Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-17/PJ/2022

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

 

SURAT EDARAN
NOMOR SE - 17/PJ/2022

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PEMBETULAN ATAU PEMBATALAN
ATAS SURAT KETERANGAN PENGUNGKAPAN HARTA BERSIH

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

A. Umum

Sehubungan dengan dilaksanakannya Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (PMK-196/PMK.03/2021), Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela, dengan membayar Pajak Penghasilan bersifat final yang terutang dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta. Atas penyampaian Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta akan diterbitkan Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih.

Namun demikian, apabila Harta bersih yang diungkapkan Wajib Pajak belum sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih yang telah diterbitkan dapat dilakukan pembetulan atau pembatalan. Oleh karena itu, untuk memberikan keseragaman dalam pelaksanaan pembetulan atau pembatalan Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih perlu menetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk teknis pembetulan atau pembatalan atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
  Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam melakukan pembetulan atau pembatalan atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih.
2. Tujuan
  Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan keseragaman dalam pelaksanaan pembetulan atau pembatalan atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih.
   
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
1. pengertian;
2. ketentuan umum;
3. petunjuk teknis pembetulan atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih;
4. petunjuk teknis pembatalan atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih;
5. tindak lanjut atas data yang diperoleh Kantor Pelayanan Pajak;
6. tindak lanjut atas permohonan pembetulan yang disampaikan oleh Wajib Pajak; dan
7. lain-lain.
   
D. Dasar

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan;
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (PMK-196/PMK.03/2021).
   
E. Materi

1. Pengertian
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
a. Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Utang adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan Harta.
c. Pajak Penghasilan adalah pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya.
d. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
e. Surat Pernyataan adalah surat pernyataan harta untuk pengampunan pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
f. Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta yang selanjutnya disingkat SPPH adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk mengungkapkan Harta, Utang, Harta bersih, serta penghitungan dan pembayaran Pajak Penghasilan terutang yang bersifat final.
g. Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih yang selanjutnya disebut Surat Keterangan adalah bukti keikutsertaan Wajib Pajak dalam program pengungkapan sukarela berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
h. Surat Pemberitahuan Tahunan yang selanjutnya disebut SPT Tahunan adalah Surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
   
2. Ketentuan Umum
a. Program Pengungkapan Sukarela (PPS) memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengungkapkan Harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan atau dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020, membayar Pajak Penghasilan bersifat final yang terutang atas tambahan penghasilan yang diungkap, dan menyampaikan SPPH secara elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak.
b. Pengungkapan Harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a merupakan Kebijakan I dalam PPS.
c. Pengungkapan Harta bersih yang belum atau kurang dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020 sebagaimana dimaksud dalam huruf a merupakan Kebijakan II dalam PPS.
d. Atas penyampaian SPPH sebagaimana dimaksud dalam huruf a, diterbitkan Surat Keterangan secara elektronik.
e. Dalam hal berdasarkan penelitian, terdapat ketidaksesuaian antara Harta bersih yang diungkapkan dengan keadaan sebenarnya, Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pembetulan atau pembatalan atas Surat Keterangan.
   
3. Petunjuk Teknis Pembetulan atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih
a. Pembetulan atas Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf e dilakukan dalam hal terdapat kesalahan penulisan dan/atau kesalahan penghitungan dalam Surat Keterangan, berdasarkan data yang disediakan oleh sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.
b. Pembetulan kesalahan penulisan dalam Surat Keterangan merupakan pembetulan atas kesalahan yang tidak menyebabkan penambahan atau pengurangan pada nilai Harta bersih dan/atau nilai Pajak Penghasilan yang bersifat final yang diungkapkan, antara lain:
1) kesalahan penulisan identitas seperti nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Induk Kependudukan, dan alamat; dan
2) kesalahan penulisan elemen-elemen data pada Surat Keterangan.
c. Pembetulan kesalahan penghitungan dalam Surat Keterangan merupakan pembetulan atas:
1) kesalahan dalam penghitungan nilai Harta, nilai Utang, dan/atau Harta bersih;
2) kesalahan dalam menentukan pedoman nilai Harta dan/atau Utang; dan/atau
3) hal-hal lain yang dapat mengakibatkan penambahan atau pengurangan pada nilai Harta bersih dan/atau nilai Pajak Penghasilan yang bersifat final yang diungkapkan.
d. Berdasarkan data kesalahan penulisan dan/atau kesalahan penghitungan yang disediakan oleh sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, KPP melakukan penelitian.
e. Penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf d dilakukan oleh pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan. Pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan merupakan pegawai yang memiliki tugas melaksanakan serangkaian kegiatan pembinaan dan penelitian atas pemenuhan kewajiban perpajakan. Tim Pengawasan Perpajakan merupakan Fungsional Pemeriksa Pajak yang melaksanakan pengujian kepatuhan perpajakan dalam Penelitian Kepatuhan Material dan atas subunsur pengawasan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 05/PJ/2022 tentang Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak.
f. Penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf d dilakukan dengan cara:
1) dalam hal terjadi kesalahan penulisan:
a) membandingkan data identitas Wajib Pajak pada Surat Keterangan dengan identitas Wajib Pajak yang sebenarnya; dan/atau
b) membandingkan elemen-elemen data pada Surat Keterangan dengan elemen-elemen data yang sebenarnya.
2) dalam hal terjadi kesalahan penghitungan:
a) membandingkan nilai Harta pada Surat Keterangan dengan nilai Harta yang dijadikan pedoman untuk menghitung besarnya jumlah Harta bersih sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (4) atau Pasal 6 ayat (4) PMK-196/PMK.03/2021; dan/atau
b) membandingkan nilai Utang pada Surat Keterangan dengan batasan nilai Utang yang diperkenankan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) PMK-196/PMK.03/2021.
g. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf f ditemukan:
1) kesalahan penulisan yang tidak menyebabkan penambahan atau pengurangan pada nilai Harta bersih dan/atau nilai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam Surat Keterangan, maka diterbitkan lembar penelitian dan surat pembetulan atas Surat Keterangan;
2) kesalahan penghitungan yang mengakibatkan kelebihan atau kekurangan pembayaran jumlah Pajak Penghasilan yang bersifat final yang tercantum dalam Surat Keterangan, diterbitkan surat klarifikasi;
3) kesalahan penghitungan yang tidak mengakibatkan kelebihan atau kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam Surat Keterangan, diterbitkan lembar penelitian dan surat pembetulan atas Surat Keterangan,
melalui aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
h. Terhadap surat klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf g angka 2), Wajib Pajak harus memberikan tanggapan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penerbitan surat klarifikasi.
i. Dalam hal surat klarifikasi memuat kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final, Wajib Pajak:
1) diberikan kesempatan untuk melunasi Pajak Penghasilan yang bersifat final yang kurang dibayar; dan/atau
2) memberikan tanggapan atas surat klarifikasi,
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penerbitan surat klarifikasi,
j. Dalam hal surat klarifikasi memuat kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final, Wajib Pajak memberikan tanggapan atas surat klarifikasi paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penerbitan surat klarifikasi.
k. Berdasarkan surat klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau huruf j:
1) dalam hal Wajib Pajak memberikan tanggapan berupa:
a) bukti bahwa Harta yang diungkapkan dalam SPPH merupakan Harta yang sebenarnya; dan/atau
b) melakukan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final yang kurang dibayar sesuai dengan surat klarifikasi dan penyampaian SPPH berikutnya selama periode Program Pengungkapan Sukarela,
diterbitkan lembar penelitian dengan kesimpulan bahwa Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan dan tidak diterbitkan surat pembetulan atas Surat Keterangan; atau
2) dalam hal Wajib Pajak:
a) melunasi Pajak Penghasilan yang bersifat final yang kurang dibayar sesuai surat klarifikasi namun tidak menyampaikan SPPH berikutnya atas pelunasan tersebut;
b) tidak melunasi Pajak Penghasilan yang bersifat final yang kurang dibayar sesuai surat klarifikasi;
c) menyatakan kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana disampaikan dalam surat klarifikasi;
d) tidak menanggapi surat klarifikasi;
e) memberikan klarifikasi tetapi tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya; atau
f) memberikan klarifikasi melewati jangka waktu yang ditetapkan,
diterbitkan lembar penelitian dan surat pembetulan atas Surat Keterangan.
l. Lembar penelitian dan surat pembetulan atas Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam huruf k angka 2) memuat penyesuaian nilai Harta bersih dan/atau nilai Pajak Penghasilan yang bersifat final, dalam hal:
1) Wajib Pajak melunasi kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam huruf k angka 2) huruf a) dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak surat klarifikasi diterbitkan,
2) Wajib Pajak:
a) tidak melunasi kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam huruf k angka 2) huruf b);
b) menyatakan kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana disampaikan dalam surat klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf k angka 2) huruf c);
c) tidak menanggapi surat klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf k angka 2) huruf d);
d) memberikan klarifikasi tetapi tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam huruf k angka 2) huruf e),
dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penerbitan surat klarifikasi; atau
3) Wajib Pajak memberikan klarifikasi namun telah melewati batas waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penerbitan surat klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf k angka 2) huruf f).
m. Penyesuaian nilai Harta bersih sebagaimana dimaksud dalam huruf I angka 2) dan angka 3), termasuk dalam pengertian Harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam SPPH yang timbul karena terdapat ketidaksesuaian antara Harta bersih yang diungkapkan dengan keadaan yang sebenarnya,.
n. Prosedur pembetulan Surat Keterangan tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
o. Contoh format:
1) lembar penelitian tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini; dan
2) surat pembetulan atas Surat Keterangan tercantum dalam Lampiran PMK-196/PMK.03/2021.
   
4. Petunjuk Teknis Pembatalan atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih
a. Pembatalan atas Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf e dilakukan dalam hal:
1) Wajib Pajak mengungkapkan Harta bersih yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya;
2) tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Pasal 5 ayat (1), Pasal 5 ayat (4), dan/atau Pasal 7 ayat (1) huruf d PMK-196/PMK.03/2021;
3) Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan; atau
4) Wajib Pajak tidak sengaja melakukan pencabutan SPPH sehingga diterbitkan Surat Keterangan sesuai dengan Pasal 12 ayat (5) PMK-196/PMK.03/2021,
berdasarkan data yang disediakan oleh sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.
b. Yang dimaksud dengan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (4) PMK-196/PMK.03/2021 yaitu Wajib Pajak yang telah mengungkapkan Harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan (PPS Kebijakan I) sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b namun mengungkapkan Harta yang tidak diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015.
c. Yang dimaksud dengan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat (1) PMK-196/PMK.03/2021 yaitu Wajib Pajak yang telah mengungkapkan Harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020 (mengikuti PPS Kebijakan II) sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c namun mengungkapkan Harta bersih yang:
1) tidak diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020;
2) tidak dimiliki pada tanggal 31 Desember 2020; dan/atau
3) sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020.
d. Yang dimaksud dengan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat (4) PMK-196/PMK.03/2021 yaitu Wajib Pajak yang mengikuti Program Pengungkapan Sukarela Kebijakan II namun:
1) sedang dilakukan pemeriksaan untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020;
2) sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020;
3) sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
4) sedang dalam proses peradilan atas tindak pidana di bidang perpajakan; dan/atau
5) sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan,
untuk kewajiban Pajak Penghasilan, pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, dan Pajak Pertambahan Nilai atas Wajib Pajak orang pribadi bersangkutan dan tidak termasuk kewajiban Wajib Pajak orang pribadi sebagai wakil atau kuasa.
e. Yang dimaksud dengan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sesuai Pasal 7 ayat (1) huruf d PMK-196/PMK.03/2021 yaitu Wajib Pajak yang tidak mencabut permohonan:
1) pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
2) pengurangan atau penghapusan sanksi administratif;
3) pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
4) pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar;
5) keberatan;
6) pembetulan;
7) banding;
8) gugatan; dan/atau
9) peninjauan kembali,
dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan tersebut dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan meliputi permohonan yang berkaitan dengan kewajiban Pajak Penghasilan, pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, dan Pajak Pertambahan Nilai atas Wajib Pajak orang pribadi bersangkutan untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020.
f. Yang dimaksud dengan Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan yaitu:
1) Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, dan/atau huruf c PMK-196/PMK.03/2021 yaitu:
a) Wajib Pajak tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
b) Wajib Pajak tidak membayar Pajak Penghasilan yang bersifat final;
c) Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020; 
dan/atau
2) Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan SPPH sesuai dengan Pasal 10 ayat (4) dan/atau Pasal 10 ayat (6) PMK-196/PMK.03/2021, yaitu SPPH tidak dilengkapi dengan:
a) bukti pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara;
b) daftar rincian Harta bersih;
c) daftar Utang;
d) pernyataan mengalihkan Harta bersih ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam hal Wajib Pajak memiliki kewajiban mengalihkan Harta bersih;
e) pernyataan menginvestasikan Harta bersih dalam hal Wajib Pajak bermaksud menginvestasikan Harta bersih;
f) pernyataan mencabut permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d PMK-196/PMK.03/2021 dan daftar rincian permohonan yang dicabut, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan tersebut dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan; dan/atau
g) salinan surat permohonan pencabutan banding, gugatan, dan/atau peninjauan kembali kepada pengadilan pajak dan/atau Mahkamah Agung, dalam hal upaya hukum yang dicabut merupakan permohonan banding, gugatan, dan/atau peninjauan kembali.
g. Yang dimaksud dengan Wajib Pajak tidak sengaja melakukan pencabutan SPPH yaitu kondisi ketidaksengajaan Wajib Pajak mencabut SPPH pada saat bermaksud menyampaikan SPPH berikutnya.
h. Berdasarkan data yang disediakan oleh sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, KPP melakukan penelitian atas data tersebut.
i. Penelitian atas Surat Keterangan dilakukan dengan cara:
1) meneliti data tahun perolehan Harta Bersih pada Surat Keterangan berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (4) PMK-196/PMK.03/2021 untuk Kebijakan I dan Pasal 5 ayat (1) PMK-196/PMK.03/2021 untuk Kebijakan II; 
2) meneliti status Wajib Pajak terkait:
a) sedang dilakukan pemeriksaan untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020;
b) sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020;
c) sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
d) sedang dalam proses peradilan atas tindak pidana di bidang perpajakan; dan/atau
e) sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan,
untuk kewajiban Pajak Penghasilan, pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, dan Pajak Pertambahan Nilai atas Wajib Pajak orang pribadi bersangkutan dan tidak termasuk kewajiban Wajib Pajak orang pribadi sebagai wakil atau kuasa;
3) meneliti pernyataan mencabut permohonan yang sedang diajukan pada Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta dan daftar rincian permohonan yang dicabut Wajib Pajak atas:
a) pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
b) pengurangan atau penghapusan sanksi administratif;
c) pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
d) pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar;
e) keberatan;
f) pembetulan;
g) banding;
h) gugatan; dan/atau
i) peninjauan kembali,
dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan tersebut dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan, meliputi permohonan yang berkaitan dengan kewajiban Pajak Penghasilan, pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, dan Pajak Pertambahan Nilai atas Wajib Pajak orang pribadi bersangkutan untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020;
4) meneliti Nomor Pokok Wajib Pajak, bukti pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final, dan/atau bukti penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020;
5) meneliti kelengkapan SPPH sesuai dengan Pasal 10 ayat (4) dan/atau Pasal 10 ayat (6) PMK 196/PMK.03/2021;
6) meneliti Surat Pernyataan Kealpaan Mencabut SPPH dan status penyampaian SPPH berikutnya.
j. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf i, terdapat ketidaksesuaian dengan keadaan yang sebenarnya, ketentuan, dan persyaratan, dapat diterbitkan surat klarifikasi untuk disampaikan kepada Wajib Pajak.
k. Terhadap surat klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf k, Wajib Pajak harus memberikan tanggapan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penerbitan surat klarifikasi.
l. Dalam hal berdasarkan surat klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf k terdapat kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final, Wajib Pajak:
1) diberikan kesempatan untuk melunasi Pajak Penghasilan yang bersifat final yang kurang dibayar; dan/atau
2) memberikan tanggapan atas surat klarifikasi serta bukti pendukung terkait, paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penerbitan surat klarifikasi.
m. Dalam hal berdasarkan surat klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf k terdapat kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final, Wajib Pajak diberikan kesempatan memberikan tanggapan atas surat klarifikasi, paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penerbitan surat klarifikasi.
n. Berdasarkan tanggapan Wajib Pajak atas surat klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf m, maka:
1) diterbitkan lembar penelitian dengan kesimpulan bahwa Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan dan tidak diterbitkan surat pembatalan atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih, dalam hal Wajib Pajak:
a) melunasi Pajak Penghasilan yang bersifat final yang kurang dibayar sesuai surat klarifikasi; dan/atau
b) memberikan tanggapan atas surat klarifikasi berupa:
i bukti bahwa Harta yang diungkapkan dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta merupakan Harta yang sebenarnya; atau
ii pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final yang kurang dibayar sesuai dengan surat klarifikasi dan penyampaian Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta berikutnya selama periode Program Pengungkapan Sukarela;
atau
2) diterbitkan lembar penelitian dan surat pembatalan atas Surat Keterangan, dalam hal Wajib Pajak:
a) tidak melunasi Pajak Penghasilan yang bersifat final yang kurang dibayar sesuai surat klarifikasi;
b) menyatakan kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana disampaikan dalam surat klarifikasi;
c) tidak menanggapi surat klarifikasi;
d) memberikan klarifikasi tetapi tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya; atau
e) memberikan klarifikasi namun telah melewati batas waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penerbitan surat klarifikasi.
o. Prosedur pembatalan Surat Keterangan tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
p. Contoh format:
1) lembar penelitian tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini; dan
2) surat pembatalan atas Surat Keterangan tercantum dalam Lampiran PMK-196/PMK.03/2021.
q. Dalam hal Wajib Pajak tidak sengaja melakukan pencabutan SPPH sebagaimana dimaksud dalam huruf g:
1) Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan Kealpaan Mencabut SPPH bermeterai ke KPP selama Wajib Pajak tersebut belum mengajukan permohonan pengembalian atau pemindahbukuan atas kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final yang disebabkan pencabutan SPPH.
2) Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan Kealpaan Mencabut SPPH bermeterai paling lambat sebelum periode PPS berakhir.
3) Pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan melakukan penelitian, menyusun lembar penelitian pembatalan pencabutan SPPH, Surat Pembatalan Pencabutan SPPH, dan Berita Acara LASIS Online serta merekam dokumen tersebut ke aplikasi LASIS Online.
r. Prosedur tindak lanjut atas permohonan pembatalan pencabutan SPPH yang tidak disengaja tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
s. Contoh format:
1) Surat Pernyataan Kealpaan Mencabut SPPH tercantum dalam Lampiran huruf E;
2) lembar penelitian pembatalan pencabutan SPPH tercantum dalam Lampiran huruf F; dan
3) Surat Pembatalan Pencabutan SPPH tercantum dalam Lampiran huruf G,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
5. Tindak Lanjut atas Data yang Diperoleh Kantor Pelayanan Pajak
a. Dalam hal KPP memperoleh data:
1) kesalahan penulisan dan/atau kesalahan penghitungan dalam Surat Keterangan; dan/atau
2) Wajib Pajak mengungkapkan Harta bersih yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tidak memenuhi ketentuan, dan tidak memenuhi persyaratan,
yang belum terdapat dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, Kepala KPP menyampaikan data tersebut kepada Direktur Data dan Informasi Perpajakan.
b. Direktur Data dan Informasi Perpajakan melakukan penelitian atas data yang disampaikan oleh Kepala KPP tersebut sesuai dengan tata cara sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai Tata Kelola Data di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
c. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian ditemukan data:
1) kesalahan penulisan dan/atau kesalahan penghitungan; atau
2) Wajib Pajak mengungkapkan Harta bersih yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Pasal 5 ayat (1), Pasal 5 ayat (4), dan/atau Pasal 7 ayat (1) huruf d PMK-196/PMK.03/2021, dan tidak memenuhi persyaratan, 
Direktur Data dan Informasi Perpajakan menyampaikan data tersebut ke unit vertikal bersangkutan melalui sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
d. Dalam hal ditemukan data kesalahan penulisan dan/atau kesalahan penghitungan yang tidak mengakibatkan kelebihan atau kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final maka ditindaklanjuti dengan prosedur pembetulan Surat Keterangan.
e. Dalam hal ditemukan data kesalahan penulisan dan/atau kesalahan penghitungan dan mengakibatkan kelebihan atau kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final maka ditindaklanjuti dengan prosedur pembetulan Surat Keterangan sesuai data yang ditemukan.
f. Dalam hal ditemukan data Wajib Pajak mengungkapkan Harta bersih yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Pasal 5 ayat (1), Pasal 5 ayat (4), dan/atau Pasal 7 ayat (1) huruf d PMK-196/PMK.03/2021, dan tidak memenuhi persyaratan maka ditindaklanjuti dengan prosedur pembatalan Surat Keterangan.
g. Prosedur tindak lanjut atas data yang diperoleh KPP tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
6. Tindak Lanjut atas Permohonan Pembetulan atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih yang Disampaikan oleh Wajib Pajak
a. Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan pembetulan atas Surat Keterangan apabila terdapat kesalahan penulisan dan/atau kesalahan penghitungan dalam Surat Keterangan yang tidak menyebabkan kelebihan atau kekurangan pembayaran jumlah Pajak Penghasilan yang bersifat final.
b. Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat disampaikan ke KPP setelah periode PPS berakhir.
c. Kepala KPP meneruskan permohonan tersebut secara berjenjang kepada pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan untuk ditindaklanjuti dengan prosedur pembetulan atas Surat Keterangan atau prosedur penolakan permohonan pembetulan.
d. Dalam hal permohonan pembetulan ditolak, Kepala KPP menerbitkan Surat Penolakan Permohonan Pembetulan atas SPPH.
e. Prosedur tindak lanjut atas permohonan pembetulan atas Surat Keterangan tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
f. Surat Penolakan Permohonan Pembetulan atas SPPH dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
7. Lain-lain
a. Contoh penerapan pembetulan atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih dan penyesuaian nilai Harta bersih serta pembatalan atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
b. Dalam hal aplikasi menurut Surat Edaran Direktur Jenderal ini belum tersedia, proses penerbitan lembar penelitian, penerbitan dan penyampaian surat klarifikasi, surat pembetulan atau surat pembatalan atas Surat Keterangan dilaksanakan secara manual, berdasarkan data yang disediakan oleh sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak. Data dimaksud diteruskan oleh Kepala KPP secara berjenjang kepada pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan untuk ditindaklanjuti secara manual.
c. Dalam hal penerbitan lembar penelitian, surat klarifikasi, dan surat pembetulan atau surat pembatalan atas Surat Keterangan dilaksanakan secara manual sebagaimana dimaksud dalam huruf b, pemberian nomor dilakukan sebagai berikut:
1) Penomoran lembar penelitian: LP.M-.../WPJ.../KP.../202x
2) Penomoran surat klarifikasi: S.KLA.M-..../WPJ.../KP.../202x
3) Penomoran surat pembetulan atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih: S.BET.M-..,/WPJ.../KP.../202x
4) Penomoran surat pembatalan atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih: S.BAT.M-..,/WPJ.../KP..,/202x
d. Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagai akibat diterbitkannya surat pembetulan atau surat pembatalan atas Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan:
1) pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang; atau
2) pemindahbukuan atas kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak ke Kode Jenis Setoran selain untuk Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.
   
8. Penutup.
Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, pelaksanaan pembetulan atau pembatalan atas Surat Keterangan agar berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal ini.


Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Juni 2022
Direktur Jenderal Pajak,

ttd.

Suryo Utomo