berupa folder data (C:/Simiap2007); dan
2) Master File terkini (bentuk file excel), yang diperoleh dari Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI).
setiap bulan melalui email ke Kanwil dan KPDJP.
c. KPDJP tidak menerima lagi hasil perekaman ketetapan yang dilakukan melalui program excel.
d. KPP yang belum menyerahkan Berita Acara Penyelesaian Perekaman untuk ketetapan yang terbit sampai dengan 30 Juni 2007, agar segera mengirimkan Berita Acara dimaksud kepada Subdirektorat Penagihan melalui Kanwil atasannya. Contoh format berita acara dapat dilihat pada lampiran I.
Kepala KPP diharapkan memantau dan mengkoordinasikan kerja sama antar seksi dalam kaitannya dengan kebutuhan data dalam rangka terwujudnya proses akurasi piutang PPh dan PPN tersebut.
2. Data Piutang PBB dan BPHTB
a. Tetap merekam seluruh Surat Tanda Terima Setoran (STTS) dari bank tempat pembayaran pada program aplikasi SISMIOP dan melakukan sinkronisasi data pembayaran PBB untuk pembayaran melalui Tempat Pembayaran PBB elektronik;
b. Tetap merekam seluruh SSB pada program aplikasi BPHTB.

Sebagaimana beberapa kali dicantumkan pada kebijakan-kebijakan tahun sebelumnya, agar KPP terus melakukan konfirmasi dan koordinasi dengan seksi-seksi terkait sehubungan dengan data pembayaran piutang PBB dan BPHTB serta mencetak daftar piutang PBB (negative list).

D. Prosedur Migrasi Berkas Wajib Pajak Pindah

Dalam hal terdapat Wajib Pajak pindah, maka Kanwil/KPP tetap harus memperhatikan prosedur administrasi untuk Wajib Pajak pindah dilakukan sesuai dengan surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-14/PJ.0451/2007 tanggal 25 Januari 2007.

E. Pengawasan Ketetapan yang Terbit Mulai Tahun 2008

Khusus untuk ketetapan yang terbit sejak tahun 2008, sehubungan dengan pentingnya mengantisipasi tidak terpantaunya nilai piutang yang disetujui namun belum dilunasi oleh Wajib Pajak pada saat jatuh tempo dan/atau nilai yang tidak disetujui yang belum dilunasi pada saat jatuh tempo pengajuan upaya hukum dalam hal Wajib Pajak/Penanggung Pajak ternyata tidak mengajukan upaya hukum, maka sangat penting dilakukan pengawasan atas hal tersebut.

1. KPP setiap bulan wajib melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Memantau dan mengawasi nilai yang disetujui oleh Wajib Pajak yang sudah jatuh tempo, namun belum ada pembayaran, untuk segera mempersiapkan dan melakukan tindakan penagihan;
b. Memantau dan mengawasi upaya hukum yang tidak dilakukan oleh Wajib Pajak atas nilai yang tidak disetujui dalam hal jangka waktu pengajuan upaya hukum dimaksud sudah berakhir, untuk segera mempersiapkan dan melakukan tindakan penagihan;
c. Memantau dan mengawasi upaya hukum yang sedang/telah dilakukan oleh Wajib Pajak atas nilai yang tidak disetujui dalam hal jangka waktu pengajuan upaya hukum dimaksud masih berlaku, untuk tidak/belum melakukan tindakan penagihan;
d. Membuat pencatatan rincian dan rekapitulasi khusus ketetapan yang terbit mulai tahun 2008 dan perkembangannya sebagaimana diuraikan pada huruf a s.d. c tersebut di atas, kemudian mengirimkan laporannya setiap bulan ke Kanwil atasannya;
e. Sehubungan dengan belum terakomodasi secara lengkap menu perekaman yang berfungsi sebagai pengawasan ketetapan yang terbit sejak tahun 2008 pada SIDJP/SIPMOD, maka KPP wajib melakukan perekaman secara lengkap ketetapan-ketetapan tersebut yang sudah tersedia pada aplikasi SiMIAP.
2. Kanwil setiap bulan wajib melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Melakukan pengawasan atas laporan KPP dan membuat laporan khusus ketetapan yang terbit sejak 2008 tersebut untuk dikirimkan ke Subdit Penagihan KPDJP;
b. Mengingatkan secara berkala pada semua KPP di wilayah kerjanya atas laporan yang belum/tidak dikirim untuk menghindari penumpukan masalah data piutang yang tidak teradministrasikan dengan baik; dan
c. Mengingatkan secara berkala pada semua KPP di wilayah kerjanya atas piutang-piutang tersebut di atas yang tidak terpantau dan/atau sudah jatuh tempo baik jatuh tempo pelunasan maupun jatuh tempo pengajuan upaya hukum untuk segera dilakukan tindakan penagihan.
II. Fokus dan Strategi Penagihan
A. Fokus Penagihan
Fokus penagihan piutang pajak tahun 2010 ditetapkan sebagai berikut :
1.

Fokus Pembenahan Administrasi Data dan Informasi Piutang Pajak

Sehubungan dengan kecenderungan makin tingginya tingkat kebutuhan dan/atau permintaan akan informasi piutang pajak yang akurat dan bersifat mendesak, baik dari internal maupun eksternal DJP, Kanwil dan KPP harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pastikan bahwa setiap faktor pengurang nilai piutang baik berupa pembayaran maupun upaya hukum telah direkam dengan benar dalam SIDJP/SIPMOD dalam upaya penyajian informasi yang mutakhir;
b. Pastikan bahwa setiap aplikasi terkait menu penagihan pada SIDJP/SIPMOD berjalan dengan baik dan benar, dan segera laporkan apabila menemui gangguan, kekurangsempurnaan, atau hambatan pada aplikasi/menu yang bersangkutan yang ditujukan kepada Direktorat Teknologi dan Informasi Perpajakan (TIP) dengan tembusan kepada Subdit Penagihan, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan KPDJP;
c. Pastikan bahwa seluruh data piutang yang ada dalam SIDJP/SIPMOD adalah akurat dengan cara meneliti dan membersihkan data secara berkala, misalnya atas data-data yang mengakibatkan terjadinya saldo negatif, antara lain dengan melakukan koreksi atas kesalahan perekaman seperti hasil perekaman pembayaran yang tercatat lebih dari satu kali, kesalahan pencatatan jenis pajak piutang, kesalahan input tanggal pembayaran, dan lain-lain.

Dalam rangka percepatan tercapainya fokus pembenahan administrasi data piutang tersebut sebagai alat utama terwujudnya efektivitas dan efisiensi tindakan dan laporan penagihan, maka dipandang perlu bagi KPP dan/atau Kanwil untuk membuat tim validasi data piutang dan pembenahan arsip piutang pajak. Adapun anggaran biaya terkait pembentukan tim dan pembayaran honor peserta tim tersebut dibebankan pada DIPA KPP dan/atau Kanwil. Peserta tim setidaknya terdiri dari seluruh personel seksi Penagihan KPP dan/atau seksi Bimbingan Penagihan Kanwil.

2. Fokus Pencairan dan/atau Penyelesaian Piutang
Fokus pencairan dan/atau penyelesaian piutang tahun 2010 ditentukan sesuai faktor-faktor sebagai berikut :
a. Nilai Piutang
1) Piutang yang termasuk dalam 200 Besar Penunggak Pajak Nasional;
2) Piutang dengan nilai lebih dari Rp 10 Miliar;
3) Piutang yang terdapat pada :
a) Seluruh KPP di wilayah Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan wilayah Kanwil DJP Jakarta Khusus;
b) Seluruh KPP Madya.
4) Piutang Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang termasuk dalam 200 Besar Penunggak Pajak di setiap Kanwil/KPP.
Piutang dengan kategori sebagaimana disebut pada angka 3) dan 4) merupakan kategori yang selalu menjadi fokus pencairan pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu KPP dan/atau Kanwil diharapkan memberi perhatian penuh dalam penyelesaian seluruh piutang dengan kategori tersebut di tahun 2010.
b. Tingkat Kemudahan Pencairan Piutang
1) Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan tingkat likuiditas tinggi (mampu membayar);
2) Piutang dengan kategori umur piutang jatuh tempo sampai dengan satu tahun;
3) Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang ketetapannya terbit sejak tahun 2008, dengan kondisi :
a) setelah jatuh tempo ketetapan ternyata belum melunasi nilai yang disetujui pada pembahasan akhir pemeriksaan;
b) setelah berakhirnya jangka waktu kesempatan dilakukannya upaya hukum atas ketetapan yang nilainya tidak disetujui namun ternyata belum ada upaya hukum yang dilakukan.
Setiap bulan KPP harus mengawasi dan meneliti ada tidaknya pembayaran atas nilai yang disetujui tersebut, dan/atau ada tidaknya upaya hukum yang telah dilakukan atas nilai yang tidak disetujui.
4) Wajib Pajak/Penanggung Pajak nonkooperatif yang nilai ketetapannya tinggi.
Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud dengan fokus pencairan dan/atau penyelesaian adalah melakukan tindakan penagihan selengkap, setepat, secepat, dan seoptimal mungkin baik dalam hal waktu pelaksanaan maupun jenis tindakan. Apabila dalam tahun 2010 atas piutang-piutang tersebut tidak bisa lagi diharapkan pencairannya, sesegera mungkin dilakukan penyelesaian dalam bentuk pelaksanaan prosedur ke arah penyisihan piutang yang tidak tertagih dan dilanjutkan dengan usulan penghapusan.
B. Strategi Penagihan
Untuk menunjang peningkatan realisasi pencairan piutang pajak, diuraikan strategi penagihan sebagai berikut :
1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Dalam hal strategi umum, KPP tetap melakukan :
a. Bedah piutang terhadap 200 penunggak pajak terbesar, membuat profil Wajib Pajak/Penanggung Pajak tersebut lengkap dengan upaya hukum yang telah dan tengah dilakukan, serta daftar harta kekayaan yang masih dimiliki, dilengkapi dengan pohon kepemilikan dalam hal perusahaan yang bersangkutan dimiliki oleh grup perusahaan seperti pada lampiran II;
b. Penentuan prioritas tindakan penagihan berdasarkan hasil profil di atas.
Perlu diperhatikan untuk mendahulukan tindakan penagihan secara persuasif agar dalam jangka panjang lebih terbina hubungan yang baik antara Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan DJP, selain untuk menciptakan Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang kooperatif.
Karena strategi sebagaimana disebutkan pada huruf a dan b di atas juga menjadi strategi pada kebijakan tahun-tahun sebelumnya, maka KPP dan/atau Kanwil seharusnya dapat mengimplementasikannya dengan lebih baik sehingga tindakan penagihan yang dilakukan tepat sasaran sesuai dengan analisis bedah piutang yang dilakukan secara komprehensif.
Dalam hal strategi khusus, atas :
a. Penagihan atas piutang yang mendekati daluwarsa
KPP segera melaksanakan tindakan penagihan aktif seoptimal mungkin. Apabila terhadap piutang tersebut sudah tidak bisa dilakukan tindakan penagihan, segera melakukan penelitian administrasi dan/atau penelitian setempat dalam rangka melakukan penyisihan piutang dan pengusulan penghapusan piutang.
b. Penagihan atas piutang Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang nonkooperatif terutama Wajib Pajak yang termasuk dalam 200 penunggak pajak terbesar.
KPP melaksanakan tindakan penagihan kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak terutama yang nonkooperatif, dengan memprioritaskan tindakan :
1) Penyitaan atas harta kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank yang pelaksanaannya mengacu kepada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-109/PJ./2007 tanggal 6 Agustus 2007 dengan skala prioritas 200 Penunggak Pajak terbesar, dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian serta ada tidaknya dan status upaya hukum yang diajukan Wajib Pajak dengan urutan sebagai berikut :
a) Melakukan pemblokiran rekening Wajib Pajak yang bersangkutan terlebih dahulu; dan
b) Apabila piutang pajak belum lunas, maka pemblokiran dapat dilakukan kepada rekening para Direksi dan pemegang saham mayoritasnya sebagai penanggung pajaknya.
2) Pencegahan, yang dilakukan secara selektif dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian, antara lain :
a) Memenuhi persyaratan kualitatif dan kuantitatif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP);
b) Ada tidaknya upaya hukum Wajib Pajak/Penanggung Pajak;
c) Terdapat validitas data mengenai status/legalitas Penanggung Pajak dalam kedudukannya selaku Penanggung Pajak suatu badan usaha;
d) Dalam hal Wajib Pajak memiliki lebih dari satu Penanggung Pajak, KPP dapat mempertimbangkan untuk tidak mengusulkan pencegahan terhadap seluruh Penanggung Pajak yang ada, tetapi usul pencegahan dapat dilakukan secara bergantian dengan memperhatikan skala prioritas.
3) Penyanderaan, yang dilakukan secara selektif dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian, antara lain :
a) Memenuhi persyaratan kualitatif dan kuantitatif sebagaimana diatur dalam UU PPSP;
b) Status upaya hukum atas ketetapan pajak sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht);
c) Tindakan penagihan telah dilakukan secara optimal, dan penyanderaan merupakan upaya penagihan terakhir;
d) Terdapat validitas data mengenai status/legalitas Penanggung Pajak dalam kedudukannya selaku Penanggung Pajak suatu badan usaha;
e) Data dan dokumen penagihan lengkap dan akurat;
f) Telah dilakukan pengamatan terhadap Penanggung Pajak.
c. Dalam hal KPP memiliki data yang mutakhir mengenai piutang usaha Wajib Pajak/Penanggung Pajak, maka dapat dilakukan penyitaan atas piutang dengan cara sebagai berikut :
1) melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis dan jumlah piutang yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS);
2) membuat BAPS; dan
3) Membuat Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang dari Penanggung Pajak kepada Kepala KPP, dan salinannya disampaikan kepada Penanggung Pajak dan pihak yang berkewajiban membayar utang.
d. Untuk mendukung upaya penagihan melalui pemblokiran rekening, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan bekerja sama dengan Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan dalam menyediakan daftar Cabang Bank tempat Wajib Pajak yang bersangkutan membayar kewajiban pajaknya. Data tersebut dapat dilihat pada portal Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, menu Penagihan, submenu Lainnya, subsubmenu Daftar Bank, dengan alamat : http://rikpen/bank;
e. KPP wajib melakukan pengawasan secara intensif dan melaksanakan hak mendahulu atas piutang pajak terhadap Wajib Pajak yang dinyatakan pailit, bubar, atau likuidasi, dengan melakukan koordinasi dengan kurator, likuidator, orang atau badan yang ditugasi melakukan pemberesan, segera setelah diperoleh informasinya.
2. Kantor Wilayah (Kanwil)
Dalam fungsi Kanwil untuk membimbing, mengawasi, dan mendukung tindakan penagihan yang dilakukan oleh KPP, Kanwil wajib melaksanakan tindakan sebagai berikut :
a. Membuat pemetaan dan melakukan analisis atas jumlah piutang pajak selain PBB dan BPHTB di wilayah kerjanya berdasarkan kategori umur piutang pajak sebagaimana yang tercantum dalam surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor : S-28/PJ.045/2009 tanggal 3 Maret 2009 tentang Laporan Rutin Penagihan;
b. Meneliti daftar klasifikasi kualitas piutang yang dibuat oleh KPP terutama untuk kriteria piutang kurang lancar, perhatian khusus, diragukan, dan macet untuk melihat kondisi piutang dan permasalahannya sehingga dapat direklasifikasikan ke piutang lancar;
c. Menginstruksikan dan mengawasi secara ketat kepada KPP untuk melakukan tindakan penagihan yang optimal terhadap piutang dengan kriteria lancar sehingga dapat segera dicairkan di tahun anggaran 2010;
d. Melakukan pengawasan dan pemantauan proses kegiatan penagihan dan pencairan piutang pajak dengan prioritas 200 penunggak pajak terbesar yang dilaporkan oleh masing-masing KPP di wilayah kerjanya;
e. Melakukan pengawasan atas bedah tunggakan terhadap 200 penunggak pajak terbesar dan profiling penunggak pajak yang dilakukan oleh KPP di wilayah kerjanya;
f. Meneliti prioritas tindakan penagihan yang telah ditetapkan oleh KPP dan mengevaluasinya;
g. Melaksanakan pengawasan melekat untuk mencegah terjadinya kesalahan prosedur atau penyalahgunaan wewenang dan jabatan dalam pelaksanaan tindakan penagihan;
h. Membuat standar prestasi jurusita dalam pelaksanaan kegiatan penagihan aktif, yaitu : standar prestasi untuk penyampaian Surat Paksa, Penerbitan SPMP, pelaksanaan Blokir Rekening, pelaksanaan Pencegahan Wajib Pajak Bepergian ke Luar Negeri (travel ban), dan pelaksanaan Penyanderaan terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak;
i. Melakukan penelitian dan pengujian kembali persyaratan kuantitatif dan kualitatif atas pengajuan Penyanderaan terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak oleh KPP;
j. Khusus untuk pelaksanaan Penyanderaan, untuk setiap Kanwil ditetapkan minimal 2 (dua) kali Penyanderaan;
k. Membuat pemetaan dan melakukan analisis atas piutang pajak PBB dan BPHTB di wilayah kerjanya, yang didasarkan atas beberapa kriteria, sebagai berikut :
1) Sektor ketetapan (sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan, perhutanan, dan pertambangan);
2) Wilayah kerja (kabupaten/kotamadya, kecamatan, desa/kelurahan);
3) Tahun Pajak;
4) Buku Ketetapan, yaitu buku ketetapan I s.d. buku ketetapan V.
l. Melakukan pengujian kembali Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak yang diusulkan dari KPP antara lain :
1) Tindakan penagihan terakhir terkait dengan jangka waktu daluwarsa penagihan;
2) Kesesuaian antara daftar rincian piutang pajak yang diusulkan untuk dihapuskan dengan jumlah rekapitulasi piutang pajak yang diusulkan untuk dihapuskan; dan
3) Kelengkapan data-data pendukung.
sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : KMK 539/KMK.03/2002 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-15/PJ./2004.
m. Meningkatkan koordinasi regional/lokal dengan instansi terkait untuk kelancaran kegiatan penagihan berdasarkan prinsip kebersamaan tugas sebagaimana yang telah disepakati pada MoU antara Dirjen Pajak dengan Kapolri/Menteri Kehakiman dan HAM/Gubernur/Walikota/Bupati serta kerja sama dengan pihak perbankan dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 34 UU KUP.
KPP dan Kanwil yang belum melaksanakan secara optimal strategi penagihan yang sebagian besar pernah ada dalam kebijakan pada tahun-tahun sebelumnya, diharapkan pada tahun ini sudah dapat memahami, menguasai, dan melaksanakan strategi-strategi tersebut dengan tepat dan lebih baik.
 III. Target Pencairan
Target pencairan piutang pajak secara nasional untuk tahun 2010 ditetapkan sebagai berikut :
A. Target Pencairan Piutang PPh dan PPN
Sehubungan dengan banyaknya faktor yang mempengaruhi pencairan atas Piutang Pajak PPh dan PPN, maka penentuan target akan diuraikan lebih lanjut dalam surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. Secara garis besar target pencairan Piutang Pajak dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Target pencairan piutang pajak secara nasional ditetapkan berdasarkan saldo awal piutang pajak tahun 2010 setelah dikurangi dengan cadangan piutang, dengan memperhitungkan pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) tahun 2009, dan perkiraan penambahan piutang pajak pada tahun berjalan (tahun 2010);
2. Sebaran target pencairan piutang nasional di setiap Kantor Wilayah DJP seluruh Indonesia ditetapkan lebih rinci dalam Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. Selanjutnya alokasi target pencairan per KPP ditetapkan oleh masing-masing Kantor Wilayah DJP atasannya.
B. Target Pencairan Piutang PBB dan BPHTB
Oleh karena lebih sederhananya faktor yang mempengaruhi dan dengan melihat kecenderungan pencairan piutang PBB dan BPHTB tahun-tahun sebelumnya, maka target pencairan ditetapkan minimal 85% (delapan puluh lima persen) dari saldo awal piutang.
C. Pencapaian Target Pencairan
Dalam rangka efektivitas dan efisiensi sebaran beban kerja, dan menghindari penumpukan tugas yang berulang terjadi pada akhir tahun, maka pencapaian target secara akumulasi ditetapkan sebagai berikut :
1. Triwulan I : 25%
2. Triwulan II : 55%
3. Triwulan III : 90%
4. Triwulan IV : 100%
D.  Laporan Pencapaian Target Pencairan 

KPP diharapkan membuat rencana dan daftar prioritas pencairan piutang secara terarah dan efisien, dan memperhatikan pencapaian target setiap triwulan, membuat laporan pencapaian tersebut, dan menyampaikan laporan tersebut kepada Kanwil atasannya paling lambat tanggal 7 bulan setelah berakhirnya masing-masing triwulan.

Kantor Wilayah sangat diharapkan untuk memantau secara ketat pencapaian target pencairan piutang setiap KPP di wilayah kerjanya, dan mengirimkan laporan pencapaian tersebut setiap triwulan ke Subdit Penagihan paling lambat tanggal 15 bulan setelah berakhirnya masing-masing triwulan.

IV. Evaluasi Kinerja Penagihan
Sebagai salah satu bentuk konkret fungsi pengawasan dan koordinasi, setiap bulan Kanwil wajib menyusun evaluasi dan analisis kinerja penagihan seluruh KPP di wilayah kerjanya, yang di dalamnya berisi 4 (empat) pokok bahasan sebagai berikut :
1. Evaluasi Tertib Administrasi;
2. Evaluasi Realisasi Pencairan Piutang Pajak;
3. Evaluasi Kegiatan Penagihan; dan
4. Evaluasi Validasi dan Rekonstruksi Data Piutang Pajak.
Evaluasi tersebut dibuat sesuai dengan format pada lampiran III dan dikirimkan ke Subdit Penagihan KPDJP dalam bentuk softcopy maupun hardcopy setiap tanggal 15 bulan berikutnya.
Dari evaluasi dan analisis kinerja penagihan setiap KPP di bawahnya tersebut, maka Kanwil dapat memantau, memetakan permasalahan, dan memberikan peringatan dan/atau bimbingan penagihan yang tepat, sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai alat untuk mendukung terlaksananya tujuan dan kebijakan penagihan secara efektif dan efisien.

V. Lain-Lain
A. Pelaksanaan Penelitian Administrasi dan/atau Penelitian Setempat

Sebagaimana sering diuraikan dalam kebijakan-kebijakan tahun sebelumnya, mengingat masih banyaknya KPP dan/atau Kanwil yang dalam mengajukan usulan penghapusan belum memenuhi dengan lengkap syarat-syarat pengajuan usulan, dengan ini diingatkan kembali bahwa dalam melakukan penelitian administrasi dan/atau penelitian setempat sebagai salah satu syarat pengajuan usulan, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah :

1. Membuat daftar usulan penelitian setempat ke Kantor Wilayah atasannya;
2. Melakukan koordinasi dengan KPP lawan transaksi dari Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang akan dilakukan penelitian setempat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang transaksi terakhir yang dilakukan, untuk memastikan apakah masih ada aktivitas atau tidak;
3. Meminta informasi dan keterangan dari pihak pengelola gedung atau instansi yang berwenang di wilayah tempat kedudukan Wajib Pajak menjalankan usahanya untuk mendukung keberadaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang dilakukan penelitian setempat;
4. Meminta informasi dan keterangan mengenai Wajib Pajak/Penanggung Pajak kepada Dinas Kependudukan, Direktorat Jenderal Imigrasi atau instansi terkait lainnya apabila diperlukan.
B. Kebutuhan Sumber Daya Manusia

Sebagaimana tercantum dalam kebijakan sebelumnya, Kepala KPP harus memperhatikan jumlah sumber daya manusia yang ada di seksi penagihan dikaitkan dengan beban kerja seksi penagihan guna mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan penagihan. Adapun jumlah minimal Jurusita di masing-masing KPP adalah sebagai berikut :

1. Tiga orang Jurusita untuk :
a. KPP di lingkungan Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar;
b. KPP di lingkungan Kantor Wilayah Jakarta Khusus;
c. KPP Madya.
2. Dua orang Jurusita untuk setiap KPP Pratama dengan mempertimbangkan luasnya wilayah kerja dan jumlah piutang.
3. Bagi KPP yang mengalami kekurangan tenaga pelaksana Jurusita Pajak dapat menunjuk dan mengangkat Jurusita dari pelaksana pada Seksi Penagihan, Kepala Seksi Penagihan, atau Kepala Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan, sepanjang yang bersangkutan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04/2000 tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak.
4. Apabila jumlah Jurusita belum juga terpenuhi dan kebutuhan akan Jurusita sangat mendesak maka Kanwil dapat mendata kebutuhan Jurusita dan mengajukan permohonan ke KPDJP untuk penambahan penempatan Jurusita di wilayah kerjanya.
C. Koordinasi dengan Pihak-Pihak Terkait

Sebagaimana dijelaskan dalam kebijakan-kebijakan sebelumnya, untuk mendukung kelancaran dan mengantisipasi permasalahan yang tidak diinginkan, maka Kepala KPP perlu memperhatikan dan membina adanya komunikasi dan kerja sama yang baik antar seksi di dalam unitnya maupun pada unit yang berada pada Kanwil atasannya sebagai berikut :

1. dalam hal terdapat permasalahan hukum terkait dengan pelaksanaan tindakan penagihan, KPP agar segera melakukan koordinasi dengan Kepala Seksi Bimbingan Penagihan dan Kepala Subbagian Rumah Tangga dan Bantuan Hukum di Kantor Wilayah atasannya;
2. dalam hal kebutuhan untuk mendapatkan data dan informasi terkait daftar pengurus, daftar harta, dan informasi lain terkait kemampuan membayar oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak maka segera koordinasikan hal tersebut dengan seksi Pemeriksaan dan pihak fungsional pemeriksa;
3. dalam hal kebutuhan akan informasi upaya hukum maka perlu lakukan koordinasi berkelanjutan dengan seksi Pelayanan di KPP dan seksi Keberatan di Kanwil atasannya;
4. dalam hal informasi umum maupun informasi lain yang lebih rinci, maka perlu lakukan koordinasi berkelanjutan dengan seksi Pelayanan dan pihak Account Representative di seksi Pengawasan dan Konsultasi.
D. Seragam Jurusita
KPP yang Jurusitanya belum mendapatkan seragam yang seharusnya sudah diadakan pada tahun 2009 sebagaimana tercantum pada kebijakan tahun tersebut, agar menganggarkan biaya pengadaan seragam Jurusita tersebut dalam DIPA KPP untuk minimal 3 (tiga) potong pakaian seragam per Jurusita, dengan desain sebagaimana contoh pada lampiran IV.
E. Biaya Penggantian Pelaksanaan Tindakan Penagihan
Sehubungan dengan tidak mencukupinya nilai penggantian pelaksanaan tindakan penagihan dibanding dengan yang sesungguhnya dikeluarkan, tidak adanya ketentuan yang mengatur mekanisme pembayaran/penggantian biaya pelaksanaan tindakan penagihan yang sudah dikeluarkan Jurusita, di samping karena biaya tersebut harus disetor sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), maka sebagai bentuk dukungan penuh atas kegiatan penagihan yang sudah dan harus dilakukan, KPP wajib menganggarkan dalam DIPA KPP penggantian seluruh biaya yang sudah dikeluarkan dalam upaya pelaksanaan tindakan penagihan.
F. Biaya Perjalanan Dinas
Sehubungan dengan biaya perjalanan dinas dalam rangka tindakan penagihan, dengan ini diingatkan kembali agar Kepala KPP mendukung pelaksanaan tindakan penagihan dengan memperhatikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007 tentang Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tetap, dalam Bab I Pasal 1 ayat (5) diatur bahwa Perjalananan dinas dalam negeri yang selanjutnya disebut perjalanan dinas adalah perjalanan ke luar tempat kedudukan baik perseorangan maupun secara bersama yang jaraknya sekurang-kurangnya 5 (lima) kilometer dari batas kota yang dilakukan dalam wilayah RI untuk kepentingan Negara atas perintah pejabat yang berwenang termasuk perjalanan dari tempat kedudukan ke tempat meninggalkan Indonesia untuk bertolak ke luar negeri dan dari tempat tiba di Indonesia dari luar negeri ke tempat yang dituju di dalam negeri. Selanjutnya dalam ayat (10) diatur bahwa Wilayah Jabatan adalah wilayah kerja dalam menjalankan tugas.

  

Dengan berlakunya Surat Edaran Kebijakan Penagihan ini, maka Surat Edaran Kebijakan Penagihan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.


Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 April 2010
Direktur Jenderal,

ttd.

Mochamad Tjiptardjo
NIP 060044911


Tembusan :

1. Sekretaris Direktorat Jenderal;
2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal.