Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ/2017

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 04/PJ/2017

TENTANG

PENENTUAN BENTUK USAHA TETAP BAGI SUBJEK PAJAK LUAR
NEGERI YANG MENYEDIAKAN LAYANAN APLIKASI DAN/ATAU
LAYANAN KONTEN MELALUI INTERNET

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

A. Umum
Dalam rangka memberikan keseragaman dan petunjuk pelaksanaan terkait penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) bagi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang menyediakan layanan aplikasi dan/atau layanan konten melalui internet (Layanan Over-The-Top/OTT), maka diperlukan penegasan mengenai penentuan BUT dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.
   
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal ini disusun untuk memberikan panduan dan keseragaman dalam penentuan keberadaan BUT terhadap SPLN yang menyediakan Layanan OTT di Indonesia.
2. Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan petunjuk pelaksanaan kepada unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengenai penentuan BUT bagi SPLN yang menyediakan Layanan OTT di Indonesia.
   
C. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini adalah:
  1. definisi;
  2. penentuan BUT menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berkaitan dengan Layanan OTT;
  3. penentuan BUT menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berkaitan dengan Layanan OTT; dan
  4. BUT bagi SPLN yang menyediakan Layanan OTT.
   
D. Dasar
  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-Undang PPh);
  3. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra (P3B); dan
  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
   
E. Materi
1. Definisi
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :
  1. Layanan Over-The-Top yang selanjutnya disebut Layanan OTT meliputi Layanan Aplikasi melalui Internet dan/atau Layanan Konten melalui Internet.
  2. Layanan Aplikasi melalui Internet adalah penggunaan perangkat lunak yang memungkinkan terjadinya layanan komunikasi dalam bentuk pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, surat elektronik, dan percakapan daring (chatting/instant messaging), serta layanan transaksi finansial, transaksi komersial, penyimpanan dan pengambilan data, mesin pencari, permainan (game), jejaring dan media sosial, termasuk turunannya dengan memanfaatkan jasa akses internet melalui penyelenggara jaringan telekomunikasi.
  3. Layanan Konten melalui Internet adalah penyediaan informasi digital yang dapat berbentuk tulisan, suara, gambar, animasi, musik, video, film, permainan (game) atau kombinasi dari sebagian dan/atau semuanya, termasuk dalam bentuk yang dialirkan (streaming) atau diunduh (download) dengan memanfaatkan jasa akses internet melalui penyelenggara jaringan telekomunikasi.
2. Penentuan BUT menurut Undang-Undang PPh yang berkaitan dengan Layanan OTT antara lain:
a. BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
b. BUT sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat berupa:
1) tempat tetap seperti:
a) tempat kedudukan manajemen;
b) cabang perusahaan;
c) kantor perwakilan;
d) gedung kantor;
e) bengkel atau workshop;
f) gudang;
g) ruang untuk promosi dan penjualan;
h) komputer termasuk server dan pusat data;
i) agen elektronik,
j) peralatan otomatis lainnya,
yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh SPLN untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia;
2) pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan (BUT Jasa); dan
3) orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas (BUT Agen).
c. Agen elektronik sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 1) adalah peralatan yang di dalamnya terdapat program komputer yang dapat melakukan tindakan atau respon atas input secara otomatis.  
d. BUT berupa tempat tetap sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 1) dapat juga mencakup tempat lain sepanjang memenuhi ketentuan sebagai BUT sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan syarat tempat lain tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari SPLN.  
e. BUT Jasa sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2) dan BUT Agen sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 3) tidak mensyaratkan adanya tempat usaha yang bersifat permanen.     
f. Dalam hal terdapat BUT di Indonesia, perlakuan Pajak Penghasilan terhadap BUT tersebut dipersamakan dengan Subjek Pajak badan dalam negeri. 
g. Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1), ayat (2), dan ayat (2a) Undang-Undang PPh dapat dilakukan tanpa memperhatikan keberadaan BUT SPLN di Indonesia. 
3. Penentuan BUT menurut P3B yang berkaitan dengan Layanan OTT antara lain: 
a. Berdasarkan P3B, secara umum penentuan hak pemajakan atas laba usaha SPLN yang berasal dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B adalah berdasarkan keberadaan BUT. Laba usaha yang diterima atau diperoleh dari usaha atau kegiatan oleh SPLN hanya dapat dikenai pajak di Indonesia sepanjang usaha atau kegiatan SPLN tersebut dilakukan melalui BUT di Indonesia.    
b. BUT adalah suatu tempat usaha tetap dimana seluruh atau sebagian usaha dari suatu perusahaan dijalankan. Definisi ini mengandung adanya persyaratan:
1) keberadaan suatu tempat usaha (place of business) yang dapat berbentuk tempat (premises), fasilitas (facilities), atau instalasi (installation);
2) keberadaan suatu tempat usaha tersebut bersifat tetap (fixed) atau permanen yaitu diselenggarakan di suatu tempat tertentu yang tidak bersifat sementara; dan
3) tempat usaha yang bersifat tetap (fixed place of business) tersebut digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
c. Penentuan BUT dalam bentuk server yang berada di Indonesia dapat dilakukan sepanjang SPLN menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui server tersebut.
d. BUT dapat berupa pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain di Indonesia, sepanjang memenuhi ketentuan tentang time test dalam P3B antara Indonesia dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra, atau adanya agen yang kedudukannya tidak bebas di Indonesia yang mempunyai kewenangan atau melakukan kegiatan sebagaimana diatur dalam P3B.
e. Penentuan keberadaan suatu BUT di Indonesia dilakukan dengan memperhatikan bahwa usaha atau kegiatan yang dilakukan SPLN tersebut tidak bersifat persiapan (preparatory) atau penunjang (auxiliary).
4. BUT bagi SPLN yang menyediakan Layanan OTT dapat berupa:
  1. tempat tetap yang dimiliki, disewa, atau dikuasai oleh SPLN atau pihak lain yang berada di Indonesia, seperti tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, bengkel atau workshop, gudang, ruang untuk promosi dan penjualan, komputer, server, pusat data, agen elektronik dan peralatan otomatis lainnya, yang digunakan oleh SPLN yang menyediakan Layanan OTT untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia; atau
  2. keberadaan pegawai SPLN atau pihak lain yang bertindak untuk atau atas nama SPLN yang menyediakan Layanan OTT untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3
   
F. Penutup            
Dengan diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, diminta agar seluruh unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pengawasan sehubungan dengan pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal ini di wilayah kerja masing-masing. 

               

Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.            

                  




Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal  6 Februari 2017

DIREKTUR JENDERAL,


ttd


KEN DWIJUGIASTEADI

NIP 195711081984081001