Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2022

  • 20 Januari 2022
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 02/PJ/2022
 
TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 48/PMK.03/2021
TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN, PELAPORAN, DAN PENDATAAN OBJEK PAJAK
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
          
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

A. Umum
 
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pelaporan, dan Pendataan Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (yang selanjutnya disebut PMK-48/2021), perlu ditetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pelaporan, dan Pendataan Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (Kantor Pusat DJP), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP), dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang menatausahakan Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam melaksanakan PMK-48/2021.
2. Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan keseragaman prosedur dalam pelaksanaan pendaftaran, pelaporan, dan pendataan Objek Pajak PBB sehubungan dengan berlakunya PMK-48/2021.
   
C. Ruang Lingkup

1. Pengertian;
2. Petunjuk Penatausahaan Pendaftaran Objek Pajak;
3. Petunjuk Penatausahaan Pelaporan Objek Pajak; dan
4. Petunjuk Pelaksanaan Pendataan Objek Pajak.
   
D. Dasar

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan; dan
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pelaporan, dan Pendataan Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
   
E. Materi

1. Pengertian
a. Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB selain PBB Perdesaan dan Perkotaan.
b. Wajib Pajak PBB yang selanjutnya disebut Wajib Pajak adalah subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar PBB.
c. Objek Pajak PBB yang selanjutnya disebut Objek Pajak adalah bumi dan/atau bangunan yang merupakan objek pajak PBB Sektor Perkebunan, PBB Sektor Perhutanan, PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara, dan PBB Sektor Lainnya.
d. Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data Objek Pajak menurut ketentuan Undang-Undang PBB yang dilampiri dengan lampiran SPOP yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan SPOP.
e. SPOP Elektronik adalah SPOP dalam bentuk dokumen elektronik.
f. Pendaftaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mendaftarkan Objek Pajak yang belum terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan DJP.
g. Pelaporan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data Objek Pajak yang telah terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan DJP.
h. Pendataan adalah kegiatan yang dilakukan oleh DJP untuk memperoleh, melengkapi, dan menatausahakan data Objek Pajak dan/atau Wajib Pajak, termasuk informasi geografis Objek Pajak untuk keperluan administrasi perpajakan.
i. Pengumpulan Data adalah kegiatan pengumpulan data Objek Pajak dan Wajib Pajak yang telah dilaporkan ataupun belum dilaporkan dalam SPOP serta hasil kegiatan pengolahan data yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain.
j. Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan/atau buatan manusia, yang berada di atas atau di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu.
k. Pemetaan adalah kegiatan pengonversian Peta Objek Pajak atau kegiatan pengukuran Objek Pajak untuk menghasilkan informasi geografis terkait Objek Pajak dan Wajib Pajak untuk keperluan administrasi perpajakan.
l. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan mencari, menghimpun, dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti, yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB.
m. Penelitian PBB adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban PBB berdasarkan keterangan lain yang diperoleh dan/atau dimiliki DJP atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak.
n. Nomor Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NOP adalah nomor identitas Objek Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
o. Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak PBB yang selanjutnya disingkat SKT PBB adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala KPP sebagai pemberitahuan bahwa Objek Pajak dan Wajib Pajak telah terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan DJP.
p. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
q. Laporan Hasil Penelitian yang selanjutnya disingkat LHPt adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil penelitian administrasi penatausahaan Pendaftaran Objek Pajak yang disusun oleh petugas peneliti secara ringkas dan jelas sesuai dengan ruang lingkup dan kriteria penelitian administrasi.
r. Petugas Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan DJP, selain Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak, yang ditunjuk oleh Kepala KPP atau Kepala Kanwil DJP, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh Direktur Jenderal Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan.
s. Pejabat Fungsional Penyuluh Pajak yang selanjutnya disebut Penyuluh Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan penyuluhan perpajakan.
t. Penilai Pajak adalah Pejabat Fungsional Penilai Pajak, Pejabat Fungsional Asisten Penilai Pajak, dan Petugas Penilai Pajak.
u. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim, yaitu 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
2. Petunjuk Penatausahaan Pendaftaran Objek Pajak
a. Pendaftaran Objek Pajak Baru Berdasarkan Permohonan
1) Penyelesaian permohonan Pendaftaran Objek Pajak dilakukan sebagai berikut.
a) Untuk permohonan Pendaftaran Objek Pajak secara elektronik.
(1) Sistem aplikasi melakukan verifikasi isian formulir dan kelengkapan permohonan berupa dokumen Objek Pajak dan Wajib Pajak.
(2) Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) diterbitkan, dalam hal:
(a) formulir Pendaftaran elektronik yang disampaikan Wajib Pajak telah diisi dengan lengkap; dan
(b) dokumen pendukung berupa dokumen Objek Pajak dan Wajib Pajak telah diunggah secara lengkap.
(3) KPP melakukan penelitian administrasi.
b) Untuk permohonan Pendaftaran Objek Pajak secara tertulis.
(1) KPP melakukan penelitian isian formulir dan kelengkapan permohonan berupa dokumen Objek Pajak dan Wajib Pajak, dengan menggunakan Lembar Penelitian Formal.
(2) Bukti Penerimaan Surat (BPS) diterbitkan, dalam hal:
(a) formulir permohonan Pendaftaran yang disampaikan Wajib Pajak telah diisi dengan benar, lengkap, dan jelas; dan
(b) dokumen pendukung berupa dokumen Objek Pajak dan Wajib Pajak dilampirkan secara lengkap.
(3) Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada angka (1) dinyatakan permohonan tidak lengkap, KPP mengembalikan permohonan secara langsung atau melalui pas, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan Surat Pengembalian Permohonan.
(4) KPP melakukan penelitian administrasi.
c) Dokumen Wajib Pajak yang dilampirkan dalam permohonan Pendaftaran Objek Pajak secara elektronik dan tertulis meliputi:
(1) untuk Wajib Pajak orang pribadi, yaitu:
(a) kartu tanda penduduk; dan
(b) NPWP.
(2) untuk Wajib Pajak badan, yaitu:
(a) akta pendirian perusahaan dan/atau perubahannya;
(b) NPWP badan; dan
(c) kartu tanda penduduk dan NPWP salah satu pengurus.
d)
Dokumen Objek Pajak yang dilampirkan dalam permohonan Pendaftaran Objek Pajak secara elektronik dan tertulis meliputi:
(1) untuk PBB Sektor Perkebunan berupa izin perkebunan dan/atau hak guna usaha untuk perkebunan;
(2) untuk PBB Sektor Perhutanan berupa izin usaha pemanfaatan atau penugasan dari pemerintah untuk perhutanan;
(3) untuk PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi berupa kontrak kerja sama;
(4) untuk PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi berupa izin, kuasa, penugasan atau kontrak;
(5) untuk PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara berupa izin, kontrak atau perjanjian; atau
(6) untuk PBB Sektor Lainnya berupa izin usaha atau izin perairan,
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai klasifikasi Objek Pajak PBB.
e)
KPP melakukan penelitian administrasi atas permohonan Wajib Pajak yang telah diterbitkan BPE atau BPS, meliputi:
(1) meneliti kelengkapan dan kesesuaian isian formulir, serta kelengkapan dokumen persyaratan;
(2) meneliti saat terpenuhinya persyaratan subjektif sebagaimana tanggal penerbitan yang tercantum dalam dokumen Objek Pajak;
(3) meneliti kesesuaian nama Wajib Pajak dengan nama yang tercantum pada dokumen Objek Pajak. Dalam hal nama Wajib Pajak berbeda dengan dokumen Objek Pajak, maka Wajib Pajak harus melampirkan dokumen pendukung yang menyatakan bahwa Objek Pajak tersebut dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak dimaksud;
(4) melakukan pengecekan pada Peta yang terdapat dalam basis data DJP atau dalam hal diperlukan dapat melakukan peninjauan ke lokasi Objek Pajak untuk:
(a) mengetahui lokasi Objek Pajak; dan/atau
(b) menghimpun data dan/atau keterangan terkait dengan Objek Pajak yang didaftarkan; dan
(5) melaporkan hasil penelitian administrasi dalam Laporan Hasil Penelitian (LHPt) atas Pendaftaran Objek Pajak Baru.
f)
Berdasarkan LHPt sebagaimana dimaksud pada huruf e) angka (5), Kepala KPP memberikan keputusan berupa:
(1) menerima permohonan dengan menerbitkan SKT PBB, berdasarkan penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada huruf e) terpenuhi; atau
(2) menolak permohonan dengan menerbitkan Surat Penolakan Permohonan Pendaftaran Objek Pajak, dalam hal hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada huruf e) tidak terpenuhi,
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap.
g)
KPP menyampaikan hasil keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf f) kepada Wajib Pajak melalui:
(1) saluran elektronik melalui alamat surat elektronik yang tercantum pada formulir Pendaftaran Objek Pajak dengan menggunakan akun resmi KPP;
(2) penyampaian secara langsung dengan membuat tanda terima bagi Wajib Pajak; dan/atau
(3) pas, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
h) Hasil keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf g) disampaikan kepada Wajib Pajak paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal penerbitan hasil keputusan.
i) Dalam hal penyelesaian permohonan Pendaftaran Objek Pajak PBB dilakukan melewati batas waktu, KPP menerbitkan SKT PBB dan membuat Berita Acara Pendaftaran Objek Pajak PBB Melewati Batas Waktu.
j) Prosedur Pendaftaran Objek Pajak PBB Berdasarkan Permohonan Wajib Pajak tercantum dalam Lampiran angka I huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
2) KPP menerbitkan dan menyampaikan Surat Imbauan Untuk Mendaftarkan Objek Pajak PBB kepada Wajib Pajak untuk melakukan Pendaftaran Objek Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
a) dalam hal berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki DJP, diketahui Wajib Pajak belum melakukan Pendaftaran Objek Pajak setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal berlakunya dokumen izin, hak, kontrak, kuasa atau penugasan atas Objek Pajak; dan
b) surat imbauan harus ditanggapi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak disampaikan.
b. Penerbitan SKT PBB Berdasarkan Kewenangan secara Jabatan
1) Dalam hal jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak penyampaian surat imbauan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) huruf b) terlampaui dan Wajib Pajak tidak melakukan Pendaftaran atau memberikan tanggapan atas imbauan dengan tidak melakukan Pendaftaran, KPP melakukan Pemeriksaan atau penelitian administrasi.
2) Dalam hal KPP telah memiliki data konkret, maka penerbitan SKT PBB berdasarkan kewenangan jabatan dilakukan dengan penelitian administrasi, yang hasilnya dituangkan dalam LHPt atas Pendaftaran Objek Pajak Baru. Dalam hal dibutuhkan permintaan data lebih lanjut maka penerbitan SKT PBB berdasarkan kewenangan jabatan dilakukan dengan Pemeriksaan, yang hasilnya dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
3) Dalam hal hasil Pemeriksaan atau penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada angka 1), berupa terpenuhinya persyaratan subjektif atas Objek Pajak, maka KPP menerbitkan SKT PBB berdasarkan LHP atau LHPt.
4) Dalam hal hasil Pemeriksaan atau penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada angka 1), berupa tidak memenuhi persyaratan subjektif atas Objek Pajak, maka KPP mengarsipkan LHP atau LHPt.
5) KPP menyampaikan SKT PBB sebagaimana dimaksud pada angka 3) kepada Wajib Pajak melalui:
a) saluran elektronik menggunakan akun resmi KPP;
b) penyampaian secara langsung, dengan membuat tanda terima bagi Wajib Pajak; atau
c) pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
6) SKT PBB sebagaimana dimaksud pada angka 5) disampaikan kepada Wajib Pajak paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal penerbitan SKT PBB.
7) Prosedur Penerbitan SKT PBB Berdasarkan Kewenangan secara Jabatan tercantum dalam Lampiran angka I huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
c. Penetapan KPP Tempat Pendaftaran Objek Pajak PBB
1) Dalam hal Objek Pajak yang didaftarkan berupa:
a) Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi untuk Permukaan Bumi Offshore;
b) Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi untuk tubuh bumi di bawah Permukaan Bumi Offshore;
c) Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara untuk Permukaan Bumi Offshore; atau
d) Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara untuk tubuh bumi di bawah Permukaan Bumi Offshore,
yang tidak terintegrasi dengan Permukaan Bumi Onshore, Direktur Jenderal Pajak menetapkan KPP tempat Objek Pajak terdaftar melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
2) Penetapan KPP tempat Objek Pajak terdaftar sebagaimana dimaksud pada angka 1) berdasarkan usulan Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus.
3) Dalam hal Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan atau Objek Pajak PBB Sektor Perhutanan yang terletak pada lebih dari 1 (satu) wilayah kerja KPP Pratama dan dalam 1 (satu) kabupaten/kota, Kepala Kanwil DJP yang membawahi KPP Pratama menunjuk KPP tempat Objek Pajak terdaftar melalui nota dinas.
4) Prosedur Penetapan KPP Pratama Tempat Pendaftaran Objek Pajak PBB tercantum dalam Lampiran angka I huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
d. Pendaftaran Objek Pajak yang telah Teradministrasi dalam Sistem Administrasi DJP
1) KPP melakukan penelitian administrasi terhadap pemenuhan persyaratan subjektif atas seluruh Objek Pajak yang telah teradministrasi dalam sistem administrasi DJP.
2) Penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada angka 1) dituangkan dalam LHPt atas Pendaftaran Objek Pajak yang Telah Teradministrasi dalam Sistem Administrasi DJP, untuk setiap Objek Pajak.
3) Hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada angka 2) meliputi:
a) dalam hal Objek Pajak memenuhi persyaratan subjektif, diterbitkan SKT PBB; atau
b) dalam hal Objek Pajak tidak memenuhi persyaratan subjektif, tidak diterbitkan SKT PBB dan LHPt diarsipkan.
4) KPP menyampaikan SKT PBB sebagaimana dimaksud pada angka 3) huruf a) kepada Wajib Pajak melalui:
a) saluran elektronik melalui alamat surat elektronik yang tercantum pada sistem informasi DJP dengan menggunakan akun resmi KPP;
b) penyampaian secara langsung, dengan membuat tanda terima bagi Wajib Pajak; dan/atau
c) pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
5) SKT PBB sebagaimana dimaksud pada angka 4) disampaikan kepada Wajib Pajak paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal penerbitan SKT PBB.
6) Prosedur Pendaftaran Objek Pajak yang Telah Teradministrasi dalam Sistem Administrasi DJP tercantum dalam Lampiran angka I huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
e. SKT PBB
1) SKT PBB memuat data Objek Pajak dan Wajib Pajak.
2) Penomoran SKT PBB menyesuaikan format surat sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata naskah dinas dengan format sebagai berikut:
Nomor: S-....... PBB/WPJ./KP./.....
3) Dalam hal terdapat perubahan data yang tercantum dalam SKT PBB, maka diberikan nomor SKT PBB yang baru.
4) Data Objek Pajak yang tercantum dalam SKT PBB meliputi:
a) nama Objek Pajak sesuai LHPt atau LHP;
b) NOP sesuai dengan tata cara pemberian NOP dengan ketentuan:
(1) dalam hal Pendaftaran Objek Pajak baru diberikan NOP sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai NOP; atau
(2) dalam hal Pendaftaran Objek Pajak yang telah teradministrasi pada sistem administrasi DJP, menggunakan NOP yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan SPOP dan telah terekam dalam sistem;
dan
c) klasifikasi Objek Pajak, subsektor, dan lokasi Objek Pajak sesuai LHPt atau LHP.
5) Data Wajib Pajak yang tercantum dalam SKT PBB meliputi:
a) nama Wajib Pajak sesuai LHPt atau LHP;
b) NPWP, dengan ketentuan:
(1) dalam hal NPWP atas Objek Pajak telah teradministrasi dalam Master File Wajib Pajak pada KPP tempat Pendaftaran, maka menggunakan NPWP tersebut;
(2) dalam hal NPWP atas Objek Pajak belum teradministrasi dalam Master File Wajib Pajak pada KPP tempat Pendaftaran, maka KPP memberikan NPWP secara jabatan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai pemberian NPWP;
dan
c) alamat, jenis Wajib Pajak, surat elektronik, dan nomor telepon/handphone sesuai LHPt atau LHP.
f. Perubahan Data yang tercantum dalam SKT PBB
1) KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan kewenangan secara jabatan dapat melakukan perubahan data yang tercantum dalam SKT PBB.
2) Perubahan data yang tercantum dalam SKT PBB untuk Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan, Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, dan Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi berdasarkan kuasa atau kontrak meliputi:
a) data Objek Pajak, yang meliputi:
(1) nama Objek Pajak;
(2) NOP; dan/atau
(3) lokasi Objek Pajak.
b) data Wajib Pajak, yang meliputi:
(1) nama Wajib Pajak;
(2) NPWP;
(3) alamat Wajib Pajak;
(4) jenis Wajib Pajak;
(5) surat elektronik; dan/atau
(6) nomor telepon/handphone.
3) Perubahan data yang tercantum dalam SKT PBB untuk Objek Pajak PBB Sektor Perhutanan, Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara, Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi berdasarkan izin atau penugasan, dan Objek Pajak PBB Sektor Lainnya meliputi data Objek Pajak yaitu:
a) nama Objek Pajak;
b) NOP; dan/atau
c) lokasi Objek Pajak.
4) Permohonan perubahan data yang tercantum dalam SKT PBB disampaikan oleh Wajib Pajak secara elektronik atau tertulis.
5) Permohonan perubahan data yang tercantum dalam SKT PBB secara tertulis disampaikan pada KPP tempat Objek Pajak terdaftar.
6) Berdasarkan permohonan perubahan data yang tercantum dalam SKT PBB, KPP menindaklanjuti sebagai berikut.
a) Untuk permohonan perubahan data yang tercantum dalam SKT PBB secara elektronik.
(1) Sistem aplikasi melakukan verifikasi isian permohonan dan kelengkapan permohonan berupa dokumen Objek Pajak dan/atau Wajib Pajak.
(2) BPE diterbitkan, dalam hal:
(a) formulir permohonan perubahan data Objek Pajak dan/atau Wajib Pajak yang disampaikan Wajib Pajak telah diisi dengan lengkap; dan
(b) dokumen pendukung perubahan data telah diunggah secara lengkap.
(3) KPP melakukan penelitian administrasi dan membuat LHPt atas Perubahan Data yang Tercantum dalam SKT PBB
b) Untuk permohonan perubahan data yang tercantum dalam SKT PBB secara tertulis.
(1) KPP melakukan penelitian isian formulir dan kelengkapan permohonan berupa dokumen Objek Pajak dan/atau Wajib Pajak, dengan menggunakan Lembar Penelitian Formal.
(2) BPS diterbitkan, dalam hal:
(a) formulir permohonan perubahan data Objek Pajak dan/atau Wajib Pajak telah diisi dengan lengkap, jelas, dan benar; dan
(b) dokumen pendukung perubahan data telah dilampirkan secara lengkap.
(3) Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada angka (2) dinyatakan permohonan tidak lengkap, KPP mengembalikan permohonan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan Surat Pengembalian Permohonan.
(4) KPP melakukan penelitian administrasi dan membuat LHPt atas Perubahan Data yang Tercantum dalam SKT PBB.
c) Dokumen pendukung perubahan data sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (3) huruf (b) dan huruf b) angka (3) huruf (b) merupakan dokumen yang menunjukkan perubahan data sebagaimana tercantum dalam formulir permohonan.
d) Berdasarkan LHPt sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (3) dan huruf b) angka (4), KPP menindaklanjuti dengan:
(1) melakukan perubahan data yang tercantum dalam SKT PBB dan melakukan pencetakan kembali SKT PBB serta membuat Surat Pemberitahuan Perubahan Data yang Tercantum dalam SKT PBB; atau
(2) tidak melakukan perubahan data yang tercantum dalam SKT PBB dan menyampaikan Surat Penolakan Perubahan Data kepada Wajib Pajak, dalam hal kesimpulan LHPt menyatakan tidak dapat dilakukan perubahan data.
7) Perubahan data berdasarkan kewenangan secara jabatan dilakukan dengan ketentuan:
a) DJP memiliki data dan/atau informasi yang menunjukkan dapat dilakukan perubahan data yang tercantum dalam SKT PBB;
b) KPP melakukan penelitian administrasi dan membuat LHPt atas Perubahan Data yang Tercantum dalam SKT PBB; dan
c) KPP melakukan perubahan data yang tercantum dalam SKT PBB berdasarkan LHPt dan melakukan pencetakan kembali SKT PBB, serta membuat Surat Pemberitahuan Perubahan Data yang Tercantum dalam SKT PBB kepada Wajib Pajak
8) KPP menyampaikan SKT PBB dan surat pemberitahuan perubahan data sebagaimana dimaksud pada angka 6) huruf d) angka (1) dan angka 7) huruf c), atau surat penolakan perubahan data sebagaimana dimaksud pada angka 6) huruf d) angka (2) kepada Wajib Pajak melalui:
a) saluran elektronik melalui alamat surat elektronik yang tercantum pada sistem informasi DJP dengan menggunakan akun resmi KPP;
b) penyampaian secara langsung, dengan membuat tanda terima bagi Wajib Pajak; dan/atau
c) pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
9) KPP mengirimkan SKT PBB dan Surat Pemberitahuan Perubahan Data yang Tercantum dalam SKT PBB sebagaimana dimaksud pada angka 6) huruf d) angka (1) dan angka 7) huruf c) kepada Wajib Pajak, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal pencetakan kembali SKT PBB
10) KPP mengirimkan Surat Penolakan Perubahan Data sebagaimana dimaksud pada angka 6) huruf d) angka (2) kepada Wajib Pajak paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal penerbitan surat penolakan perubahan data.
11) Prosedur Perubahan Data yang Tercantum dalam SKT PBB berdasarkan:
a) Permohonan Wajib Pajak tercantum dalam Lampiran angka I huruf E
b) Kewenangan Secara Jabatan tercantum dalam Lampiran angka I huruf F,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
g. Pencabutan SKT PBB
1) KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan kewenangan secara jabatan dapat melakukan pencabutan SKT PBB terhadap Objek Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif.
2) Permohonan pencabutan SKT PBB disampaikan oleh Wajib Pajak secara elektronik atau tertulis.
3) Permohonan pencabutan SKT PBB secara tertulis disampaikan pada KPP tempat Objek Pajak terdaftar.
4) Berdasarkan permohonan pencabutan SKT PBB, KPP menindaklanjuti:
a) Untuk permohonan pencabutan SKT PBB secara elektronik.
(1) Sistem aplikasi melakukan verifikasi isian permohonan dan kelengkapan permohonan berupa dokumen Objek Pajak yang disyaratkan.
(2) BPE diterbitkan, dalam hal:
(a) formulir permohonan pencabutan SKT PBB yang disampaikan Wajib Pajak telah diisi dengan lengkap; dan
(b) dokumen pendukung pencabutan SKT PBB telah diunggah secara lengkap.
(3) KPP melakukan Pemeriksaan yang dilaporkan dalam LHP atau melakukan penelitian administrasi yang dilaporkan dalam LHPt atas Pencabutan SKT PBB.
b) Untuk permohonan pencabutan SKT PBB secara tertulis.
(1) KPP melakukan penelitian isian formulir dan kelengkapan permohonan berupa dokumen Objek Pajak yang disyaratkan, dengan menggunakan Lembar Penelitian Formal.
(2) BPS diterbitkan, dalam hal:
(a) formulir permohonan pencabutan SKT PBB telah diisi dengan lengkap, jelas, dan benar; dan
(b) dokumen pendukung pencabutan SKT PBB telah dilampirkan secara lengkap.
(3) Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada angka (2) dinyatakan permohonan tidak lengkap, KPP mengembalikan permohonan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan Surat Pengembalian Permohonan.
(4) KPP melakukan Pemeriksaan yang dilaporkan dalam LHP atau melakukan penelitian administrasi yang dilaporkan dalam LHPt atas Pencabutan SKT PBB.
c) Dokumen pendukung pencabutan SKT PBB sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (2) huruf (b) dan huruf b) angka (2) huruf (b) merupakan dokumen yang menunjukkan bahwa Objek Pajak tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang PBB meliputi:
(1) untuk PBB Sektor Perkebunan berupa hak guna usaha perkebunan yang telah berakhir dan tidak dilakukan perpanjangan masa berlakunya atau pembaharuan hak;
(2) untuk PBB Sektor Perhutanan berupa izin usaha pemanfaatan kawasan hutan atau penugasan dari pemerintah yang telah berakhir dan tidak dilakukan perpanjangan masa berlakunya;
(3) untuk PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi berupa kontrak kerja sama yang telah berakhir dan tidak dilakukan perpanjangan masa berlakunya;
(4) untuk PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi berupa izin, kuasa, penugasan atau kontrak yang telah berakhir dan tidak dilakukan perpanjangan masa berlakunya;
(5) untuk PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara berupa izin, kontrak atau perjanjian yang telah berakhir dan tidak dilakukan perpanjangan masa berlakunya; atau
(6) untuk PBB Sektor Lainnya berupa izin usaha atau izin perairan yang telah berakhir dan tidak dilakukan perpanjangan masa berlakunya.
d) KPP dalam melakukan Pemeriksaan atau penelitian administrasi, selain meneliti dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf c), juga harus melakukan penelitian pada aplikasi yang dimiliki DJP atas Objek Pajak dan Wajib Pajak yang diajukan pencabutan SKT PBB meliputi:
(1) tidak mempunyai utang pajak PBB;
(2) tidak sedang dilakukan tindakan penegakan hukum di bidang perpajakan PBB;
(3) tidak sedang mengajukan upaya hukum di bidang perpajakan PBB; dan/atau
(4) tidak sedang dalam proses penyelesaian peninjauan kembali di bidang perpajakan PBB.
e) Dalam hal kesimpulan hasil Pemeriksaan atau penelitian administrasi yang dilaporkan dalam LHP atau LHPt sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (3) dan huruf b) angka (3), menyatakan persyaratan subjektif atas Objek Pajak sudah tidak terpenuhi dan penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf d) terpenuhi, maka KPP menindaklanjuti dengan menerima permohonan pencabutan SKT PBB dan menerbitkan surat keputusan pencabutan SKT PBB.
f) Dalam hal kesimpulan hasil Pemeriksaan atau penelitian administrasi yang dilaporkan dalam LHP atau LHPt sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (3) dan huruf b) angka (3), menyatakan persyaratan subjektif atas Objek Pajak masih terpenuhi atau penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf d) tidak terpenuhi, maka KPP menindaklanjuti dengan menolak pencabutan SKT PBB dan menerbitkan surat penolakan pencabutan SKT PBB.
5) Proses pencabutan SKT PBB berdasarkan permohonan Wajib Pajak diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan pencabutan SKT PBB diterima secara lengkap.
6) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 5) terlampaui dan Kepala KPP tidak menerbitkan keputusan, maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala KPP harus menerbitkan surat keputusan pencabutan SKT PBB paling lama 1 (satu) bulan.
7) Pencabutan SKT PBB berdasarkan kewenangan secara jabatan dilakukan dengan ketentuan:
a) DJP memiliki data dan/atau informasi yang menunjukkan persyaratan subjektif atas Objek Pajak sudah tidak terpenuhi dan dapat dilakukan pencabutan SKT PBB;
b) KPP melakukan Pemeriksaan yang dilaporkan dalam LHP atau melakukan penelitian administrasi yang dilaporkan dalam LHPt atas Pencabutan SKT PBB yang meliputi:
(1) penelitian dokumen Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4) huruf c); dan
(2) penelitian atas Objek Pajak dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4) huruf d).
c) Dalam hal kesimpulan hasil Pemeriksaan atau penelitian administrasi yang dilaporkan dalam LHP atau LHPt sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (1), menyatakan persyaratan subjektif atas Objek Pajak sudah tidak terpenuhi dan penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (2) terpenuhi, maka KPP menindaklanjuti dengan mengisi formulir pencabutan SKT PBB berdasarkan LHP atau LHPt dan menerbitkan surat keputusan pencabutan SKT PBB.
8) Dalam hal KPP telah memiliki data konkret, maka pencabutan SKT PBB dilakukan dengan penelitian administrasi. Dalam hal dibutuhkan permintaan data lebih lanjut maka pencabutan SKT PBB dilakukan dengan Pemeriksaan.
9) Dalam hal hasil Pemeriksaan atau penelitian administrasi berdasarkan permohonan pencabutan SKT PBB atau berdasarkan kewenangan secara jabatan menyatakan persyaratan subjektif tidak lagi terpenuhi tetapi penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada angka 4) huruf d) tidak terpenuhi, maka KPP:
a) tidak melakukan pencabutan SKT PBB; dan
b) tidak menyampaikan SPOP kepada Wajib Pajak untuk Tahun Pajak setelah Tahun Pajak tidak terpenuhinya persyaratan subjektif.
10) KPP menyampaikan surat keputusan pencabutan SKT PBB sebagaimana dimaksud pada angka 4) huruf e) dan angka 7) huruf c) atau surat penolakan pencabutan SKT PBB sebagaimana dimaksud pada angka 4) huruf f) kepada Wajib Pajak melalui:
a) saluran elektronik yaitu alamat surat elektronik yang tercantum pada sistem informasi DJP dengan menggunakan akun resmi KPP;
b) penyampaian secara langsung, dengan membuat tanda terima bagi Wajib Pajak; dan/atau
c) pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat
11) KPP mengirimkan surat keputusan pencabutan SKT PBB sebagaimana dimaksud pada angka 4) huruf e) dan angka 7) huruf c) atau surat penolakan pencabutan SKT PBB sebagaimana dimaksud pada angka 4) huruf f) kepada Wajib Pajak paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal penerbitan surat keputusan pencabutan SKT PBB atau surat penolakan pencabutan SKT PBB.
12) Dalam penyelesaian permohonan pencabutan SKT PBB dilakukan melewati batas waktu, selain menerbitkan surat keputusan pencabutan SKT PBB, KPP juga membuat Berita Acara Pencabutan SKT PBB Melewati Batas Waktu.
13) Prosedur Pencabutan SKT PBB berdasarkan:
1) Permohonan Wajib Pajak tercantum dalam Lampiran angka I huruf G;
2) Kewenangan secara jabatan tercantum dalam Lampiran angka I huruf H,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini
h. Aktivasi Kembali SKT PBB
1) KPP berdasarkan kewenangan secara jabatan melalui penelitian administrasi yang dilaporkan dalam LHPt dapat melakukan aktivasi kembali SKT PBB yang telah dilakukan:
a) perubahan data berupa nama Wajib Pajak dan NPWP, untuk Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan, Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, dan Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi berdasarkan kuasa atau kontrak; atau
b) pencabutan,
dalam hal ditemukan data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan PBB yang belum dipenuhi Wajib Pajak sebelumnya.
2) Aktivasi kembali SKT PBB sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan dalam rangka penerbitan:
a) surat pemberitahuan pajak terutang;
b) surat ketetapan pajak; dan/atau
c) surat tagihan pajak.
3) KPP menyampaikan Surat Pemberitahuan Aktivasi Kembali SKT PBB kepada Wajib Pajak.
4) Prosedur Aktivasi Kembali SKT PBB tercantum dalam Lampiran angka I huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
i. Salinan SKT PBB
1) KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan kewenangan secara jabatan dapat melakukan pencetakan salinan SKT PBB.
2) Pencetakan salinan SKT PBB berdasarkan kewenangan secara jabatan dilakukan dalam rangka uji kepatuhan atau penegakan hukum.
3) Permohonan Pencetakan Salinan SKT PBB disampaikan oleh Wajib Pajak secara tertulis melalui penyampaian langsung ke KPP tempat Objek Pajak terdaftar.
4) Berdasarkan permohonan salinan SKT PBB secara tertulis, KPP menindaklanjuti sebagai berikut:
a) KPP melakukan penelitian isian formulir dan kelengkapan permohonan berupa dokumen Wajib Pajak yang disyaratkan.
b) BPS diterbitkan, dalam hal:
(1) formulir permohonan salinan SKT PBB telah diisi dengan lengkap, jelas, dan benar; dan
(2) dokumen pendukung salinan SKT PBB telah dilampirkan secara lengkap.
c) Dokumen pendukung salinan SKT PBB sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) angka (2) meliputi:
(1) SKT PBB, dalam hal permohonan disebabkan SKT PBB mengalami kerusakan sehingga perlu dilakukan cetak ulang; atau
(2) surat pernyataan kehilangan, dalam hal permohonan disebabkan SKT PBB hilang.
d) KPP melakukan penelitian kesesuaian alasan permohonan salinan SKT PBB dengan dokumen pendukung salinan SKT PBB.
e) Dalam hal kesimpulan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf d) terpenuhi, maka KPP menindaklanjuti dengan mencetak dan menyampaikan salinan SKT PBB kepada Wajib Pajak, yang diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja sejak BPS diterbitkan.
f) Dalam hal kesimpulan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf d) tidak terpenuhi, maka KPP menindaklanjuti dengan mencetak dan menyampaikan Surat Penolakan Pencetakan Salinan SKT PBB yang diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja sejak BPS diterbitkan.
5) Wajib Pajak dapat mengunduh salinan SKT PBB melalui akun Wajib Pajak pada djponline.
6) Prosedur Pencetakan Salinan SKT PBB berdasarkan:
a) Permohonan Wajib Pajak tercantum dalam Lampiran angka 1 huruf J;
b) Kewenangan secara jabatan tercantum dalam Lampiran angka 1 huruf K,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
j. Tata Cara Penatausahaan Pendaftaran Objek Pajak Secara Manual
1) KPP menatausahakan Pendaftaran Objek Pajak secara manual dalam hal sistem aplikasi dan layanan elektronik belum tersedia yang meliputi:
a) Pendaftaran Objek Pajak baru, yang meliputi:
(1) permohonan Wajib Pajak secara tertulis;
(2) penerbitan Surat Imbauan untuk Mendaftarkan Objek Pajak;
(3) penerbitan SKT PBB;
(4) Surat Penolakan Permohonan Pendaftaran Objek Pajak; dan
(5) penerbitan SKT PBB berdasarkan kewenangan secara jabatan;
b) Penerbitan SKT PBB atas Objek Pajak yang telah teradministrasi dalam sistem administrasi DJP berdasarkan kewenangan secara jabatan;
c) perubahan data yang tercantum dalam SKT PBB, yang meliputi:
(1) permohonan Wajib Pajak secara tertulis;
(2) penerbitan SKT PBB dan Surat Pemberitahuan Perubahan Data yang Tercantum dalam SKT PBB;
(3) Surat Penolakan Perubahan Data; dan
(4) berdasarkan kewenangan secara jabatan;
d) pencabutan SKT PBB, yang meliputi:
(1) permohonan Wajib Pajak secara tertulis;
(2) keputusan pencabutan SKT PBB;
(3) surat penolakan pencabutan SKT PBB; dan
(4) berdasarkan kewenangan secara jabatan;
2) Formulir yang digunakan pada kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1) menggunakan formulir pada lampiran PMK-48/2021 dan Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4) KPP melakukan perekaman pada sistem aplikasi atas kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf a), huruf c), dan huruf d) setelah sistem aplikasi tersedia.
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
k. Format
1. Lembar Penelitian Formal, tercantum dalam Lampiran angka I huruf L angka 1;
2. Surat Pengembalian Permohonan tercantum dalam Lampiran angka I huruf L angka 2;
3. LHPt atas Pendaftaran Objek Pajak Baru, LHPt atas Pendaftaran Objek Pajak yang Telah Teradministrasi dalam Sistem Administrasi DJP, LHPt atas Perubahan Data yang tercantum dalam SKT PBB, LHPt atas Pencabutan SKT PBB, dan LHPt atas Aktivasi Kembali SKT PBB tercantum dalam Lampiran angka I huruf L angka 3;
4. Surat Penolakan Permohonan Pendaftaran Objek Pajak PBB tercantum dalam Lampiran angka I huruf L angka 4;
5. Berita Acara Pendaftaran Objek Pajak PBB Melewati Batas Waktu tercantum dalam Lampiran angka I huruf L angka 5;
6. Surat Imbauan untuk Mendaftarkan Objek Pajak PBB tercantum dalam Lampiran angka I huruf L angka 6;
7. Surat Pemberitahuan Perubahan Data yang tercantum dalam SKT PBB tercantum dalam Lampiran angka I huruf L angka 7;
8. Surat Penolakan Perubahan Data atau Pencetakan Salinan SPT PBB tercantum dalam Lampiran angka I huruf L angka 8;
9. Berita Acara Pencabutan SKT PBB Melewati Batas Waktu tercantum dalam Lampiran angka I huruf L angka 9;
10. Surat Pemberitahuan Aktivasi Kembali SKT PBB tercantum dalam Lampiran angka I huruf L angka 10;
11. Permohonan Pencetakan Salinan SKT PBB tercantum dalam Lampiran angka I huruf L angka 11;
12. Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan KPP Tempat Pendaftaran Objek Pajak tercantum dalam Lampiran angka 1 huruf L angka 12
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
3. Petunjuk Penatausahaan Pelaporan Objek Pajak
a. Pelaporan Objek Pajak yang telah Terdaftar dengan Menggunakan SPOP
1) Penyampaian surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak meliputi:
a) DJP menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa SPOP telah disampaikan pada tanggal 1 Februari dan 31 Maret sesuai dengan klasifikasi Objek Pajak;
b) surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a) disampaikan melalui akun resmi DJP secara elektronik melalui surat elektronik atau media komunikasi lainnya; dan
c) dalam rangka mendukung kelancaran informasi pemberitahuan penyampaian SPOP, KPP dapat menyampaikan informasi melalui surat pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
2) Penyampaian SPOP Elektronik oleh DJP kepada Wajib Pajak dilakukan melalui saluran tertentu yang meliputi:
a) laman Direktorat Jenderal Pajak; atau
b) saluran lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
3) Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 2) mengalami gangguan atau terjadi kahar, KPP menyampaikan SPOP tidak secara elektronik kepada Wajib Pajak, yang meliputi:
a) penyampaian secara langsung, dengan membuat tanda terima bagi Wajib Pajak; atau
b) pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
4) Prosedur Pemberitahuan Penyampaian SPOP Elektronik kepada Wajib Pajak tercantum dalam Lampiran angka II huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
5) Pelaporan Objek Pajak oleh Wajib Pajak melalui penyampaian SPOP Elektronik kepada DJP dilakukan dengan cara mengunggah melalui saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 2)
6) Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 4) mengalami gangguan atau terjadi kahar, Wajib Pajak menyampaikan SPOP tidak secara elektronik ke KPP yang meliputi:
a) penyampaian secara langsung; atau
b) pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
7) Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4) yang dilaporkan dalam SPOP menurut keadaan pada tanggal 1 Januari Tahun Pajak PBB terutang.
8) SPOP sebagaimana dimaksud pada angka 4) dan angka 5) wajib diisi dengan benar, lengkap, jelas, dan dilampiri dokumen pendukung isian SPOP atau surat pernyataan belum dapat menyampaikan dokumen pendukung isian SPOP.
9) Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka 7) dan belum menyampaikan dokumen pendukung isian SPOP sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sejak:
a) berakhirnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP;
b) SPOP disampaikan oleh Wajib Pajak melalui penundaan penyampaian SPOP; atau
c) SPOP disampaikan oleh Wajib Pajak setelah diterbitkan surat teguran penyampaian SPOP,
maka KPP melakukan konfirmasi kepada Wajib Pajak.
10) Dalam hal Wajib Pajak tidak menanggapi konfirmasi sebagaimana dimaksud pada angka 8) atau menanggapi konfirmasi dengan menyampaikan dokumen pendukung isian SPOP tetapi tidak sesuai dengan isian SPOP, maka KPP membuat analisis risiko untuk diusulkan dilakukan Pemeriksaan atas Objek Pajak dimaksud.
11) Proses konfirmasi sebagaimana dimaksud pada angka 8) tidak menunda siklus penetapan nilai jual objek pajak untuk penetapan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
12) Dokumen pendukung isian SPOP sebagaimana dimaksud pada angka 7) untuk setiap Objek Pajak PBB sesuai dengan tabel berikut ini:
Dokumen Pendukung Isian SPOP
Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan Objek Pajak PBB Sektor Perhutanan Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
  • Dokumen izin usaha perkebunan dan/atau HGU (dalam hal terdapat perubahan)
  • Laporan Perkembangan Usaha
  • Peta Tahun Tanam
  • Dokumen izin/Penugasan (dalam hal terdapat perubahan)
  • Rencana Kerja Usaha
  • Rencana Kerja Tahunan
  • Peta Kerja
  • Dokumen kontrak kerja sama (dalam hal terdapat perubahan)
  • Peta Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi
  • Authorized For Expenditure
  • Financial Quarterly Report triwulan IV
  • Dokumen kontrak atau perjanjian jual beli gas
  • Surat pernyataan (dalam hal terdapat dokumen yang belum dapat disampaikan)
Objek Pajak PBB Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi Objek Pajak PBB Pertambangan Mineral dan Batubara Objek Pajak PBB Sektor Lainnya
  • Dokumen izin/kuasa/penugasan/kontrak (dalam hal terdapat perubahan)
  • Peta Wilayah
  • Rencana Kerja dan Anggaran Biaya
  • Dokumen izin/kontrak (dalam hal terdapat perubahan)
  • Rencana Kerja dan Anggaran Biaya
  • Dokumen izin (dalam hal terdapat perubahan)
  • Dokumen pendukung isian SPOP
  • Surat pernyataan (dalam hal terdapat dokumen yang belum dapat disampaikan)
13) Penyampaian SPOP oleh DJP kepada Wajib Pajak atas Pendaftaran Objek Pajak baru sebagai berikut.
a) Dalam hal persyaratan subjektif atas Objek Pajak terpenuhi pada suatu Tahun Pajak setelah 1 Januari maka penyampaian SPOP kepada Wajib Pajak dilakukan pada Tahun Pajak berikutnya.
Contoh:
PT ABC mengajukan permohonan Pendaftaran objek pajak PBB Sektor Perkebunan pada tanggal 15 Januari 2021 dan diberikan SKT PBB dengan tanggal terdaftar 25 Januari 2021.
Saat terpenuhinya persyaratan subjektif adalah tanggal 5 Januari 2021 sesuai dokumen IUP perkebunan. Berdasarkan informasi tersebut, DJP tidak menyampaikan SPOP Tahun Pajak 2021. Penyampaian SPOP dilakukan mulai Tahun Pajak 2022.
b) Dalam hal persyaratan subjektif atas Objek Pajak terpenuhi pada suatu Tahun Pajak dan terpenuhi kondisi Objek Pajak pada 1 Januari serta dilakukan Pendaftaran sebelum tanggal penyampaian SPOP oleh DJP yang meliputi tanggal 1 Februari atau 31 Maret sesuai dengan klasifikasi Objek Pajak, maka penyampaian SPOP kepada Wajib Pajak dilakukan pada Tahun Pajak Objek Pajak terdaftar.
Contoh:
PT DEF mengajukan permohonan Pendaftaran objek pajak PBB Sektor Perhutanan pada tanggal 14 Februari 2021 dan diberikan SKT PBB dengan tanggal terdaftar 23 Februari 2021. Saat terpenuhinya persyaratan subjektif adalah tanggal 1 Januari 2021. Berdasarkan informasi tersebut, DJP menyampaikan SPOP mulai Tahun Pajak 2021 pada tanggal 31 Maret.
c) Dalam hal persyaratan subjektif atas Objek Pajak terpenuhi pada suatu Tahun Pajak dan terpenuhi kondisi Objek Pajak pada 1 Januari serta dilakukan Pendaftaran setelah tanggal penyampaian SPOP oleh DJP yang meliputi tanggal 1 Februari atau 31 Maret sesuai dengan klasifikasi Objek Pajak, maka penyampaian SPOP kepada Wajib Pajak dilakukan pada tanggal Objek Pajak terdaftar.
Contoh:
PT GHI mengajukan permohonan Pendaftaran objek pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi pada tanggal 12 Maret 2021 dan diberikan SKT PBB dengan tanggal terdaftar 22 Maret 2021. Saat terpenuhinya persyaratan subjektif adalah tanggal 1 Januari 2021. Berdasarkan informasi tersebut, DJP menyampaikan SPOP mulai Tahun Pajak 2021 kepada PT GHI pada tanggal terdaftar yaitu tanggal 22 Maret 2021.
d) Dalam hal persyaratan subjektif atas Objek Pajak terpenuhi pada beberapa Tahun Pajak sebelum dilakukan Pendaftaran, dan dilakukan Pendaftaran sebelum tanggal penyampaian SPOP oleh DJP yang meliputi tanggal 1 Februari atau 31 Maret sesuai dengan klasifikasi Objek Pajak, maka penyampaian SPOP kepada Wajib Pajak dilakukan pada Tahun Pajak Objek Pajak terdaftar.
Contoh:
PT JKL mengajukan permohonan Pendaftaran objek pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara pada tanggal 12 Februari 2021 dan diberikan SKT PBB dengan tanggal terdaftar 22 Februari 2021. Saat terpenuhinya persyaratan subjektif adalah tanggal 10 April 2018. Berdasarkan informasi tersebut, DJP menyampaikan SPOP mulai Tahun Pajak 2019, 2020, dan 2021 kepada PT JKL pada tanggal 31 Maret 2021.
e) Dalam hal persyaratan subjektif atas Objek Pajak terpenuhi pada beberapa Tahun Pajak sebelum dilakukan Pendaftaran, dan dilakukan Pendaftaran setelah tanggal penyampaian SPOP oleh DJP yang meliputi tanggal 1 Februari atau 31 Maret sesuai dengan klasifikasi Objek Pajak, maka penyampaian SPOP kepada Wajib Pajak dilakukan pada tanggal Objek Pajak terdaftar.
Contoh:
PT MNO mengajukan permohonan Pendaftaran objek pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara pada tanggal 10 Juni 2021 dan diberikan SKT PBB dengan tanggal terdaftar 20 Juni 2021. Saat terpenuhinya persyaratan subjektif adalah tanggal 10 Juli 2018. Berdasarkan informasi tersebut, DJP menyampaikan SPOP mulai Tahun Pajak 2019, 2020, dan 2021 kepada PT JKL pada tanggal terdaftar yaitu tanggal 20 Juni 2021.
b. Penundaan Penyampaian SPOP
1) Wajib Pajak dapat melakukan penundaan penyampaian SPOP melalui surat pemberitahuan yang disampaikan ke KPP tempat Objek Pajak terdaftar.
2) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 1) disampaikan sebelum jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari berakhir atas kewajiban penyampaian SPOP oleh Wajib Pajak kepada DJP.
3) Dalam hal surat pemberitahuan disampaikan melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2), maka KPP merespon dengan Surat Pemberitahuan Penundaan Penyampaian SPOP Tidak Dapat Dipenuhi dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4) Tanggal diterimanya surat pemberitahuan penundaan penyampaian SPOP oleh KPP tempat Objek Pajak terdaftar, yaitu:
a) tanggal tanda terima, dalam hal disampaikan secara langsung; atau
b) tanggal bukti pengiriman, dalam hal dikirim melalui pos, jasa ekspedisi, atau jasa kurir.
5) Prosedur Penyelesaian Penundaan Penyampaian SPOP tercantum dalam Lampiran angka II huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
c. Penerbitan Surat Teguran
1) KPP menerbitkan surat teguran dalam hal:
a) Wajib Pajak belum menyampaikan SPOP dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah SPOP disampaikan oleh DJP dan Wajib Pajak tidak menyampaikan surat pemberitahuan penundaan penyampaian SPOP; atau
b) Wajib Pajak belum menyampaikan SPOP setelah berakhirnya jangka waktu 7 (tujuh) hari penundaan penyampaian SPOP.
2) KPP menerbitkan surat teguran meliputi:
a) 1 (satu) hari kerja setelah 30 (tiga puluh) hari SPOP disampaikan oleh DJP dan Wajib Pajak tidak menyampaikan surat pemberitahuan penundaan penyampaian SPOP; atau
b) 1 (satu) hari kerja setelah 7 (tujuh) hari penundaan penyampaian SPOP.
3) Surat teguran disampaikan secara langsung, melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, jasa kurir, atau secara elektronik.
4) KPP harus menggunakan akun resmi dalam hal penyampaian surat teguran dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada angka 3) melalui surat elektronik.
5) Dalam hal Wajib Pajak belum menyampaikan SPOP setelah batas waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran, KPP melakukan Penelitian PBB atau membuat analisis risiko untuk usulan Pemeriksaan.
6) Prosedur Penerbitan Surat Teguran Penyampaian SPOP tercantum dalam Lampiran angka II huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
d. Penelitian Formal
1) SPOP yang disampaikan Wajib Pajak dilakukan penelitian formal secara elektronik atau tidak secara elektronik.
2) Penelitian formal sebagaimana dimaksud pada angka 1) meliputi:
a) Untuk SPOP yang disampaikan Wajib Pajak secara elektronik.
(1) Sistem aplikasi melakukan verifikasi formulir isian SPOP Elektronik, tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak, kelengkapan dokumen pendukung isian SPOP Elektronik, dan jangka waktu penyampaian SPOP Elektronik oleh Wajib Pajak.
(2) BPE diterbitkan, dalam hal:
(a) formulir isian SPOP Elektronik telah diisi dengan lengkap dan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak; dan
(b) dokumen pendukung isian SPOP telah diunggah secara lengkap dan disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
b) Untuk SPOP yang disampaikan Wajib Pajak tidak secara elektronik.
(1) KPP melakukan penelitian formulir isian SPOP, tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak, kelengkapan dokumen pendukung isian SPOP, dan jangka waktu penyampaian SPOP oleh Wajib Pajak, dengan menggunakan Lembar Penelitian Formal.
(2) BPS diterbitkan, dalam hal:
(a) formulir isian SPOP telah diisi dengan lengkap dan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak; dan
(b) dokumen pendukung isian SPOP telah dilampirkan secara lengkap dan disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
c) Dalam hal terdapat dokumen pendukung isian SPOP sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (2) huruf (b) dan huruf b) angka (2) huruf (b) belum dapat diunggah atau dilampirkan, SPOP yang disampaikan Wajib Pajak dianggap lengkap sepanjang Wajib Pajak mengunggah atau melampirkan pernyataan tertulis yang mencantumkan:
(1) tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak;
(2) jenis dokumen yang belum dapat diunggah atau dilampirkan;
(3) alasan belum dapat diunggah atau dilampirkannya dokumen sebagaimana dimaksud pada angka (2); dan
(4) pernyataan akan menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka (2) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak:
(a) berakhirnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh Wajib Pajak;
(b) SPOP disampaikan oleh Wajib Pajak melalui penundaan penyampaian SPOP; atau
(c) SPOP disampaikan oleh Wajib Pajak setelah diterbitkan surat teguran penyampaian SPOP.
3) Dalam hal kesimpulan hasil penelitian formal sebagaimana dimaksud pada angka 2) terpenuhi, maka KPP menindaklanjuti dengan melakukan penelitian material.
4) Dalam hal kesimpulan hasil penelitian formal sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf b) tidak terpenuhi, maka KPP menindaklanjuti dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan SPOP Dianggap Tidak Disampaikan dan mengembalikan SPOP kepada Wajib Pajak.
5) KPP menyampaikan surat pemberitahuan SPOP dianggap tidak disampaikan dan mengembalikan SPOP kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4) melalui:
a) saluran elektronik melalui alamat surat elektronik yang tercantum pada sistem informasi DJP dengan menggunakan akun resmi KPP;
b) penyampaian secara langsung, dengan membuat tanda terima bagi Wajib Pajak; dan/atau
c) pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
e. Penelitian Material
1) KPP melakukan penelitian material atas SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak dan telah dilakukan penelitian formal.
2) Penelitian material sebagaimana dimaksud pada angka 1) meliputi:
a) penelitian isian SPOP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku; dan
b) kesesuaian pengisian SPOP berdasarkan data dalam SPOP dan dokumen pendukung isian SPOP,
dengan menggunakan acuan Tabel Indikator dan Parameter Penelitian Material.
3) Penelitian material sebagaimana dimaksud pada angka 2) dituangkan dalam Lembar Penelitian Material SPOP.
4) Lembar Penelitian Material SPOP sebagaimana dimaksud pada angka 3) merupakan Laporan Hasil Pendataan Kantor (LHPdK) dalam kegiatan pendataan yang dilakukan oleh KPP.
5) Dalam hal hasil penelitian material berdasarkan tabel indikator dan parameter menunjukkan indikasi kewajiban perpajakan dalam pengisian SPOP tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, KPP dapat meminta klarifikasi kepada Wajib Pajak.
6) Prosedur Penyelesaian Penyampaian SPOP dari Wajib Pajak melalui penelitian formal sebagaimana dimaksud pada huruf d dan penelitian material, tercantum dalam Lampiran angka II huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
f. Klarifikasi
1) Dalam hal hasil penelitian material menunjukkan indikasi kewajiban perpajakan dalam pengisian SPOP tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, KPP melakukan klarifikasi dengan menyampaikan Surat Permintaan Klarifikasi kepada Wajib Pajak kepada Wajib Pajak dan dalam hal diperlukan pelaksanaan klarifikasi dapat dilanjutkan dengan peninjauan Objek Pajak dan/atau kunjungan ke kantor Wajib Pajak di wilayah kerja KPP.
2) KPP menerbitkan dan menyampaikan surat permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling lama 48 (empat puluh delapan) hari sejak tanggal SPOP disampaikan kepada Wajib Pajak.
3) Peninjauan Objek Pajak dan/atau kunjungan ke kantor Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1), dilakukan dengan mempertimbangkan:
a) potensi penerimaan pajak; dan
b) lokasi Objek Pajak atau kantor Wajib Pajak.
4) Sebelum dilakukan peninjauan Objek Pajak dan/atau kunjungan ke kantor Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1), KPP menyampaikan Surat Pemberitahuan Peninjauan Objek Pajak kepada Wajib Pajak. Atas pelaksanaan peninjauan Objek Pajak, dibuat Berita Acara Pelaksanaan Peninjauan Objek Pajak.
5) Berdasarkan surat permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 1), Wajib Pajak menindaklanjuti dengan:
a) memberikan tanggapan atas surat permintaan klarifikasi dengan menyampaikan surat tanggapan klarifikasi; dan/atau
b) melakukan pembetulan SPOP.
6) Berdasarkan tindak lanjut Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5), KPP membuat Laporan Pelaksanaan Klarifikasi.
7) Dalam hal tindak lanjut Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5) meliputi:
a) tidak membuat surat tanggapan atas surat permintaan klarifikasi;
b) membuat surat tanggapan tetapi tidak sesuai dengan surat permintaan klarifikasi;
c) tidak melakukan pembetulan SPOP; atau
d) melakukan pembetulan SPOP tetapi tidak sesuai dengan surat permintaan klarifikasi,
KPP tetap membuat Laporan Pelaksanaan Klarifikasi.
8) KPP menerbitkan SPPT sesuai dengan isian SPOP yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak dan Laporan Pelaksanaan Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 7) dapat digunakan sebagai bahan Penelitian PBB atau analisis risiko untuk usulan Pemeriksaan.
9) Prosedur Permintaan Klarifikasi SPOP tercantum dalam Lampiran angka II huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
g. Pembetulan SPOP
1) Pembetulan SPOP dilakukan oleh Wajib Pajak atas kemauan sendiri atau atas tindak lanjut surat permintaan klarifikasi oleh KPP dengan menyampaikan SPOP pembetulan.
2) Pembetulan SPOP sebagaimana dimaksud pada angka 1) dapat dilakukan oleh Wajib Pajak meliputi:
a) paling lama 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya SPOP; atau
b) paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterimanya surat permintaan klarifikasi dalam hal surat permintaan klarifikasi disampaikan kepada Wajib Pajak setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a) berakhir.
3) Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan SPOP pembetulan melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2), maka SPOP pembetulan dianggap tidak disampaikan oleh Wajib Pajak.
4) KPP menyampaikan Surat Pemberitahuan SPOP Pembetulan Dianggap Tidak Disampaikan atas SPOP pembetulan sebagaimana dimaksud pada angka 3).
5) Prosedur Penyelesaian Pembetulan SPOP tercantum dalam Lampiran angka II huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
h. Format
1. Tabel Indikator dan Parameter Penelitian Material, tercantum dalam Lampiran angka II huruf G;
2. Surat Pemberitahuan Penundaan Penyampaian SPOP Tidak Dapat Dipenuhi, tercantum dalam Lampiran angka II huruf H angka 1;
3. Lembar Penelitian Formal untuk Pelaporan SPOP Tidak secara Elektronik, tercantum dalam Lampiran angka II huruf H angka 2;
4. Surat Pemberitahuan SPOP Dianggap Tidak Disampaikan, tercantum dalam Lampiran angka II huruf H angka 3
5. Lembar Penelitian Material, tercantum dalam Lampiran angka II huruf H angka 4;
6. Surat Permintaan Klarifikasi, tercantum dalam Lampiran angka II huruf H angka 5;
7. Surat Pemberitahuan Peninjauan Objek Pajak, tercantum dalam Lampiran angka II huruf H angka 6;
8. Berita Acara Pelaksanaan Peninjauan Objek Pajak, tercantum dalam Lampiran angka II huruf H angka 7;
9. Laporan Pelaksanaan Klarifikasi, tercantum dalam Lampiran angka II huruf H angka 8;
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4. Petunjuk Pelaksanaan Pendataan Objek Pajak
a. Pendataan Kantor
1) KPP melakukan kegiatan pendataan kantor atas Objek Pajak yang telah terdaftar meliputi:
a) kegiatan Pengumpulan Data; dan/atau
b) kegiatan Pemetaan.
2) Kegiatan Pengumpulan Data sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf a) dilakukan oleh KPP sebagai berikut:
a) melakukan penelitian terhadap data Objek Pajak yang dilaporkan oleh Wajib Pajak melalui SPOP;
b) mengidentifikasi ketersediaan dokumen pendukung isian SPOP berupa Peta;
c) melakukan pengolahan data dan informasi yang terdapat pada sistem informasi DJP dan membandingkannya dengan data Objek Pajak yang dilaporkan oleh Wajib Pajak melalui SPOP.
3) Hasil Pengumpulan Data sebagaimana dimaksud pada angka 2) dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pendataan Kantor (LHPdK).
4) Kegiatan Pemetaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf b) dilakukan oleh KPP sebagai berikut:
a) melakukan konversi Peta Objek Pajak berupa transformasi antar sistem proyeksi dan/atau digitalisasi Peta dari bentuk analog menjadi Peta digital sesuai standar yang ditentukan; dan
b) mengunggah Peta yang telah dikonversi sesuai standar yang ditentukan pada aplikasi spasial Objek Pajak yang disediakan oleh DJP.
5) Hasil kegiatan Pemetaan sebagaimana dimaksud pada angka 4) berupa Peta sesuai standar yang diunggah dalam aplikasi spasial Objek Pajak yang disediakan oleh DJP.
6) Prosedur Pendataan Kantor tercantum dalam Lampiran III huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
b. Pendataan Lapangan
1) KPP melakukan kegiatan pendataan lapangan dengan melakukan peninjauan ke lokasi Objek Pajak dalam rangka Penelitian PBB atau Pemeriksaan meliputi:
a) kegiatan Pengumpulan Data; dan/atau
b) kegiatan Pemetaan.
2) Kegiatan Pengumpulan Data sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf a) dilakukan oleh KPP sebagai berikut:
a) melakukan penelitian terhadap data Objek Pajak yang terindikasi tidak atau belum dilaporkan dalam SPOP dan membandingkan dengan keadaan dan kondisi Objek Pajak sebenarnya pada lokasi Objek Pajak dan/atau di luar lokasi Objek Pajak;
b) dalam hal Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak untuk dilakukan Pendataan Lapangan maka KPP meminta Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak untuk menandatangani surat pernyataan penolakan Pendataan;
c) dalam hal Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak untuk menandatangani surat pernyataan penolakan Pendataan maka KPP membuat berita acara penolakan Pendataan; dan
d) dalam hal Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pendataan atau menolak menandatangani berita acara penolakan Pendataan, KPP tetap dapat melakukan Pendataan berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki dan/atau diperoleh oleh DJP.
3) Kegiatan Pemetaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf b) dilakukan oleh KPP sebagai berikut:
a) melakukan penelitian terhadap data dan/atau informasi Objek Pajak pada Peta yang merupakan dokumen pendukung isian SPOP yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
b) dalam hal terdapat data dan/atau informasi yang meliputi:
(1) data dan/atau informasi Objek Pajak pada Peta sebagaimana dimaksud pada huruf a); dan/atau
(2) data dan/atau informasi Objek Pajak yang dimiliki DJP,
terindikasi tidak atau belum dilaporkan pada SPOP, maka dapat ditindaklanjuti dengan melakukan kegiatan pengukuran Objek Pajak; dan
c) pengukuran Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b) dilakukan dengan menggunakan sistem pengukuran berbasis satelit, bantuan penginderaan jauh dan/atau pengukuran dengan alat ukur manual.
4) Hasil Pengumpulan Data sebagaimana dimaksud pada angka 2) dan Pemetaan pada pendataan lapangan sebagaimana dimaksud pada angka 3) dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pendataan Lapangan (LHPdL) dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
5) Prosedur pendataan lapangan tercantum dalam Lampiran III huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
6) Contoh format Laporan Hasil Pendataan Lapangan (LHPdL) sebagaimana dimaksud pada angka 4) tercantum dalam Lampiran III huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
F. Penutup

1. Pelaksanaan pembentukan basis data spasial sektoral dalam kegiatan Pendataan, agar berpedoman menggunakan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai pembentukan basis data spasial Objek Pajak terkait.
2. Dengan ditetapkannya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, Surat Edaran Direktur Jenderal Nomor SE-45/PJ/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran atau Pemutakhiran Pajak Bumi dan Bangunan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

Demikian disampaikan, untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.


 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 20 Januari 2022

DIREKTUR JENDERAL,


ttd


SURYO UTOMO