E. |
Materi
1. |
RENCANA PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
a. |
Rencana Penerimaan Pajak dari Kegiatan Pemeriksaan
1) |
Rencana penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan secara nasional untuk tahun 2013 ditetapkan sebesar Rp18.462.531.170.000,00 (delapan belas triliun empat ratus enam puluh dua miliar lima ratus tiga puluh satu juta seratus tujuh puluh ribu rupiah). |
2) |
Rencana penerimaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) merupakan jumlah realisasi penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan yang terdiri atas:
a) |
pembayaran SKPKB/SKPKBT/STP hasil pemeriksaan melalui:
- Surat Setoran Pajak (SSP) oleh Wajib Pajak;
- SSP yang berasal dari kompensasi utang pajak melalui potongan SPMKP atau melalui transfer pembayaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 dan perubahannya; dan/atau
- Pemindahbukuan (Pbk) atas SSP.
|
b) |
SSP yang digunakan oleh Wajib Pajak dalam rangka mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang KUP. |
|
3) |
Tidak diperhitungkan sebagai bagian dari realisasi penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan apabila pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf a) dilakukan oleh Wajib Pajak setelah:
a) |
penerbitan Surat Teguran dalam rangka Penagihan Pajak; dan/atau |
b) |
tindakan Penagihan Seketika dan Sekaligus. |
|
4) |
Rencana penerimaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) didistribusikan kepada Kantor Wilayah DJP dengan perincian sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
5) |
Kepala Kantor Wilayah DJP mendistribusikan rencana penerimaan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini kepada setiap Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) yang berada di wilayah kerjanya. |
6) |
Hasil distribusi rencana penerimaan sebagaimana dimaksud pada angka 4) disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan melalui surat dan melalui surat elektronik (surel) ke alamat perencanaan.pemeriksaan@pajak.go.id selambat-lambatnya tanggal 15 April 2013. |
|
b. |
Refund Discrepancy
1) |
Refund Discrepancy merupakan nilai nominal restitusi yang tidak dikabulkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan. Ilustrasi penghitungan Refund Discrepancy dijelaskan pada Lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
2) |
Untuk tahun 2013, nilai realisasi penerimaan dari kegiatan pemeriksaan ditambah dengan refund discrepancy ditargetkan sebesar 2% dari realisasi penerimaan pajak secara nasional (yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak). |
|
c. |
Standar Prestasi Pemeriksa Pajak dan Rencana Penyelesaian Pemeriksaan
1) |
Standar prestasi pemeriksa pajak merupakan jumlah minimal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang harus diselesaikan oleh pemeriksa pajak sepanjang tahun 2013. |
2) |
Standar prestasi pemeriksa pajak ditetapkan berdasarkan beban kerja per pemeriksa pajak untuk menyelesaikan 1 (satu) penugasan/Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) dengan memperhatikan:
a) |
metode dan teknik pengujian yang harus dilakukan oleh pemeriksa pajak; |
b) |
jenis pemeriksaan; |
c) |
ruang lingkup pemeriksaan; dan |
d) |
segmentasi UP2. |
|
|
|
3) |
Berdasarkan kriteria sebagaimana ditetapkan pada angka 2), standar prestasi pemeriksa pajak untuk tahun 2013 ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 1 Standar Prestasi Pemeriksa
No |
UP2 |
Standar Prestasi per Pemeriksa (LHP Konversi) |
1 |
- Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
- KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar
|
3,77 LHP |
2 |
- KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus
- Seluruh KPP Madya
|
5,02 LHP |
3 |
KPP Pratama di lingkungan Kantor Wilayah DJP Papua dan Maluku |
6,28 LHP |
4 |
KPP Pratama selain KPP Pratama di lingkungan Kantor Wilayah DJP Papua dan Maluku |
7,54 LHP |
|
4) |
Standar sebagaimana dimaksud pada Tabel 1 ditetapkan dengan menggunakan penghitungan (konversi) sebagai berikut:
Tabel 2 Penghitungan Konversi
No |
UP2 |
Persentase Konversi |
1 |
Pemeriksaan all-taxes atas:
- SPT Tahunan PPh Badan;
- SPT Tahunan PPh Orang Pribadi di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar; atau
- SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan menyelenggarakan pembukuan
|
100% |
2 |
Pemeriksaan all-taxes atas SPT Tahunan PPh Orang Pribadi selain SPT Tahunan PPh Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada nomor 1 huruf b dan c |
75% |
3 |
Pemeriksaan beberapa jenis pajak atas:
- Wajib Pajak badan;
- Wajib Pajak orang pribadi di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar; atau
- Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan menyelenggarakan pembukuan
|
70% |
4 |
Pemeriksaan beberapa jenis pajak atas Wajib Pajak orang pribadi selain Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada nomor 3 huruf b dan huruf c |
60% |
5 |
Single-tax SPT Tahunan PPh Badan |
60% |
6 |
Single-tax SPT Tahunan PPh Orang Pribadi |
50% |
7 |
Single-tax SPT Masa PPN 1 (satu) Masa Pajak |
30% |
8 |
Single-tax SPT Masa PPN lebih dari 1 (satu) Masa Pajak |
60% |
9 |
Single-tax untuk pemeriksaan PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 23/26, atau PPh Final |
60% |
10 |
Pemeriksaan dihentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 (LHP Sumir) |
80% |
11 |
Pemeriksaan untuk tujuan lain yang dilakukan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak (bukan dilakukan oleh Satgas Pemeriksaan Tujuan Lain) |
15% |
12 |
Pemeriksaan sumir lainnya |
10% |
Pemeriksaan Wajib Pajak lokasi tetap menggunakan dasar konversi pada Tabel 2, yang disesuaikan dengan ruang lingkup pemeriksaannya. Ilustrasi penghitungan standar prestasi penyelesaian pemeriksaan dijelaskan pada Lampiran III Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
5) |
Berdasarkan standar prestasi sebagaimana dimaksud pada angka 3) dan memperhatikan jumlah pemeriksa pajak di seluruh Indonesia, maka rencana penyelesaian pemeriksaan secara nasional untuk tahun 2013 ditetapkan sebanyak 26.838 LHP konversi. |
6) |
Perincian rencana penyelesaian pemeriksaan untuk tahun 2013 untuk masing-masing UP2 di seluruh Indonesia adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
7) |
Dalam hal terdapat perubahan jumlah pemeriksa pajak pada suatu UP2, maka rencana penyelesaian pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 5) dan/atau angka 6) dapat disesuaikan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. |
|
d. |
Rencana Pemeriksaan atas SPT yang akan Daluwarsa Penetapan Tahun 2013
1) |
Berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang KUP, serta Pasal II Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, daluwarsa penetapan tahun 2013 meliputi Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008. |
2) |
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar selain yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi, dan Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko. |
3) |
Berdasarkan uraian pada angka 1) dan angka 2) maka rencana pemeriksaan atas SPT yang akan daluwarsa penetapannya di tahun 2013 meliputi pemeriksaan terhadap:
a) |
SPT Tahunan PPh Rugi; |
b) |
SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi; |
c) |
SPT Masa dan SPT Tahunan yang terdapat indikasi ketidakpatuhan berdasarkan hasil analisis risiko atau hasil pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP), |
untuk tahun pajak 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008. |
|
e. |
Rencana Pemeriksaan atas SPT yang akan Daluwarsa Penetapan Tahun 2014
1) |
Berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang KUP, Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak 2009 akan daluwarsa penetapan pada tahun 2014. |
2) |
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar selain yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi, dan Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko. |
3) |
Berdasarkan uraian pada angka 1) dan angka 2) maka rencana pemeriksaan atas SPT yang akan daluwarsa penetapan tahun 2014 meliputi pemeriksaan terhadap:
a) |
SPT Tahunan PPh Rugi; |
b) |
SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi; |
c) |
SPT Masa dan SPT Tahunan yang terdapat indikasi ketidakpatuhan berdasarkan hasil analisis risiko atau hasil pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP); |
untuk tahun pajak 2009. |
|
|
2. |
STRATEGI PENCAPAIAN RENCANA PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
a. |
Strategi Pencapaian Rencana Penyelesaian Pemeriksaan
1) |
Pemeriksaan harus diselesaikan sesuai dengan jangka waktu pemeriksaan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan, dengan prioritas penyelesaian sebagai berikut:
a) |
Pemeriksaan atas SPT Lebih Bayar Restitusi dan perluasannya yang mempunyai pengaruh kompensasi; |
b) |
Pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi dan SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi yang segera daluwarsa penetapannya; |
c) |
Pemeriksaan Khusus yang segera daluwarsa penetapannya; |
d) |
Pemeriksaan Khusus yang memiliki potensi penerimaan yang signifikan. |
|
2) |
Dalam rangka mengoptimalkan kapasitas pemeriksa, Kepala Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal tidak mengusulkan pemeriksaan atas:
a) |
SPT Lebih Bayar Restitusi yang memenuhi kriteria Pasal 17C dan 17D Undang-Undang KUP kecuali:
- Wajib Pajak memilih untuk tidak dilakukan pengembalian dengan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
- Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tidak diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
|
b) |
Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah yang menyampaikan SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN dan PPnBM, kecuali permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tidak diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak; dan |
c) |
PKP selain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (4b) UU PPN dan PPnBM, yang mengajukan permohonan pengembalian tidak pada akhir tahun buku. |
|
|
b. |
Strategi Pencapaian Rencana Penerimaan Pajak dari Kegiatan Pemeriksaan
1) |
Fokus Pemeriksaan
a) |
Agar pelaksanaan pemeriksaan dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian rencana penerimaan dari kegiatan pemeriksaan dan memiliki efek penggentar (deterrent effect) yang optimal, maka perlu ditetapkan fokus pemeriksaan untuk tahun 2013. |
b) |
Fokus pemeriksaan merupakan sektor usaha tertentu atau Wajib Pajak tertentu yang menjadi sasaran utama Pemeriksaan Khusus baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat Kantor Wilayah DJP pada tahun 2013. |
c) |
Fokus pemeriksaan nasional untuk tahun 2013 ditetapkan berdasarkan parameter sebagai berikut:
- sektor usaha yang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian dan penerimaan pajak;
- sektor usaha yang pada tahun 2012 dan tahun-tahun sebelumnya tingkat kepatuhannya masih rendah;
- sektor usaha yang pada tahun 2013 memiliki kemampuan membayar (ability to pay) yang tinggi; dan
- sektor usaha atau Wajib Pajak tertentu yang menjadi perhatian publik.
|
d) |
Fokus pemeriksaan nasional tahun 2013 untuk Wajib Pajak badan ditetapkan sebagai berikut:
- Sektor Usaha Kelapa Sawit,
- Sektor Usaha Pertambangan,
- Sektor Usaha Perkebunan,
- Sektor Usaha Real Estate,
- Sektor Usaha Otomotif,
- Sektor Usaha Industri Bahan Kimia,
- Sektor Usaha Industri Pengolahan,
- Sektor Usaha Elektronik;
- Sektor Usaha Bank dan Asuransi,
- Sektor Usaha Perdagangan Besar,
- Sektor Usaha Perhotelan dan Usaha Penunjang Pariwisata.
|
e) |
Fokus pemeriksaan nasional tahun 2013 untuk Wajib Pajak orang pribadi ditetapkan sebagai berikut:
- Wajib Pajak orang pribadi yang berprofesi sebagai Pengacara/Advokat, Dokter, Notaris, dan Akuntan;
- Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki kekayaan besar baik berdasarkan informasi media massa maupun informasi masyarakat;
- Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan transaksi pembelian kendaraan mewah dan/atau rumah/apartemen mewah;
- Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki kenaikan harta signifikan;
- Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki saham di beberapa perusahaan dengan nilai yang signifikan;
- Wajib Pajak orang pribadi yang terdapat indikasi ketidakpatuhan yang tinggi;
- Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keterkaitan dengan Wajib Pajak badan yang sedang/telah dilakukan pemeriksaan.
|
f) |
Selain fokus pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf d) dan e), fokus pemeriksaan nasional tahun 2013 juga ditetapkan terhadap:
- Wajib Pajak yang memiliki potensi Pajak Penghasilan Pasal 21/26;
- Wajib Pajak yang terindikasi ketidakpatuhan terkait transaksi transfer pricing, terutama perusahaan yang bertransaksi dengan pihak afiliasi di luar negeri dengan jumlah yang signifikan;
- Wajib Pajak rekanan dan jasa penunjang pada perusahaan pertambangan.
|
g) |
Fokus pemeriksaan regional merupakan sektor usaha yang diusulkan oleh setiap Kantor Wilayah DJP sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
|
2) |
Strategi Pemeriksaan Khusus Bottom Up
a) |
Kepala UP2 harus mengusulkan dan melaksanakan Pemeriksaan Khusus dengan memperhatikan beban kerja pemeriksaan, standar prestasi penyelesaian pemeriksaan, rencana penerimaan dari kegiatan pemeriksaan, serta daluwarsa penetapan pajak. |
b) |
untuk UP2 di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya, Kepala UP2 harus menyampaikan usul Pemeriksaan Khusus yang terkait dengan transaksi transfer pricing minimal 5 (lima) usulan pemeriksaan, dan dari usulan tersebut masing-masing UP2 harus melaksanakan pemeriksaan terkait dengan transaksi transfer pricing, dengan ketentuan sebagai berikut:
- untuk UP2 di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar dan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, harus melaksanakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) Pemeriksaan Khusus; dan
- untuk KPP Madya harus melaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) Pemeriksaan Khusus.
|
c) |
Usul Pemeriksaan Khusus dilaksanakan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku. |
d) |
Usul Pemeriksaan Khusus harus mengacu pada fokus pemeriksaan, baik fokus pemeriksaan nasional maupun fokus pemeriksaan Kantor Wilayah DJP. |
e) |
Usul Pemeriksaan Khusus di luar fokus pemeriksaan hanya dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak yang:
- menunjukkan indikasi ketidakpatuhan yang tinggi;
- terdapat potensi penerimaan pajak yang signifikan; atau
- berdasarkan hasil analisis dan pengembangan IDLP direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan.
|
f) |
Terkait dengan fokus pemeriksaan Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf e angka vii, data Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keterkaitan dengan Wajib Pajak badan (20 data dengan nilai terbesar) harus disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak ini. |
g) |
Dalam rangka meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan terkait dengan transfer pricing, Kepala Kantor Wilayah DJP harus membentuk Satuan Tugas Penanganan Transfer Pricing sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-55/PJ/2010 tentang Pembentukan Satuan Tugas Penanganan Transfer Pricing di Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan serta Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. |
|
3) |
Strategi Pemeriksaan Khusus Top Down
a) |
Dalam rangka meningkatkan efektivitas pencapaian rencana penerimaan pemeriksaan melalui pelaksanaan Pemeriksaan Khusus, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dapat menerbitkan instruksi Pemeriksaan Khusus terhadap:
- Wajib Pajak yang terindikasi tidak memenuhi kewajiban perpajakannya berdasarkan hasil analisis risiko secara manual maupun secara komputerisasi (kriteria seleksi);
- Wajib Pajak yang memiliki potensi Pajak Penghasilan Pasal 21/26;
- Wajib Pajak yang terdapat indikasi ketidakpatuhan terkait dengan transaksi perusahaan dalam satu grup, yang terdaftar pada wilayah kerja Kanwil DJP yang berbeda;
- Wajib Pajak yang terindikasi ketidakpatuhan terkait transaksi transfer pricing, terutama perusahaan yang bertransaksi dengan pihak afiliasi di luar negeri dengan jumlah yang signifikan.
|
b) |
Penerbitan instruksi pemeriksaan khusus dilakukan dengan memperhatikan beban kerja, standar prestasi penyelesaian pemeriksaan, rencana penerimaan dari kegiatan pemeriksaan, potensi penerimaan pajak, serta daluwarsa penetapan pajak. |
c) |
Dalam rangka meningkatkan efektifitas pemeriksaan khusus top down terhadap Wajib Pajak yang memiliki potensi Pajak Penghasilan Pasal 21/26 sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka ii, maka pemeriksaan khusus terhadap Wajib Pajak tersebut diselesaikan melalui pemeriksaan single tax PPh Pasal 21 dengan kode pemeriksaan sebagai berikut:
Tabel 3 Kode Pemeriksaan SPT Masa PPh Pasal 21/26
lasan Pemeriksaan |
Jenis Pemeriksaan |
Pemeriksaan Kantor |
Pemeriksaan Lapangan |
OP |
Badan |
OP |
Badan |
WP Besar : PPh Pasal 21/26 |
|
|
7411 |
7412 |
WP Menengah : PPh Pasal 21/26 |
|
|
7421 |
7422 |
WP Kecil : PPh Pasal 21/26 |
|
|
7431 |
7432 |
|
|
|
c. |
Strategi Pemeriksaan atas SPT yang akan Daluwarsa Penetapan Tahun 2013
1) |
Pemeriksaan atas SPT Masa dan SPT Tahunan yang akan daluwarsa penetapan tahun 2013 harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sehingga tidak melampaui daluwarsa penetapan. |
2) |
Pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Rugi dan SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi
a) |
Pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi dan SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi yang akan daluwarsa penetapan tahun 2013 dilakukan dengan memperhatikan prioritas sebagai berikut:
i. |
SPT Tahunan PPh Rugi
i) |
SPT Tahunan PPh Rugi yang dikompensasikan dengan penghasilan neto pada SPT Tahunan PPh tahun-tahun pajak berikutnya. |
ii) |
SPT Tahunan PPh Rugi paling sedikit selama 3 (tiga) tahun berturut-turut. |
iii) |
SPT Tahunan PPh Rugi yang terdapat transaksi signifikan dengan pihak lain yang memiliki hubungan istimewa. |
iv) |
SPT Tahunan PPh Rugi Tahun Pajak 2007 dan/atau 2008. |
v) |
SPT Tahunan PPh Rugi Tahun Pajak 2003, 2004, 2005, 2006 yang berdasarkan pertimbangan Kepala UP2 memiliki potensi yang signifikan. |
|
ii. |
SPT Masa PPN yang menyatakan Lebih Bayar Kompensasi
i) |
SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar kompensasi yang belum dilakukan pemeriksaan namun atas kompensasi tersebut telah dilakukan restitusi. |
ii) |
SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar kompensasi masa pajak Desember 2008 dan SPT Masa PPN masa-masa pajak sebelumnya yang menyatakan lebih bayar kompensasi sampai dengan masa pajak Desember 2008 dengan memperhatikan daluwarsa penetapan. |
iii) |
SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar kompensasi masa pajak Desember 2007 dan SPT Masa PPN masa-masa pajak sebelumnya yang menyatakan lebih bayar kompensasi sampai dengan Masa Desember 2007. |
iv) |
SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi tahun pajak 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008 selain sebagaimana dimaksud pada angka i), ii), dan iii) yang berdasarkan pertimbangan Kepala UP2 bernilai besar dan/atau memiliki potensi ketidakpatuhan yang signifikan dengan memperhatikan daluwarsa penetapan. |
|
|
b) |
Kepala Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal harus menginventarisasi dan mengusulkan pemeriksaan terhadap SPT yang diprioritaskan sebagaimana dimaksud pada huruf a) melalui prosedur pemeriksaan rutin sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tentang kebijakan pemeriksaan. |
c) |
Usulan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dilakukan dengan memperhatikan beban kerja pemeriksa dan potensi pajak. |
d) |
Dalam rangka meningkatkan efektivitas pemeriksaan atas SPT yang akan daluwarsa penetapan tahun 2013, pemeriksaan untuk SPT Tahunan PPh Rugi diselesaikan melalui pemeriksaan satu jenis pajak (single tax) PPh Badan/Orang Pribadi dengan kode pemeriksaan sebagai berikut:
Tabel 4 Kode Pemeriksaan SPT Tahunan PPh Rugi
lasan Pemeriksaan |
Jenis Pemeriksaan |
Pemeriksaan Kantor |
Pemeriksaan Lapangan |
OP |
Badan |
OP |
Badan |
SPT Tahunan PPh Rugi: PPh Pasal 25/29 |
4071 |
4072 |
4171 |
4172 |
|
e) |
Dalam hal pada saat dilakukan pemeriksaan satu jenis pajak (single tax) PPh Badan/Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada huruf d) ditemukan data dan/atau informasi terkait jenis pajak lainnya, maka data dan/atau informasi tersebut disampaikan kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang terkait untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
|
3) |
Pemeriksaan terhadap SPT Masa dan SPT Tahunan yang terdapat indikasi ketidakpatuhan berdasarkan hasil analisis risiko atau hasil pengembangan dan analisis IDLP
a) |
Pemeriksaan terhadap SPT Masa dan SPT Tahunan yang terdapat indikasi ketidakpatuhan berdasarkan hasil analisis risiko atau hasil pengembangan dan analisis IDLP yang daluwarsa penetapan tahun 2013 dilakukan dengan memperhatikan prioritas sebagai berikut:
- SPT Masa dan SPT Tahunan Tahun Pajak 2008 yang terindikasi ketidakpatuhan berdasarkan hasil analisis risiko atau hasil analisis dan pengembangan IDLP;
- SPT Masa dan SPT Tahunan Tahun Pajak 2003, 2004, 2005, 2006, 2007 yang terdapat indikasi ketidakpatuhan berdasarkan hasil analisis risiko atau hasil analisis dan pengembangan DLP.
|
b) |
Pemeriksaan terhadap SPT Masa dan SPT Tahunan yang terdapat indikasi ketidakpatuhan berdasarkan hasil analisis risiko atau hasil pengembangan dan analisis IDLP yang daluwarsa penetapan tahun 2013 dilakukan melalui prosedur pemeriksaan khusus sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tentang kebijakan pemeriksaan. |
c) |
Dalam rangka meningkatkan efektivitas pemeriksaan atas SPT yang akan daluwarsa penetapan tahun 2013, pemeriksaan untuk SPT yang terdapat indikasi ketidakpatuhan dapat dilakukan melalui pemeriksaan satu jenis pajak (single tax) dengan kode pemeriksaan sebagai berikut.
Tabel 5 Kode Pemeriksaan SPT Masa dan SPT Tahunan yang Terdapat Indikasi Ketidakpatuhan
lasan Pemeriksaan |
Jenis Pemeriksaan |
Pemeriksaan Kantor |
Pemeriksaan Lapangan |
OP |
Badan |
OP |
Badan |
Analisis Risiko Secara Manual (bottom up): PPh Pasal 25/29 |
|
|
4971 |
4972 |
Analisis Risiko Secara Manual (top down): a. PPh Pasal 25/29 b. PPN c. P2PPh |
|
|
4921 2921 3921 |
4922 2922 3922 |
Hasil Analisis dan Pengembangan IDLP Direktorat Intelijen dan Penyidikan a. PPh Pasal 25/29 b. PPN c. P2PPh |
|
|
4931 2931 3931 |
4932 2932 3932 |
Hasil Analisis dan Pengembangan IDLP Kanwil DJP a. PPh Pasal 25/29 b. PPN c. P2PPh |
|
|
4951 2951 3951 |
4952 2952 3952 |
|
d) |
Penentuan ruang lingkup pemeriksaan dilakukan dengan mempertimbangkan hasil analisis risiko atau hasil pengembangan dan analisis IDLP, jangka waktu penyelesaian pemeriksaan, serta daluwarsa penetapan. |
e) |
Dalam hal pada saat dilakukan pemeriksaan satu jenis pajak (single tax) sebagaimana dimaksud pada huruf d) ditemukan data dan/atau informasi terkait jenis pajak lainnya, maka data dan/atau informasi tersebut disampaikan kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang terkait untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
|
|
d. |
Strategi Pemeriksaan atas SPT yang akan Daluwarsa Penetapan Tahun 2014
1) |
Pemeriksaan atas SPT Masa dan SPT Tahunan yang akan daluwarsa penetapan tahun 2014 harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sehingga tidak melampaui daluwarsa penetapan. |
2) |
Pemeriksaan atas SPT Masa dan SPT Tahunan yang akan daluwarsa penetapan tahun 2014 paling lambat dimulai pada awal semester II tahun 2013. |
3) |
Pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Rugi tahun pajak 2009 dilakukan melalui pemeriksaan satu jenis pajak (single tax) PPh Badan/Orang Pribadi dengan kode pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada Tabel 4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
4) |
Pemeriksaan atas SPT Masa dan Tahunan PPh tahun pajak 2009 yang terdapat indikasi ketidakpatuhan berdasarkan hasil analisis risiko atau hasil pengembangan dan analisis IDLP yang akan daluwarsa penetapan pada tahun 2014 dapat dilakukan melalui pemeriksaan satu jenis pajak (single tax) dengan kode pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada Tabel 5 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
|
|
3. |
STRATEGI PEMERIKSAAN UNTUK TUJUAN LAIN DALAM RANGKA MELAKSANAKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN
a. |
Pemeriksaan untuk tujuan lain dilaksanakan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak. |
b. |
Dalam hal dipandang perlu, Kepala UP2 dapat membentuk Satuan Tugas Pemeriksaan untuk Tujuan Lain (Satgas Pemeriksaan Tujuan Lain) untuk melaksanakan pemeriksaan untuk tujuan lain. |
c. |
Jabatan Supervisor dalam Satgas Pemeriksaan Tujuan Lain dijabat oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak yang telah memenuhi syarat sebagai Supervisor sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-31/PJ/2008 tentang Pedoman Penunjukan Supervisor dan Ketua Tim Pemeriksa Pajak. |
d. |
Pegawai yang dapat ditunjuk sebagai anggota Satgas Pemeriksaan Tujuan Lain adalah pegawai yang memiliki pengetahuan tentang pemeriksaan dan memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut:
1) |
untuk Ketua Tim adalah pelaksana dengan ijazah paling rendah Sekolah Menengah Umum/yang sederajat dan berpangkat paling rendah Pengatur Tingkat I (golongan ruang II/d); |
2) |
untuk Anggota Tim adalah pelaksana dengan ijazah paling rendah Sekolah Menengah Umum/yang sederajat dan berpangkat paling rendah Pengatur Muda Tingkat I (golongan ruang II/b). |
|
e. |
Pegawai yang tidak dapat ditunjuk menjadi anggota Satgas Pemeriksaan Tujuan Lain adalah Account Representative (AR) dan Pejabat Fungsional Penilai. |
f. |
Juru Sita Pajak Negara hanya dapat ditunjuk menjadi anggota Satgas Pemeriksaan Tujuan Lain untuk pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak. |
g. |
Daftar pegawai yang ditunjuk menjadi anggota Satgas Pemeriksaan Tujuan Lain dan perubahannya harus disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
h. |
Prioritas penyelesaian pemeriksaan untuk tujuan lain ditetapkan sebagai berikut:
1) |
pemeriksaan untuk tujuan lain yang batas waktu penyelesaian pemeriksaannya ditentukan dalam surat instruksi pemeriksaan; |
2) |
pemeriksaan untuk tujuan lain yang terkait dengan pemberian NPWP dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan, serta penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain yang diselesaikan melalui verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 146/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Verifikasi; dan |
3) |
pemeriksaan untuk tujuan lain selain tersebut pada angka 1) dan 2). |
|
i. |
Dalam hal pada saat pelaksanaan pemeriksaan untuk tujuan lain ditemukan potensi pajak baik untuk tahun yang sedang diperiksa maupun untuk tahun-tahun lainnya, maka potensi tersebut disampaikan secara tertulis kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang terkait untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
j. |
Pemeriksaan untuk tujuan lain harus diselesaikan sesuai dengan jangka waktu pemeriksaan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak. |
|
4. |
MONITORING, EVALUASI, DAN PENGENDALIAN Dalam rangka memenuhi target Indikator Kinerja Utama dan terlaksananya kegiatan pemeriksaan sesuai dengan rencana dan strategi yang telah ditetapkan maka perlu dilakukan monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap pelaksanaan rencana dan strategi pemeriksaan. Kegiatan tersebut harus dilakukan baik oleh Kepala UP2, Kepala Kantor Wilayah DJP, maupun Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. Terkait dengan kegiatan tersebut ditetapkan hal-hal sebagai berikut:
a. |
Kepala Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal bertanggung jawab untuk melakukan perekaman administrasi kegiatan pemeriksaan ke dalam Menu Pemeriksaan pada Sistem Informasi DJP (SIDJP) dan Aplikasi Laporan Pemeriksaan dan Penagihan (ALPP). |
b. |
Dalam hal dipandang perlu, Kepala UP2 dapat menginstruksikan Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak untuk membantu melakukan perekaman administrasi kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a. |
c. |
Dalam rangka meningkatkan kualitas data ALPP, perekaman sebagaimana dimaksud pada huruf a harus dilakukan segera untuk setiap tahapan pemeriksaan yang telah dilaksanakan secara benar dan lengkap. |
d. |
Tahapan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf c meliputi antara lain: SP2, Surat Tugas, LHP, Nota Penghitungan, surat ketetapan pajak, pembayaran surat ketetapan pajak dalam mata uang asing, dan Pbk. |
e. |
Kepala UP2 menggunakan data pada ALPP untuk melakukan pengendalian terhadap kegiatan pelaksanaan pemeriksaan, memastikan pemeriksaan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan memastikan pencapaian rencana yang telah ditetapkan. |
f. |
Kepala KPP harus membuat laporan evaluasi pelaksanaan rencana pemeriksaan yang terdiri dari:
1) |
Laporan Bulanan Evaluasi Kegiatan Pemeriksaan (Laporan Penyelesaian Pemeriksaan); |
2) |
Laporan Bulanan Rekapitulasi Refund Discrepancy dan Penerimaan Hasil Pemeriksaan (Laporan Penerimaan dari Kegiatan Pemeriksaan, dan Laporan Refund Discrepancy dan Penerimaan dari Kegiatan Pemeriksaan); |
3) |
Laporan Triwulanan Kegiatan Konseling, Analisis Risiko dan Usulan/Instruksi Pemeriksaan Khusus terkait Transfer Pricing khusus untuk KPP di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, KPP di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya; dan |
4) |
Laporan Triwulanan Hasil Pemeriksaan Dengan Koreksi Transfer Pricing khusus untuk KPP di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, KPP di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya. |
|
g. |
Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf f angka 1) dan 2) dibuat dengan cara mencetak dari aplikasi ALPP (http://10.254.4.54). Untuk laporan sebagaimana dimaksud pada huruf f angka 3) dan 4) dibuat sesuai dengan format sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-26/PJ/2011 tentang Sistem, Bentuk, Isi dan Kode Laporan Rutin di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. |
h. |
Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf g harus disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya secara bulanan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. |
i. |
Berdasarkan laporan Kepala KPP sebagaimana dimaksud pada huruf h, Kepala Kantor Wilayah DJP menyampaikan laporan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan format sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-26/PJ/2011 tentang Sistem, Bentuk, Isi dan Kode Laporan Rutin di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. |
j |
Dengan menggunakan data pada ALPP, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan Kepala Kantor Wilayah DJP harus melakukan monitoring dan evaluasi secara periodik terhadap pencapaian rencana pemeriksaan dan pelaksanaan strategi pemeriksaan pada wilayah kerja yang menjadi kewenangannya. |
k |
Berdasarkan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf i, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan Kepala Kantor Wilayah DJP harus mengambil langkah-langkah strategis dalam rangka mengamankan pencapaian rencana pemeriksaan tahun 2013 sesuai dengan kewenangannya. |
l. |
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan melalui Kepala Subdirektorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan harus membuat laporan evaluasi dan melakukan pemeringkatan terhadap seluruh UP2 berdasarkan pencapaian rencana pemeriksaan tahun 2013 secara berkala setiap 6 (enam) bulan dan untuk selanjutnya menyampaikan hasil evaluasi tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak dan ditembuskan kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah DJP. |
|
|