Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-4/PJ/2020

  • 02 Februari 2020
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

3 Februari 2020

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 4/PJ/2020

TENTANG
 
cccc
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,    

 

A. Umum
     
Dalam rangka keseragaman pemahaman dan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa Kepelabuhanan tertentu kepada perusahaan angkutan laut yang melakukan kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2015 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kepelabuhanan Tertentu Kepada Perusahaan Angkutan Laut yang Melakukan Kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri (PP No. 74/2015), diperlukan penegasan mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa Kepelabuhanan tertentu kepada perusahaan angkutan laut yang melakukan kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan mengenai pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan atas penyerahan jasa Kepelabuhanan tertentu terkait pelaksanaan PP No. 74/2015.
   
2. Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini bertujuan untuk memberikan pedoman dan penjelasan mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa Kepelabuhanan tertentu kepada perusahaan angkutan laut yang melakukan kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri.
   
C. Ruang Lingkup

Surat Edaran ini memberikan penjelasan mengenai:
1. Pokok-pokok pengaturan dalam PP No. 74/2015;
2. Ruang lingkup jasa pelayanan barang;
3. Syarat tidak mengangkut penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di wilayah Indonesia;
4. Syarat asas timbal balik dari negara tempat kedudukan perusahaan angkutan laut asing;
5. Penerima jasa Kepelabuhanan tertentu yang mendapatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan; dan
6. Kewajiban Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan.
   
D. Dasar

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2015 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Kepelabuhanan Tertentu Kepada Perusahaan Angkutan Laut Yang Melakukan Kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri;
3. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 11 Tahun 2016 tentang Penyelenggaran dan Pengusahaan Keagenan Kapal;
4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 152 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari dan Ke Kapal; dan
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2019 tentang Dokumen Tertentu Yang Kedudukannya Dipersamakan Dengan Faktur Pajak.
   
E. Uraian

1. Pokok-pokok pengaturan dalam PP No. 74/2015:
a. Penyerahan jasa Kepelabuhanan tertentu oleh Badan Usaha Pelabuhan kepada perusahaan angkutan laut yang melakukan kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
b. Jasa Kepelabuhanan tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a, meliputi:
1) jasa pelayanan kapal, yaitu jasa labuh, jasa pandu, jasa tunda, dan jasa tambat; dan
2) jasa pelayanan barang, yaitu jasa bongkar muat peti kemas sejak dari kapal sampai ke lapangan penumpukan dan/atau sejak dari lapangan penumpukan sampai ke kapal.
c. Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada huruf a diberikan sepanjang kapal yang digunakan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) dioperasikan oleh perusahaan angkutan laut nasional maupun perusahaan angkutan laut asing yang melakukan kegiatan angkutan laut luar negeri; dan
2) tidak mengangkut penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di wilayah Indonesia.
d. Kapal yang dioperasikan oleh perusahaan angkutan laut asing di samping harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, juga harus memenuhi ketentuan bahwa negara tempat kedudukan perusahaan angkutan laut asing tersebut memberikan perlakuan yang sama terhadap kapal angkutan laut Indonesia berdasarkan asas timbal balik.
e. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf c dan/atau d tidak terpenuhi, Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib dibayar dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal persyaratan tersebut tidak terpenuhi.
f. Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan tidak dibayar sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf e, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
   
2. Ruang lingkup jasa pelayanan barang
a. Jasa pelayanan barang sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b butir 2) meliputi jasa bongkar muat peti kemas dari kapal sampai ke lapangan penumpukan dan/atau dari lapangan penumpukan sampai ke kapal.
b. Lapangan penumpukan sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan lapangan penumpukan yang terdapat di Pelabuhan, termasuk lapangan penumpukan yang terdapat di wilayah tertentu di darat yang ditetapkan sebagai lokasi yang berfungsi sebagai Pelabuhan (dry port).
c. Jasa bongkar muat peti kemas sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi:
1) Stevedoring, yaitu pekerjaan membongkar barang dari kapal ke dermaga/tongkang/truk atau memuat barang dari dermaga/tongkang/truk ke dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau derek darat; dan/atau
2) Cargodoring, yaitu pekerjaan melepaskan barang dari tali/jala-jala (ex tackle) di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/lapangan penumpukan barang atau sebaliknya.

d.

Oleh karena itu, kegiatan receiving/delivering, yaitu pekerjaan memindahkan barang dari timbunan/tempat penumpukan di gudang/lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai tersusun di atas kendaraan di pintu gudang/lapangan penumpukan atau sebaliknya, tidak termasuk dalam jasa bongkar muat peti kemas sebagaimana dimaksud pada huruf a.
   
3. Syarat tidak mengangkut penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di wilayah Indonesia
a. Pemenuhan syarat tidak mengangkut penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di wilayah Indonesia dapat diketahui oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan informasi dari sistem informasi terintegrasi Kementerian Perhubungan dan/atau dokumen dari otoritas/instansi yang berwenang berdasarkan ketentuan di bidang kepelabuhanan.
b. Apabila dalam suatu perjalanan, kapal selama berada di wilayah Indonesia tidak memuat dan membongkar/menurunkan penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di wilayah Indonesia, maka perjalanan tersebut memenuhi syarat tidak mengangkut penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c butir 2).
c. Apabila pada dalam suatu perjalanan, kapal selama berada di wilayah Indonesia memuat dan membongkar/menurunkan penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di wilayah Indonesia, maka perjalanan tersebut tidak memenuhi syarat tidak mengangkut penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud angka 1 huruf c butir 2).
d. Tidak termasuk dalam pengertian barang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf c butir 2) adalah peti kemas (container) yang digunakan sebagai sarana pengemas yang dipakai berulang-ulang.
e. Contoh pemenuhan syarat tidak mengangkut penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di wilayah Indonesia:
1) Kapal Singapore Marine dioperasikan oleh Singapore Marine Ltd., sebuah perusahaan angkutan laut asing. Berdasarkan dokumen perjalanan Kapal dan sistem informasi Kementerian Perhubungan diketahui bahwa Kapal Singapore Marine dalam perjalanan untuk mengangkut barang tujuan ekspor dari Pelabuhan asal di Surabaya dan Batam ke Pelabuhan tujuan di Shanghai (Tiongkok). Pada saat berlabuh di Surabaya, Kapal memuat barang. Pada saat Kapal berlabuh di Batam, Kapal memuat barang dengan tidak membongkar barang asal Surabaya. Oleh karena itu, kegiatan angkutan laut tersebut memenuhi syarat tidak mengangkut penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di wilayah Indonesia.
2) Pada perjalanan berikutnya diketahui bahwa Kapal Singapore Marine mengangkut barang dari pelabuhan asal di Sydney ke pelabuhan tujuan di Singapura. Dalam perjalanannya ke Singapura, Kapal singgah di Pelabuhan Surabaya, Semarang, dan Jakarta. Pada saat berlabuh di Surabaya, Kapal melakukan kegiatan pembongkaran barang. Pada saat berlabuh di Semarang, Kapal melakukan kegiatan pembongkaran dan pemuatan barang. Pada saat berlabuh di Jakarta, Kapal melakukan kegiatan pembongkaran barang asal Pelabuhan Sydney dan Semarang serta pemuatan barang ekspor tujuan Pelabuhan Singapura. Oleh karena itu, kegiatan angkutan laut tersebut tidak memenuhi syarat tidak mengangkut penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di wilayah Indonesia.
   
4. Syarat asas timbal balik dari negara tempat kedudukan perusahaan angkutan laut asing
a. Asas timbal balik sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf d bermakna bahwa negara tempat kedudukan perusahaan angkutan laut asing tersebut memberikan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan/tidak dipungut atau tidak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa Kepelabuhanan terkait pelayanan barang dan kapal terhadap kapal angkutan laut Indonesia yang melakukan kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri.
b. Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, daftar negara yang memberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi:
1) Singapura 15) Belgia 29) Malta
2) Malaysia 16) Bulgaria 30) Polandia
3) Vietnam 17) Republik Ceko 31) Portugal
4) Myanmar 18) Denmark 32) Rumania
5) Filipina 19) Jerman 33) Slovenia
6) Jepang 20) Estonia 34) Finlandia
7) Cina 21) Yunani 35) Inggris
8) Korea Selatan 22) Spanyol 36) Rusia
9) Sri Langka 23) Perancis 37) Amerika Serikat
10) Pakistan 24) Irlandia 38) Kanada
11) Bangladesh 25) Italia 39) Argentina
12) Dubai 26) Siprus 40) Selandia Baru
13) Belanda 27) Latvia 41) Australia.
14) Swedia 28) Lithuania    
c. Daftar negara pada huruf b dapat digunakan sebagai dasar pemenuhan syarat asas timbal balik sebagaimana dimaksud pada huruf a sepanjang tidak ada perubahan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai dari negara tersebut terkait jasa Kepelabuhanan.
d. Perusahaan angkutan laut asing yang bertempat kedudukan di negara yang tidak termasuk dalam daftar negara sebagaimana dimaksud pada huruf b memenuhi asas timbal balik sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf d sepanjang terdapat surat keterangan dari Competent Authority (CA) di negara tempat kedudukan perusahaan angkutan laut asing tersebut yang menyatakan bahwa negara tersebut juga memberikan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai yang sama terhadap kapal angkutan laut Indonesia.
e. Surat keterangan dari Competent Authority (CA) negara tempat kedudukan perusahaan angkutan laut asing sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat digunakan oleh Badan Usaha Pelabuhan terhadap seluruh perusahaan angkutan laut yang memiliki sertifikat domisili (Certificate of Domicile/COD) dari negara yang sama.
f. Contoh kasus:
Victoria Marine (HK) Ltd. mengoperasikan Kapal Victoria Marine untuk kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri. Berdasarkan sertifikat domisili, Victoria Marine (HK) Ltd. merupakan sebuah perusahaan angkutan laut asing yang berkedudukan di Hong Kong. Hong Kong tidak termasuk dalam daftar negara sebagaimana dimaksud pada huruf b. Namun demikian, Victoria Marine (HK) Ltd. dapat memberikan surat keterangan dari Competent Authority (CA) Hong Kong kepada Badan Usaha Pelabuhan di mana kapal Victoria Marine berlabuh yang menyatakan bahwa Hong Kong tidak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai terhadap kapal angkutan laut Indonesia. Oleh karena itu, Hong Kong sebagai negara tempat kedudukan Victoria Marine (HK) Ltd. memenuhi syarat asas timbal balik. Surat konfirmasi dari Competent Authority (CA) Hong Kong tersebut dapat digunakan oleh Badan Usaha Pelabuhan sebagai dasar pemenuhan syarat asas timbal balik terhadap seluruh perusahaan angkutan laut asing yang memiliki sertifikat domisili dari Competent Authority (CA) Hong Kong.
   
5. Penerima Jasa Kepelabuhanan tertentu yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
a. Dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) PP 74 Tahun 2015 ditegaskan bahwa jasa Kepelabuhanan tertentu yang mendapatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan adalah jasa yang diberikan oleh Badan Usaha Pelabuhan kepada perusahaan angkutan laut yang melakukan kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri, yang biayanya menjadi beban perusahaan angkutan laut yang mengoperasikan Kapal untuk Angkutan Laut Luar Negeri, terdiri dari jasa pelayanan Kapal dan jasa pelayanan barang.
b. Oleh karena itu, Penerima Jasa Kepelabuhanan tertentu yang mendapatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan adalah perusahaan angkutan laut yang mengoperasikan Kapal untuk kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri dan mencatat biaya jasa pelayanan Kapal dan jasa pelayanan barang sebagai beban bagi perusahaan angkutan laut tersebut.
c. Apabila suatu kapal dioperasikan berdasarkan konsorsium atau vessel sharing agreement oleh beberapa perusahaan angkutan laut asing, Penerima Jasa Kepelabuhanan tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf b adalah perusahaan angkutan laut asing yang tercantum sebagai operator Kapal menurut dokumen pelayaran/Kepelabuhanan berdasarkan ketentuan di bidang pelayaran/Kepelabuhanan.
d. Berdasarkan Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai juncto Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2019 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak, Nota Penjualan Jasa yang dibuat untuk penyerahan jasa Kepelabuhanan merupakan dokumen yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
e. Oleh karena itu, Badan Usaha Pelabuhan wajib mencantumkan keterangan yang memuat identitas perusahaan angkutan laut yang melakukan kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri sebagai Penerima Jasa dalam Nota Penjualan Jasa yang diterbitkan atas penyerahan jasa Kepelabuhanan tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
f. Penunjukan perusahaan keagenan kapal oleh perusahaan angkutan laut untuk mewakili kepentingannya di Indonesia sesuai ketentuan di bidang pelayaran tidak mengubah substansi transaksi bahwa pihak yang menyerahkan jasa angkutan laut kepada pemilik barang/penumpang adalah perusahaan angkutan laut luar negeri, sedangkan perusahaan keagenan Kapal menyerahkan jasa manajemen berupa jasa keagenan kepada perusahaan angkutan laut. Oleh karena itu, perusahaan keagenan kapal bukan merupakan Penerima Jasa Kepelabuhanan tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf b.
g. Dalam hal perusahaan keagenan kapal sebagaimana dimaksud pada huruf e merupakan Bentuk Usaha Tetap (BUT) perusahaan angkutan laut asing berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, Nota Penjualan Jasa yang diterbitkan oleh Badan Usaha harus mencantumkan keterangan yang memuat identitas BUT perusahaan angkutan laut asing tersebut sebagai Penerima Jasa. Oleh karena itu, BUT perusahaan angkutan laut asing merupakan Penerima Jasa Kepelabuhanan tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf b.
h. Dengan demikian, dalam hal Nota Penjualan Jasa yang dibuat oleh Badan Usaha Pelabuhan memuat keterangan berupa identitas perusahaan keagenan kapal sebagai Penerima Jasa, atas penyerahan jasa Pelabuhanan tertentu tersebut dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
i. Contoh kasus:
1) Kapal Bahtera Jaya dioperasikan oleh PT. Bahtera Samudera, sebuah perusahaan angkutan laut nasional dengan NPWP 01.123.456.7-890.000. PT. Bahtera Samudera menunjuk PT. Lautan Nusantara sebagai agen Kapal Bahtera Jaya. Atas penyerahan jasa Kepelabuhanan tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Badan Usaha Pelabuhan wajib membuat Nota Penjualan Jasa yang memuat keterangan identitas PT. Bahtera Samudera dengan NPWP 01.123.456.7-890.000 sebagai Penerima Jasa, bukan PT. Lautan Nusantara.
2) Kapal Victoria Marine dioperasikan oleh Victoria Marine (HK) Ltd., sebuah perusahaan angkutan laut yang berdomisili di Hong Kong. Victoria Marine (HK) Ltd. menunjuk PT. Lautan Nusantara selaku agen Kapal Victoria Marine untuk bertindak mewakili kepentingan Victoria Marine (HK) Ltd. di Indonesia. Penunjukan keagenan tersebut membentuk BUT dengan nama BUT Victoria Marine (HK) Ltd. c/o PT. Lautan Nusantara, NPWP 01.123.456.7-053.000. Atas penyerahan jasa Kepelabuhanan tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Badan Usaha Pelabuhan wajib membuat Nota Penjualan Jasa yang memuat keterangan identitas BUT Victoria Marine (HK) Ltd. c/o PT. Lautan Nusantara dengan NPWP 01.123.456.7-053.000 sebagai Penerima Jasa.
   
6. Kewajiban Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan
a. Badan Usaha Pelabuhan wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan atas penyerahan jasa Kepelabuhanan tertentu yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf e melalui mekanisme pembetulan Nota Penjualan Jasa dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai.
b. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib dibayar menggunakan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan mengenai Tata Cara Pembayaran Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c dan huruf d tidak terpenuhi.
c. Pembetulan Nota Penjualan Jasa sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dengan membuat kembali Nota Penjualan Jasa tanpa cap atau keterangan yang menerangkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan berdasarkan PP 74/2015.
d. Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar sebagaimana dimaksud pada huruf b dan Nota Penjualan Jasa yang dibetulkan sebagaimana dimaksud pada huruf c dilaporkan oleh Badan Usaha Pelabuhan sesuai dengan ketentuan mengenai Tata Cara Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
e. Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak dilakukan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal persyaratan tersebut tidak terpenuhi, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikenakan sanksi sesuai Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.
f.

Contoh kasus: 
Kapal Aqua Marine dioperasikan oleh Aqua Marine Ltd., sebuah perusahaan angkutan laut yang berkedudukan di negara XYZ. Berdasarkan surat keterangan dari Competent Authority negara XYZ, diketahui bahwa negara XYZ tidak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa Kepelabuhanan terhadap kapal angkutan laut Indonesia. Dokumen perjalanan kapal dan sistem informasi Kementerian Perhubungan menunjukkan bahwa Kapal Aqua Marine melakukan kegiatan mengangkut barang dari Pelabuhan asal Shanghai (Tiongkok) ke Pelabuhan tujuan di Surabaya dan singgah di Pelabuhan Semarang untuk mengangkut barang dengan Pelabuhan tujuan Shanghai. Pada tanggal 1 Januari 2020 Kapal Aqua Marine singgah berlabuh di Pelabuhan Semarang dan menerima penyerahan jasa Kepelabuhanan dari PT. Pelabuhan Nasional I sebagai Badan Usaha Pelabuhan pada Pelabuhan Semarang. PT. Pelabuhan Nasional I menerbitkan Nota Penjualan Jasa kepada Aqua Marine Ltd. dengan memberikan pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa Kepelabuhanan tertentu.
Apabila terdapat kondisi sebagai berikut:

1) Sebelum berlabuh di Pelabuhan Surabaya, pada tanggal 8 Januari 2020 perusahaan keagenan kapal yang ditunjuk oleh Aqua Marine Ltd. menyampaikan dokumen Permintaan Pelayanan Kapal dan Barang kepada PT. Pelabuhan Nasional I melalui sistem informasi online yang dikelola oleh PT. Pelabuhan Nasional I. Berdasarkan dokumen tersebut diketahui bahwa Kapal Aqua Marine di samping membongkar barang dari Pelabuhan asal Shanghai juga membongkar barang dari Pelabuhan asal Semarang. Oleh karena itu, Kapal Aqua Marine tidak memenuhi syarat tidak mengangkut penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di wilayah Indonesia.
Dengan demikian, PT. Pelabuhan Nasional I wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal 8 Januari 2019 dan melakukan pembetulan Nota Penjualan Jasa atas penyerahan jasa Kepelabuhanan tertentu yang dibebaskan tersebut.
2) Mulai tanggal 5 Maret 2019, XYZ sebagai negara tempat kedudukan Aqua Marine Ltd. memberlakukan pengenaan PPN atas jasa Kepelabuhanan terhadap kapal angkutan laut Indonesia. Oleh karena itu, Kapal Aqua Marine tidak memenuhi syarat bahwa negara tempat kedudukan perusahaan angkutan laut asing tersebut memberikan perlakuan yang sama terhadap kapal angkutan laut Indonesia berdasarkan asas timbal balik.
Dengan demikian, PT. Pelabuhan Nasional I wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2020 dan melakukan pembetulan Nota Penjualan Jasa atas penyerahan jasa Kepelabuhanan tertentu yang dibebaskan tersebut.
Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan tidak dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo, berdasarkan hasil pemeriksaan, SKPKB dapat diterbitkan terhadap PT. Pelabuhan Nasional I dan dikenakan sanksi sesuai Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.
   
F. Penutup
  
Dengan diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, diminta agar seluruh unit terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pengawasan sehubungan dengan pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini di lingkungan wilayah kerja masing-masing.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

 

    

 


Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 3 Februari 2020

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


ttd


SURYO UTOMO