Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2014

  • 21 Maret 2014
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : SE - 15/PJ/2014

TENTANG

RENCANA DAN STRATEGI PEMERIKSAAN TAHUN 2014

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

A. Umum
Berdasarkan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2012-2014, salah satu penjabaran misi yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Pajak dalam mencapai visi untuk menghimpun penerimaan negara secara optimal adalah peningkatan efektivitas pengawasan. Salah satu bentuk pengawasan adalah kegiatan pemeriksaan pajak. Oleh karena itu, peningkatan efektivitas pemeriksaan menjadi sasaran strategis yang harus dicapai oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Efektivitas pemeriksaan diukur dari seberapa besar kegiatan pemeriksaan mampu menciptakan efek penggentar (deterrent effect) di antara Wajib Pajak, secara merata baik Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi. Efek penggentar tersebut diharapkan bermuara pada meningkatnya kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan meningkatnya kontribusi terhadap penerimaan negara dari sektor perpajakan.
Dalam rangka melaksanakan pemeriksaan yang efektif perlu ditetapkan rencana pemeriksaan secara terarah dan terukur, yang meliputi cakupan (kuantitas) pemeriksaan, kualitas pemeriksaan, risiko ketidakpatuhan Wajib Pajak, dan tertib administrasi pemeriksaan. Di samping itu, untuk meningkatkan efektivitas pemeriksaan mutlak diperlukan rumusan strategi pemeriksaan yang tepat dan sistematis. Dengan demikian sumber daya pemeriksaan yang dimiliki oleh DJP dapat dioptimalkan untuk mencapai rencana pemeriksaan yang ditetapkan.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Maksud ditetapkannya surat edaran ini adalah agar pemeriksaan dilaksanakan secara efektif dan mampu menciptakan efek penggentar.
2. Tujuan
Tujuan ditetapkannya surat edaran ini adalah:
  1. sebagai pedoman bagi Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) dan Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) dalam merencanakan, mengalokasikan, mengarahkan, dan melaksanakan kegiatan pemeriksaan;
  2. sebagai pedoman dalam melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pengendalian pemeriksaan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam surat edaran ini meliputi:
  1. rencana pemeriksaan meliputi fokus pemeriksaan, dan rencana pemeriksaan atas SPT yang akan daluwarsa;
  2. pengukuran kinerja pemeriksaan;
  3. strategi pencapaian rencana pemeriksaan; dan
  4. evaluasi atas pelaksanaan rencana dan strategi pemeriksaan, 
yang akan dilakukan dalam tahun 2014.
D. Dasar Hukum
  1. Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-undang KUP).
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan.
  4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-28/PJ/2013 tentang Kebijakan Pemeriksaan.
  5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-49/PJ/2012 tentang Penelaahan Sejawat (Peer Review).
  6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2011 tentang Sistem, Bentuk, Isi dan Kode Laporan Rutin di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
E. Materi
1. Gambaran Umum
a. Kegiatan Pemeriksaan bersama-sama dengan instrumen pengawasan yang lain diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
b. Peningkatan kepatuhan Wajib Pajak yang tercipta dari kegiatan pemeriksaan diharapkan akan dapat mendukung misi Direktorat Jenderal Pajak dalam mengamankan rencana penerimaan perpajakan secara nasional.
c. Untuk dapat meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan ikut mengamankan rencana penerimaan perpajakan secara nasional, Pemeriksaan harus dilakukan secara efektif dan menciptakan efek penggentar yang optimal.
d. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf c, maka perlu ditetapkan rencana dan strategi Pemeriksaan tahun 2014, dengan struktur sebagai berikut:
1) Rencana Pemeriksaan;
2) Pengukuran Kinerja Pemeriksaan;
3) Strategi Pemeriksaan; dan
4) Evaluasi Pelaksanaan Rencana dan Strategi Pemeriksaan.
2. Rencana Pemeriksaan
a. Rencana Penerimaan dari Kegiatan Pemeriksaan
1) Sebagai salah satu instrumen pengawasan dalam self assessment system, kegiatan pemeriksaan diharapkan mendukung misi Direktorat Jenderal Pajak dalam mengamankan rencana penerimaan perpajakan secara nasional.
2) Penerimaan dari kegiatan pemeriksaan sebagai bagian dari upaya pencapaian rencana penerimaan pajak secara nasional sesuai dengan surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-20/PJ/2014 tanggal 24 Januari 2014 tentang Extra Effort Tahun 2014 ditetapkan sebesar Rp24.000.000.000.000,00.
3) Penerimaan dari kegiatan pemeriksaan menjadi tanggung jawab secara bersama-sama antara Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kepala Kanwil DJP, dan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
b. Fokus Pemeriksaan
1) Risiko yang dihadapi dalam self assessment system adalah ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya yang akan berdampak pada penerimaan pajak.
2) Agar kegiatan pemeriksaan yang dilaksanakan mampu mengurangi risiko ketidakpatuhan yang berdampak secara signifikan pada penerimaan pajak, perlu ditetapkan sektor-sektor tertentu atau Wajib Pajak tertentu sebagai fokus pemeriksaan.
3) Fokus pemeriksaan ditetapkan berdasarkan penilaian tingkat risiko melalui parameter sebagai berikut:
a) sektor usaha dengan tingkat kepatuhan yang rendah,
b) sektor usaha yang memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian,
c) sektor usaha yang memiliki kontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak,
d) sektor usaha yang diperkirakan akan booming pada tahun 2014, dan/atau
e) sektor usaha yang tingkat pertumbuhannya tinggi.
4) Fokus pemeriksaan tahun 2014 ditetapkan pada tingkat nasional maupun pada tingkat regional baik untuk Wajib Pajak badan maupun untuk Wajib Pajak orang pribadi.
5) Fokus pemeriksaan nasional tahun 2014 untuk Wajib Pajak badan ditetapkan sektor usaha properti dan industri jasa keuangan.
6) Fokus pemeriksaan nasional tahun 2014 untuk Wajib Pajak orang pribadi ditetapkan sebagai berikut:
a) pengusaha,
b) pemegang saham, dan
c) notaris/PPAT.
7) Fokus pemeriksaan pada tingkat regional ditentukan oleh Kepala Kanwil DJP sesuai dengan risiko ketidakpatuhan Wajib Pajak yang terdaftar pada Kanwil DJP tersebut dan berbeda dengan fokus pemeriksaan pada tingkat nasional.
c. Rencana Pemeriksaan atas SPT yang Akan Daluwarsa
1) Berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang KUP, Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak 2009 akan daluwarsa penetapan pada tahun 2014, dan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak 2010 akan daluwarsa penetapan pada tahun 2015.
2) Dalam rangka mengelola risiko ketidakpatuhan atas SPT yang akan daluwarsa, maka penentuan rencana pemeriksaan terhadap SPT Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak 2009 dan 2010 didasarkan pada tingkat risiko ketidakpatuhan yang tercermin dari potensi yang dapat digali, misalnya pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bergerak pada sektor usaha transportasi dan komunikasi atau terhadap Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 17C dan pasal 17D Undang-Undang KUP dengan mempertimbangkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf c.
3) Pemeriksaan atas SPT yang akan daluwarsa dilakukan dengan mempertimbangkan beban kerja pemeriksa pajak.
3. Pengukuran Kinerja Pemeriksaan
a. Rasio Cakupan Pemeriksaan (Audit Coverage Ratio/ACR)
1) Dalam rangka mendukung pencapaian penerimaan perpajakan secara nasional serta menciptakan efek penggentar yang optimal, maka Pemeriksaan harus dilakukan dalam cakupan yang luas.
2) Cakupan pemeriksaan diukur berdasarkan ACR.
3) ACR dihitung berdasarkan hasil pembagian antara jumlah surat ketetapan pajak PPh Badan/Orang Pribadi yang diterbitkan dengan jumlah SPT Tahunan PPh Badan/Orang Pribadi yang disampaikan.
4) Jumlah surat ketetapan pajak PPh Badan/Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada angka 3) adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan pada tahun 2014.
5) Jumlah SPT Tahunan PPh Badan/Orang Pribadi yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada angka 3) adalah jumlah SPT Tahunan yang disampaikan pada tahun 2013.
6) Jumlah SPT Tahunan PPh Badan/Orang Pribadi yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada angka 3) tidak termasuk SPT Tahunan pembetulan.
7) SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada angka 3) adalah SPT Tahunan PPh Orang Pribadi selain SPT 1770 SS.
8) ACR dibedakan untuk Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak orang pribadi.
9) Untuk tahun 2014, ACR secara nasional ditetapkan sebagai berikut:
a) Wajib Pajak badan sebesar 5%; dan
b) Wajib Pajak orang pribadi sebesar 0,1%.
10) Untuk tahun 2014, ACR pada setiap Kanwil DJP ditetapkan sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 1.
b. Rasio Penyelesaian Pemeriksaan (Report Ratio/RR)
1) Dalam rangka mendukung tercapainya pelaksanaan pemeriksaan secara efektif, maka dipandang perlu untuk menetapkan standar prestasi atas kinerja Pemeriksa Pajak.
2) Standar prestasi ditetapkan berdasarkan parameter-parameter sebagai berikut:
a) terukur;
b) memacu kinerja;
c) menantang namun dapat dicapai; dan
d) memenuhi unsur keadilan.
3) Standar prestasi diukur dengan Rasio Penyelesaian Pemeriksaan (Report Ratio/RR)
a) Rasio ini merupakan ukuran produktivitas Pemeriksa Pajak.
b) Rasio ini dihitung berdasarkan hasil pembagian antara penyelesaian pemeriksaan dalam bentuk LHP konversi oleh Pemeriksa Pajak dengan standar prestasi yang ditetapkan.
c) Target Rasio Penyelesaian Pemeriksaan untuk tahun 2014 adalah sebesar 130%.
d) Standar prestasi Pemeriksa Pajak dibedakan antar UP2 dengan mempertimbangkan volume beban kerja antar UP2 dan ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 1
Standar Prestasi Pemeriksa Pajak

No UP2 Standar Prestasi per Pemeriksa (LHP Konversi)
(1) (2) (3)
1 KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar 3,77 LHP
2 a.  KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta      Khusus
b. Seluruh KPP Madya
5,02 LHP
3 KPP Pratama di lingkungan Kanwil DJP Papua dan Maluku 6,28 LHP
4. KPP Pratama selain KPP Pratama di lingkungan Kanwil DJP Papua dan Maluku 7,54 LHP
e) Mengingat terdapat perbedaan tujuan dan ruang lingkup pemeriksaan, standar prestasi sebagaimana pada Tabel 1 dihitung dengan menggunakan pendekatan konversi.
f) Dalam rangka mendukung penyelesaian pemeriksaan secara tepat waktu, bobot konversi dibedakan antara:
  1. LHP yang diselesaikan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan; dan
  2. LHP yang diselesaikan di luar jangka waktu yang ditetapkan.
g) Yang dimaksud dengan LHP yang diselesaikan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan adalah:
  1. LHP yang diselesaikan dalam jangka waktu normal pengujian dan jangka waktu pembahasan akhir dan pelaporan; dan
  2. LHP yang diselesaikan dalam jangka waktu perpanjangan, sepanjang terdapat surat persetujuan perpanjangan jangka waktu pengujian.
h) Penghitungan konversi sebagaimana dimaksud pada huruf f) ditentukan dalam Lampiran 2.
i) Dengan mempertimbangkan data terkini mengenai:
  1. jumlah Fungsional Pemeriksa Pajak secara nasional sebanyak 4.438 Pemeriksa Pajak;
  2. sebaran Pemeriksa Pajak pada masing-masing UP2; dan
  3. standar prestasi RR tahun 2014 sebesar 130%
maka untuk tahun 2014 ditargetkan akan diselesaikan sebanyak 36.414 LHP Konversi.
4. Strategi Pemeriksaan
Strategi Pemeriksaan disusun dalam rangka memastikan bahwa rencana pemeriksaan yang telah disusun dapat dilaksanakan dengan baik.
a. Instruksi Pemeriksaan Khusus Kantor Pusat
Instruksi Pemeriksaan Khusus Kantor Pusat dilakukan berdasarkan:
1) Kriteria seleksi berbasis risiko secara komputerisasi
a) Instruksi pemeriksaan berdasarkan analisis risiko secara komputerisasi diterbitkan pada bulan Februari 2014 dan Mei 2014.
b) Jumlah instruksi pemeriksaan disesuaikan dengan target ACR tahun 2014.
c) Instruksi pemeriksaan yang diterbitkan disesuaikan dengan fokus pemeriksaan.
2) Analisis risiko secara manual
Instruksi pemeriksaan berdasarkan analisis risiko secara manual yang diterbitkan untuk:
a) Wajib Pajak yang bertransaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa di dalam negeri (Wajib Pajak Grup)
  • Dilakukan terhadap sekurang-kurangnya 5 grup Wajib Pajak badan termasuk orang pribadi yang terkait.
  • Diterbitkan mulai bulan Februari 2014.
b) Wajib Pajak sektor minyak dan gas bumi
  • Dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP), SKK Migas, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
  • Dilakukan secara periodik sesuai jadwal yang dikeluarkan oleh SKK Migas
c) Wajib Pajak yang bertransaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa (pemeriksaan transfer pricing)
  • Pemeriksaan transfer pricing dilakukan terhadap sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) Wajib Pajak.
  • Wajib Pajak yang diusulkan pemeriksaan khusus ini diluar pemeriksaan transfer pricing atas SPT Tahunan PPh Lebih Bayar yang dilakukan pemeriksaan rutin.
  • Diterbitkan paling lambat pada bulan April 2014.
d) Pemeriksaan yang dilakukan secara bersama-sama antara DJP dengan pihak eksternal.
3) Pemeriksaan berdasarkan hasil pengembangan dan analisis atas informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP)
a) Dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Direktur Intelijen dan Penyidikan.
b) Penyelesaian pemeriksaan dilakukan menunggu persetujuan dari Kepala Kanwil DJP dalam hal IDLP berasal dari instansi pemerintah.
c) Penyelesaian pemeriksaan dilakukan tanpa menunggu persetujuan dari Kepala Kanwil DJP dalam hal IDLP tidak berasal dari instansi pemerintah.
d) Terhadap seluruh pemeriksaan IDLP yang penetapannya akan daluwarsa pada tahun 2014, penyelesaian pemeriksaan dilakukan tanpa menunggu persetujuan Kepala Kanwil DJP.
b. Instruksi Pemeriksaan Khusus Kanwil DJP
1) Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko Manual
a) Kepala Kanwil DJP menerbitkan instruksi pemeriksaan sesuai dengan fokus pemeriksaan regional.
b) Kepala Kanwil DJP dapat menerbitkan instruksi pemeriksaan di luar fokus pemeriksaan regional sepanjang potensi pajak dapat diidentifikasi dengan jelas.
c) Penyelesaian pemeriksaan dilakukan tanpa menunggu persetujuan dari Kepala Kanwil DJP.
2) Pemeriksaan berdasarkan hasil pengembangan dan analisis atas IDLP
a) Penyelesaian pemeriksaan dilakukan menunggu persetujuan dari Kepala Kanwil DJP dalam hal IDLP berasal dari instansi pemerintah.
b) Penyelesaian pemeriksaan dilakukan tanpa menunggu persetujuan dari Kepala Kanwil DJP dalam hal IDLP tidak berasal dari instansi pemerintah.
c) Terhadap seluruh pemeriksaan berdasarkan hasil pengembangan dan analisis atas IDLP yang penetapannya akan daluwarsa pada tahun 2014, penyelesaian pemeriksaan dilakukan tanpa menunggu persetujuan Kepala Kanwil DJP.
3) Pemeriksaan khusus bottom up
Usulan pemeriksaan dari KPP dilakukan dengan mempertimbangkan:
a) fokus pemeriksaan regional,
b) sektor dominan di KPP pengusul, dan/atau
c) indikasi ketidakpatuhan yang tergambar dari potensi pajak yang masih bisa digali.
c. Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Telah Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 17C dan Pasal 17D Undang-Undang KUP Terhadap Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Pasal 17D Undang-Undang KUP dilakukan Pemeriksaan dengan ketentuan sebagaimana ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-28/PJ/2013 tentang Kebijakan Pemeriksaan dan pemeriksaan diprioritaskan terhadap:
1) Wajib Pajak yang bergerak dalam sektor usaha yang termasuk dalam fokus pemeriksaan nasional atau fokus pemeriksaan regional tahun 2014;
2) Wajib Pajak yang bergerak dalam sektor usaha yang tidak termasuk dalam fokus pemeriksaan tahun 2014 sepanjang potensi pajak dapat diidentifikasi dengan jelas; dan/atau
3) Wajib Pajak yang memiliki batasan jumlah peredaran usaha atau jumlah penyerahan sebagai berikut:
a) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha/pekerjaan bebas dengan peredaran usaha di atas Rp4.800.000.000,00;
b) Wajib Pajak badan dengan peredaran usaha di atas Rp50.000.000.000,00; dan
c) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan dalam SPT Masa PPN di atas Rp4.200.000.000,00.
d. StrategiPenyelesaian Tunggakan Pemeriksaan
1) Kepala UP2 harus menginventarisasi seluruh penugasan/instruksi/persetujuan pemeriksaan yang pada tanggal 31 Desember 2013 telah melewati batas waktu pemeriksaan dan mengirimkannya sesuai dengan formulir dalam Lampiran 3 paling lambat tanggal 31 Mei 2014 kepada:
a) Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, dalam hal instruksi pemeriksaan diterbitkan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan; atau
b) Kepala Kanwil DJP, dalam hal instruksi pemeriksaan atau persetujuan pemeriksaan diterbitkan oleh Kepala Kanwil DJP.
2) Berdasarkan data dalam formulir sebagaimana dimaksud dalam angka 1) yang telah diisi lengkap, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil DJP akan merekomendasikan tindak lanjut penyelesaian penugasan pemeriksaan tersebut.
3) Dalam rangka penyelesaian penugasan pemeriksaan sebagaimana tersebut pada angka 1), pengusulan pemeriksaan rutin SPT PPh Rugi dan SPT PPN Kompensasi dapat dilakukan apabila penyelesaian tunggakan pemeriksaan rutin tersebut telah mencapai sekurang-kurangnya 70% dari saldo tunggakan pemeriksaan rutin SPT PPh Rugi dan SPT PPN Kompensasi pada awal tahun 2014, kecuali pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi atau SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi termasuk perluasan atas pemeriksaan tersebut.
e. Alokasi Fungsional Pemeriksa Pajak
1) Jumlah Fungsional Pemeriksa Pajak di setiap KPP ditentukan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
a) Target penerimaan KPP; dan
b) Target pencapaian ACR.
2) Alokasi Fungsional Pemeriksa Pajak dilakukan dengan mempertimbangkan:
a) Prestasi kerja;
b) Keahlian khusus yang dibutuhkan oleh KPP;
c) Pengalaman dan riwayat penempatan; dan
d) Kebutuhan organisasi atau pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
f. Pelaksanaan Pemeriksaan oleh Fungsional Pemeriksa Pajak yang ditempatkan di Kanwil DJP
1) Kepala Kanwil DJP menugaskan Fungsional Pemeriksa Pajak yang ditempatkan di Kanwil DJP untuk melaksanakan pemeriksaan di KPP dengan mempertimbangkan beban kerja pemeriksaan yang terdapat pada suatu KPP.
2) Jangka waktu penugasan pemeriksaan disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan pemeriksaan yang akan dilakukan.
3) Fungsional Pemeriksa Pajak yang ditugaskan di KPP diprioritaskan untuk melaksanakan pemeriksaan khusus.
g. Peningkatan Kualitas Pemeriksaan
1) Bimbingan Teknis
a) Dilakukan oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan;
b) Dapat dilakukan melalui penyampaian modul pemeriksaan disesuaikan dengan fokus pemeriksaan tahun 2014.
2) InHouse Training (IHT)
a) Dilakukan oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan;
b) Pemilihan topik IHT harus sejalan dengan fokus pemeriksaan tahun 2014;
c) Pemilihan peserta IHT dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian topik IHT dan asal UP2 calon peserta.
3) Pemantauan Pelaksanaan Pemeriksaan
a) Dilakukan oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan dan Kanwil DJP.
b) Dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya setiap 4 (empat) bulan.
c) Dilakukan dalam rangka:
  1. evaluasi tindak lanjut instruksi/penugasan/persetujuan pemeriksaan; dan/atau
  2. penyelesaian pemeriksaan yang telah melewati jangka waktu pengujian tetapi belum diterbitkan SPHP.
4) Bimbingan Pemeriksaan (Asistensi)
a) Dilakukan oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan dan Kanwil DJP.
b) Dilakukan berdasarkan permintaan Kepala UP2 sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-28/PJ/2013 tentang Kebijakan Pemeriksaan.
c) Dilakukan selama jangka waktu pengujian pemeriksaan.
5) Pendampingan Pemeriksaan
a) Dilakukan oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan dan/atau Kanwil DJP.
b) Dilakukan berdasarkan pertimbangan, antara lain:
  1. potensi pajak yang besar,
  2. permasalahan pemeriksaan yang kompleks, dan/atau
  3. menjadi perhatian publik.
c) Dilakukan selama jangka waktu pengujian pemeriksaan.
h. Pemeriksaan yang akan Daluwarsa Penetapan Tahun 2014
1) Rencana pemeriksaan atas kewajiban perpajakan yang akan daluwarsa penetapan tahun 2014 meliputi pemeriksaan terhadap:
a) SPT yang daluwarsa penetapan di tahun 2014, masih dapat diusulkan dengan memperhatikan daluwarsa penetapan.
b) Pemeriksaan yang diusulkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) harus memiliki potensi pajak yang dapat diidentifikasi.
c) Usulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a), dilakukan dengan tetap memperhatikan saldo tunggakan pemeriksaan rutin sebagaimana dimaksud dalam huruf d angka 3).
2) Penyelesaian pemeriksaan harus memperhatikan daluwarsa penetapan tahun 2014:
Masa/Tahun Pajak Daluwarsa Penetapan
Januari 2009 31 Januari 2014
Februari 2009 28 Februari 2014
Desember 2009 31 Desember 2014
Tahun Pajak 2009
(untuk tahun buku Januari-Desember)
31 Desember 2014
i. Pemeriksaan yang akan Daluwarsa Penetapan Tahun 2015
1) Rencana pemeriksaan atas SPT yang akan daluwarsa penetapan tahun 2015 meliputi pemeriksaan terhadap:
a) SPT Masa yang akan daluwarsa penetapan di tahun 2015, harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sehingga tidak melampaui daluwarsa penetapan.
b) SPT Masa yang diusulkan pemeriksaan harus memiliki potensi pajak yang dapat diidentifikasi dan dilakukan paling lambat 8 (delapan) bulan sebelum daluwarsa penetapan.
c) Usulan sebagaimana dimaksud dalam huruf b), dilakukan dengan tetap memperhatikan saldo tunggakan pemeriksaan rutin sebagaimana dimaksud dalam huruf d angka 3).
2) Penyelesaian pemeriksaan harus memperhatikan daluwarsa penetapan tahun 2015:
Masa Pajak Daluwarsa Penetapan
Januari 2010 31 Januari 2015
Februari 2010 28 Februari 2015
Desember 2010 31 Desember 2015
j. Penerapan Risk Based Audit Berdasarkan Compliance Risk Management (CRM)
1) Dalam rangka pengelolaan risiko ketidakpatuhan Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak akan menerapkan CRM.
2) CRM merupakan suatu aplikasi untuk menilai dan memetakan risiko kepatuhan Wajib Pajak.
3) Terhadap Wajib Pajak yang masuk dalam kelompok "perlu dilakukan pemeriksaan" berdasarkan hasil analisis CRM, akan diinstruksikan pemeriksaan khusus.
4) Pelaksanaan Pemeriksaan Khusus di beberapa UP2 akan dilakukan berdasarkan hasil analisis CRM.
5) Pemilihan Wajib Pajak yang akan diperiksa berdasarkan analisis CRM dilakukan oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
6) Instruksi untuk melakukan Pemeriksaan Khusus berdasarkan hasil analisis CRM diterbitkan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
k. Peningkatan Kualitas Administrasi Pemeriksaan
1) Perekaman di SIDJP
a) Dalam rangka tertib administrasi, setiap rangkaian kegiatan pemeriksaan harus dilakukan melalui SIDJP.
b) Bagi pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang ditempatkan di Kanwil DJP, seluruh administrasi pemeriksaan sejak penerbitan SP2 sampai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dilakukan secara manual dan harus di-input dalam menu Konversi Pemeriksaan SIDJP.
2) Digitalisasi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
Dalam rangka tertib administrasi LHP, diatur ketentuan sebagai berikut:
a) Kepala UP2 menginstruksikan Kepala Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal melakukan digitalisasi LHP.
b) Kepala Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal melakukan pemindaian LHP ke dalam bentuk softcopy dengan format pdf.
c) File hasil digitalisasi diunggah (upload) melalui aplikasi Aplikasi Laporan Pemeriksaan dan Penagihan Pajak (ALPP).
3) Piloting Desktop Pemeriksaan
Dalam rangka standardisasi KKP dan LHP, akan dilakukan uji coba penggunaan aplikasi desktop pemeriksaan di beberapa KPP terpilih.
l. Penelaahan Sejawat (Peer Review)
1) Peer review dilakukan kepada UP2 dengan komposisi sebagai berikut:
a) Seluruh UP2 di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar;
b) Seluruh UP2 di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus;
c) Seluruh KPP Madya di seluruh Indonesia; dan
d) 20% dari seluruh KPP Pratama dari masing-masing Kanwil DJP.
2) UP2 yang akan dilakukan peer review ditentukan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan/atau Kepala Kanwil DJP.
m. Sinergi Pemeriksaan
1) Dalam rangka pengawasan lebih lanjut terhadap Wajib Pajak yang telah diperiksa, sinergi antara Fungsional Pemeriksa Pajak dengan Account Representative ditingkatkan melalui penyampaian data yang diperoleh selama kegiatan pemeriksaan.
2) Sinergi antara Pemeriksa Pajak dengan Jurusita Pajak ditingkatkan dengan memastikan bahwa setiap LHP dilengkapi dengan daftar harta kekayaan yang mencantumkan sekurang-kurangnya rekening koran Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Lampiran daftar kekayaan tersebut untuk diunggah di ALPP dan Jurusita Pajak mempunyai otorisasi untuk mengakses dan memanfaatkan informasi harta kekayaan Wajib Pajak.
3) Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan melakukan koordinasi dengan Direktorat terkait dalam kegiatan antara lain:
a) Penentuan Wajib Pajak yang akan diperiksa;
b) Perolehan data Wajib Pajak dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan;
c) Penegasan terhadap pelaksanaan peraturan tertentu;
d) Publikasi program-program pemeriksaan; dan
e) Pelaksanaan komitmen kerja sama dan kesepahaman dengan instansi-instansi lain, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan.
5. Evaluasi atas Pelaksanaan Rencana dan Strategi Pemeriksaan
a. Agar pelaksanaan strategi pemeriksaan dilakukan secara optimal sehingga dapat mencapai rencana yang telah ditetapkan maka perlu dilakukan evaluasi atas pelaksanaan rencana dan strategi pemeriksaan dan pencapaian rencana pemeriksaan.
b. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan harus melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan strategi pemeriksaan dan pencapaian rencana pemeriksaan.
c. Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilakukan antara lain melalui parameter-parameter berikut:
1) Rasio Koreksi Pemeriksaan
a) Rasio Koreksi Pemeriksaan merupakan salah satu parameter kualitas pemeriksaan pajak yang tergambar dari nilai pajak yang berhasil ditingkatkan/dipertahankan oleh Pemeriksa Pajak sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan.
b) Rasio Koreksi Pemeriksaan dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Dalam hal pemeriksaan dilakukan terhadap SPT Kurang Bayar dan menghasilkan produk hukum berupa SKPKB, rasio ini dihitung berdasarkan hasil pembagian antara nilai jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB menurut Pemeriksa Pajak dengan nilai Pajak Kurang Bayar menurut SPT.
  2. Dalam hal pemeriksaan dilakukan terhadap SPT yang menyatakan Rugi, rasio ini dihitung berdasarkan hasil pembagian antara nilai koreksi Rugi menurut Pemeriksa Pajak dengan nilai Rugi menurut SPT.
  3. Dalam hal pemeriksaan dilakukan terhadap SPT yang menyatakan Rugi dan menghasilkan produk hukum berupa SKPKB, rasio ini dihitung berdasarkan hasil pembagian antara nilai rugi menurut SPT ditambah penghasilan kena pajak menurut Pemeriksa Pajak dengan nilai Rugi menurut SPT.
  4. Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap SPT Lebih Bayar dan menghasilkan produk hukum berupa SKPLB, rasio ini dihitung berdasarkan hasil pembagian antara nilai lebih bayar yang tidak dikabulkan oleh Pemeriksa Pajak dalam SKPLB dengan nilai lebih bayar menurut SPT.
  5. Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap SPT Lebih Bayar dan menghasilkan produk hukum berupa SKPKB, rasio ini dihitung berdasarkan hasil pembagian antara lebih bayar yang tidak dikabulkan oleh Pemeriksa Pajak ditambah nilai pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB dengan nilai lebih bayar menurut SPT.
  6. Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan menghasilkan produk hukum berupa SKPKBT, rasio ini dihitung berdasarkan hasil pembagian antara nilai jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKBT menurut Pemeriksa Pajak dengan nilai pajak yang masih harus dibayar/nilai pajak lebih bayar dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
2) Rasio Pembayaran Hasil Pemeriksaan
a) Rasio Pembayaran Hasil Pemeriksaan adalah salah satu parameter kualitas pemeriksaan pajak yang menggambarkan rasio nilai pembayaran terhadap nilai SKPKB/SKPKBT yang terbit.
b) Target Rasio Pembayaran Hasil Pemeriksaan tahun 2014 adalah sebesar 55%.
c) Rasio Pembayaran Hasil Pemeriksaan dihitung hanya untuk pemeriksaan yang menghasilkan produk hukum berupa SKPKB atau SKPKBT.
d) Rasio Pembayaran Hasil Pemeriksaan dihitung berdasarkan hasil pembagian antara nilai pembayaran SKPKB/SKPKBT oleh Wajib Pajak dengan nilai jumlah pajak yang masih harus dibayar menurut Pemeriksa Pajak dalam SKPKB/SKPKBT yang diterbitkan.
e) Termasuk dalam nilai pembayaran SKPKB/SKPKBT sebagaimana dimaksud pada huruf d) adalah:
i. pembayaran SKPKB/SKPKBT hasil pemeriksaan melalui:
  • Surat Setoran Pajak (SSP) oleh Wajib Pajak;
  • SSP yang berasal dari kompensasi utang pajak melalui potongan SPMKP atau melalui transfer pembayaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 dan perubahannya; dan/atau
  • Pemindahbukuan (Pbk) atas SSP.
ii. SSP yang digunakan oleh Wajib Pajak dalam rangka mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang KUP.
f) Nilai pembayaran SKPKB/SKPKBT oleh Wajib Pajak dan nilai jumlah pajak yang masih harus dibayar menurut Pemeriksa Pajak dalam SKPKB/SKPKBT yang diterbitkan sebagaimana dimaksud pada huruf d) adalah nilai selama 1 (satu) tahun yaitu tahun 2014.
d. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan membuat laporan evaluasi dan melakukan pemeringkatan terhadap seluruh UP2 berdasarkan pencapaian rencana pemeriksaan tahun 2014 secara berkala setiap 6 (enam) bulan dan untuk selanjutnya menyampaikan hasil evaluasi tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak dan ditembuskan kepada seluruh Kepala Kanwil DJP.
e. Berdasarkan hasil evaluasi, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan Kepala Kanwil DJP harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar rencana pemeriksaan dapat tercapai.

Demikian surat edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.






Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 21 Maret 2014

DIREKTUR JENDERAL


ttd.


A. FUAD RAHMANY

NIP 195411111981121001



Tembusan :

  1. Sekretaris Direktorat Jenderal;
  2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji; dan
  3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan