TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 155/PMK.04/2019
TENTANG
GUDANG BERIKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG GUDANG BERIKAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pasal 2
(1) | Gudang Berikat merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(2) | Dalam rangka pengawasan terhadap Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemeriksaan pabean dengan tetap menjamin kelancaran arus barang. |
(3) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(4) | Berdasarkan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terhadap Gudang Berikat dapat diberikan fasilitas di bidang kepabeanan dan Cukai berupa kemudahan antara lain:
|
BAB II
PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN
Pasal 3
(1) | Di dalam Gudang Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Gudang Berikat. |
(2) | Penyelenggaraan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara Gudang Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. |
(3) | Penyelenggara Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Gudang Berikat. |
(4) | Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Gudang Berikat. |
(5) | Pengusahaan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
|
(6) | Penyelenggara Gudang Berikat dan/atau Pengusaha Gudang Berikat dapat memiliki lebih dari 1 (satu) lokasi penyelenggaraan dan/atau pengusahaan Gudang Berikat dalam 1 (satu) wilayah pengawasan Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama, dalam 1 (satu) izin penyelenggaraan dan/atau pengusahaan Gudang Berikat. |
(7) | Pengusaha Gudang Berikat dan/atau PDGB melakukan kegiatan penimbunan dan dapat disertai kegiatan sederhana berupa:
|
(8) | Pengusaha Gudang Berikat dan/atau PDGB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. |
(9) | Terhadap Pengusaha Gudang Berikat dan/atau PDGB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan pelayanan dan pengawasan secara proporsional berdasarkan profil risiko layanan Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB. |
Pasal 4
(1) | Gudang Berikat dapat berbentuk:
|
(2) | Perusahaan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
|
(3) | Ruang lingkup industri manufaktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi pengolahan bahan baku menjadi barang jadi. |
(4) | Ruang lingkup industri pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi penyediaan barang impor untuk mendukung kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan. |
(5) | Ruang lingkup industri alat berat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi penyediaan barang impor untuk mendukung industri alat berat. |
(6) | Ruang lingkup industri jasa perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi penyediaan barang impor untuk mendukung kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. |
(7) | Gudang Berikat pusat distribusi khusus toko bebas bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi kegiatan menimbun dan mendistribusikan barang impor ke toko bebas bea yang berlokasi di:
|
(8) | Gudang Berikat transit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi kegiatan:
|
Pasal 5
(1) | Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB yang memiliki izin usaha perdagangan, dapat mendistribusikan barang impor yang ditimbun kepada lebih dari 1 (satu) perusahaan tujuan distribusi. |
(2) | Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB yang memiliki izin usaha industri atau izin usaha lain yang dipersamakan dengan izin usaha industri, hanya dapat mendistribusikan barang impor yang ditimbun kepada perusahaan industrinya yang berada dalam satu manajemen, untuk memenuhi kebutuhan industrinya. |
BAB III
PENDIRIAN GUDANG BERIKAT
Pasal 6
(1) | Gudang atau tempat yang akan menjadi Gudang Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sampai dengan huruf e dapat dikecualikan dengan mempertimbangkan faktor geografis dan/atau proses bisnis perusahaan berdasarkan persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
Pasal 7
(1) | Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian izin sebagai Penyelenggara Gudang Berikat dilimpahkan kewenangannya menjadi ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri. |
(2) | Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian izin sebagai Pengusaha Gudang Berikat dilimpahkan kewenangannya menjadi ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri. |
(3) | Pemberian izin sebagai PDGB dilimpahkan kewenangannya menjadi ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri. |
Pasal 8
Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian izin sebagai Penyelenggara Gudang Berikat, penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian izin sebagai Pengusaha Gudang Berikat, dan pemberian izin sebagai PDGB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, berlaku sampai dengan izin Gudang Berikat dicabut.
Pasal 9
Dalam hal Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB merupakan Orang yang wajib memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin PDGB diberlakukan juga sebagai Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).
Pasal 10
(1) | Untuk mendapatkan izin Penyelenggara Gudang Berikat, perusahaan yang akan menjadi Penyelenggara Gudang Berikat harus mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
(2) | Perusahaan yang bermaksud menjadi Penyelenggara Gudang Berikat harus:
|
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan setelah atau sebelum fisik bangunan berdiri termasuk ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea dan Cukai. |
(4) | Dalam hal persyaratan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dipenuhi, izin Penyelenggara Gudang Berikat dapat diberikan dengan ketentuan perusahaan yang akan menjadi Penyelenggara Gudang Berikat wajib memenuhi persyaratan dalam batas waktu tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
Pasal 11
(1) | Untuk mendapatkan izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin PDGB, perusahaan yang akan menjadi Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB harus mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
(2) | Perusahaan yang bermaksud menjadi Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB harus:
|
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan setelah atau sebelum fisik bangunan berdiri termasuk ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea dan Cukai. |
(4) | Dalam hal persyaratan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dipenuhi, izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin PDGB dapat diberikan dengan ketentuan perusahaan yang akan menjadi Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB wajib memenuhi persyaratan dalam batas waktu tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
Pasal 12
(1) | Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui sistem Indonesia National Single Window yang terintegrasi dengan sistem Online Single Submission. |
(2) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada:
|
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah disampaikan, SKP memberikan respon kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi kegiatan usaha badan usaha untuk:
|
(4) | Dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi kegiatan usaha badan usaha:
|
(5) | Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dilakukan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal kesiapan pemeriksaan lokasi sesuai pernyataan yang disampaikan dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Pasal 13
(1) | Perusahaan yang bermaksud menjadi Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
(2) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh wakil anggota direksi perusahaan milik pengusaha yang akan menjadi Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB. |
(3) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi. |
(4) | Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan yang disertai dengan alasan penolakan. |
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri memberikan:
|
(6) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan paling lambat 1 (satu) jam setelah pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selesai dilakukan. |
Pasal 14
(1) | Untuk mendukung kemudahan berusaha serta peningkatan pelayanan dan pengawasan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri dapat menambahkan perlakuan tertentu dalam izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB. |
(2) | Perlakuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
(3) | Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB dapat mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama untuk menambahkan perlakuan tertentu dalam izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Pasal 15
Orang yang bertanggung jawab terhadap perusahaan tidak dapat diberikan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB dalam hal:
Pasal 16
(1) | Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau secara elektronik kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tentang kesiapan dan rencana memulai operasional kegiatan Gudang Berikat. |
(2) | Dalam hal izin Gudang Berikat diberikan terhadap lokasi yang sebelumnya telah ada barang di dalamnya, atas seluruh barang tersebut harus dilakukan pencacahan (stock opname) oleh Kantor Pelayanan Utama atau Kantor Pabean dan atas barang yang ditimbun harus dikeluarkan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak izin Gudang Berikat diberikan. |
(3) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar bagi Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean untuk:
|
(4) | Akses terhadap SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diberikan dalam hal:
|
BAB IV
PEMASUKAN, PENGELUARAN, SERTA PERLAKUAN
KEPABEANAN, CUKAI, DAN PERPAJAKAN
Pasal 17
(1) | Pemasukan barang untuk ditimbun di Gudang Berikat dapat dilakukan dari:
|
(2) | Barang yang telah didistribusikan ke kawasan berikat atau toko bebas bea yang disebabkan karena retur dan/atau apkir (reject) dapat dimasukkan kembali ke Gudang Berikat. |
(3) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang dimasukkan ke Gudang Berikat:
|
(4) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf f yang dimasukkan ke Gudang Berikat:
|
(5) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) meliputi:
|
(6) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat ditimbun untuk waktu paling lama 2 (dua) tahun, terhitung sejak tanggal pemasukan awal dari luar Daerah Pabean, pusat logistik berikat, Kawasan Bebas, KEK, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah ke Gudang Berikat. |
Pasal 18
(1) | Pemasukan barang untuk mendukung kegiatan pengusahaan dan/atau penyelenggaraan Gudang Berikat dapat dilakukan dari:
|
(2) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang dimasukkan ke Gudang Berikat:
|
(3) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sampai dengan huruf h yang berasal dari luar Daerah Pabean ke Gudang Berikat:
|
(4) | Barang sebagaimana dimaksud pada:
|
(5) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) meliputi:
|
(6) | Dalam hal pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) bukan termasuk penyerahan barang kena pajak, terhadap barang dimaksud tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM, serta tidak diterbitkan faktur pajak. |
(7) | Terhadap pemasukan barang ke Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak:
|
(8) | Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a harus diberikan keterangan "PPN TIDAK DIPUNGUT SESUAI DENGAN PP TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT". |
Pasal 19
(1) | Pemasukan barang ke Gudang Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan/atau Pasal 18 ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP. |
(2) | Barang yang dimasukkan ke Gudang Berikat sebelum mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(3) | Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), Pasal 17 ayat (4), Pasal 18 ayat (2), Pasal 18 ayat (3), dan/atau Pasal 18 ayat (4) bukan merupakan:
|
Pasal 20
(1) | Terhadap barang yang dimasukkan ke Gudang Berikat wajib dilakukan pembongkaran (stripping). |
(2) | Pembongkaran (stripping) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan segera setelah barang dimasukkan ke Gudang Berikat. |
(3) | Dalam hal proses bisnis perusahaan menyebabkan pembongkaran (stripping) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan dengan segera, barang yang dimasukan ke Gudang Berikat dapat dilakukan penundaan pembongkaran (stripping) dengan persetujuan dari Kepala Kantor Pabean. |
(4) | Kewajiban pembongkaran (stripping) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap:
|
Pasal 21
(1) | Pengeluaran barang yang ditimbun dari Gudang Berikat pendukung kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) huruf a dapat dilakukan ke:
|
(2) | Pengeluaran barang yang ditimbun dari Gudang Berikat pusat distribusi khusus toko bebas bea sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) huruf b dapat dilakukan ke:
|
(3) | Pengeluaran barang yang ditimbun dari Gudang Berikat transit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) huruf c dapat dilakukan ke:
|
(4) | Dalam hal barang yang ditimbun di Gudang Berikat melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6), wajib diselesaikan dengan cara:
|
(5) | Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) dari Gudang Berikat dapat dilakukan ke:
|
(6) | Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) tidak dapat dipindahtangankan sebelum memenuhi waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal dimasukkan ke Gudang Berikat. |
(7) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yaitu barang berupa pengemas yang digunakan untuk mengemas barang timbun yang akan dikeluarkan ke perusahaan tujuan distribusi. |
(8) | Dalam hal di dalam Gudang Berikat terdapat hasil perusakan barang impor, pengeluaran dari Gudang Berikat dapat dilakukan ke tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(9) | Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB bertanggung jawab atas pengeluaran barang yang dikeluarkan dari Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8), sampai diterimanya barang di tempat tujuan atau sampai dimuat ke sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar Daerah Pabean. |
Pasal 22
(1) | Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI atas pengeluaran barang ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang dimasukkan dari:
|
(2) | PDRI yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat dikreditkan. |
(3) | Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(4) | Atas pengeluaran barang dari Gudang Berikat selain penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM. |
Pasal 23
(1) | Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB wajib melunasi PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukannya tidak dipungut atas pengeluaran barang ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang dimasukkan dari:
|
(2) | Pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai surat setoran pajak. |
(3) | PPN atau PPN dan PPnBM yang dilunasi menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat dikreditkan. |
(4) | Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(5) | Atas pengeluaran barang dari Gudang Berikat selain penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM. |
Pasal 24
Pengeluaran barang dari Gudang Berikat yang ditujukan kepada Orang yang memperoleh fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM diberikan penangguhan Bea Masuk, pembebasan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
Pasal 25
(1) | Pengeluaran barang dari Gudang Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan setelah mendapat persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP. |
(2) | Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB yang mengeluarkan barang sebelum mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang kepabeanan, Cukai, dan/atau perpajakan dan izin Gudang Berikatnya dibekukan. |
Pasal 26
(1) | Pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke luar Daerah Pabean berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor. |
(2) | Pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d, Pasal 21 ayat (5) huruf c, dan Pasal 21 ayat (8) berlaku ketentuan kepabeanan di bidang impor. |
Pasal 27
(1) | Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d yaitu sebagai berikut:
|
(2) | Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) huruf c dan Pasal 21 ayat (8) yaitu sebagai berikut:
|
(3) | Atas barang berupa pengemas yang digunakan untuk mengemas barang timbun yang akan dikeluarkan ke perusahaan tujuan distribusi mengikuti dasar perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 diperoleh dari penjumlahan nilai pabean ditambah Bea Masuk. |
(5) | Penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), menggunakan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan. |
(6) | Pejabat Bea dan Cukai berwenang menetapkan tarif dan nilai pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB V
PEMASUKAN SEMENTARA DAN PENGELUARAN
SEMENTARA
Pasal 28
(1) | Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dapat memasukkan sementara barang berupa pengemas untuk penggunaan kemasan yang dipakai berulang (returnable package). |
(2) | Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dapat mengeluarkan sementara barang ke:
|
(3) | Pengeluaran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rangka:
|
(4) | Dalam hal pengeluaran sementara ditujukan ke tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai dengan huruf d, tanggung jawab Bea Masuk, Cukai, PDRI dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang melekat pada barang yang dikeluarkan sementara tersebut menjadi tanggung jawab perusahaan tujuan penerima barang terhitung sejak diterimanya barang oleh perusahaan tujuan sampai dengan diterima kembali oleh Gudang Berikat. |
(5) | Dalam hal pengeluaran sementara ditujukan ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean dengan menetapkan batas waktu pemasukan kembali barang ke Gudang Berikat. |
(6) | Pengeluaran sementara ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan menyerahkan jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang terutang, dalam hal barang yang dikeluarkan sementara berasal dari luar Daerah Pabean. |
(7) | Atas pengeluaran sementara barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak perlu menyerahkan jaminan. |
(8) | Dalam hal barang yang dikeluarkan sementara ke tempat lain dalam Daerah Pabean tidak dimasukkan kembali ke Gudang Berikat dalam batas waktu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5):
|
(9) | Dalam hal barang yang dikeluarkan sementara ke tempat lain dalam Daerah Pabean terlambat dimasukkan kembali ke Gudang Berikat dalam batas waktu yang telah ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dikecualikan dari kewajiban membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM. |
BAB VI
PEMUSNAHAN DAN PERUSAKAN BARANG
Pasal 29
(1) | Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dapat melakukan pemusnahan atas barang yang berada di Gudang Berikat yang karena sifat dan bentuknya dapat dimusnahkan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di dalam maupun di luar lokasi Gudang Berikat, di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai. |
(3) | Pemusnahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan berita acara. |
Pasal 30
(1) | Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dapat melakukan perusakan atas barang yang berada di Gudang Berikat yang karena sifat dan bentuknya tidak dapat dimusnahkan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Perusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dan dibuatkan berita acara. |
(3) | Perusakan dilakukan dengan merusak kegunaan/fungsi secara permanen dengan cara dipotong-potong atau dengan cara lain. |
BAB VII
PEMBERITAHUAN PABEAN
Pasal 31
(1) | Pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 28 ayat (1) ke Gudang Berikat dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 28 ayat (2) dari Gudang Berikat dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean. |
(2) | Dalam hal barang yang dimasukkan dan/atau dikeluarkan ke dan dari Gudang Berikat berupa barang kena Cukai, pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga sebagai pemberitahuan mutasi barang kena Cukai dan dinyatakan sebagai dokumen Cukai. |
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan dalam hal barang kena Cukai dimasukkan dan/atau dikeluarkan dari dan ke tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(4) | Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB. |
(5) | Atas penyampaian pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan konfirmasi status wajib pajak. |
(6) | Dalam hal ditemukan jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan impor barang untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB wajib membayar Bea Masuk atas barang impor yang kurang pada saat dibongkar dan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. |
(7) | Dalam hal ditemukan jumlah barang impor yang dibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan impor barang untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. |
BAB VIII
KEWAJIBAN, TANGGUNG JAWAB, DAN LARANGAN
Pasal 32
Penyelenggara Gudang Berikat wajib:
Pasal 33
Pengusaha Gudang Berikat dan PDGB wajib:
Pasal 34
(1) | Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB bertanggung jawab terhadap Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang atas barang yang berasal dari luar Daerah Pabean yang berada atau seharusnya berada di Gudang Berikat. |
(2) | Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB bertanggung jawab terhadap PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean yang berada atau seharusnya berada di Gudang Berikat. |
(3) | Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam hal barang yang terutang:
|
(4) | Musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi selisih kurang yang terjadi akibat:
|
Pasal 35
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB, dilarang:
Pasal 36
Terhadap Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB berlaku ketentuan mengenai:
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 37
(1) | Pemasukan barang impor ke Gudang Berikat belum diberlakukan ketentuan pembatasan di bidang impor kecuali instansi teknis terkait secara khusus memberlakukan ketentuan pembatasan yang terkait dengan:
|
(2) | Pengeluaran barang impor dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang diimpor untuk dipakai berlaku ketentuan pembatasan dalam hal:
|
BAB IX
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN IZIN
Pasal 38
(1) | Izin sebagai Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB, dibekukan oleh Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB, berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
|
(2) | Pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara otomasi dan/atau secara manual. |
(3) | Selama masa pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Gudang Berikat dan/atau PDGB dilarang untuk memasukkan barang ke Gudang Berikat dengan mendapatkan fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM. |
(4) | Terhadap Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB yang izinnya dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih diperbolehkan melakukan penimbunan dan kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7) di dalam Gudang Berikat, serta pengeluaran barang hasil kegiatan dapat dikeluarkan dari Gudang Berikat. |
(5) | Dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat dibekukan:
|
Pasal 39
Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dapat diberlakukan kembali dalam hal:
Pasal 40
(1) | Pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan izin dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB, berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
|
(2) | Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri. |
Pasal 41
(1) | Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau izin PDGB, dicabut dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB, berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
|
(2) | Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri. |
(3) | Dalam hal telah dilakukan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan izin, harus melunasi Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang, yang meliputi utang yang berasal dari hasil temuan audit dan/atau utang yang terjadi karena pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(4) | Penyelesaian atas barang yang berasal dari luar Daerah Pabean yang masih terutang atau masih menjadi tanggung jawab Gudang Berikat yang telah dicabut izinnya, dilakukan dengan cara:
|
(5) | Penyelesaian atas barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean yang masih terutang atau masih menjadi tanggung jawab Gudang Berikat yang telah dicabut izinnya, dilakukan dengan cara:
|
(6) | Terhadap penyelesaian atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan ayat (5) huruf b, Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB wajib memungut PPN atau PPN dan PPnBM serta membuat faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(7) | Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) terlampaui, atas barang yang berada di Gudang Berikat dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai. |
(8) | Penyelesaian atas barang yang dinyatakan tidak dikuasai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai barang tidak dikuasai. |
(9) | Penyelesaian atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (8), menggunakan dokumen pemberitahuan pabean atas nama Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB yang telah dicabut izinnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen pemberitahuan pabean. |
Pasal 42
Dalam hal izin Penyelenggara Gudang Berikat dicabut, PDGB yang berada di lokasi Penyelenggara Gudang Berikat dapat:
BAB X
PENDAMPINGAN
Pasal 43
(1) | Untuk mendukung peningkatan investasi dan efektivitas pelayanan operasional Gudang Berikat, Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB diberikan pendampingan dan/atau asistensi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB harus menunjuk paling sedikit 1 (satu) orang sebagai perwakilan resmi perusahaan untuk pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
BAB XI
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 44
(1) | Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, melakukan monitoring terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB yang berada dalam pengawasannya. |
(2) | Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa:
|
(3) | Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, melakukan evaluasi atas izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau izin PDGB secara periodik. |
(4) | Berdasarkan monitoring dan/atau evaluasi, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat melakukan perubahan perlakuan tertentu terhadap izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau izin PDGB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). |
(5) | Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan secara mandiri oleh Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB. |
Pasal 45
(1) | Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan kepabeanan dan Cukai atas pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan/atau dari Gudang Berikat, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean harus melakukan penelitian secara mendalam. |
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan pelanggaran yang bersifat administratif, pelanggaran dimaksud harus segera ditindaklanjuti dengan pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti permulaan yang cukup telah terjadi tindak pidana kepabeanan dan/atau Cukai, bukti permulaan tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) | Dalam hal Orang yang bertanggung jawab atas Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB terbukti melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau Cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan Orang tersebut merupakan warga negara asing, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan pemberitahuan kepada instansi yang berwenang menangani bidang keimigrasian untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 46
(1) | Dalam hal terdapat selisih kurang atau selisih lebih atas barang yang ada atau seharusnya berada di Gudang Berikat, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian mengenai selisih dimaksud. |
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya selisih kurang yang:
|
BAB XII
PELAYANAN MANDIRI
Pasal 47
(1) | Kepala Kantor Pabean dapat menetapkan Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB untuk melakukan pelayanan mandiri atas kegiatan operasional di Gudang Berikat. |
(2) | Penetapan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan berdasarkan:
|
(3) | Penetapan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan mempertimbangkan profil risiko layanan Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB. |
(4) | Pelayanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(5) | Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB harus menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan pelayanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui SKP. |
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 48
Dalam hal terdapat penggunaan surat keterangan asal atas barang, berlaku ketentuan sebagai berikut:
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 7 ayat (2), Pasal 7 ayat (3), Pasal 38 ayat (1), Pasal 40 ayat (2), atau Pasal 41 ayat (2):
|
(2) | Dalam hal Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk. |
(3) | Pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan. |
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 549), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 52
Direktur Jenderal menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai:
Pasal 53
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 November 2019 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 November 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 1416