Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.04/2018

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29/PMK.04/2018

TENTANG

PERCEPATAN PERIZINAN KEPABEANAN DAN CUKAI
DALAM RANGKA KEMUDAHAN BERUSAHA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa untuk percepatan pelaksanaan berusaha guna mendukung pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha, perlu mengatur ketentuan mengenai percepatan perizinan di bidang kepabeanan dan cukai;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Percepatan Perizinan Kepabeanan dan Cukai Dalam Rangka Kemudahan Berusaha;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
  3. Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 210);


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERCEPATAN PERIZINAN KEPABEANAN DAN CUKAI DALAM RANGKA KEMUDAHAN BERUSAHA.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
  2. Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
  3. Pengguna Jasa adalah importir, eksportir, Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), pengangkut, pengusaha tempat penimbunan sementara, Pengusaha Jasa Titipan (PJT), penyelenggara/pengusaha tempat penimbunan berikat, dan pengguna jasa kepabeanan lainnya yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  4. Akses Kepabeanan adalah akses yang diberikan kepada Pengguna Jasa untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual.
  5. Registrasi Kepabeanan adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan oleh Pengguna Jasa ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan Akses Kepabeanan.
  6. Pengguna Jasa Kepabeanan adalah Pengguna Jasa yang telah mendapatkan Akses Kepabeanan.
  7. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disebut TPB, adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
  8. Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah penyelenggara TPB, penyelenggara TPB sekaligus pengusaha TPB, atau pengusaha di TPB merangkap penyelenggara di TPB,
  9. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan yang selanjutnya disebut KITE Pembebasan, adalah pembebasan bea masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan barang dan bahan yang berasal dari luar daerah pabean untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
  10. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian yang selanjutnya disebut KITE Pengembalian adalah pengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
  11. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea Dan Cukai.
  13. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
  14. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP, adalah sistem komputer yang digunakan oleh kantor pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
  15. Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat NPPBKC, adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang cukai.
  16. Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
  17. Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
  18. Pengusaha Pabrik adalah Orang yang mengusahakan pabrik.
  19. Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor.
  20. Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah Orang yang mengusahakan Tempat Penyimpanan.
  21. Tempat Penjualan Eceran adalah tempat untuk menjual secara eceran barang kena cukai kepada konsumen akhir.
  22. Pengusaha Tempat Penjualan Eceran adalah orang yang mengusahakan tempat penjualan eceran.
  23. Tempat Usaha Penyalur adalah tempat, bangunan, halaman, dan/atau lapangan yang dipergunakan untuk kegiatan usaha dan/atau untuk menimbun barang kena cukai yang sudah dilunasi cukainya untuk disalurkan atau dijual yang semata-mata ditujukari bukan kepada konsumen akhir.
  24. Penyalur adalah orang yang menyalurkan atau menjual barang kena cukai yang sudah dilunasi cukainya yang semata-mata ditujukan bukan kepada konsumen akhir.
  25. Importir adalah orang yang memasukkan barang kena cukai ke dalam daerah pabean.
  26. Pengusaha Barang Kena Cukai adalah Orang yang menjalankan kegiatan sebagai Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Impotir barang kena cukai, Penyalur, dan/atau Pengusaha Tempat Penjualan Eceran, yang telah memiliki NPPBKC.
  27. Tempat Usaha Importir Barang Kena Cukai yang selanjutnya disebut Tempat Usaha Importir, adalah tempat, bangunan, halaman, dan/atau lapangan yang dipergunakan untuk kegiatan usaha dan/atau untuk menimbun barang kena cukai asal impor yang sudah dilunasi cukainya.


BAB II
REGISTRASI KEPABEANAN

Pasal 2

(1) Pengguna Jasa yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean harus melakukan Registrasi Kepabeanan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk diberikan Akses Kepabeanan dan guna keperluan pendataan.
(2) Pelaksanaan Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengguna Jasa yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), secara mandiri dan dengan mengungkapkan secara sukarela (voluntary disclosure).
(3) Registrasi Kepabeanan dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada direktur yang tugas dan fungsinya di bidang evaluasi dan pelaksanaan Registrasi Kepabeanan.
(4) Permohonan Registrasi Kepabeanan disampaikan secara elektronik melalui Portal Indonesia National Single Window dalam kerangka Online Single Submission.


Pasal 3

(1) Permohonan Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), dilampiri dengan salinan dokumen yang dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan mengenai Registrasi Kepabeanan.
(2) Pengguna Jasa yang mengajukan permohonan Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, harus mengisi formulir isian dan melampirkan salinan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui media elektronik sesuai dengan jenis Registrasi Kepabeanan yang diajukan.


Pasal 4

(1) Sistem aplikasi Registrasi Kepabeanan melakukan penelitian administrasi terhadap permohonan Registrasi Kepabeanan.
(2) Penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk memastikan pengisian formulir isian dan lampiran salinan dokumen.
(3) Dalam hal sistem aplikasi Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat diterapkan, penelitian administrasi dilakukan dengan menggunakan sistem aplikasi yang telah tersedia.
(4) Dalam hal sistem aplikasi Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) mengalami gangguan, penelitian administrasi dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.


Pasal 5

Sistem aplikasi Registrasi Kepabeanan memberikan persetujuan Akses Kepabeanan paling lambat 3 (tiga) jam, apabila hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 menunjukkan bahwa formulir isian telah terpenuhi dan salinan dokumen telah dilampirkan.



Pasal 6

(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan verifikasi terhadap data dan/atau dokumen Registrasi Kepabeanan yang telah mendapatkan Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk meneliti kesesuaian data dan/atau dokumen yang berkaitan dengan:
  1. eksistensi Pengguna Jasa;
  2. penanggung jawab;
  3. keuangan perusahaan; dan
  4. jenis kegiatan Pengguna Jasa.


Pasal 7

(1) Hasil dari verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) berupa:
  1. kesesuaian data dan/atau dokumen; atau
  2. ketidaksesuaian data dan/atau dokumen.
(2) Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menunjukkan adanya ketidaksesuaian data dan/atau dokumen, direktur yang tugas dan fungsinya di bidang evaluasi dan pelaksanaan Registrasi Kepabeanan atau Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan pemberitahuan kepada Pengguna Jasa Kepabeanan untuk melakukan perbaikan data.
(3) Pengguna Jasa Kepabeanan harus melakukan perbaikan data dan/atau dokumen paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan perbaikan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Akses Kepabeanan yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tidak dapat dipergunakan, dalam hal:
  1. Pengguna Jasa Kepabeanan tidak atau belum melakukan perbaikan data dan/atau dokumen dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan/atau
  2. hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menunjukkan adanya ketidaksesuaian data dan/atau dokumen Angka Pengenal Importir (API) dan/atau Sertifikat Ahli Kepabeanan.


Pasal 8

(1) Direktur Jenderal dapat melakukan pertukaran data terkait data Registrasi Kepabeanan dengan Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Direktur Jenderal dapat menggunakan data yang diterima dari kementerian/lembaga lainnya untuk proses pemberian perizinan dan pelayanan.


Pasal 9

Ketentuan mengenai Registrasi Kepabeanan yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini, mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang Registrasi Kepabeanan.

 

 

BAB III
IZIN TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT

Pasal 10

TPB terdiri atas:

  1. kawasan berikat;
  2. gudang berikat;
  3. toko bebas bea;
  4. tempat penyelenggaraan pameran berikat;
  5. tempat lelang berikat;
  6. kawasan daur ulang berikat; dan
  7. pusat logistik berikat.


Pasal 11

(1) Untuk mendapatkan izin Penyelenggara/Pengusaha TPB, perusahaan yang akan menjadi Penyelenggara/Pengusaha TPB mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Indonesia National Single Window dalam kerangka Online Single Submission.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai.
(4) Perusahaan yang akan menjadi Penyelenggara/Pengusaha TPB harus:
  1. sudah melakukan registrasi kepabeanan dan memiliki izin usaha; dan
  2. memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam peraturan perundangan mengenai kawasan berikat, gudang berikat, toko bebas bea, tempat penyelenggaraan pameran berikat, tempat lelang berikat, kawasan daur ulang berikat, atau pusat logistik berikat.
(5) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a berupa:
  1. izin usaha perdagangan, izin usaha pergudangan, izin usaha pengelolaan kawasan, izin usaha industri, atau izin lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan kawasan, untuk permohonan menjadi Penyelenggara TPB;
  2. izin usaha industri, untuk permohonan menjadi pengusaha kawasan berikat atau pengusaha di kawasan berikat;
  3. izin usaha perdagangan atau izin usaha industri, untuk permohonan menjadi pengusaha gudang berikat atau pengusaha di gudang berikat;
  4. izin usaha perdagangan, untuk permohonan menjadi penyelenggara toko bebas bea sekaligus pengusaha toko bebas bea;
  5. izin usaha perdagangan, izin usaha pergudangan, izin usaha pengelolaan kawasan, izin usaha industri, atau izin lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan kawasan, untuk permohonan menjadi pengusaha pusat logistik berikat atau pengusaha di pusat logistik berikat; dan/atau
  6. izin usaha sesuai dengan peraturan perundang-perundangan mengenai tempat penyelenggaraan pameran berikat, tempat lelang berikat, atau kawasan daur ulang berikat, untuk permohonan menjadi tempat penyelenggaraan pameran berikat, tempat lelang berikat, atau kawasan daur ulang berikat.
(6) Dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), SKP memberikan respon kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha untuk:
  1. melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
  2. menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
(7) Dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha:
  1. melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
  2. menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
(8) Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7), dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah pernyataan kesiapan pemeriksaan lokasi dalam permohonan.

    

Pasal 12

(1) Perusahaan yang akan menjadi Penyelenggara/Pengusaha TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), harus melakukan pemaparan proses bisnis dan pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf b, kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai.
(2) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh wakil anggota direksi perusahaan.
(3) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi.
(4) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan:
  1. persetujuan dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Penyelenggara/Pengusaha TPB; atau
  2. penolakan dengan menerbitkan surat penolakan yang disertai dengan alasan penolakan,
berdasarkan hasil pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan paling lama 1 (satu) jam setelah pemaparan selesai dilakukan.
(6) Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan yang disertai dengan alasan penolakan.


Pasal 13

Izin Penyelenggara/Pengusaha TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) huruf a berlaku sampai dengan izin Penyelenggara/Pengusaha TPB dicabut.

 

 

Pasal 14

(1) Dalam hal terdapat perubahan data pada izin Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha TPB mengajukan permohonan perubahan data dalam izin Penyelenggara/Pengusaha TPB kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai.
(2) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan:
  1. persetujuan dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai perubahan izin Penyelenggara/Pengusaha TPB; atau
  2. penolakan dengan menerbitkan surat penolakan yang disertai dengan alasan penolakan, 
berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 15

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri dapat mencabut izin Penyelenggara/Pengusaha TPB.



Pasal 16

Tata cara:

  1. penyampaian permohonan izin Penyelenggara/Pengusaha TPB;
  2. pemberian izin Penyelenggara/Pengusaha TPB;
  3. penyampaian permohonan perubahan izin Penyelenggara/Pengusaha TPB; dan/atau
  4. pencabutan izin Penyelenggara/Pengusaha TPB,

yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini, mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang TPB.



BAB IV
IZIN KITE PEMBEBASAN DAN/ATAU
KITE PENGEMBALIAN

Pasal 17

(1) Untuk dapat ditetapkan sebagai perusahaan penerima fasilitas KITE Pembebasan dan/atau KITE Pengembalian, perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Indonesia National Single Window dalam kerangka Online Single Submission.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada:
  1. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
  2. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai,
yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha perusahaan.
(4) Perusahaan yang akan ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan dan/atau KITE Pengembalian harus:
  1. sudah melakukan registrasi kepabeanan dan memiliki izin usaha industri; dan
  2. memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan mengenai fasilitas KITE Pembebasan atau KITE Pengembalian.

 


Pasal 18

Dalam hal perusahaan yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) mempunyai lebih dari 1 (satu) lokasi pabrik, permohonan untuk memperoleh penetapan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan dan/atau KITE Pengembalian diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang mengawasi lokasi pabrik yang mempunyai volume kegiatan impor barang dan bahan terbesar.



Pasal 19

(1) Dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), SKP memberikan respon kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha untuk:
  1. melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
  2. menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
(2) Dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha:
  1. melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
  2. menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
(3) Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pernyataan kesiapan pemeriksaan lokasi dalam permohonan.
(4) Perusahaan yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), harus melakukan pemaparan mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) huruf b, kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai.
(5) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan oleh wakil anggota direksi perusahaan.
(6) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi.
(7) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan:
  1. persetujuan dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai perusahaan penerima fasilitas KITE Pembebasan dan/atau KITE Pengembalian; atau
  2. penolakan dengan menerbitkan surat penolakan yang disertai dengan alasan penolakan,
berdasarkan hasil pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(8) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diberikan paling lama 1 (satu) jam setelah pemaparan selesai dilakukan.
(9) Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan yang disertai dengan alasan penolakan.


Pasal 20

Tata cara pengajuan permohonan dan pemberian penetapan Perusahaan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan dan/atau KITE Pengembalian yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini, mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang fasilitas KITE Pembebasan atau KITE Pengembalian.



BAB V
PERIZINAN PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI

Pasal 21

Setiap Orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai:

  1. Pengusaha Pabrik;
  2. Pengusaha Tempat Penyimpanan;
  3. Importir barang kena cukai;
  4. Penyalur; dan/atau
  5. Pengusaha Tempat Penjualan Eceran,

wajib memiliki NPPBKC.



Pasal 22

(1) Untuk memperoleh NPPBKC, Orang yang akan menjalankan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 harus mengajukan:
  1. permohonan pemeriksaan lokasi, bangunan, atau tempat usaha yang akan digunakan sebagai Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Usaha Importir, Tempat Usaha Penyalur, atau Tempat Penjualan Eceran; dan
  2. permohonan mendapatkan NPPBKC,
secara elektronik kepada Menteri u.p. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai sesuai dengan wilayah pengawasannya melalui Portal Indonesia National Single Window dalam kerangka Online Single Submission.
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai sesuai dengan wilayah pengawasannya.
(3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pejabat Bea dan Cukai pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai sesuai dengan wilayah pengawasannya melakukan pemeriksaan lokasi paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pernyataan kesiapan pemeriksaan lokasi dalam permohonan.
(4) Hasil pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan ke dalam berita acara pemeriksaan lokasi.
(5) Permohonan mendapatkan NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan melampirkan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap permohonan untuk memperoleh NPPBKC dan menerbitkan NPPBKC paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.


Pasal 23

Tata cara pemberian, pembekuan, dan pencabutan NPPBKC, yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini, mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pemberian, pembekuan, dan pencabutan NPPBKC.

 


BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 24

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka:

1. permohonan Registrasi Kepabeanan yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini namun belum mendapatkan keputusan, proses penyelesaiannya dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.04/2016 tentang Registrasi Kepabeanan;
2. permohonan untuk mendapatkan izin Penyelenggara/Pengusaha TPB yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini namun belum mendapatkan keputusan, proses penyelesaiannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk kawasan berikat, permohonan diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2013 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat;
  2. untuk gudang berikat, permohonan diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat;
  3. untuk toko bebas bea, permohonan diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.04/2017 tentang Toko Bebas Bea;
  4. untuk tempat penyelenggaraan pameran berikat, permohonan diselesaikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 123/KMK.05/2000 tentang Entreport Tujuan Pameran; dan
  5. untuk pusat logistik berikat, permohonan diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 tentang Pusat Logistik Berikat;
3. permohonan untuk mendapatkan penetapan sebagai perusahaan penerima fasilitas KITE Pembebasan yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini namun belum mendapatkan keputusan, proses penyelesaiannya dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.04/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor;
4. permohonan untuk mendapatkan penetapan sebagai perusahaan penerima fasilitas KITE Pengembalian yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini namun belum mendapatkan keputusan, proses penyelesaiannya dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor; dan
5. permohonan untuk:
  1. pemeriksaan lokasi, bangunan, atau tempat usaha yang akan digunakan sebagai Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Usaha Importir, Tempat Usaha Penyalur, atau Tempat Penjualan Eceran; dan
  2. mendapatkan NPPBKC,
yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini namun belum mendapatkan keputusan, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri ini.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Pasal 1 angka 12, dan Pasal 6 sampai dengan Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan nomor 179/PMK.04/2016 tentang Registrasi Kepabeanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1791);
  2. Pasal 3 ayat (7) dan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil Tembakau sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil Tembakau (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 555);
  3. Pasal 3 ayat (7) dan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai untuk Pengusaha Pabrik, Importir, Penyalur, dan Pengusaha Tempat Penjualan Eceran Minuman Mengandung Etil Alkohol (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1791); dan
  4. Pasal 3 ayat (7) dan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pancabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai untuk Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan Pengusaha Tempat Penjualan Eceran Etil Alkohol sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.04/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pancabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai untuk Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan Pengusaha Tempat Penjualan Eceran Etil Alkohol (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 337),

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 26

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Maret 2018
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 28 Maret 2018

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


WIDODO EKATJAHJANA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 415