SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 01/PJ/2022
TENTANG
NASKAH DINAS YANG DIGUNAKAN SEBAGAI KORESPONDENSI INTERNAL
DALAM PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK ATAS JUMLAH PAJAK YANG MASIH HARUS DIBAYAR
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
A. |
Umum Dalam rangka melaksanakan kegiatan Penagihan Pajak yang meliputi pelaksanaan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, penerbitan dan pemberitahuan Surat Paksa, pelaksanaan Penyitaan, Penjualan barang sitaan yang dilakukan secara lelang atau dikecualikan dari Penjualan secara lelang, Pencegahan, dan Penyanderaan, telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar (PMK Nomor 189/PMK.03/2020). Oleh karena itu, guna melaksanakan ketentuan dalam PMK Nomor 189/PMK.03/2020 serta memberikan keseragaman dan kepastian hukum dalam penggunaan naskah dinas, perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tentang Naskah Dinas yang Digunakan sebagai Korespondensi Internal dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar. |
|
|
B. |
Maksud dan Tujuan
1. |
Maksud Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan petunjuk mengenai format naskah dinas yang digunakan sebagai korespondensi internal dalam pelaksanaan Penagihan Pajak atas jumlah pajak yang masih harus dibayar di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. |
2. |
Tujuan Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan agar terciptanya keseragaman format atas naskah dinas yang digunakan sebagai korespondensi internal dalam pelaksanaan Penagihan Pajak atas jumlah pajak yang masih harus dibayar sehingga terwujud kepastian hukum dalam pelaksanaan Penagihan Pajak kepada Penanggung Pajak. |
|
|
|
C. |
Ruang Lingkup Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini adalah contoh format naskah dinas yang digunakan sebagai korespondensi internal dalam pelaksanaan Penagihan Pajak atas jumlah pajak yang masih harus dibayar. |
|
|
D. |
Dasar Hukum
1. |
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang; |
2. |
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; |
3. |
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi UndangUndang; |
4. |
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja; |
5. |
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan; |
6. |
Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; |
7. |
Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan yang Dikecualikan dari Penjualan Secara Lelang dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; |
8. |
Peraturan Pemerintah Nomor 137 Tahun 2000 tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; |
9. |
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan; |
10. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.03/2002 tentang Tata Cara Penyitaan Kekayaan Penanggung Pajak Berupa Piutang dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2006 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.03/2002 tentang Tata Cara Penyitaan Kekayaan Penanggung Pajak Berupa Piutang dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; |
11. |
Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Nomor 294/KMK.03/2003/M-02.UM.09.01 Tahun 2003 tentang Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak yang Disandera di Rumah Tahanan Negara dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; |
12. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.03/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan; |
13. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak; |
14. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan; |
15. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar. |
|
|
|
E. |
Materi
1. |
Surat Edaran Direktur Jenderal ini berisikan daftar dan contoh format naskah dinas yang digunakan sebagai korespondensi internal dalam pelaksanaan tindakan Penagihan Pajak, yaitu:
a. |
pelaksanaan Surat Paksa; |
b. |
Pemblokiran; |
c. |
Penyitaan; |
d. |
penjualan secara Lelang; |
e. |
penjualan yang dikecualikan dari penjualan secara Lelang; |
f. |
Pencegahan; dan |
g. |
Penyanderaan. |
|
2. |
Daftar atas seluruh contoh format naskah dinas yang digunakan sebagai korespondensi internal dalam pelaksanaan Penagihan Pajak atas jumlah pajak yang masih harus dibayar adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A. |
3. |
Seluruh contoh format naskah dinas yang digunakan sebagai korespondensi internal dalam pelaksanaan Penagihan Pajak atas jumlah pajak yang masih harus dibayar adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B sampai dengan huruf BA. |
4. |
Lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini. |
|
|
|
F. |
Penutup Surat Edaran Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. |
Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2022
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
SURYO UTOMO