Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ/2018

  • 08 Juni 2018
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 10/PJ/2018
 
TENTANG
 
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
PAJAK BAGI WAJIB PAJAK DENGAN KRITERIA TERTENTU, WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI
PERSYARATAN TERTENTU, DAN PENGUSAHA KENA PAJAK BERISIKO RENDAH

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

A. Umum

Bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan likuiditas Wajib Pajak serta mendukung program Pemerintah guna meningkatkan kemudahan dalam berusaha khususnya terkait dengan penyederhanaan administrasi pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak. Berdasarkan hal tersebut, perlu disampaikan petunjuk pelaksanaan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu, Wajib Pajak yang memenuhi Persyaratan Tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberi acuan untuk melaksanakan penetapan, penetapan kembali, dan pencabutan penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, serta pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
2. Tujuan
Surat Edaran ini bertujuan agar pelaksanaan penetapan, penetapan kembali, dan pencabutan penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, serta pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
   
C. Ruang Lingkup

1. Penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
2. Penetapan kembali sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
3. Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
4. Pencabutan penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
5. Pengembalian pendahuluan bagi Wajib Pajak Persyaratan Tertentu.
6. Penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) Berisiko Rendah.
7. Penetapan kembali sebagai PKP Berisiko Rendah.
8. Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi PKP Berisiko Rendah.
9. Pencabutan penetapan sebagai PKP Berisiko Rendah.
   
D. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2018 tentang Penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dan Perlakuan atas Selisih Kelebihan Pembayaran Pajak yang Belum Dikembalikan dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
   
E. Materi

1. Penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu
a. Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu dapat mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
b. Penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak Pusat terdaftar berdasarkan permohonan Wajib Pajak yang disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran huruf A Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (untuk selanjutnya disebut PMK-39/2018).
c. KPP menerbitkan bukti penerimaan atas permohonan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu sepanjang permohonan tersebut diajukan paling lambat:
1) tanggal 10 Januari pada tahun penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu; atau
2) (tiga) bulan sejak diundangkannya PMK-39/2018, khusus pada tahap awal pemberlakuan peraturan tersebut.
d. Kepala KPP menerbitkan surat keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu berdasarkan penelitian dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT);
2) tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
3) laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
4) tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
e. Yang dimaksud dengan tepat waktu dalam menyampaikan SPT sebagaimana dimaksud dalam huruf d angka 1) meliputi:
1) Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan dalam 3 (tiga) Tahun Pajak terakhir yang wajib disampaikan sampai dengan akhir tahun sebelum penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu, dengan tepat waktu;
2) Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Masa atas Masa Pajak Januari sampai dengan November dalam Tahun Pajak terakhir sebelum penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu; dan
3) dalam hal terdapat keterlambatan penyampaian SPT Masa sebagaimana dimaksud dalam angka 2), keterlambatan tersebut harus memenuhi ketentuan:
a) tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak serta tidak berturut-turut; dan
b) tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pada Masa Pajak berikutnya.
f. Persyaratan untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf d angka 1) berlaku untuk Wajib Pajak baik berstatus pusat maupun cabang, meliputi:
1) SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh);
2) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
3) SPT Masa PPh 21, 23/26 yang telah menjadi kewajibannya; dan
4) SPT Masa PPh Pasal 25 atau PPh final Pasal 4 (2) bagi Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu yang telah menjadi kewajibannya.
g. Yang dimaksud dengan tidak mempunyai tunggakan pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf d angka 2) adalah keadaan Wajib Pajak pada tanggal 31 Desember tahun terakhir sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu tidak memiliki utang pajak yang melewati batas akhir pelunasan, kecuali terhadap tunggakan pajak yang pembayarannya telah memperoleh izin penundaan atau pengangsuran.
h. Persyaratan untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf d angka 2) berlaku untuk Wajib Pajak baik berstatus pusat maupun cabang atas seluruh jenis pajak.
i. Keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu dapat berupa:
1) surat keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu, dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf d; atau
2) pemberitahuan kepada Wajib Pajak mengenai penolakan permohonan, dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf d.
j. Kepala KPP menerbitkan surat keputusan penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B PMK-39/2018 atau surat pemberitahuan penolakan penetapan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C PMK-39/2018 paling lambat 1 (satu) bulan setelah tanggal permohonan diterima.
k. Yang dimaksud dengan tanggal permohonan diterima adalah:
1) tanggal penerbitan Bukti Penerimaan Surat (BPS) atas permohonan yang disampaikan secara langsung ke KPP tempat Wajib Pajak Pusat terdaftar;
2) tanggal diterimanya surat permohonan di KPP tempat Wajib Pajak Pusat terdaftar dalam hal permohonan disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir; atau
3) tanggal diterimanya surat permohonan di KPP tempat Wajib Pajak Pusat terdaftar dalam hal permohonan disampaikan melalui cara lain yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
l. Apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf j Kepala KPP tidak memberikan surat keputusan atau pemberitahuan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala KPP menerbitkan surat keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah jangka waktu penerbitan keputusan berakhir.
m. Penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu berlaku untuk Wajib Pajak baik berstatus pusat maupun cabang.
n. Kepala KPP dapat menetapkan Wajib Pajak Kriteria Tertentu secara jabatan berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak memenuhi ketentuan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
o. Keputusan penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal penerbitan keputusan pencabutan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
p. Prosedur penyelesaian penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
2. Penetapan Kembali sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu
a. Terhadap penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu yang masih berlaku pada saat PMK-39/2018 diundangkan, Kepala KPP tempat Wajib Pajak Pusat terdaftar melakukan penetapan kembali Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
b. Penetapan kembali Wajib Pajak Kriteria Tertentu dilakukan dengan menerbitkan surat keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu secara jabatan, tanpa dilakukan penelitian atas pemenuhan persyaratan untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
c. Surat keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf b dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
d. Surat keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan sejak PMK-39/2018 diundangkan, dan mulai berlaku sejak tanggal penetapan yang tercantum dalam surat keputusan penetapan kembali sampai dengan tanggal dilakukan pencabutan penetapan oleh Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
e. Dengan diterbitkannya surat keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu, keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu yang diterbitkan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku.
f. Prosedur penyelesaian penetapan kembali Wajib Pajak Kriteria Tertentu adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
3. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak Kriteria Tertentu
a. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar memproses permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi Wajib Pajak Kriteria Tertentu yang diterima berdasarkan:
1) SPT, apabila Wajib Pajak mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam SPT; atau
2) surat tersendiri, untuk permohonan pengembalian pendahuluan atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP), sepanjang terhadap Wajib Pajak belum dilakukan tindakan Pemeriksaan atau Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka atas Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang dimohonkan Pengembalian Pendahuluan dan tidak melebihi 1 (satu) tahun setelah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
b. Permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) meliputi permohonan pengembalian pendahuluan atas SPT atau pembetulannya pada Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum atau setelah Wajib Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
c. Satu surat tersendiri sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2), digunakan untuk 1 (satu) Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
d. Dalam hal Wajib Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu juga melakukan kegiatan tertentu dan ditetapkan sebagai PKP Berisiko Rendah, diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada setiap Masa Pajak sesuai dengan petunjuk pelaksanaan pengembalian pendahuluan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
e. Kepala KPP menerbitkan SKPPKP berdasarkan penelitian yang meliputi penelitian kewajiban formal dan penelitian materiil dalam rangka pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
f. Penelitian kewajiban formal pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf e meliputi:
1) penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu masih berlaku;
2) Wajib Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka atau tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
3) Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak dalam 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut (dalam tahun berjalan);
4) Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak dalam 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender; dan
5) Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Tahunan.
g. Penelitian terhadap ada tidaknya Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam huruf f angka 2) berlaku untuk Wajib Pajak baik berstatus pusat maupun cabang.
h. Penelitian terhadap kewajiban penyampaian SPT sebagaimana dimaksud dalam huruf f angka 3) sampai dengan angka 5) berlaku untuk Wajib Pajak baik berstatus pusat maupun cabang meliputi SPT Tahunan PPh, SPT Masa PPN, SPT Masa PPh 21, 23/26 yang telah menjadi kewajibannya, dan SPT Masa PPh Pasal 25 atau PPh final Pasal 4 (2) bagi Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu yang telah menjadi kewajibannya.
i. Penelitian materiil pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf e meliputi:
1) kebenaran penulisan dan penghitungan pajak; dan
2) bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh yang dikreditkan Wajib Pajak pemohon dalam hal kelebihan pembayaran PPh; atau
3) Pajak Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak pemohon dalam hal kelebihan pembayaran PPN.
j. Penelitian terhadap kebenaran penulisan dan penghitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf i angka 1) dilakukan dengan memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak.
k. Penelitian terhadap bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh dalam SPT pemohon sebagaimana dimaksud dalam huruf i angka 2) dilakukan berdasarkan aplikasi atau data dan/atau informasi yang tersedia di sistem informasi DJP untuk memastikan bahwa SPT atas Masa Pajak dilakukannya pemotongan atau pemungutan PPh telah dilaporkan oleh pemotong atau pemungut PPh dan/atau bukti pembayaran PPh yang dibayar sendiri telah tervalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
l. Penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf i angka 3) dilakukan berdasarkan aplikasi atau data dan/atau informasi yang tersedia di sistem informasi DJP dengan cara memastikan:
1) Pajak Masukan, meliputi Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, yang dikreditkan oleh Wajib Pajak Kriteria Tertentu telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak; dan/atau
2) Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Kriteria Tertentu telah tervalidasi dengan NTPN dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pajak Masukan yang dikreditkan Wajib Pajak pemohon dan tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
2) Pajak Masukan yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak dan tidak dikreditkan Wajib Pajak pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
m. Penelitian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam huruf i angka 3) hanya terbatas pada Pajak Masukan yang dilaporkan pada SPT Lebih Bayar Masa Pajak yang diajukan permohonan pengembalian, tidak termasuk Pajak Masukan pada SPT Masa Pajak sebelumnya yang menyatakan kelebihan pembayaran yang dikompensasikan. Setelah SKPPKP diterbitkan, atas SPT Lebih Bayar kompensasi pada Masa Pajak sebelumnya diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
n. Berdasarkan hasil penelitian, Kepala KPP:
1) menerbitkan SKPPKP sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E PMK-39/2018, dalam hal permohonan Pengembalian Pendahuluan:
a) memenuhi kewajiban formal sebagaimana dimaksud dalam huruf f; dan
b) memenuhi persyaratan materiil sebagaimana dimaksud dalam huruf i; dan menunjukkan terdapat kelebihan pembayaran pajak; atau
2) tidak menerbitkan SKPPKP dan memberitahukannya kepada Wajib Pajak dengan menggunakan surat pemberitahuan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G PMK-39/2018, dalam hal permohonan pengembalian pendahuluan:
a) tidak memenuhi kewajiban formal sebagaimana dimaksud dalam huruf f; atau
b) tidak memenuhi persyaratan materiil sebagaimana dimaksud dalam huruf i dan menunjukkan tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak.
o. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Wajib Pajak tidak diterbitkan SKPPKP karena tidak memenuhi kewajiban formal, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP dan diusulkan untuk dilakukan pencabutan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
p. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Wajib Pajak tidak diterbitkan SKPPKP karena tidak memenuhi persyaratan materiil, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP.
q. Dalam hal jumlah kelebihan pembayaran pajak dalam SKPPKP tidak sama dengan jumlah lebih bayar dalam SPT, pengembalian atas kredit pajak yang tidak diperhitungkan dalam SKPPKP diproses apabila Wajib Pajak mengajukan kembali permohonan pengembalian pendahuluan melalui surat tersendiri sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf F PMK-39/2018, yang dapat diajukan baik secara langsung ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, maupun secara elektronik melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
r. Dalam hal Wajib Pajak tidak mengajukan kembali permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN yang tidak diperhitungkan dalam SKPPKP melalui surat tersendiri, kelebihan pembayaran tersebut dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya atau Masa Pajak setelahnya melalui pembetulan SPT Masa PPN yang telah diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan.
s. Dalam hal sebelum diterbitkan SKPPKP Wajib Pajak menyampaikan pembetulan SPT yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan, dasar penerbitan SKPPKP adalah SPT Pembetulan.
t. Dalam hal setelah diterbitkan SKPPKP Wajib Pajak menyampaikan pembetulan SPT yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan, kelebihan pembayaran pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan adalah kredit pajak yang belum dilaporkan dan diperhitungkan sebagai kelebihan pembayaran pajak pada SPT sebelumnya yang telah diterbitkan SKPPKP.
u. Dalam hal telah diterbitkan SKPPKP dan Wajib Pajak menyampaikan SPT Pembetulan dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 17B UU KUP, atas kelebihan pembayaran pajak berdasarkan SPT Pembetulan diproses melalui ketentuan Pasal 17B UU KUP.
v. Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah yang diizinkan, perhitungan dalam rangka penerbitan SKPPKP menggunakan Kurs Menteri Keuangan pada akhir tahun buku Wajib Pajak.
w. SKPPKP atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf n, diterbitkan paling lama:
1) 3 (tiga) bulan, untuk PPh; atau
2) 1 (satu) bulan, untuk PPN,
sejak tanggal diterimanya permohonan.
x. Yang dimaksud dengan tanggal diterimanya permohonan Wajib Pajak adalah:
1) tanggal bukti penerimaan SPT atau surat permohonan, dalam hal SPT atau surat permohonan disampaikan secara langsung;
2) tanggal penyampaian SPT secara lengkap, dalam hal SPT disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir; atau
3) tanggal penyampaian SPT atau surat permohonan secara lengkap, dalam hal SPT atau surat permohonan disampaikan melalui saluran tertentu (e-filing) yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
y. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf w terlampaui dan Kepala KPP tidak menerbitkan SKPPKP atau pemberitahuan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala KPP menerbitkan SKPPKP paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf u berakhir.
z. Dalam hal permohonan pengembalian pendahuluan diterima secara lengkap oleh KPP tempat Wajib Pajak terdaftar sebelum berlakunya PMK-39/2018, permohonan tersebut ditindaklanjuti sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penetapan dan Pencabutan Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
aa. SKPPKP yang telah diterbitkan ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) sesuai dengan ketentuan dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam PMK-244/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penghitungan Dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
bb. Setelah SKPPKP diterbitkan, Kepala KPP wajib melakukan pemeriksaan atas SPT Masa PPN yang disampaikan sebelum Wajib Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu yang menyatakan kelebihan pembayaran yang dikompensasikan pada SPT Masa PPN yang diajukan pengembalian pendahuluan.
cc. Prosedur penyelesaian pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi Wajib Pajak Kriteria Tertentu adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4. Pencabutan keputusan penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu
a. Kepala KPP menerbitkan surat keputusan pencabutan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) terlambat menyampaikan SPT Tahunan;
2) terlambat menyampaikan SPT Masa atas suatu jenis pajak dalam 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut;
3) terlambat menyampaikan SPT Masa atas suatu jenis pajak untuk 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender; atau
4) sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka atau tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
b. Pencabutan keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu dilakukan secara jabatan berdasarkan usulan atas hasil penelitian atau pengawasan yang berasal dari:
1) Account Representative Seksi Pengawasan dan Konsultasi I atas permohonan pengembalian pendahuluan; atau
2) pihak internal KPP tempat Wajib Pajak Pusat terdaftar maupun unit kerja DJP lainnya.
c. Wajib Pajak yang telah dicabut penetapannya sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu dapat mengajukan kembali permohonan penetapan sesuai dengan ketentuan penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
d. Kepala KPP menerbitkan surat keputusan pencabutan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D PMK-39/2018 paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah diterima usulan pencabutan penetapan.
e. Prosedur pencabutan penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
5. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak Persyaratan Tertentu
a. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar memproses permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi Wajib Pajak Persyaratan Tertentu yang diterima berdasarkan:
1) SPT, apabila Wajib Pajak mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam SPT; atau
2) surat tersendiri, untuk permohonan pengembalian pendahuluan atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan dalam SKPPKP, sepanjang terhadap Wajib Pajak belum dilakukan tindakan Pemeriksaan atau Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka atas Masa Pajak. Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang dimohonkan Pengembalian Pendahuluan dan tidak melebihi 1 (satu) tahun setelah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
b. Satu surat tersendiri sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2), digunakan untuk 1 (satu) Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
c. Kepala KPP menerbitkan SKPPKP berdasarkan penelitian bagi Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, meliputi:
1) kebenaran penulisan dan penghitungan pajak; dan
2) bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh yang dikreditkan Wajib Pajak pemohon dalam hal kelebihan pembayaran PPh; atau
3) Pajak Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak pemohon dalam hal kelebihan pembayaran PPN.
d. Penelitian terhadap kebenaran penulisan dan penghitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf c angka 1) dilakukan dengan memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak.
e. Penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf c angka 2) dilakukan berdasarkan aplikasi atau data dan/atau informasi yang tersedia di sistem informasi DJP untuk memastikan bahwa SPT atas Masa Pajak dilakukannya pemotongan atau pemungutan PPh telah dilaporkan oleh pemotong atau pemungut PPh dan/atau bukti pembayaran PPh yang dibayar sendiri telah tervalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
f. Penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf c angka 3) dilakukan berdasarkan aplikasi atau data dan/atau informasi yang tersedia di sistem informasi DJP dengan cara memastikan:
1) Pajak Masukan, meliputi Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang dikreditkan oleh Wajib Pajak Kriteria Tertentu telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak; dan/atau
2) Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Persyaratan Tertentu telah divalidasi dengan NTPN.
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pajak Masukan yang dikreditkan Wajib Pajak pemohon dan tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
2) Pajak Masukan yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak dan tidak dikreditkan Wajib Pajak pemohon. tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
g. Penelitian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam huruf c angka 3) hanya terbatas pada Pajak Masukan yang dilaporkan pada SPT Lebih Bayar Masa Pajak yang diajukan permohonan pengembalian, tidak termasuk Pajak Masukan yang telah dikreditkan pada SPT Lebih Bayar kompensasi pada Masa Pajak sebelumnya. Setelah SKPPKP diterbitkan, atas SPT Lebih Bayar kompensasi pada Masa Pajak sebelumnya diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
h. berdasarkan hasil penelitian, Kepala KPP:
1) menerbitkan SKPPKP sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E PMK-39/2018, dalam hal permohonan Pengembalian Pendahuluan menunjukkan terdapat kelebihan pembayaran pajak; atau
2) tidak menerbitkan SKPPKP dan menerbitkan surat pemberitahuan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G PMK-39/2018, dalam hal permohonan Pengembalian Pendahuluan menunjukkan tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak.
i. Termasuk dalam pengertian tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf h angka 2) adalah:
1) permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak yang disampaikan oleh pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI, dan anggota POLRI, yang menerima penghasilan hanya dari bendahara gaji instansi yang bersangkutan; dan
2) kelebihan pembayaran pajak tersebut berasal dari perhitungan PPh terutang menurut Wajib Pajak lebih kecil daripada PPh Pasal 21 terutang berdasarkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721 A2).
j. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Wajib Pajak tidak diterbitkan SKPPKP karena tidak memenuhi persyaratan materiil, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 178 UU KUP.
k. Dalam hal jumlah kelebihan pembayaran pajak dalam SKPPKP tidak sama dengan jumlah lebih bayar dalam SPT, pengembalian atas kredit pajak yang tidak diperhitungkan dalam SKPPKP diproses apabila Wajib Pajak mengajukan kembali permohonan pengembalian pendahuluan melalui surat tersendiri sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf F PMK-39/2018, yang dapat diajukan baik secara langsung ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, maupun secara elektronik melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
l. Dalam hal Wajib Pajak tidak mengajukan kembali permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN yang tidak diperhitungkan dalam SKPPKP melalui surat tersendiri, kelebihan pembayaran tersebut dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya atau Masa Pajak setelahnya melalui pembetulan SPT Masa PPN yang telah diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan.
m. Dalam hal sebelum diterbitkan SKPPKP Wajib Pajak menyampaikan pembetulan SPT yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan, dasar penerbitan SKPPKP adalah SPT Pembetulan.
n. Dalam hal setelah diterbitkan SKPPKP, Wajib Pajak menyampaikan pembetulan SPT yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan, kelebihan pembayaran pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan adalah kredit pajak yang belum dilaporkan dan diperhitungkan sebagai kelebihan pembayaran pajak pada SPT sebelumnya yang telah diterbitkan SKPPKP.
o. Dalam hal telah diterbitkan SKPPKP dan Wajib Pajak menyampaikan SPT pembetulan dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 178 UU KUP, atas kelebihan pembayaran pajak berdasarkan SPT Pembetulan diproses melalui ketentuan Pasal 178 UU KUP.
p. Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan SPT dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah yang diizinkan, dasar perhitungan dalam rangka penerbitan SKPPKP adalah menggunakan Kurs Menteri Keuangan pada:
1) akhir Masa Pajak untuk pengembalian kelebihan pembayaran PPN; atau
2) akhir tahun buku Wajib Pajak untuk pengembalian kelebihan pembayaran PPh.
q. Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diberikan dalam SKPPKP atas SPT normal dan pembetulan untuk 1 (satu) Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, tidak boleh melebihi jumlah seluruh nilai lebih bayar yang dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan bagi Wajib Pajak Persyaratan Tertentu.
r. SKPPKP atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf h, diterbitkan paling lama:
1) 15 (lima belas) hari kerja, untuk PPh Orang Pribadi;
2) 1 (satu) bulan, untuk PPh Badan; atau
3) 1 (satu) bulan, untuk PPN,
sejak tanggal diterimanya permohonan.
s. Yang dimaksud dengan tanggal diterimanya permohonan Wajib Pajak adalah:
1) tanggal bukti penerimaan SPT atau surat permohonan, dalam hal SPT atau surat permohonan disampaikan secara langsung;
2) tanggal penyampaian SPT secara lengkap dalam hal SPT disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir; atau
3) tanggal penyampaian SPT atau surat permohonan secara lengkap dalam hal SPT atau surat permohonan disampaikan melalui saluran tertentu (e-filing) yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
t. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf r terlampaui dan Kepala KPP tidak menerbitkan SKPPKP atau pemberitahuan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala KPP menerbitkan SKPPKP paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf r berakhir.
u. Dalam hal permohonan pengembalian pendahuluan diterima secara lengkap oleh KPP tempat Wajib Pajak terdaftar sebelum berlakunya PMK-39/2018, permohonan tersebut ditindaklanjuti sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2013 tentang tentang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu.
v. SKPPKP yang telah diterbitkan ditindaklanjuti dengan penerbitan SKPKPP sesuai dengan ketentuan dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam PMK-244/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penghitungan Dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
w. Prosedur pengembalian pendahuluan bagi Wajib Pajak Persyaratan Tertentu adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
6. Penetapan PKP Berisiko Rendah
a. Untuk dapat ditetapkan sebagai PKP Berisiko Rendah, PKP harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) PKP merupakan:
a) perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
b) perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah;
c) PKP yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Mitra Utama Kepabeanan;
d) PKP yang telah ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator); atau
e) pabrikan atau produsen selain PKP sebagaimana dimaksud pada huruf a), huruf b), huruf c), dan huruf d), yang memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi.
2) PKP pabrikan atau produsen sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) huruf e) menyampaikan SPT Masa PPN selama 12 (dua belas) bulan terakhir dengan tepat waktu;
3) PKP tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
4) PKP tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
b. Penetapan PKP Berisiko Rendah dilakukan oleh Kepala KPP tempat PKP terdaftar berdasarkan permohonan yang disampaikan oleh PKP ke KPP tempat PKP terdaftar dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran huruf A PMK-39/2018.
c. Penetapan PKP Berisiko Rendah bagi pengusaha yang merupakan Mitra Utama Kepabeanan (MITA Kepabeanan) sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) huruf c) dan Authorized Economic Operator (AEO) sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) huruf d) dapat dilakukan secara jabatan oleh Kepala KPP tempat PKP terdaftar setelah diterima data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa PKP telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai MITA Kepabeanan atau AEO yang disampaikan secara berkala.
d. Dalam hal PKP memiliki satu atau lebih tempat kegiatan usaha dan menginginkan untuk ditetapkan sebagai PKP Berisiko Rendah pada setiap tempat kegiatan usahanya, harus mengajukan permohonan pada setiap KPP tempat PKP terdaftar, kecuali PKP yang telah melakukan pemusatan tempat PPN terutang.
e. Penetapan PKP Berisiko Rendah dilakukan oleh Kepala KPP atas permohonan penetapan PKP Berisiko Rendah yang dapat diajukan setiap saat.
f. Permohonan PKP sebagaimana dimaksud dalam huruf b harus dilampiri dengan kelengkapan dokumen sebagai berikut:
1) untuk PKP Mitra Utama Kepabeanan dilampiri surat penetapan sebagai Mitra Utama Kepabeanan;
2) untuk PKP Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator), dilampiri surat penetapan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat; atau
3) untuk pabrikan atau produsen, dilampiri surat pernyataan mengenai keberadaan tempat untuk melakukan kegiatan produksi.
g. Keputusan penetapan PKP Berisiko Rendah dapat berupa:
1) surat keputusan penetapan PKP Berisiko Rendah, dalam hal PKP memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau
2) pemberitahuan kepada PKP mengenai penolakan permohonan, dalam hal PKP tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
h. Kepala KPP menerbitkan surat keputusan penetapan sebagai PKP Berisiko Rendah sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B PMK-39/2018 atau surat pemberitahuan penolakan penetapan berdasarkan penelitian administrasi sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C PMK-39/2018, paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal permohonan diterima secara lengkap.
i. Yang dimaksud dengan tanggal permohonan diterima secara lengkap adalah:
1) tanggal penerbitan BPS atas permohonan yang disampaikan secara langsung ke KPP tempat PKP terdaftar; atau
2) tanggal diterimanya surat permohonan di KPP tempat PKP terdaftar dalam hal permohonan disampaikan secara lengkap melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, jasa kurir, atau
3) tanggal diterimanya surat permohonan di KPP tempat PKP terdaftar dalam hal permohonan disampaikan melalui cara lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
j. Apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf h Kepala KPP tidak memberikan keputusan atau pemberitahuan, permohonan PKP dianggap dikabulkan dan Kepala KPP menerbitkan surat keputusan penetapan PKP Berisiko Rendah paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah jangka waktu penerbitan keputusan berakhir.
k. Kepala KPP dapat menetapkan PKP Berisiko Rendah secara jabatan berdasarkan data/informasi yang dimiliki atau diperoleh DJP yang menunjukkan bahwa PKP memenuhi ketentuan untuk ditetapkan sebagai PKP Berisiko Rendah.
l. Keputusan penetapan sebagai PKP Berisiko Rendah mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan dilakukan pencabutan penetapan oleh Kepala KPP tempat PKP terdaftar.
m. Prosedur penyelesaian penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
7. Penetapan Kembali PKP Berisiko Rendah
a. Terhadap penetapan PKP Berisiko Rendah yang masih berlaku pada saat PMK-39/2018 diundangkan, Kepala KPP tempat PKP terdaftar melakukan penetapan kembali sebagai PKP Berisiko Rendah.
b. Penetapan kembali PKP Berisiko Rendah dilakukan dengan menerbitkan surat keputusan penetapan PKP Berisiko Rendah secara jabatan, tanpa dilakukan penelitian atas pemenuhan persyaratan untuk dapat ditetapkan sebagai PKP Berisiko Rendah.
c. Surat keputusan penetapan PKP Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada huruf b dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
d. Surat keputusan penetapan PKP Berisiko Rendah diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan sejak PMK-39/2018 diundangkan, dan mulai berlaku sejak tanggal penetapan yang tercantum dalam surat keputusan penetapan kembali sampai dengan tanggal dilakukan pencabutan penetapan oleh Kepala KPP tempat PKP terdaftar.
e. Dengan diterbitkannya surat keputusan penetapan PKP Berisiko Rendah, keputusan penetapan PKP Berisiko Rendah yang diterbitkan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku.
f Prosedur penyelesaian penetapan kembali sebagai PKP Berisiko Rendah adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
8. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak bagi PKP Berisiko Rendah
a. KPP tempat PKP terdaftar memproses permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi PKP Berisiko Rendah yang diterima berdasarkan:
1) SPT, apabila PKP mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam SPT; atau
2) surat tersendiri, untuk permohonan pengembalian pendahuluan atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan dalam SKPPKP, sepanjang terhadap Wajib Pajak belum dilakukan tindakan Pemeriksaan atau Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka atas Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang dimohonkan Pengembalian Pendahuluan dan tidak melebihi 1 (satu) tahun setelah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
b. Permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) meliputi permohonan pengembalian pendahuluan atas SPT atau pembetulannya pada Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum atau setelah PKP ditetapkan sebagai PKP Berisiko Rendah.
c. Satu surat tersendiri sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2), digunakan untuk 1 (satu) Masa Pajak.
d. Dalam hal PKP tidak ditetapkan sebagai PKP Berisiko Rendah dan mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan atas kelebihan pembayaran pajak, namun:
1) jumlah Lebih Bayar memenuhi persyaratan tertentu, dan
2) PKP melakukan kegiatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (4b) UU PPN,
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur pengembalian pendahuluan bagi PKP Berisiko Rendah.
e. Dalam hal PKP tidak ditetapkan sebagai PKP Berisiko Rendah memilih permohonan pengembalian pendahuluan Pasal 17 D UU KUP, namun:
1) jumlah Lebih Bayar tidak memenuhi persyaratan tertentu, dan
2) PKP melakukan kegiatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (4b) UU PPN,
pengembalian pendahuluan PPN ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur pengembalian pendahuluan Pasal 170 UU KUP, dan membuat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan.
f. Kepala KPP menerbitkan SKPPKP berdasarkan penelitian administrasi yang meliputi penelitian kewajiban formal dan penelitian materiil pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi PKP Berisiko Rendah
g. Penelitian kewajiban formal pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi PKP Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam huruf f meliputi:
1) penetapan PKP Berisiko Rendah masih berlaku, kecuali bagi PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
2) PKP tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
3) PKP tidak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan beradasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
h. Penelitian materiil pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi PKP Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam huruf f meliputi:
1) memastikan PKP melakukan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (3) PMK-39/2018 pada Masa Pajak yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan, yaitu:
a) ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b) penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut PPN;
c) penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang PPNnya tidak dipungut;
d) ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau
e) ekspor Jasa Kena Pajak.
2) memastikan kebenaran penulisan dan penghitungan pajak, meliputi kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak;
3) Pajak Masukan, meliputi Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, yang dikreditkan oleh PKP Berisiko Rendah telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN oleh PKP yang menerbitkan Faktur Pajak; dan
4) Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh PKP Berisiko Rendah telah divalidasi dengan NTPN.
i. Penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf h angka 3) dilakukan berdasarkan aplikasi atau data dan/atau informasi yang tersedia di sistem informasi DJP dengan cara memastikan bahwa:
1) Pajak Masukan dilaporkan pada SPT Lebih Bayar hanya terbatas pada Masa Pajak yang diajukan permohonan pengembalian;
2) Pajak Masukan tidak termasuk yang telah dikreditkan pada SPT Lebih Bayar kompensasi pada Masa Pajak sebelumnya. Setelah SKPPKP diterbitkan, atas SPT Lebih Bayar kompensasi pada Masa Pajak sebelumnya diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
j. Berdasarkan hasil penelitian, Kepala KPP:
1) menerbitkan SKPPKP sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H PMK-39/2018, dalam hal permohonan pengembalian pendahuluan:
a) memenuhi kewajiban formal sebagaimana dimaksud dalam huruf g; dan
b) memenuhi persyaratan materiil sebagaimana dimaksud dalam huruf h dan menunjukkan terdapat kelebihan pembayaran pajak;           
atau
2) tidak menerbitkan SKPPKP dan menerbitkan surat pemberitahuan kepada PKP sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G PMK-39/2018, dalam hal permohonan Pengembalian Pendahuluan:
a) tidak memenuhi kewajiban formal sebagaimana dimaksud pada huruf g; atau
b) tidak memenuhi persyaratan materiil sebagaimana dimaksud dalam huruf h dan menunjukkan tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak.
k. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian PKP tidak diterbitkan SKPPKP karena tidak memenuhi kewajiban formal, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP.
l. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian PKP tidak diterbitkan SKPPKP karena tidak memenuhi persyaratan materiil, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP.
m. Dalam hal jumlah kelebihan pembayaran pajak dalam SKPPKP tidak sama dengan jumlah lebih bayar dalam SPT, pengembalian atas kredit pajak yang tidak diperhitungkan dalam SKPPKP diproses apabila Wajib Pajak mengajukan kembali permohonan pengembalian pendahuluan melalui surat tersendiri sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf F PMK-39/2018, yang dapat diajukan baik secara langsung ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, maupun secara elektronik melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
n. Dalam hal PKP tidak mengajukan kembali permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf m, kelebihan pembayaran PPN yang tidak diperhitungkan dalam SKPPKP dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya atau Masa Pajak setelahnya melalui pembetulan SPT Masa PPN yang telah diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan.
o. Dalam hal sebelum diterbitkan SKPPKP PKP menyampaikan pembetulan SPT yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan sebelum diterbitkan SKPPKP, dasar penerbitan SKPPKP adalah SPT Pembetulan.
p. Dalam hal setelah diterbitkan SKPPKP, PKP menyampaikan pembetulan SPT yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan, kelebihan pembayaran pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan adalah kredit pajak yang belum dilaporkan dilaporkan dan diperhitungkan sebagai kelebihan pembayaran pajak pada SPT sebelumnya yang telah diterbitkan SKPPKP.
q. Dalam hal telah diterbitkan SKPPKP dan PKP menyampaikan SPT pembetulan dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 17B UU KUP, atas kelebihan pembayaran pajak berdasarkan SPT Pembetulan diproses melalui ketentuan Pasal 17B UU KUP.
r. SKPPKP atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf j, diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan.
s. Yang dimaksud dengan tanggal diterimanya permohonan adalah:
1) tanggal bukti penerimaan SPT atau surat permohonan, dalam hal SPT atau surat permohonan disampaikan secara langsung;
2) tanggal penyampaian SPT secara lengkap, dalam hal SPT disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir; atau
3) tanggal penyampaian SPT atau surat permohonan secara lengkap, dalam hal SPT atau surat permohonan disampaikan melalui saluran tertentu (e-filing) yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
t. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf r terlampaui dan Kepala KPP tidak menerbitkan SKPPKP atau pemberitahuan, permohonan PKP dianggap dikabulkan dan Kepala KPP menerbitkan SKPPKP paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf r berakhir.
u. SKPPKP yang telah diterbitkan ditindaklanjuti dengan penerbitan SKPKPP sesuai dengan ketentuan dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam PMK-244/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penghitungan Dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
v. Setelah SKPPKP diterbitkan, Kepala KPP wajib melakukan pemeriksaan atas SPT Masa PPN yang disampaikan sebelum PKP ditetapkan sebagai PKP Berisiko Rendah yang menyatakan kelebihan pembayaran yang dikompensasikan pada SPT Masa PPN yang diajukan pengembalian pendahuluan.
w. Prosedur penyelesaian Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
9. Pencabutan Penetapan sebagai PKP Berisiko Rendah
a. Kepala KPP menerbitkan surat keputusan pencabutan penetapan PKP Berisiko Rendah dalam hal PKP memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
2) pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir; atau
3) PKP tidak lagi memenuhi kriteria sebagai PKP Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) PMK-39/2018.
b. Pencabutan keputusan penetapan PKP Berisiko Rendah dilakukan secara jabatan berdasarkan usulan atas hasil penelitian atau pengawasan yang berasal dari:
1) Account Representative Seksi Pengawasan dan Konsultasi I atas permohonan pengembalian pendahuluan; atau
2) pihak internal KPP tempat PKP terdaftar maupun unit kerja DJP lainnya.
c. Pencabutan penetapan PKP Berisiko Rendah atas pengusaha yang merupakan MITA Kepabeanan dan AEO dapat dilakukan setelah diterima data dan/atau informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terkait pencabutan keputusan penetapan MITA Kepabeanan dan AEO yang disampaikan secara berkala.
d. PKP yang telah dicabut penetapannya sebagai PKP Berisiko Rendah dapat mengajukan kembali permohonan penetapan sesuai dengan ketentuan penetapan sebagai PKP Berisiko Rendah, kecuali bagi PKP MITA Kepabeanan atau AEO dapat ditetapkan kembali secara jabatan.
e. Kepala KPP menerbitkan surat keputusan pencabutan penetapan PKP Berisiko Rendah sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D PMK-39/2018 paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah diterima usulan pencabutan penetapan sebagaimana dimaksud dalam huruf b atau setelah diterima data dan/atau informasi terkait pencabutan keputusan penetapan MITA Kepabeanan atau AEO sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
f. Prosedur pencabutan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
10. Pengawasan atas Kredit Pajak PPh Setelah Penerbitan SKPPKP
a. Dalam rangka pengawasan atas SKPPKP yang telah diterbitkan, Account Representative Seksi Pengawasan dan Konsultasi II/III/IV pada KPP tempat Wajib Pajak pemohon melakukan konfirmasi bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh yang telah diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada KPP tempat Wajib Pajak pemotong atau pemungut PPh terdaftar.
b. Konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dilakukan sepanjang bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh yang telah diperhitungkan sebagai kredit pajak tersebut telah tersedia dalam sistem informasi DJP.
c. Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan dan/atau konfirmasi ditemukan bahwa:
1) bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh belum dilaporkan dalam SPT pemotong atau pemungut PPh; dan/atau
2) bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh sudah dilaporkan dalam SPT pemotong atau pemungut PPh, namun dengan jumlah yang berbeda dengan jumlah kredit pajak berdasarkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak,
ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang prosedur pengawasan Wajib Pajak.
d. Prosedur konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditetapkan dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
F. Penutup

1. Contoh Format Laporan Hasil Penelitian Penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu/PKP Berisiko Rendah adalah sebagaimana terdapat dalam Lampiran X yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
2. Contoh Format Laporan Hasil Penelitian Pengembalian Pendahuluan adalah sebagaimana terdapat dalam Lampiran XI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
3. Panduan Sumber Data dan/atau lnformasi sebagai Dasar Penelitian dalam Rangka Penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu/PKP Berisiko Rendah adalah sebagaimana terdapat dalam Lampiran XII huruf A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4. Panduan Sumber Data dan/atau lnformasi sebagai Dasar Penelitian Kewajiban Formal dan Materiil dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak adalah sebagaimana terdapat dalam Lampiran XII huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
5. Panduan Tindak Lanjut atas Permohonan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak adalah sebagaimana terdapat dalam Lampiran XII huruf C yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
6. Contoh Format Surat Keputusan Penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu/PKP Berisiko Rendah dalam Rangka Penetapan Kembali adalah sebagaimana terdapat dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
7. Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, maka:
  1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-76/PJ/2010 tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2010 tentang Tata Cara Penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah;
  2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-144/PJ/2010 tentang Penegasan Tata Cara Penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah;
  3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2012 tentang Tata Cara Penetapan dan Pencabutan Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu dan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak; dan
  4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ/2014 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
8. Surat Edaran Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

 

Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

     




Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 8 Juni 2018

DIREKTUR JENDERAL,


ttd


ROBERT PAKPAHAN

NIP 195910201980121001