Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013

  • 11 November 2013
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 151/PMK.03/2013

TENTANG

TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN
ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;
  2. bahwa dalam rangka memberikan kemudahan kepada Pengusaha Kena Pajak dalam membuat Faktur Pajak dengan menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi secara aman, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sebagaimana tersebut pada huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271);


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK.



Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
  2. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  3. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  4. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
  5. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  6. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
  7. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.


Pasal 2

(1) Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
  1. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  2. penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  3. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  4. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
  5. ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
  1. saat penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  2. saat penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  3. saat ekspor Barang Kena Pajak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  4. saat ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
  5. saat ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(3) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a untuk:
a. penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat:
  1. Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;
  2. Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada penerima barang untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antar cabang;
  3. Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
  4. harga atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.
b. penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai Barang Kena Pajak berwujud tersebut, secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.
c. penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud, terjadi pada saat:
  1. harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau
  2. kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak diketahui.
d. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:
  1. ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;
  2. berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
  3. tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
  4. diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data atau dokumen yang ada.
e. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat (2) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atau perubahan bentuk usaha, terjadi pada saat:
  1. disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha; atau
  2. ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh Notaris.
(4) Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terjadi pada saat:
  1. harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
  2. kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diketahui; atau
  3. mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak.
(5) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terjadi pada saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean.
(6) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d terjadi pada saat Penggantian atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.
(7) Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e terjadi pada saat Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.


Pasal 3

Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) juga harus dibuat pada:

  1. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
  2. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
  3. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.


Pasal 4

(1) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berbentuk:
  1. elektronik; atau
  2. kertas (hardcopy).
(2) Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah Faktur Pajak yang dibuat secara elektronik sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak yang berbentuk elektronik, untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b.
(3) Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah Faktur Pajak yang dibuat tidak secara elektronik berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak untuk setiap penyerahan dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan/atau huruf e.

 


Pasal 5

(1) Pedagang eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
(2) Pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
  1. melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
  2. dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
  3. pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.
(3) Termasuk dalam pengertian pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
  1. melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
  2. dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
  3. pada umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan secara tunai.


Pasal 6

(1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Faktur Pajak gabungan.
(3) Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

 


Pasal 7

(1) Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak.
(2) Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
(3) Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.


Pasal 8

Atas pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif yang tidak dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dikecualikan dari penerbitan Faktur Pajak.



Pasal 9

(1) Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
  1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
(2) Untuk Faktur Pajak berbentuk elektronik, tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g berupa Tanda Tangan Elektronik.
(3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
(4) Persyaratan yang harus dipenuhi dan keterangan yang harus dicantumkan dalam dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
(5) Dalam hal Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak.


Pasal 10

 

(1) Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap, jelas, dan benar.
(2) Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.


Pasal 11

(1) Faktur Pajak berbentuk elektronik wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak mengikuti tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
(2) Kriteria Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
(3) Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik dan telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
(4) Pengusaha Kena Pajak yang telah diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) namun tidak membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik atau membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik namun tidak mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak tersebut dianggap tidak membuat Faktur Pajak.

   


Pasal 12

(1) Faktur Pajak berbentuk elektronik wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Tata cara pelaporan Faktur Pajak berbentuk elektronik kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
(3) Faktur Pajak berbentuk elektronik yang tidak dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak atau dilaporkan tidak sesuai dengan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan Faktur Pajak.

  


Pasal 13

(1) Bentuk dan ukuran Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Pengadaan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.


Pasal 14

 

Faktur penjualan yang mencantumkan keterangan sesuai dengan keterangan yang dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dan pengisiannya dilakukan sesuai dengan tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, termasuk dalam pengertian Faktur Pajak.



Pasal 15

Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya telah diterbitkan, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur Pajak.



Pasal 16

(1) Atas Faktur Pajak berbentuk elektronik yang salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti.
(2) Atas hasil cetak Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik tersebut dapat melakukan cetak ulang Faktur Pajak.
(3) Atas Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permintaan data Faktur Pajak berbentuk elektronik kepada Direktorat Jenderal Pajak.


Pasal 17

(1) Atas Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti.
(2) Atas Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang hilang, baik Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari Faktur Pajak dan dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak.


Pasal 18

(1) Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tidak dapat membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik, Pengusaha Kena Pajak tersebut diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy).
(2) Keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak tidak dapat membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa Pengusaha Kena Pajak, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 19

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai:

  1. bentuk dan ukuran Faktur Pajak;
  2. prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak;
  3. tata cara pembuatan dan pengisian keterangan pada Faktur Pajak;
  4. tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak;
  5. tata cara pembatalan Faktur Pajak; dan
  6. tata cara pengajuan permintaan dan pemberian data Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang,

diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.



Pasal 20

(1) Faktur Pajak yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini bukan merupakan Faktur Pajak.
(2) Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak.


Pasal 21          

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
  2. peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dan/atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.


Pasal 22

 

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.






Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 November 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
                                                
ttd.
                                                
MUHAMAD CHATIB BASRI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 11 November 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA                 

REPUBLIK INDONESIA,                 


ttd.                                         

                                                            

AMIR SYAMSUDIN


               

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1313