Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.05/2020

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    DIGANTI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 225/PMK.05/2020

TENTANG

SISTEM PENERIMAAN NEGARA SECARA ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.05/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik;
  2. bahwa dalam rangka penyempurnaan sistem penerimaan negara secara elektronik dengan menyesuaikan perkembangan sistem penerimaan negara saat ini dan dalam rangka simplifikasi regulasi sistem penerimaan negara, perlu mengatur kembali sistem penerimaan negara secara elektronik yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.05/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Penerimaan Negara secara Elektronik;

Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISTEM PENERIMAAN NEGARA SECARA ELEKTRONIK.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah Menteri Keuangan.
2. Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada wilayah   kerja yang telah ditetapkan.
3. Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
4. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar pengeluaran negara.
5. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar pengeluaran negara pada Bank Sentral.
6. Sub Rekening Kas Umum Negara Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan yang selanjutnya disebut Sub RKUN adalah rekening tempat menampung pelimpahan penerimaan negara dari collecting agent yang dibuka oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan pada Bank Sentral.
7. Rekening Penerimaan Negara Terpusat adalah rekening BUN yang dibuka oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan pada bank persepsi dan bank persepsi Valuta Asing (Valas) untuk menampung penerimaan negara.
8. Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat adalah rekening yang dibuka oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan pada pos persepsi, lembaga persepsi lainnya, dan lembaga persepsi lainnya Valas untuk mencatat penerimaan negara melalui pos persepsi, lembaga persepsi lainnya, dan lembaga persepsi lainnya Valas.
9. Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke Kas Negara.
10. Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
11. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing, diluar penerimaan perpajakan dan hibah yang dikelola dalam mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
12. Penerimaan Hibah adalah setiap Penerimaan Negara dalam bentuk uang tunai yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri dan/atau luar negeri.
13. Penerimaan Pembiayaan adalah semua Penerimaan Negara untuk pemenuhan pembiayaan APBN yang berasal dari penerbitan surat berharga negara, penerimaan pinjaman tunai, dan hasil divestasi.
14. Penerimaan Pengembalian Belanja adalah semua Penerimaan Negara dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan.
15. Dana Perhitungan Fihak Ketiga yang selanjutnya disebut Dana PFK adalah sejumlah dana yang diperoleh pemerintah pusat dari pungutan dan/atau hasil pemotongan gaji/upah/penghasilan tetap bulanan pejabat negara, pegawai negeri sipil pusat, pegawai negeri sipil daerah, prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau pegawai pemerintah non pegawai negeri dan sejumlah dana yang disetorkan oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan pungutan atau potongan lainnya untuk dibayarkan kepada pihak ketiga atau pemerintah daerah.
16. Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan Penerimaan Negara dan merupakan sistem yang terintegrasi dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
17. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bank Indonesia.
18. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
19. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
20. Collecting Agent adalah agen penerimaan meliputi bank persepsi, pos persepsi, bank persepsi Valas, lembaga persepsi lainnya, atau lembaga persepsi lainnya Valas yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
21. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
22. PT Pos Indonesia (Persero) selanjutnya disebut Kantor Pos adalah Badan Usaha Milik Negara yang mempunyai unit pelaksana teknis di daerah yaitu sentral giro/sentral giro gabungan/sentral giro gabungan khusus serta Kantor Pos dan giro.
23. Pos Persepsi adalah Kantor Pos yang ditunjuk Kuasa BUN untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
24. Lembaga adalah badan hukum selain Bank Umum dan PT Pos Indonesia (Persero) yang memiliki kompetensi dan reputasi yang layak untuk melaksanakan fungsi penerimaan.
25. Lembaga Persepsi Lainnya adalah Lembaga yang ditunjuk Kuasa BUN untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
26. Bank Devisa adalah Bank Umum yang telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melaksanakan kegiatan usaha perbankan dalam mata uang asing.
27. Bank Persepsi Valas adalah Bank Devisa yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asing dari dalam negeri dan/atau luar negeri.
28. Lembaga Devisa adalah lembaga yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga berwenang lainnya untuk melaksanakan kegiatan usaha keuangan dalam mata uang asing.
29. Lembaga Persepsi Lainnya Valas adalah Lembaga Devisa yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asing dari dalam negeri dan/atau luar negeri.
30. Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disebut Direktorat PKN adalah unit eselon II pada kantor pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
31. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Penerimaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
32. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Mitra Kerja Instansi Pengelola Penerimaan Negara yang selanjutnya disebut KPPN Mitra Kerja adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang melayani wilayah tertentu dimana Instansi Pengelola Penerimaan Negara berada.
33. Keadaan Kahar (Force Majeure) adalah suatu kejadian diluar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah (baik wilayah, epidemik maupun endemik) dan diketahui secara luas sehingga kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
34. Business Continuity Plan selanjutnya disingkat BCP adalah kumpulan prosedur dan informasi yang dikembangkan, dibangun, dan dijaga agar siap digunakan dalam keadaan kahar.
35. Disaster Recovery Plan selanjutnya disingkat DRP adalah dokumen yang berisikan rencana tindak lanjut untuk pemulihan layanan sistem Penerimaan Negara secara elektronik setelah keadaan kahar.
36. System Integration Testing yang selanjutnya disingkat SIT adalah pengujian yang dilaksanakan oleh Kuasa BUN Pusat atas sistem Penerimaan Negara pada:
  1. Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya;
  2. Bank Devisa atau Lembaga Devisa yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas; dan/atau
  3. Collecting Agent,
dengan persyaratan dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat sebelum dilaksanakan UAT.
37. User Acceptance Test yang selanjutnya disingkat UAT adalah pengujian yang dilaksanakan oleh Kuasa BUN Pusat atas proses bisnis, sistem, dan pelaporan penatausahaan Penerimaan Negara pada:
  1. Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya;
  2. Bank Devisa atau Lembaga Devisa yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas dan/atau; dan/atau
  3. Collecting Agent,
dengan persyaratan dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat.
38. Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor unik tanda bukti pembayaran/penyetoran ke Kas Negara yang diterbitkan sistem settlement terdiri dari kombinasi huruf dan angka.
39. Sistem Settlement adalah sistem Penerimaan Negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memfasilitasi penyelesaian proses pembayaran dan pemberian NTPN.
40. Tanggal Bayar adalah tanggal pencatatan transaksi berdasarkan saat dilakukannya pembayaran Penerimaan Negara pada sistem Collecting Agent sebagai pengakuan pelunasan kewajiban wajib pajak/wajib bayar/wajib setor.
41. Tanggal Buku adalah tanggal pencatatan pada sistem settlement atas transaksi sebagai dasar pengakuan Penerimaan Negara oleh BUN, dan sebagai dasar penyusunan laporan dan pelimpahan oleh Collecting Agent.
42. Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran Penerimaan Negara yang diterbitkan Bank Persepsi atau Bank Persepsi Valas.
43. Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran Penerimaan Negara yang diterbitkan Pos Persepsi.
44. Nomor Transaksi Lembaga Persepsi Lainnya yang selanjutnya disingkat NTL adalah nomor bukti transaksi penyetoran Penerimaan Negara yang diterbitkan Lembaga Persepsi Lainnya atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas.
45. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Collecting Agent atas transaksi Penerimaan Negara yang mencantumkan NTPN dan NTB/NTP/NTL sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
46. Laporan Harian Penerimaan Elektronik yang selanjutnya disingkat LHP Elektronik adalah laporan harian Penerimaan Negara yang disiapkan oleh Collecting Agent dalam bentuk arsip data komputer.
47. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut pajak yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
48. Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri dan/atau luar negeri yang memiliki kewajiban membayar PNBP/Penerimaan Negara selain Perpajakan atau yang melakukan pemesanan pembelian surat berharga negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
49. Wajib Setor adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan melakukan kewajiban menerima kemudian menyetorkan Penerimaan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
50. Collecting Agent Only selanjutnya disebut CA Only adalah Penerimaan Negara yang catatan transaksi dan uangnya berada di Collecting Agent, namun tidak tercatat di dalam Sistem Settlement.
51. Settlement Only adalah transaksi Penerimaan Negara yang tercatat pada Sistem Settlement yang dibuktikan dengan NTPN, namun tidak terdapat pada data Penerimaan Negara dari sistem Collecting Agent.
52. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi menyiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
53. Biller adalah unit eselon I Kementerian Keuangan yang diberi tugas dan kewenangan untuk menerbitkan dan mengelola kode billing.
54. Portal Biller adalah portal yang dikelola oleh Biller yang memfasilitasi penerbitan kode billing yang merupakan subsistem dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik.
55. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh Biller atas jenis pembayaran atau setoran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
56. Instansi Pengelola Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat dengan IPPN adalah instansi, satuan kerja kementerian negara/lembaga atau satuan kerja pemerintah daerah yang menyelenggarakan pengelolaan Penerimaan Negara.
57. Portal Penerimaan Negara adalah portal yang mengintegrasikan sarana layanan pembuatan Kode Billing berbagai jenis Penerimaan Negara meliputi penerimaan Pajak, Bea dan Cukai, PNBP, Penerimaan Pembiayaan, Penerimaan Hibah, dan Penerimaan Negara lainnya sekaligus layanan pembayaran Penerimaan Negara yang menjadi bagian dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik.


BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

(1) Penerimaan Negara yang diatur dalam Peraturan Menteri ini, berupa:
  1. Penerimaan Perpajakan;
  2. PNBP;
  3. Penerimaan Pembiayaan;
  4. Penerimaan Hibah; dan
  5. Penerimaan Negara lainnya.
(2) Penerimaan Negara lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi:
  1. penerimaan Dana PFK;
  2. Penerimaan Pengembalian Belanja;
  3. setoran sisa Uang Persediaan (UP)/Tambahan Uang Persediaan (TUP); dan
  4. penerimaan selain penerimaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c.
(3) Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari dalam negeri dan/atau luar negeri.
(4) Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Penerimaan Negara dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing.
(5) Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke Kas Negara menggunakan Sistem Elektronik.


Pasal 3

(1) Penyetoran Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dilakukan melalui layanan atau kanal pembayaran yang disediakan oleh Collecting Agent.
(2) Collecting Agent sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
  1. Bank Persepsi;
  2. Bank Persepsi Valas;
  3. Pos Persepsi;
  4. Lembaga Persepsi Lainnya; dan
  5. Lembaga Persepsi Lainnya Valas.
(3) Penyetoran Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Kode Billing.
(4) Layanan atau kanal pembayaran yang disediakan Collecting Agent sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk:
  1. layanan atau kanal pembayaran pada loket atau teller (over the counter); dan/atau
  2. layanan atau kanal pembayaran dengan menggunakan sistem elektronik, antara lain Anjungan Tunai Mandiri (ATM), internet banking, mobile banking, overbooking, Electronic Data Capture (EDC), dompet elektronik, transfer bank, virtual account, kartu debit, dan kartu kredit.
(5) Layanan atau kanal pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b juga tersedia pada:
  1. sistem Portal Penerimaan Negara;
  2. sistem yang dikelola oleh Biller, dan/atau
  3. sistem lain yang telah disetujui BUN/Kuasa BUN Pusat.


BAB III
PENUNJUKAN BANK PERSEPSI, BANK PERSEPSI VALAS,
POS PERSEPSI, LEMBAGA PERSEPSI LAINNYA, DAN
LEMBAGA PERSEPSI LAINNYA VALAS

Bagian Kesatu
Kajian Teknis Operasional

Pasal 4

(1) Dalam rangka penetapan kebijakan umum penatausahaan Penerimaan Negara oleh Collecting Agent, Kuasa BUN Pusat menyusun kajian teknis operasional yang meliputi aspek:
  1. kecukupan jumlah Collecting Agent yang dibutuhkan;
  2. cakupan layanan Collecting Agent yang dibutuhkan; dan
  3. pertimbangan lain berdasarkan kebijakan Kuasa BUN Pusat.
(2) Penyusunan kajian teknis operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan unit eselon I terkait di lingkungan Kementerian Keuangan.


Bagian Kedua
Syarat dan Kriteria Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga
untuk Menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi,
atau Lembaga Persepsi Lainnya

Pasal 5

(1) Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dapat menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya setelah melalui proses sebagai berikut:
  1. mengajukan permohonan dengan menyertakan persyaratan yang ditetapkan;
  2. memperoleh izin prinsip dari Kuasa BUN Pusat;
  3. lulus SIT dan UAT yang diuji oleh Kuasa BUN Pusat; dan
  4. memperoleh penetapan dari Kuasa BUN Pusat.
(2) Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat beroperasi sebagai Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya setelah menandatangani perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dengan Kuasa BUN Pusat.
(3) Dalam rangka memperoleh informasi yang memadai terkait proses pemberian izin prinsip Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga sebagai Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya, Kuasa BUN Pusat dapat berkoordinasi dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, instansi, dan/atau badan yang berwenang.


Pasal 6

(1) Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang dapat ditetapkan sebagai Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. didirikan/beroperasi di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. memiliki peringkat komposit minimum 3 (tiga) selama 1 (satu) tahun terakhir khusus untuk Bank Umum, yang dibuktikan dengan dokumen pendukung dari Otoritas Jasa Keuangan;
  3. memiliki kinerja yang layak, khusus untuk Kantor Pos atau Lembaga, yang dibuktikan dengan laporan keuangan (audited) dengan opini minimal Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan/atau dokumen pendukung penilaian kinerja yang diterbitkan oleh lembaga otoritas yang berwenang selama 2 (dua) tahun terakhir;
  4. sanggup mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
  5. bersedia diperiksa oleh BUN/Kuasa BUN atas pelaksanaan pengelolaan setoran Penerimaan Negara yang diterima;
  6. memiliki sistem informasi dan teknologi yang memadai dan dapat terhubung secara online dengan sistem Penerimaan Negara pada Kementerian Keuangan;
  7. memiliki peta cakupan layanan;
  8. memiliki kompetensi dan kredibilitas/reputasi yang didukung dengan pertimbangan otoritas/instansi/lembaga yang berwenang;
  9. menyusun proyeksi/potensi Penerimaan Negara yang dapat dikumpulkan; dan
  10. bersedia menandatangani perjanjian kerja sama sebagai Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dengan Kuasa BUN Pusat.
(2) Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berminat menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya mengajukan permohonan tertulis kepada Kuasa BUN Pusat.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan dokumen sebagai berikut:
  1. salinan akta pendirian/izin beroperasi sebagai Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga;
  2. salinan surat keterangan mengenai peringkat komposit, khusus untuk Bank Umum;
  3. salinan laporan keuangan dengan opini minimal WDP selama 2 (dua) tahun terakhir (audited) dan/atau dokumen penilaian kinerja dari instansi/badan yang berwenang, khusus untuk Lembaga;
  4. surat izin beroperasi dari Otoritas Jasa Keuangan untuk Bank Umum, dasar hukum pembentukan untuk Kantor Pos, atau surat izin beroperasi dari instansi/badan yang berwenang untuk Lembaga;
  5. salinan peta cakupan layanan;
  6. salinan pertimbangan kompetensi dan kredibilitas/reputasi dari otoritas/instansi/lembaga berwenang;
  7. proyeksi/potensi Penerimaan Negara yang dapat dikumpulkan;
  8. surat pernyataan bermeterai yang ditandatangani oleh Direktur Utama atau Pemimpin Tertinggi Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang berisi:
    1. kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
    2. kesediaan diperiksa oleh BUN/Kuasa BUN atas pelaksanaan penatausahaan Penerimaan Negara;
    3. kesediaan Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga untuk membangun sistem informasi yang terhubung secara online dengan sistem Penerimaan Negara pada Kementerian Keuangan;
    4. telah bekerja sama dengan penyedia jasa sistem pembayaran yang berizin dari Bank Indonesia, khusus untuk Lembaga yang bukan penyedia jasa sistem pembayaran;
    5. lokasi server berada di Indonesia; dan
    6. sistem telah terpasang antivirus terbaru beserta pendukung sistem keamanan lainnya yang akan selalu dilakukan pembaruan/update.


Bagian Ketiga
Prosedur Persetujuan Bank Umum, Kantor Pos,
atau Lembaga untuk Menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi,
atau Lembaga Persepsi Lainnya

Pasal 7

(1) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Kuasa BUN Pusat melakukan penilaian yang meliputi aspek:
  1. pemenuhan dokumen kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3);
  2. cakupan layanan Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga;
  3. kompetensi dan kredibilitas/reputasi Bank Umum/Kantor Pos/Lembaga yang dapat didukung dengan pertimbangan otoritas/instansi/lembaga yang berwenang; dan
  4. proyeksi/potensi Penerimaan Negara yang dapat dikumpulkan.
(2) Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kuasa BUN Pusat mempertimbangkan kajian teknis operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(3) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kuasa BUN dapat menyetujui atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).


Pasal 8

(1) Terhadap permohonan Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang disetujui, Kuasa BUN Pusat menerbitkan izin prinsip.
(2) Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain memuat kewajiban Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga untuk membangun sistem yang sesuai dengan Collecting Agent requirement dan hal-hal yang harus dilakukan oleh Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga.
(3) Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format huruf A tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 9

Terhadap permohonan Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang ditolak, Kuasa BUN Pusat menyampaikan penolakan secara tertulis kepada Direktur Utama atau Pemimpin Tertinggi Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak seluruh lampiran surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) diterima dengan lengkap.



Pasal 10

Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang telah selesai membangun sistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) menyampaikan permohonan SIT kepada Kuasa BUN Pusat.



Pasal 11

(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Kuasa BUN Pusat melaksanakan SIT yang meliputi:
  1. pengujian fungsional (functional testing) untuk memastikan bahwa aplikasi yang dibangun oleh Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi, mampu melaksanakan fungsi yang diperlukan sekaligus pengujian kondisi negatif;
  2. pengujian pelaporan (reporting testing) untuk memastikan bahwa aplikasi yang digunakan oleh Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi, mampu menghasilkan laporan sesuai dengan format yang telah ditentukan; dan
  3. pengujian rekonsiliasi (reconcile testing) untuk memastikan bahwa aplikasi yang digunakan Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi, menghasilkan output yang diperlukan dalam proses rekonsiliasi transaksi Penerimaan Negara.
(2) SIT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselesaikan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak surat permohonan SIT diterima Kuasa BUN Pusat.


Pasal 12

(1) Dalam hal berdasarkan SIT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dinyatakan lulus, Kuasa BUN Pusat menyampaikan hasil SIT kepada Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga.
(2) Berdasarkan hasil SIT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga mengajukan permohonan UAT kepada Kuasa BUN Pusat.
(3) Dalam hal berdasarkan SIT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dinyatakan tidak lulus, Kuasa BUN Pusat menyampaikan hasil SIT kepada Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga untuk ditindaklanjuti dengan perbaikan sistem dan pengajuan kembali permohonan SIT.
(4) Perbaikan sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus diselesaikan oleh Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak Kuasa BUN Pusat menyampaikan hasil SIT.
(5) Dalam hal Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga tidak dapat menyelesaikan perbaikan sistem dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Kuasa BUN Pusat mencabut izin prinsip yang telah diterbitkan dengan menyampaikan penolakan secara tertulis.


Pasal 13

Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Kuasa BUN Pusat melaksanakan UAT atas sistem yang dibangun oleh Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga.



Pasal 14

UAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 meliputi:

  1. pengujian proses bisnis (business process testing) untuk memastikan bahwa proses bisnis yang disediakan oleh Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan oleh Kuasa BUN Pusat;
  2. pengujian sistem informasi dan teknologi (system testing) untuk memastikan bahwa sistem yang disediakan oleh Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya telah mendukung proses bisnis yang ditetapkan dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat; dan
  3. pengujian atas pelaporan transaksi (report testing) untuk memastikan bahwa laporan dan data yang dihasilkan Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat.


Pasal 15

(1) Dalam hal berdasarkan UAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dinyatakan lulus, Kuasa BUN Pusat menyampaikan hasil pelaksanaan UAT kepada Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga.
(2) Dalam hal berdasarkan UAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dinyatakan tidak lulus, Kuasa BUN Pusat menyampaikan hasil UAT kepada Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga untuk ditindaklanjuti dengan perbaikan sistem dan pengajuan kembali permohonan UAT.
(3) Perbaikan sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus diselesaikan oleh Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dan disampaikan kembali kepada Kuasa BUN paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak Kuasa BUN Pusat menyampaikan hasil UAT.
(4) Dalam hal Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga tidak dapat menyelesaikan perbaikan sistem dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kuasa BUN Pusat mencabut izin prinsip yang telah diterbitkan dengan menyampaikan penolakan secara tertulis.


Pasal 16

Kuasa BUN Pusat menetapkan Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang dinyatakan lulus UAT sebagai Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya dalam Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan.



Pasal 17

(1) Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Direktur Utama atau Pemimpin Tertinggi Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga menandatangani perjanjian kerja sama sebagai Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya dengan Kuasa BUN Pusat.
(2) Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
  1. hak dan kewajiban;
  2. jangka waktu perjanjian;
  3. larangan pengenaan biaya;
  4. pemberian imbalan atas jasa pelayanan;
  5. pelayanan dan pengamanan sistem;
  6. gangguan jaringan;
  7. Keadaan Kahar (Force Majeure);
  8. sanksi administratif; dan
  9. tata cara penyelesaian perselisihan.
(3) Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Collecting Agent dalam rangka pelaksanaan sistem Penerimaan Negara secara elektronik.


Bagian Keempat
Syarat dan Kriteria Bank Devisa atau Lembaga Devisa
untuk menjadi Bank Persepsi Valas
atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas

Pasal 18

(1) Bank Devisa atau Lembaga Devisa dapat menjadi Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas setelah melalui proses sebagai berikut:
  1. mengajukan permohonan dengan menyertakan persyaratan yang ditetapkan;
  2. memperoleh izin prinsip dari Kuasa BUN Pusat;
  3. lulus SIT dan UAT yang diuji oleh Kuasa BUN Pusat; dan
  4. memperoleh penetapan dari Kuasa BUN Pusat.
(2) Bank Devisa atau Lembaga Devisa yang memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat beroperasi sebagai Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas setelah menandatangani perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Devisa atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat.
(3) Dalam rangka memperoleh informasi yang memadai terkait proses pemberian izin prinsip Bank Devisa atau Lembaga Devisa sebagai Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas, Kuasa BUN Pusat dapat berkoordinasi dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, instansi, dan/atau badan yang berwenang.

 

 

Pasal 19

(1) Bank Devisa atau Lembaga Devisa yang dapat ditetapkan sebagai Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. didirikan/beroperasi di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. telah beroperasi sebagai Bank Persepsi atau Lembaga Persepsi Lainnya selama 2 (dua) tahun terakhir dengan kinerja yang baik berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi oleh Kuasa BUN Pusat;
  3. memiliki peringkat komposit minimum 3 (tiga) selama 1 (satu) tahun terakhir, khusus untuk Bank Devisa, yang dibuktikan dengan dokumen pendukung dari Otoritas Jasa Keuangan;
  4. memiliki cabang di luar negeri yang online dengan kantor pusatnya dan terhubung dengan sistem MPN;
  5. telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan, untuk Bank Devisa;
  6. telah memperoleh izin dari Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga berwenang lainnya, untuk Lembaga Devisa.
  7. memiliki kinerja yang layak, khusus untuk Lembaga Devisa, yang dibuktikan dengan laporan keuangan dengan opini minimal WDP dan/atau dokumen pendukung penilaian kinerja yang diterbitkan oleh lembaga otoritas yang berwenang selama 2 (dua) tahun terakhir;
  8. sanggup mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
  9. bersedia diperiksa oleh BUN/Kuasa BUN atas pelaksanaan pengelolaan setoran Penerimaan Negara yang diterima;
  10. memiliki sistem informasi dan teknologi yang memadai dan dapat terhubung secara online dengan sistem Penerimaan Negara pada Kementerian Keuangan;
  11. memiliki peta cakupan layanan;
  12. memiliki kompetensi dan kredibilitas/reputasi yang didukung dengan pertimbangan otoritas/instansi/lembaga yang berwenang;
  13. menyusun proyeksi/potensi Penerimaan Negara yang dapat dikumpulkan; dan
  14. bersedia menandatangani perjanjian kerja sama sebagai Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Devisa atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat.
(2) Direktur Utama atau Pemimpin Tertinggi Bank Devisa atau Lembaga Devisa yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berminat menjadi Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas mengajukan permohonan tertulis kepada Kuasa BUN Pusat.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri:
  1. salinan akta pendirian/izin beroperasi sebagai Bank Devisa atau Lembaga Devisa;
  2. salinan surat izin dari Otoritas Jasa Keuangan, untuk Bank Devisa;
  3. salinan surat izin dari Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga otoritas yang berwenang, untuk Lembaga Devisa;
  4. salinan Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan yang menetapkan sebagai Bank Persepsi atau Lembaga Persepsi Lainnya;
  5. salinan perjanjian kerja sama sebagai Bank Persepsi atau Lembaga Persepsi Lainnya;
  6. salinan surat keterangan mengenai peringkat komposit, khusus untuk Bank Devisa;
  7. salinan laporan keuangan (audited) dengan opini WDP selama 2 (dua) tahun terakhir dan/atau dokumen penilaian kinerja dari instansi/badan yang berwenang, khusus untuk Lembaga Devisa;
  8. surat izin beroperasi dari Otoritas Jasa Keuangan untuk Bank Devisa, atau surat izin beroperasi dari instansi/badan yang berwenang, untuk Lembaga Devisa;
  9. salinan peta cakupan layanan;
  10. salinan pertimbangan kompetensi dan kredibilitas/reputasi dari otoritas/instansi/lembaga berwenang;
  11. proyeksi/potensi Penerimaan Negara yang dapat dikumpulkan;
  12. surat pernyataan bermeterai yang ditandatangani oleh Direktur Utama atau Pemimpin Tertinggi Bank Devisa atau Lembaga Devisa yang berisi:
    1. kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
    2. kesediaan diperiksa oleh BUN/Kuasa BUN atas pelaksanaan penatausahaan Penerimaan Negara;
    3. kesediaan Bank Devisa atau Lembaga Devisa untuk membangun sistem informasi yang terhubung secara online dengan sistem Penerimaan Negara pada Kementerian Keuangan;
    4. telah bekerja sama dengan penyedia jasa sistem pembayaran yang berizin dari Bank Indonesia, khusus untuk Lembaga Devisa yang bukan penyedia jasa sistem pembayaran;
    5. lokasi server berada di Indonesia; dan
    6. sistem telah terpasang antivirus terbaru beserta pendukung sistem keamanan lainnya yang akan selalu dilakukan pembaruan/update.


Bagian Kelima
Prosedur Persetujuan Bank Devisa atau Lembaga Devisa
untuk Menjadi Bank Persepsi Valas atau
Lembaga Persepsi Lainnya Valas

Pasal 20

Ketentuan mengenai prosedur persetujuan Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 17 berlaku secara mutatis mutandis terhadap prosedur persetujuan Bank Devisa atau Lembaga Devisa menjadi Bank Devisa Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas.



BAB IV
REKENING PENERIMAAN

Pasal 21

(1) Dalam pelaksanaan Penerimaan Negara secara elektronik, KPPN Khusus Penerimaan membuka:
  1. Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat pada Collecting Agent berkenaan; dan
  2. Sub RKUN di Bank Indonesia.
(2) Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
  1. Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat yang melayani Penerimaan Negara dalam mata uang rupiah; dan
  2. Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat yang melayani Penerimaan Negara dalam mata uang asing.
(3) Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
  1. Sub RKUN dalam mata uang rupiah; dan
  2. Sub RKUN dalam mata uang asing.
(4) Sub RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk menerima pelimpahan dari Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
(5) Collecting Agent wajib melimpahkan seluruh saldo Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ke Sub RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit 2 (dua) kali setiap hari kerja, paling lambat diterima pada Pukul 09.00 WIB dan Pukul 16.30 WIB atau selain waktu dimaksud sesuai dengan permintaan dari Kuasa BUN Pusat.
(6) KPPN Khusus Penerimaan menihilkan saldo sub RKUN ke Rekening KUN setiap hari kerja.
(7) Collecting Agent yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dikenakan sanksi administratif berupa denda yang besarannya ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Bank Devisa, Kantor Pos, Lembaga, atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat.

 


BAB V
PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA

Bagian Kesatu
Kode Billing

Pasal 22

(1) Penyetoran Penerimaan Negara dilakukan melalui Collecting Agent dengan menggunakan Kode Billing.
(2) Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh setelah dilakukan perekaman data transaksi Penerimaan Negara oleh:
  1. Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor secara mandiri atau dengan asistensi oleh petugas yang ditunjuk oleh Biller, atau
  2. petugas yang diberi wewenang oleh Biller atau IPPN.
(3) Berdasarkan perekaman data transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Biller menerbitkan Kode Billing melalui:
  1. Portal Biller,
  2. Portal Penerimaan Negara; atau
  3. sistem IPPN yang telah terintegrasi dengan Portal Biller.
(4) Dalam hal perekaman data dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor bertanggung jawab atas kelengkapan dan kebenaran data pembayarannya.
(5) Dalam hal perekaman data dilakukan oleh petugas yang diberi wewenang oleh Biller atau IPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, petugas yang diberi wewenang dimaksud bertanggung jawab atas kelengkapan data pembayaran berkenaan.
(6) Dalam rangka penatausahaan Penerimaan Negara, Biller mengirimkan Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ke Sistem Settlement.


Pasal 23

(1) Kode Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dipersamakan dengan surat setoran yang digunakan untuk masing-masing jenis setoran.
(2) Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki masa kadaluwarsa.
(3) Masa kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk masing-masing jenis Penerimaan Negara ditetapkan oleh masing-masing Biller.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perekaman data transaksi Penerimaan Negara dalam rangka penerbitan Kode Billing, termasuk penerbitan Kode Billing untuk Penerimaan Negara yang secara teknis pemungutannya dilakukan antar IPPN diatur oleh masing-masing Biller.


Bagian Kedua
Biller

Pasal 24

(1) Biller menyediakan dan mengelola sarana perekaman data transaksi Penerimaan Negara.
(2) Biller sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
  1. Direktorat Jenderal Anggaran;
  2. Direktorat Jenderal Pajak;
  3. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  4. Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan
  5. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
(3) Jenis Penerimaan Negara yang dikelola oleh masing- masing Biller diatur sebagai berikut:
  1. PNBP, dikelola oleh Direktorat Jenderal Anggaran;
  2. Penerimaan Pajak Dalam Negeri selain cukai, dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak;
  3. Penerimaan Pajak Perdagangan Internasional dan Penerimaan Dalam Negeri berupa cukai dan pajak, dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  4. Penerimaan Dana PFK, Penerimaan Pengembalian Belanja, dan setoran sisa Uang Persedian (UP)/Tambahan Uang Persediaan (TUP), dan penerimaan lainnya, dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan
  5. Penerimaan Pembiayaan dan Penerimaan Hibah, dikelola oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.


Bagian Ketiga
IPPN

Pasal 25

(1) IPPN menyediakan dan mengelola sarana perekaman data transaksi Penerimaan Negara yang telah terintegrasi dengan Portal Biller.
(2) Perekaman data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan Kode Billing.
(3) Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk melakukan penyetoran Penerimaan Negara pada layanan atau kanal pembayaran yang disediakan Collecting Agent.
(4) Pemerintah daerah selaku IPPN melakukan pemotongan dan penyetoran Penerimaan Negara melalui sistem keuangan pemerintah daerah yang terintegrasi dengan:
  1. Portal Biller, dan
  2. sistem milik Collecting Agent yang terhubung dengan Sistem Settlement.


BAB VI
PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA

Bagian Kesatu
Penatausahaan Penerimaan Negara pada Sistem Settlement

Pasal 26

(1) Sistem Settlement menerima Kode Billing yang dikirim oleh Biller sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6).
(2) Berdasarkan Kode Billing yang diterima sebagaimana ayat (1), Sistem Settlement memberikan konfirmasi atas permintaan pembayaran berupa Kode Billing yang disampaikan oleh Collecting Agent.
(3) Terhadap Kode Billing yang terkonfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan telah dilakukan pembayaran melalui Collecting Agent, Sistem Settlement menerbitkan NTPN.
(4) Sistem Settlement menyampaikan NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Biller dan Collecting Agent.
(5) Penyampaian NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan notifikasi atas diterimanya pembayaran di Rekening KUN melalui Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat di Collecting Agent.
(6) Dokumen yang merupakan output dari Portal Biller dan sistem IPPN yang terintegrasi dengan Portal Biller dapat diakui sebagai bukti pembayaran yang sah setelah memperoleh konfirmasi NTPN dari Sistem Settlement.
(7) Penatausahaan Penerimaan Negara pada Sistem Settlement dilaksanakan melalui MPN.

 

 

Bagian Kedua
Penatausahaan Penerimaan Negara pada Collecting Agent

Pasal 27

(1) Dalam hal transaksi Penerimaan Negara dilakukan melalui layanan atau kanal pembayaran dalam bentuk loket atau teller (over the counter) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf a, Collecting Agent melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. menerima penyetoran Penerimaan Negara berdasarkan Kode Billing yang disampaikan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor selama jam kerja buka loket dan/atau jam tertentu atas permintaan dari Kuasa BUN Pusat;
  2. menerima setiap setoran Penerimaan Negara dari Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor; dan
  3. memberikan pelayanan kepada setiap Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor baik nasabah maupun bukan nasabah.
(2) Hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan Collecting Agent dengan cara:
  1. menginput Kode Billing yang diberikan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor ke dalam layanan atau kanal pembayaran yang disediakan oleh Collecting Agent;
  2. melakukan konfirmasi kebenaran data setoran kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor;
  3. memastikan kesesuaian antara nilai nominal setoran dengan dana yang diterima;
  4. mencetak dan memberikan BPN yang ditera NTB/NTP/NTL dan NTPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor; dan
  5. menyediakan layanan pencetakan ulang BPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
(3) Dalam hal transaksi Penerimaan Negara dilakukan melalui layanan atau kanal pembayaran dengan menggunakan sistem elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf b, Collecting Agent melakukan hal-hal berikut:
  1. menampilkan detail transaksi pembayaran berdasarkan Kode Billing pada Sistem Elektronik;
  2. meminta konfirmasi kebenaran data setoran kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor;
  3. mencetak/memberikan BPN yang ditera/divalidasi NTB/NTP/NTL dan NTPN dalam bentuk struk dan/atau dokumen elektronik; dan
  4. menyediakan layanan pencetakan ulang BPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.


Pasal 28

(1) Dalam memberikan layanan Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Collecting Agent dilarang mengenakan biaya atas transaksi setoran Penerimaan Negara kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
(2) Collecting Agent yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa denda yang besarannya ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Bank Devisa, Kantor Pos, Lembaga, atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat.


Pasal 29

(1) Collecting Agent mengkreditkan setiap transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) ke:
  1. Rekening Penerimaan Negara Terpusat; atau
  2. Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat.
(2) Transaksi Penerimaan Negara yang telah dikreditkan sebagaimana diatur pada ayat (1) tidak dapat dibatalkan oleh Collecting Agent.
(3) Collecting Agent yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan sampai dengan pencabutan penetapan sebagai Bank Persepsi, Bank Persepsi Valas, Pos Persepsi, Lembaga Persepsi Lainnya, atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas.
(4) Mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Bank Devisa, Kantor Pos, Lembaga, atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat.


Pasal 30

(1) Dalam hal BPN yang diterbitkan belum ditera NTPN, Collecting Agent menyampaikan BPN yang sudah tertera NTPN atas transaksi Penerimaan Negara berkenaan kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah memperoleh NTPN dari Sistem Settlement.
(2) Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan Tanggal Bayar pada BPN.
(3) Dalam hal terdapat ketidaksesuaian Tanggal Bayar yang tercantum pada BPN dengan yang tercatat pada Sistem Settlement, Kuasa BUN Pusat melakukan investigasi.
(4) Dalam hal terdapat kesalahan yang menyebabkan terjadinya pembayaran ganda atas Kode Billing yang sama, Collecting Agent melakukan penatausahaan sebagai berikut:
  1. untuk pembayaran yang telah dikredit ke Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat namun belum dilimpahkan ke Kas Negara, Collecting Agent mendebet Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat pada Collecting Agent atas transaksi bersangkutan;
  2. untuk pembayaran yang telah dikredit ke Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat dan sudah dilimpahkan ke Kas Negara, Collecting Agent dapat memintakan kompensasi pelimpahan untuk hari kerja berikutnya setelah mendapatkan izin dari Kepala KPPN Khusus Penerimaan;
  3. Collecting Agent mengembalikan dana sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor yang berhak.
(5) Dalam hal terdapat kesalahan yang menyebabkan terkreditnya dana dari transaksi selain Penerimaan Negara ke Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat, Collecting Agent melakukan penatausahaan sebagai berikut:
  1. untuk dana yang belum dilimpahkan ke Kas Negara, Collecting Agent mendebet Rekening Penerimaan Negara Terpusat pada Collecting Agent atas transaksi bersangkutan setelah memperoleh izin dari Kepala KPPN Khusus Penerimaan;
  2. untuk dana yang telah dilimpahkan ke Kas Negara, Collecting Agent dapat memintakan kompensasi pelimpahan untuk hari kerja berikutnya setelah memperoleh izin dari Kepala KPPN Khusus Penerimaan.


Pasal 31

(1) Dalam memberikan layanan Penerimaan Negara, Collecting Agent dapat bekerja sama dengan pihak lain dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. jasa pihak lain dimaksud hanya untuk menyediakan sumber dana untuk pembayaran (source of fund);
  2. pembayaran tetap dilakukan dalam sistem yang dikelola langsung oleh Collecting Agent;
  3. pelaksanaan transaksi tetap menggunakan nama/brand dari Collecting Agent;
  4. transaksi yang dilakukan tetap menjadi tanggung jawab penuh Collecting Agent; dan
  5. pihak lain dilarang mengenakan biaya atas transaksi setoran Penerimaan Negara kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
(2) Dalam rangka kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Collecting Agent menyampaikan permohonan pelaksanaan SIT dan UAT kepada Kuasa BUN Pusat.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan SIT untuk Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berlaku secara mutatis mutandis terhadap prosedur SIT sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Ketentuan mengenai pelaksanaan UAT untuk Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 berlaku secara mutatis mutandis terhadap prosedur UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Dalam hal Kuasa BUN Pusat menyatakan bahwa SIT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) lulus, Collecting Agent dapat melakukan perjanjian kerja sama dengan pihak lain.
(6) Collecting Agent menyampaikan salinan perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Kuasa BUN Pusat disertai dengan daftar nominatif pihak lain yang bekerja sama dengan Collecting Agent.


BAB VII
PELIMPAHAN PENERIMAAN NEGARA
            
Pasal 32

(1) Bank Persepsi, Pos Persepsi, dan Lembaga Persepsi Lainnya wajib melimpahkan Penerimaan Negara dalam mata uang rupiah yang diterima dari Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat dalam mata uang rupiah ke Sub RKUN dalam mata uang rupiah pada Bank Indonesia paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) hari kerja dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. transaksi Penerimaan Negara yang diterima setelah Pukul 15.00 waktu setempat pada hari kerja sebelumnya sampai dengan Pukul 08.00 waktu setempat pada hari kerja berkenaan, wajib dilimpahkan dan paling lambat diterima pada Pukul 09.00 WIB; dan
  2. transaksi Penerimaan Negara yang diterima setelah Pukul 08.00 waktu setempat pada hari kerja berkenaan sampai dengan Pukul 15.00 waktu setempat pada hari kerja berkenaan, wajib dilimpahkan dan paling lambat diterima pada Pukul 16.30 WIB.
(2) Transaksi Penerimaan Negara yang dilimpahkan dari Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat ke Sub RKUN dalam mata uang rupiah juga termasuk transaksi Penerimaan Negara yang belum diterbitkan NTPN.
(3) Bank Persepsi, Pos Persepsi, dan Lembaga Persepsi Lainnya yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa denda yang mekanisme pemberian sanksi dan besarannya ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Kantor Pos, dan Lembaga dengan Kuasa BUN Pusat.


Pasal 33

(1) Penerimaan Negara yang diterima oleh Bank Persepsi Valas dan Lembaga Persepsi Lainnya Valas setelah Pukul 15.00 waktu setempat pada hari kerja sebelumnya sampai dengan Pukul 15.00 waktu setempat hari kerja berkenaan, wajib dilimpahkan dari Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat dalam mata uang asing ke Sub RKUN dalam mata uang asing paling lambat Pukul 16.30 WIB hari kerja berkenaan.
(2) Pelimpahan atas Penerimaan Negara dalam mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah dilimpahkan melalui bank koresponden Bank Indonesia di luar negeri namun belum diterima di Sub RKUN dalam mata uang asing pada neraca diakui sebagai cash in transit.
(3) Transaksi Penerimaan Negara yang dilimpahkan dari Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat ke Sub RKUN dalam mata uang asing juga termasuk transaksi Penerimaan Negara yang belum diterbitkan NTPN.
(4) Bank Persepsi Valas dan Lembaga Persepsi Lainnya Valas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa denda yang mekanisme pemberian sanksi dan besarannya ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Devisa atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat.


Pasal 34

(1) Collecting Agent menyampaikan LHP Elektronik kepada KPPN Khusus Penerimaan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. LHP Elektronik disampaikan melalui portal rekonsiliasi MPN;
  2. LHP Elektronik berisi data Penerimaan Negara yang diterima setelah Pukul 15.00 WIB waktu setempat pada hari kerja sebelumnya sampai dengan Pukul 15.00 WIB waktu setempat hari kerja berkenaan;
  3. LHP Elektronik terdiri dari nota debet pelimpahan, daftar nominatif penerimaan, dan rekening koran; dan
  4. LHP Elektronik disampaikan secara terpisah untuk masing-masing Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat.
(2) LHP Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat Pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya.
(3) Collecting Agent yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan sampai dengan pencabutan penunjukkan sebagai Bank Persepsi, Bank Persepsi Valas, Pos Persepsi, Lembaga Persepsi Lainnya, atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas.
(4) Mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Bank Devisa, Kantor Pos, Lembaga, atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat.


Pasal 35

Dalam rangka kelancaran Penerimaan Negara pada triwulan IV atau pada akhir tahun anggaran, Kuasa BUN Pusat dapat menetapkan:

  1. waktu pelimpahan selain sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1); dan
  2. waktu penyampaian LHP Elektronik selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2),

sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan mengenai pedoman pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran pada akhir tahun.



Pasal 36

(1) Dalam rangka pelimpahan Penerimaan Negara, dalam hal terdapat perbedaan tanggal antara Tanggal Buku dengan tanggal yang diterima oleh sistem pada Collecting Agent, penatausahaan Penerimaan Negara dilakukan berdasarkan Tanggal Buku.
(2) Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan dan dilimpahkan sesuai Tanggal Buku.


BAB VIII
REKONSILIASI PENERIMAAN NEGARA

Bagian Kesatu
Rekonsiliasi dengan Collecting Agent

Pasal 37

(1) Dalam rangka menjamin validitas dan akurasi data Penerimaan Negara, KPPN Khusus Penerimaan melakukan:
  1. rekonsiliasi transaksi; dan
  2. rekonsiliasi kas.
(2) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap hari kerja paling lambat Pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya.
(3) Pelaksanaan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan portal rekonsiliasi MPN yang disediakan oleh Kuasa BUN Pusat.
(4) Dalam hal diperlukan, KPPN Khusus Penerimaan dapat melakukan rekonsiliasi di luar yang diatur pada ayat (2).
(5) Hasil rekonsiliasi antara KPPN Khusus Penerimaan dengan Collecting Agent menjadi bahan evaluasi Collecting Agent.


Pasal 38

(1) Rekonsiliasi transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a dilakukan dengan membandingkan data setoran Penerimaan Negara yang diterima dari Collecting Agent dengan data Penerimaan Negara yang tercatat pada Sistem Settlement.
(2) Rekonsiliasi transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan 2 (dua) jenis data, yaitu sebagai berikut:
  1. data sesuai (match); atau
  2. data tidak sesuai (unmatch).
(3) Data tidak sesuai (unmatch) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
  1. CA Only;
  2. Settlement Only, dan/atau
  3. failed.


Pasal 39

(1) Dalam hal terdapat data CA Only sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf a, KPPN Khusus Penerimaan melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. menerbitkan dan menyampaikan NTPN kepada Collecting Agent;
  2. memerintahkan Collecting Agent untuk segera melimpahkan Penerimaan Negara ke Sub RKUN dalam hal dana atas data CA Only belum dilimpahkan; dan
  3. memerintahkan Collecting Agent untuk memperbaiki LHP Elektronik dengan mencantumkan NTPN yang diterbitkan dan disampaikan oleh KPPN Khusus Penerimaan.
(2) Dalam hal terdapat data Settlement Only sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b, KPPN Khusus Penerimaan melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. menyampaikan NTPN kepada Collecting Agent;
  2. memerintahkan Collecting Agent melakukan perbaikan LHP Elektronik yang dibuat oleh Collecting Agent;
  3. memerintahkan Collecting Agent untuk melimpahkan Penerimaan Negara ke Sub RKUN dalam hal dana atas data Settlement Only belum dilimpahkan; dan
  4. memerintahkan Collecting Agent untuk menyampaikan BPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor atas transaksi dimaksud.
(3) Dalam hal terdapat data CA Only sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Settlement Only sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang tidak dilimpahkan oleh Collecting Agent pada hari kerja berkenaan, diperhitungkan sebagai keterlambatan/kekurangan pelimpahan oleh Collecting Agent.
(4) Dalam hal terdapat data failed sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf c, Collecting Agent menindaklanjuti sesuai dengan hasil koordinasi dengan KPPN Khusus Penerimaan berdasarkan kondisi yang menyebabkan terjadinya transaksi failed.


Pasal 40

(1) Rekonsiliasi kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b dilakukan dengan membandingkan jumlah uang yang dilimpahkan ke Sub RKUN dengan kewajiban pelimpahan oleh Collecting Agent berdasarkan transaksi Penerimaan Negara pada hari kerja berkenaan.
(2) Pembandingan jumlah uang yang dilimpahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyandingan data transaksi Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Disamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat dengan pelimpahan yang diterima Sub RKUN.
(3) Dokumen yang digunakan dalam rekonsiliasi kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. nota debet dan rekening koran yang diterima dari Collecting Agent,
  2. nota kredit dan rekening koran Sub RKUN penerimaan; dan
  3. LHP Elektronik.
(4) Dalam hal jumlah uang yang dilimpahkan oleh Collecting Agent lebih besar daripada kewajiban pelimpahan pada hari berkenaan, Collecting Agent menyampaikan permintaan kompensasi kelebihan pelimpahan kepada KPPN Khusus Penerimaan.
(5) Permintaan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri dengan dokumen pendukung sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3).
(6) Berdasarkan permintaan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPPN Khusus Penerimaan:
  1. menyetujui kompensasi paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak dokumen diterima secara lengkap dan benar; dan
  2. memberikan kompensasi yang mengurangi pelimpahan pada hari kerja berikutnya.
(7) Dalam hal jumlah uang yang dilimpahkan oleh Collecting Agent lebih kecil dari kewajiban pelimpahan pada hari berkenaan, KPPN Khusus Penerimaan memerintahkan Collecting Agent melakukan pelimpahan atas kekurangan pelimpahan tersebut paling lambat pada akhir hari kerja berikutnya.
(8) Collecting Agent yang terlambat atau kurang melakukan pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa denda.
(9) Mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Bank Devisa, Kantor Pos, Lembaga, atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat.

 


Bagian Kedua
Rekonsiliasi dengan Biller

Pasal 41

(1) Biller melakukan pencocokan data Kode Billing dengan KPPN Khusus Penerimaan atas Kode Billing yang telah memperoleh NTPN pada Sistem Settlement secara periodik setiap triwulan.
(2) Sistem Settlement menyediakan data transaksi Penerimaan Negara setiap hari untuk pencocokan data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Rekonsiliasi antara Biller dengan KPPN Khusus Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh data berupa:
  1. Kode Billing yang telah terbayar;
  2. Kode Billing yang belum terbayar/kedaluarsa; dan
  3. Kode Billing yang dilakukan pembatalan/koreksi/pengembalian.
(4) Rekonsiliasi paling lambat Pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya.
(5) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan paling lambat tanggal 10 setelah triwulan berkenaan berakhir.
(6) Hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penentuan jumlah Penerimaan Negara dalam periode rekonsiliasi.


Bagian Ketiga
Tindak Lanjut Hasil Rekonsiliasi

Pasal 42

(1) Rekonsiliasi Penerimaan Negara dalam rangka penyusunan laporan keuangan satuan kerja dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat.
(2) Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Biller dan Collecting Agent menindaklanjuti hasil pelaksanaan rekonsiliasi sesuai dengan kewenangan masing-masing.


Pasal 43

(1) Dalam rangka menjaga transparansi dan akuntabilitas Penerimaan Negara, Kuasa BUN Pusat dapat melakukan penelitian atas kebenaran transaksi Penerimaan Negara yang dilakukan oleh Collecting Agent termasuk sistem informasi teknologi yang digunakan oleh Collecting Agent dalam melaksanakan penatausahaan Penerimaan Negara.
(2) Kuasa BUN Pusat dapat mengikutsertakan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan/atau unit eselon I terkait di lingkungan Kementerian Keuangan untuk melaksanakan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


BAB IX
GANGGUAN JARINGAN

Pasal 44

Gangguan jaringan dalam pengelolaan Penerimaan Negara secara elektronik terdiri atas:

  1. gangguan yang menyebabkan Collecting Agent tidak dapat menerima informasi data setoran atas Kode Billing dari Sistem Settlement;
  2. gangguan yang menyebabkan Collecting Agent tidak dapat menerima NTPN setelah melakukan perintah bayar atas transaksi Penerimaan Negara;
  3. gangguan yang mengakibatkan terganggunya proses pelimpahan Penerimaan Negara dan/atau penyampaian LHP Elektronik kepada KPPN Khusus Penerimaan; dan
  4. gangguan yang menyebabkan Biller tidak dapat menerbitkan Kode Billing.


Pasal 45

Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan Collecting Agent tidak dapat menerima informasi data setoran atas Kode Billing dari Sistem Settlement sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a, Collecting Agent membatalkan setoran dan mengembalikan Kode Billing kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.



Pasal 46

(1) Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan Collecting Agent tidak dapat menerima NTPN setelah melakukan perintah bayar atas transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Collecting Agent mengirimkan kembali permintaan NTPN dengan mengirimkan data transaksi yang sama;
  2. dalam hal Collecting Agent masih belum menerima NTPN setelah dilakukan permintaan ulang, Collecting Agent menerbitkan BPN tanpa NTPN; dan
  3. dalam hal NTPN diperoleh setelah BPN diterbitkan dan diserahkan kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor, Collecting Agent menyampaikan kembali BPN dengan salinan yang telah dilengkapi NTPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
(2) Collecting Agent wajib melimpahkan Penerimaan Negara yang telah diberikan perintah bayar namun tidak memperoleh NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Collecting Agent yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa denda yang mekanisme pemberian sanksi dan besarannya ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Bank Devisa, Kantor Pos, Lembaga, atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN.
(4) Dalam hal gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi pada layanan atau kanal pembayaran dengan menggunakan sistem elektronik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf b, Collecting Agent melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. memberikan informasi status setoran yang dilakukan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor melalui sarana call center atau layanan informasi nasabah lainnya; dan
  2. menyediakan fasilitas pencetakan ulang BPN.


Pasal 47

(1) Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan terganggunya proses pelimpahan Penerimaan Negara dan/atau penyampaian LHP Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c, Collecting Agent memberitahukan terjadinya gangguan dimaksud kepada KPPN Khusus Penerimaan secara tertulis melalui aplikasi HAI DJPb pada hari kerja berkenaan.
(2) Dalam hal gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh gangguan komunikasi data dengan Bank Indonesia, Collecting Agent memberitahukan terjadinya gangguan dimaksud kepada KPPN Khusus Penerimaan melalui aplikasi HAI DJPb dengan disertai surat keterangan dari Bank Indonesia yang menyatakan telah terjadi gangguan komunikasi data dalam pelaksanaan pelimpahan pada hari kerja berkenaan.


Pasal 48

Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan Biller tidak dapat menerbitkan Kode Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf d, tata cara pembuatan Kode Billing dimaksud diatur lebih lanjut oleh masing-masing Biller sesuai dengan kewenangannya.



Pasal 49

Penyelesaian gangguan jaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Link Penyelesaian Gangguan Sistem Setelmen Penerimaan Negara secara elektronik tercantum dalam huruf B Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.



BAB X
PEMBATALAN, KOREKSI,
DAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA

Bagian Kesatu
Pembatalan Transaksi Penerimaan Negara

Pasal 50

Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor dapat mengajukan permohonan pembatalan transaksi Penerimaan Negara yang dilakukan melalui layanan atau kanal pembayaran pada loket atau teller (over the counter) dalam hal:

  1. Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor melakukan kesalahan pada saat menginput nilai nominal dalam proses perekaman data transaksi Penerimaan Negara; dan
  2. petugas Collecting Agent pada saat menginput Kode Billing ke dalam layanan atau kanal pembayaran tidak melakukan konfirmasi kebenaran data setoran kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor sehingga transaksi berhasil mendapatkan NTPN.


Pasal 51

(1) Pembatalan transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dapat dilakukan dalam hal terdapat transaksi Penerimaan Negara pengganti.
(2) Transaksi Penerimaan Negara pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan transaksi Penerimaan Negara yang disetorkan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor menggunakan Kode Billing dengan nilai nominal yang benar sebagai pengganti atas transaksi Penerimaan Negara yang akan dibatalkan.


Pasal 52

(1) Pengajuan permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, disampaikan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor kepada Kantor cabang/unit layanan Collecting Agent dengan melampirkan:
  1. surat pernyataan kesalahan penginputan nominal/nilai setor Penerimaan Negara yang disusun sesuai dengan format huruf C tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
  2. fotokopi BPN atas transaksi Penerimaan Negara pengganti.
(2) Berdasarkan permohonan pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor cabang/unit layanan Collecting Agent menerbitkan surat pernyataan tidak melakukan konfirmasi kebenaran data setoran Penerimaan Negara yang disusun sesuai dengan format huruf D tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Kantor cabang/unit layanan Collecting Agent menyampaikan permohonan pembatalan transaksi Penerimaan Negara kepada kantor pusat Collecting Agent dengan melampirkan:
  1. surat pernyataan kesalahan penginputan nominal/nilai setor Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
  2. fotokopi BPN atas transaksi Penerimaan Negara pengganti;
  3. fotokopi BPN atas transaksi Penerimaan Negara yang akan dibatalkan; dan
  4. surat pernyataan kelalaian konfirmasi nominal/nilai setor Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Pasal 53

(1) Berdasarkan permohonan pembatalan transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3), kantor pusat Collecting Agent menyampaikan kepada KPPN Khusus Penerimaan:
  1. pemberitahuan transaksi Penerimaan Negara yang akan dibatalkan dan dananya tidak dilimpahkan ke Sub RKUN yang disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam huruf E Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
  2. kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3).
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak terjadinya transaksi Penerimaan Negara.
(3) Kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Transaksi Penerimaan Negara yang akan dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam LHP Elektronik pada Tanggal Buku berkenaan.


Pasal 54

        

(1) KPPN Khusus Penerimaan melakukan verifikasi terkait kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dokumen yang disampaikan oleh kantor pusat Collecting Agent tidak lengkap dan/atau melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3), KPPN Khusus Penerimaan:
  1. menerbitkan surat penolakan permohonan pembatalan transaksi Penerimaan Negara yang disusun sesuai dengan format huruf F tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
  2. menyampaikan kembali surat permohonan pembatalan transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 disertai dengan surat penolakan permohonan pembatalan transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  3. meminta kantor pusat Collecting Agent untuk segera menyetorkan ke Kas Negara atas transaksi Penerimaan Negara yang diajukan untuk dilakukan pembatalan; dan
  4. mengenakan denda apabila pelimpahan atas transaksi Penerimaan Negara yang ditolak permohonan pembatalannya dimaksud melebihi Tanggal Buku pelimpahan terdekat.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dokumen yang disampaikan oleh kantor pusat Collecting Agent lengkap, KPPN Khusus Penerimaan:
  1. menerbitkan surat persetujuan pembatalan transaksi Penerimaan Negara yang disusun sesuai dengan format huruf G tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
  2. melakukan pemblokiran data transaksi Penerimaan Negara pada Sistem Settlement;
  3. melakukan penyesuaian data transaksi Penerimaan Negara pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN); dan
  4. mengirimkan notifikasi pemblokiran transaksi Penerimaan Negara secara sistem kepada Biller.
(4) KPPN Khusus Penerimaan menyampaikan surat persetujuan pembatalan transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a kepada:
  1. kantor pusat Collecting Agent sebagai dasar untuk melakukan perbaikan LHP Elektronik;
  2. Biller sebagai dasar untuk melakukan pemblokiran data transaksi Penerimaan Negara yang akan dibatalkan pada database Biller, dan
  3. IPPN melalui KPPN mitra kerja atas setoran PNBP dan Penerimaan Negara lainnya sebagai dasar untuk melakukan penyesuaian pencatatan pada laporan keuangan.
(5) Kantor pusat Collecting Agent menyampaikan kembali LHP Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a yang telah diperbaiki kepada KPPN Khusus Penerimaan.


Pasal 55

Berdasarkan surat penolakan permohonan pembatalan transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) huruf a, transaksi Penerimaan Negara tidak dapat dilakukan pembatalan.



Bagian Kedua
Koreksi Data Penerimaan Negara

Pasal 56

(1) Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor dapat mengajukan permohonan koreksi atas transaksi Penerimaan Negara kepada IPPN dan/atau Biller dalam hal terdapat kesalahan atas data transaksi Penerimaan Negara yang telah memperoleh NTPN.
(2) Berdasarkan permohonan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), IPPN dan/atau Biller melakukan penelitian, pengujian, dan koreksi atas data transaksi Penerimaan Negara.
(3) Berdasarkan penelitian, pengujian, dan koreksi atas data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), IPPN dan/atau Biller menyampaikan koreksi atas data transaksi Penerimaan Negara ke KPPN Khusus Penerimaan atau KPPN Mitra Kerja.
(4) Berdasarkan koreksi atas data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPPN Khusus Penerimaan atau KPPN Mitra Kerja melakukan penyesuaian terhadap data transaksi Penerimaan Negara yang ditatausahakan.


Pasal 57

Dalam hal koreksi atas transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 melibatkan antar IPPN dan/atau Biller, berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. IPPN dan/atau BiUer terlebih dahulu saling melakukan konfirmasi dengan menyampaikan surat permohonan.
  2. Hasil konfirmasi antar IPPN dan/atau Biller sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling lambat disampaikan 5 (lima) hari kerja sejak surat permohonan konfirmasi diterima.
  3. Berdasarkan hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b, IPPN dan/atau Biller melakukan melakukan penelitian, pengujian, dan koreksi atas data transaksi Penerimaan Negara.
  4. Berdasarkan hasil koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf c, IPPN dan/atau Biller menyampaikan permohonan penyesuaian data kepada KPPN Khusus Penerimaan atau KPPN mitra kerja.
  5. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf d, KPPN Khusus Penerimaan atau KPPN mitra kerja melakukan penyesuaian data pada SPAN.


Pasal 58

Tata cara pengajuan, penelitian, pengujian dan koreksi atas data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57 diatur lebih lanjut oleh Biller dan/atau Kuasa BUN Pusat sesuai dengan kewenangannya masing-masing.



Bagian Ketiga
Pengembalian Penerimaan Negara

Pasal 59

(1) Dalam hal terjadi kelebihan/kesalahan penyetoran/pembayaran Penerimaan Negara Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor dapat dimintakan pengembalian.
(2) Tata cara pengembalian atas kelebihan/kesalahan penyetoran/pembayaran Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai mekanisme pengembalian Penerimaan Negara.


BAB XI
IMBALAN JASA PELAYANAN
DAN PENGGANTIAN BIAYA PELIMPAHAN

Pasal 60

(1) Collecting Agent diberikan imbalan jasa pelayanan untuk setiap transaksi Penerimaan Negara atas setiap Kode Billing yang berhasil ditransaksikan dan divalidasi dengan terbitnya NTPN.
(2) Kode Billing yang berhasil ditransaksikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan terbitnya NTB/NTP/NTL dan NTPN.
(3) Besaran tarif imbalan jasa pelayanan Penerimaan Negara ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
(4) Dalam hal terdapat denda, Collecting Agent dapat memperhitungkan atau mengkompensasikan besaran denda tersebut dengan mengurangi jumlah imbalan jasa pelayanan yang dibayarkan setiap bulan.


Pasal 61

Bank Persepsi Valas dan Lembaga Persepsi Lainnya Valas selaku Collecting Agent diberikan penggantian atas biaya pelimpahan dari Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat yang melayani Penerimaan Negara mata uang asing ke Sub RKUN dalam mata uang asing, selain imbalan jasa pelayanan Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60.



Pasal 62

Pengajuan atas imbalan jasa pelayanan Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan penggantian atas biaya pelimpahan dari Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat yang melayani Penerimaan Negara mata uang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak diterbitkannya penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3).



BAB XII
PENAMBAHAN LAYANAN ATAU KANAL PEMBAYARAN

Pasal 63

(1) Dalam rangka meningkatkan pelayanan Penerimaan Negara kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor, Collecting Agent dapat melakukan penambahan layanan atau kanal pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4).
(2) Dalam rangka penambahan layanan atau kanal pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Collecting Agent menyampaikan permohonan pelaksanaan SIT dan UAT terhadap tambahan layanan atau kanal pembayaran yang telah dibangun kepada Kuasa BUN Pusat.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan SIT untuk Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berlaku secara mutatis mutandis atas pelaksanaan SIT terhadap Collecting Agent sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Ketentuan mengenai pelaksanaan UAT untuk Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 berlaku secara mutatis mutandis atas pelaksanaan UAT terhadap Collecting Agent sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Dalam hal Kuasa BUN Pusat menyatakan bahwa SIT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) lulus, Direktur Pengelolaan Kas Negara atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil pelaksanaan SIT dan UAT kepada Collecting Agent.
(6) Dalam hal Kuasa BUN Pusat menyatakan bahwa SIT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak lulus, Direktur Pengelolaan Kas Negara atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil pelaksanaan SIT dan UAT kepada Collecting Agent untuk ditindaklanjuti dengan perbaikan sistem dan pengajuan kembali permohonan SIT dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak surat Direktur Pengelolaan Kas Negara atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan disampaikan.


BAB XIII
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE)

Pasal 64

(1) Dalam hal terdapat gangguan yang menyebabkan Sistem Settlement, Portal Biller, sistem IPPN dan/atau layanan atau kanal pembayaran pada Collecting Agent tidak berfungsi, diberlakukan Keadaan Kahar (Force Majeure).
(2) Deklarasi kondisi Keadaan Kahar (Force Majeure) dilakukan segera dan paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah terjadinya kondisi Keadaan Kahar (Force Majeure).
(3) Deklarasi kondisi Keadaan Kahar (Force Majeure) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk Sistem Settlement, ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat dan dapat didelegasikan kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara atau Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Perbendaharaan;
  2. untuk Portal Biller, ditetapkan oleh pejabat eselon I atau dapat didelegasikan kepada pejabat eselon II pada unit eselon I Kementerian Keuangan berkenaan;
  3. untuk sistem IPPN, ditetapkan oleh kepala instansi atau kepala satuan kerja kementerian negara/lembaga;
  4. untuk Portal Penerimaan Negara, ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau dapat didelegasikan kepada pejabat eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan
  5. untuk layanan atau kanal pembayaran pada Collecting Agent, ditetapkan oleh Direktur Utama atau pimpinan tertinggi Collecting Agent.
(4) Dalam hal terdapat Keadaan Kahar (Force Majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan BCP.
(5) BCP pada Sistem Settlement dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai BCP pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(6) BCP pada Portal Biller dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai BCP pada Biller.
(7) BCP pada sistem IPPN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan BCP pada instansi atau satuan kerja kementerian negara/lembaga.
(8) BCP pada Portal Penerimaan Negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai BCP pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(9) BCP pada sistem Collecting Agent dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai BCP pada sistem tersebut.
(10)  Pejabat yang berwenang atau pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memberitahukan Keadaan Kahar (Force Majeure) secara tertulis kepada Kuasa BUN Pusat c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara dan Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Perbendaharaan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure).
(11) Collecting Agent dapat diberikan dispensasi yang disebabkan Keadaan Kahar (Force Majeure) berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dalam melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri ini berupa:
  1. pembebasan dari sanksi denda berdasarkan hasil konfirmasi dari Bank Indonesia melalui sarana tercepat yang menjelaskan bahwa saat terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure) Collecting Agent tidak dapat melakukan transaksi apapun; dan
  2. pembebasan dari sanksi denda dalam hal tidak membuka loket/akses layanan Penerimaan Negara dan/atau menolak setoran Penerimaan Negara disebabkan gangguan jaringan pada kantor cabang/kantor pusat Collecting Agent yang mengakibatkan tidak dapat beroperasi.
(12)    Pembebasan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dicantumkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Kantor Pos, Lembaga, Bank Devisa, dan Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat.
(13) Kerugian yang diderita dan biaya yang dikeluarkan oleh Collecting Agent sebagai akibat terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure) menjadi tanggung jawab Collecting Agent.


BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 65

(1) Dalam rangka menjaga kualitas penatausahaan Penerimaan Negara secara elektronik, Kuasa BUN Pusat dapat melaksanakan SIT dan UAT ulang terhadap Collecting Agent.
(2) SIT dan UAT ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal:
  1. Collecting Agent mengembangkan sistem baru; dan/atau
  2. kebutuhan Kuasa BUN Pusat untuk menjaga kepatuhan Collecting Agent.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan SIT untuk Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berlaku secara mutatis mutandis atas pelaksanaan SIT ulang terhadap Collecting Agent sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Ketentuan mengenai pelaksanaan UAT untuk Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 berlaku secara mutatis mutandis atas pelaksanaan UAT ulang terhadap Collecting Agent sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 66

(1) Kuasa BUN Pusat melakukan evaluasi atas kepatuhan dan efektivitas pengelolaan Penerimaan Negara yang dilaksanakan oleh Collecting Agent.
(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh Kuasa BUN Pusat dalam rangka perpanjangan kerja sama antara Kuasa BUN Pusat dengan Collecting Agent dalam rangka penatausahaan sistem Penerimaan Negara secara elektronik.


Pasal 67

Ketentuan teknis yang diperlukan dalam pelaksanaan sistem Penerimaan Negara secara elektronik antara lain mengenai:

  1. pelaksanaan SIT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
  2. pelaksanaan UAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
  3. format dan elemen data dalam BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27;
  4. tata cara pelaksanaan rekonsiliasi menggunakan portal rekonsiliasi MPN yang disediakan oleh Kuasa BUN Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37;
  5. tata cara penelitian atas kebenaran transaksi Penerimaan Negara yang dilakukan oleh Collecting Agent termasuk sistem informasi teknologi yang digunakan oleh Collecting Agent dalam melaksanakan penatausahaan Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43;
  6. tata cara konfirmasi antar IPPN dan/atau Biller sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57;
  7. tata cara pengajuan imbalan jasa pelayanan Penerimaan Negara dan penggantian atas biaya pelimpahan dari Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat yang melayani Penerimaan Negara mata uang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62; dan
  8. pelaksanaan evaluasi atas kepatuhan dan efektivitas pengelolaan Penerimaan Negara yang dilaksanakan oleh Collecting Agent sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaaan.


BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 68

(1) Bank Persepsi, Bank Persepsi Valas, Pos Persepsi, dan Lembaga Persepsi Lainnya yang telah ditetapkan sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, diakui sebagai Collecting Agent berdasarkan Peraturan Menteri ini sampai dengan berakhirnya perjanjian kerja sama.
(2) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku terhadap perjanjian kerja sama antara Bank Persepsi, Bank Persepsi Valas, Pos Persepsi, dan Lembaga Persepsi Lainnya dengan Kuasa BUN Pusat yang telah ditandatangani sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, harus dilakukan penyesuaian sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
(3) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku Biller sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf d dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko selaku Biller sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf e, melakukan penatausahaan Kode Billing menggunakan Portal Biller yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Anggaran, paling lama sampai dengan bulan Desember 2021.
(4) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, petunjuk teknis yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.05/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.


BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 69

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 5/KMK.01/1993 tentang Penunjukkan Bank sebagai Bank Persepsi dalam Rangka Pengelolaan Setoran Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.02/2005 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 5/KMK.01/1993 tentang Penunjukkan Bank sebagai Bank Persepsi dalam Rangka Pengelolaan Setoran Penerimaan Negara;
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.05/2010 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara dalam Mata Uang Asing (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 661); dan
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 200) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.05/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1845),

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 70

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2021.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 30 Desember 2020

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


WIDODO EKATJAHJANA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 1676