TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 86/PMK.03/2020
TENTANG
INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK
PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
BAB II
INSENTIF PPh PASAL 21
Pasal 2
(1) | Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai wajib dipotong sesuai ketentuan PPh Pasal 21 oleh Pemberi Kerja. |
(2) | PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung Pemerintah atas penghasilan yang diterima Pegawai dengan kriteria tertentu. |
(3) | Pegawai dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
(4) | Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 1 adalah sebagaimana Klasifikasi Lapangan Usaha yang tercantum dalam:
|
(5) | PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibayarkan secara tunai oleh Pemberi Kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada Pegawai, termasuk dalam hal Pemberi Kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21 atau menanggung PPh Pasal 21 kepada Pegawai. |
(6) | Dikecualikan dari diberikan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam hal penghasilan yang diterima Pegawai berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan PPh Pasal 21 telah ditanggung Pemerintah berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(7) | PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah yang diterima oleh Pegawai dari Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. |
(8) | Dalam hal Pegawai yang menerima insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah menyampaikan SPT Tahunan orang pribadi Tahun Pajak 2020 dan menyatakan kelebihan pembayaran, kelebihan pembayaran yang berasal dari PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah tidak dapat dikembalikan. |
(9) | PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020. |
(10) | Contoh penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 3
(1) | Pemberi Kerja menyampaikan pemberitahuan kepada kepala KPP tempat Pemberi Kerja terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Pemberi Kerja menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). |
(3) | Dalam hal Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Wajib Pajak Berstatus Pusat dengan kode Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a angka 1 dan memiliki cabang, pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah baik untuk pusat maupun cabang dilakukan oleh Wajib Pajak Berstatus Pusat. |
(4) | Insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), mulai dimanfaatkan sejak Masa Pajak pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan sampai dengan Masa Pajak Desember 2020. |
(5) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disampaikan oleh Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud dalam:
|
(6) | Dalam hal Pemberi Kerja yang telah menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a, kepala KPP menerbitkan surat pemberitahuan tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 4
(1) | Pemberi Kerja harus menyampaikan laporan realisasi PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan formulir sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Pemberi Kerja harus membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan "PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR .../PMK.03/2020" atas PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). |
(3) | Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) termasuk Wajib Pajak Berstatus Pusat dan/atau Wajib Pajak Berstatus Cabang yang telah memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah. |
(4) | Pemberi Kerja menyampaikan laporan realisasi PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. |
BAB III
INSENTIF PPh FINAL BERDASARKAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2018
Pasal 5
(1) | Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dikenai PPh final sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari jumlah peredaran bruto. |
(2) | PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilunasi dengan cara:
|
(3) | PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditanggung Pemerintah. |
(4) | PPh final ditanggung Pemerintah yang diterima oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. |
(5) | Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan transaksi yang merupakan objek pemotongan atau pemungutan PPh dengan Pemotong atau Pemungut Pajak, untuk menerapkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Wajib Pajak harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dan terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak. |
(6) | Pemotong atau Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak melakukan pemotongan atau pemungutan PPh terhadap Wajib Pajak yang telah menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dan telah terkonfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(7) | PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan untuk Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020. |
(8) | Contoh penghitungan PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 6
(1) | Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu harus menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh PPh final yang terutang atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak termasuk dari transaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak. |
(3) | Insentif PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) diberikan berdasarkan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disampaikan oleh Wajib Pajak. |
(4) | Pemotong atau Pemungut Pajak harus membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan "PPh FINAL DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR .../PMK.03/2020" atas transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5). |
(5) | Wajib Pajak menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. |
(6) | Penyampaian laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Wajib Pajak yang belum memiliki Surat Keterangan, dapat diperlakukan sebagai pengajuan Surat Keterangan dan terhadap Wajib Pajak tersebut dapat diterbitkan Surat Keterangan sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. |
Pasal 7
Pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja subsidi PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung Pemerintah.
BAB IV
INSENTIF PPh PASAL 22 IMPOR
Pasal 8
(1) | PPh Pasal 22 Impor dipungut oleh Bank Devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang. |
(2) | Besarnya tarif PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Peraturan Menteri mengenai pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. |
(3) | PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari pemungutan kepada Wajib Pajak yang:
|
(4) | Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a adalah sebagaimana Klasifikasi Lapangan Usaha yang tercantum pada:
|
(5) | Pembebasan dari pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. |
(6) | Wajib Pajak mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan formulir sesuai contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(7) | Permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang disampaikan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada:
|
(8) | Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan:
|
(9) | Jangka waktu pembebasan dari pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020. |
(10) | Wajib Pajak yang telah mendapatkan pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor setiap bulan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan formulir sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(11) | Wajib Pajak menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. |
BAB V
INSENTIF ANGSURAN PPh PASAL 25
Pasal 9
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak berjalan yang masih harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dihitung berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam:
Pasal 10
(1) | Wajib Pajak yang:
|
(2) | Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebagaimana Klasifikasi Lapangan Usaha yang tercantum pada:
|
(3) | Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan kepada kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini untuk memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku sejak Masa Pajak pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan sampai dengan Masa Pajak Desember 2020. |
(5) | Contoh penghitungan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 11
Terhadap Wajib Pajak yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a, huruf b, atau huruf c, kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat pemberitahuan tidak berhak mendapatkan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 12
(1) | Wajib Pajak yang memanfaatkan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) harus menyampaikan laporan realisasi pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan formulir sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Wajib Pajak harus menyampaikan laporan realisasi pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. |
BAB VI
INSENTIF PPN
Pasal 13
(1) | PKP dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN. |
(2) | PKP yang diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:
|
(3) | PKP harus memilih pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk memperoleh pengembalian pendahuluan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PKP harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). |
(5) | Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan Klasifikasi Lapangan Usaha yang tercantum pada:
|
(6) | Ketentuan mengenai Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Wajib Pajak Berstatus Pusat maupun Wajib Pajak Berstatus Cabang. |
(7) | PKP yang telah mendapatkan fasilitas KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus melampirkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai perusahaan yang mendapat fasilitas KITE, dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN yang diajukan permohonan pengembalian pendahuluan. |
(8) | PKP yang telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus melampirkan Keputusan Menteri mengenai izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB, dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN yang diajukan permohonan pengembalian pendahuluan. |
(9) | Surat Pemberitahuan Masa PPN yang diberikan pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi Surat Pemberitahuan Masa PPN termasuk pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN, untuk Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020 dan disampaikan paling lama tanggal 31 Januari 2021. |
(10) | Termasuk yang diperhitungkan dalam pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak yaitu kompensasi kelebihan pajak dari Masa Pajak sebelumnya yang diperhitungkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak yang dimintakan pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (9). |
(11) | Pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), tetap diberikan kepada PKP meskipun kelebihan pajak disebabkan adanya kompensasi Masa Pajak sebelumnya. |
(12) | PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pengembalian pendahuluan berdasarkan kriteria tertentu. |
(13) | Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (12) meliputi:
|
(14) | Petunjuk bagi PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan melalui Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Q merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(15) | Tata cara atas pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali penelitian terhadap pemenuhan kegiatan tertentu, dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. |
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 14
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pemberi Kerja atau Wajib Pajak yang telah menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan/atau pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25, dan/atau permohonan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 Impor dan/atau Surat Keterangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona dan/atau Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 tidak perlu menyampaikan kembali pemberitahuan dan/atau permohonan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Pasal 15
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pemberi Kerja atau Wajib Pajak yang telah disetujui untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah, PPh final ditanggung Pemerintah, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25, dan/atau pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona dan/atau Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 tetap dapat memanfaatkan insentif pajak tersebut sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
Pasal 16
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, penyampaian laporan realisasi pemanfaatan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor dan/atau pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Masa Pajak April 2020 sampai dengan Juni 2020 bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Pasal 17
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Surat Keterangan yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 dinyatakan tetap berlaku untuk pelaksanaan ketentuan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 411), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 19
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Juli 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Juli 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 781