Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 16 TAHUN 2025

  • 19 Agu 2025

  • Timeline

  • Terkait

  • BERLAKU

  • TREE
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2025

TENTANG

TATA CARA PENGENAAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK BIDANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa untuk mengoptimalkan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak bidang perbenihan hutan, perlu mengatur tata cara pengenaan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak bidang perbenihan tanaman hutan;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 36 TAHUN 2024 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Pengenaan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Bidang Perbenihan Tanaman Hutan;

Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
  3. Undang-Undang Nomor 9 TAHUN 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 148, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 TAHUN 2024 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6989);
  5. Peraturan Presiden Nomor 175 Tahun 2024 tentang Kementerian Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 371);
  6. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 1 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1002);
  7. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 5 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 216);
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG TATA CARA PENGENAAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK BIDANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
  2. Benih Tanaman Hutan yang selanjutnya disebut Benih adalah bahan tanaman yang berupa bahan generatif (biji, serbuk sari) atau bahan vegetatif yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman hutan.
  3. Bibit Tanaman Hutan yang selanjutnya disebut Bibit adalah tumbuhan muda hasil pengembangbiakan secara generatif atau secara vegetatif.
  4. Sumber Benih adalah suatu tegakan di dalam kawasan hutan atau di luar kawasan hutan yang dikelola guna memproduksi Benih berkualitas.
  5. Pengelola Sumber Benih adalah perseorangan, koperasi, badan usaha, kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan pengelolaan Sumber Benih.
  6. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat/surat keterangan oleh Balai/Unit Pelaksana Teknis Daerah Perbenihan Tanaman Hutan Dinas Daerah Provinsi terhadap Sumber Benih, mutu Benih, dan mutu Bibit melalui kegiatan penilaian, pengukuran, dan pengujian.
  7. Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan adalah proses pengambilan/pemungutan Benih dari Sumber Benih.
  8. Pelaku Usaha Bidang Perbenihan Tanaman Hutan adalah perorangan atau badan usaha yang melaksanakan ruang lingkup kegiatan Perizinan Berusaha Bidang Perbenihan Tanaman Hutan.
  9. Produk Samping Hasil Penelitian Benih Unggul Tanaman Kehutanan adalah Benih hasil penelitian yang berada di lokasi Sumber Benih pada kawasan hutan dengan tujuan khusus.
  10. Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri, yang mempunyai kewajiban membayar PNBP, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  11. Pejabat Penagih adalah aparatur sipil negara Kementerian Kehutanan yang diberi tugas dan wewenang untuk menerbitkan surat perintah pembayaran PNBP yang ditetapkan oleh pejabat kuasa pengelola PNBP.
  12. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara pada kantor/satuan kerja di lingkungan Kementerian Kehutanan.
  13. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar seluruh pengeluaran negara.
  14. Surat Perintah Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah surat penetapan jumlah nominal PNBP tertentu yang diterbitkan oleh Pejabat Penagih serta harus dilunasi oleh Wajib Bayar.
  15. Sistem Informasi PNBP Online yang selanjutnya disebut SIMPONI adalah sistem informasi yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Anggaran yang meliputi sistem perencanaan PNBP, sistem billing, dan sistem pelaporan PNBP.
  16. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan.
  17. Direktur Jenderal adalah pejabat pimpinan tinggi madya yang menyelenggarakan tugas di bidang peningkatan daya dukung daerah aliran sungai dan rehabilitasi hutan.
  18. Direktur adalah pejabat pimpinan tinggi pratama yang melaksanakan tugas di bidang penghijauan dan perbenihan tanaman hutan.
  19. Balai adalah Balai Perbenihan Tanaman Hutan.
  20. Dinas Daerah Provinsi adalah perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan provinsi.
  21. Unit Pelaksana Teknis Daerah yang selanjutnya disebut dengan UPTD adalah organisasi yang melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang bidang Perbenihan Tanaman Hutan pada Dinas Daerah Provinsi.
Pasal 2

Pengenaan tarif atas jenis PNBP bidang Perbenihan Tanaman Hutan meliputi:

  1. iuran perizinan bidang Perbenihan Tanaman Hutan;
  2. Sertifikasi Benih;
  3. Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan dalam kawasan hutan; dan
  4. Produk Samping Hasil Penelitian Benih Unggul Tanaman Kehutanan dan jasa lainnya.


BAB II
IURAN PERIZINAN BIDANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 3

Iuran perizinan bidang Perbenihan Tanaman Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berasal dari:

  1. perizinan berusaha pemasukan Benih dan/atau Bibit dari luar negeri;
  2. perizinan non berusaha pemasukan Benih dan/atau Bibit dari luar negeri;
  3. perizinan berusaha pengeluaran Benih dan/atau Bibit ke luar negeri; dan
  4. perizinan non berusaha pengeluaran Benih dan/atau Bibit ke luar negeri.
Pasal 4

Pengenaan tarif atas jenis PNBP iuran perizinan bidang Perbenihan Tanaman Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikenakan kepada Wajib Bayar.

 


Bagian Kedua
Persyaratan

Pasal 5

Pengenaan tarif atas jenis PNBP Iuran perizinan bidang Perbenihan Tanaman Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus memenuhi persyaratan dengan tahapan:

  1. telah dilakukan permohonan perizinan:
    1. melalui online single submission bagi perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf c; atau
    2. kepada Menteri atau Direktur Jenderal bagi perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dan huruf d;
  2. permohonan perizinan sebagaimana dimaksud dalam huruf a telah dilakukan verifikasi administrasi dan teknis oleh Direktur; dan
  3. hasil verifikasi administrasi dan teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal dan Menteri, namun izin belum diterbitkan.
Bagian Ketiga
Tata Cara Pengenaan

Pasal 6
(1) Pengenaan tarif atas jenis PNBP iuran perizinan berusaha dan perizinan non berusaha pemasukan Benih dan/atau Bibit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b dikenakan terhadap izin pemasukan yang diterbitkan untuk kegiatan pemasukan Benih dan/atau Bibit ke wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Pengenaan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah Benih dan/atau Bibit dalam satuan kilogram/gram/batang/stek/plantlet dikalikan 2% (dua persen) dari harga patokan.

Pasal 7
(1) Pengenaan tarif atas jenis PNBP iuran perizinan berusaha dan perizinan non berusaha pengeluaran Benih dan/atau Bibit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dan huruf d dikenakan terhadap izin pengeluaran yang diterbitkan untuk kegiatan pengeluaran Benih dan/atau Bibit dari wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Pengenaan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah Benih dan/atau Bibit dalam satuan kilogram/gram/batang/stek/plantlet dikalikan 6% (enam persen) dari harga patokan.

 


Pasal 8
(1) Harga patokan Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Harga patokan Bibit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (2) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  


Bagian Keempat
Tata Cara Pemungutan

Pasal 9
(1) Tarif atas jenis PNBP iuran perizinan di bidang Perbenihan Tanaman Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dipungut oleh Pejabat Penagih.
(2) Pejabat Penagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(3) Pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan dokumen pemungutan.
(4) Dokumen pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
  1. SPP; dan
  2. kode billing.


Pasal 10
(1) Pejabat Penagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) wajib menerbitkan SPP dan kode billing sebagai dasar pembayaran PNBP yang terutang.
(2) Penerbitan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
  1. Wajib Bayar telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan
  2. bagi perizinan:
    1. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf c, pada saat sertifikat standar terverifikasi belum diterbitkan oleh online single submission; atau
    2. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dan huruf d, pada saat izin dari Menteri atau Direktur Jenderal belum diterbitkan.
(3) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat rangkap 3 (tiga):
  1. lembar ke-1 (kesatu) untuk pemegang perizinan di bidang perbenihan tanaman hutan sebagai Wajib Bayar;
  2. lembar ke-2 (kedua) untuk Direktur Jenderal; dan
  3. lembar ke-3 (ketiga) untuk Pejabat Penagih.
(4) Format SPP sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kelima
Tata Cara Penyetoran

Pasal 11
(1) Tarif atas jenis PNBP iuran perizinan bidang Perbenihan Tanaman Hutan dibayarkan oleh Wajib Bayar ke Kas Negara melalui SIMPONI.
(2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 12
(1) Dalam hal Wajib Bayar tidak membayarkan PNBP iuran perizinan bidang perbenihan tanaman hutan sampai dengan jangka waktu yang ditentukan:
  1. penetapan perizinan di bidang perbenihan tanaman hutan tidak dapat diterbitkan; dan
  2. dikenakan sanksi administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah PNBP terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(3) Wajib Bayar yang telah melakukan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan bukti pembayaran PNBP:
  1. melalui online single submission, untuk perizinan berusaha; atau
  2. kepada Menteri untuk persyaratan permohonan perizinan non berusaha.
(4) Bukti pembayaran PNBP perizinan di bidang perbenihan tanaman hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar penerbitan perizinan.


BAB III
SERTIFIKASI BENIH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 13
(1) Sertifikasi Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi:
  1. Sertifikasi Sumber Benih;
  2. Sertifikasi mutu Benih; dan
  3. Sertifikasi mutu Bibit.
(2) Sertifikasi Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Balai atau UPTD sesuai dengan kewenangannya.


Pasal 14

Pengenaan tarif atas jenis PNBP Sertifikasi Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dikenakan kepada Wajib Bayar.



Pasal 15
(1) Sertifikasi Sumber Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a dilaksanakan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan.
(2) Sertifikasi Sumber Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menentukan kelas Sumber Benih yang meliputi:
  1. tegakan benih teridentifikasi;
  2. tegakan benih terseleksi;
  3. areal produksi benih;
  4. tegakan benih provenan;
  5. kebun benih semai;
  6. kebun benih klon; dan
  7. kebun pangkas.


Pasal 16

Sertifikasi mutu Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b berupa kegiatan pengujian Benih untuk penerbitan sertifikat/surat keterangan pengujian mutu Benih.



Pasal 17
(1) Sertifikasi mutu Bibit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c berupa kegiatan penilaian Bibit untuk penerbitan sertifikat/surat keterangan penilaian mutu Bibit.
(2) Mutu Bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi mutu Bibit generatif dan mutu Bibit vegetatif.


Bagian Kedua
Persyaratan

Pasal 18

Pengenaan tarif atas jenis PNBP Sertifikasi Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 harus memenuhi persyaratan dengan tahapan:

  1. telah dilakukan permohonan Sertifikasi kepada Kepala Balai atau Kepala UPTD sesuai kewenangannya;
  2. permohonan Sertifikasi telah dilakukan penilaian dan/atau pengujian oleh Balai atau UPTD berdasarkan surat tugas Kepala Balai atau Kepala UPTD sesuai dengan kewenangannya; dan
  3. hasil penilaian dan/atau pengujian sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah dinyatakan layak atau memenuhi persyaratan diterbitkannya sertifikat/surat keterangan, namun sertifikat/surat keterangan belum diterbitkan.
Bagian Ketiga
Tata Cara Pengenaan

Pasal 19
(1) Pengenaan tarif atas jenis PNBP Sertifikasi Sumber Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a dihitung berdasarkan luas areal Sumber Benih per hektare yang disertifikasi dikalikan tarif.
(2) Penghitungan pengenaan tarif atas jenis PNBP Sertifikasi Sumber Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk kebun pangkas.
(3) Penghitungan pengenaan tarif atas jenis PNBP Sertifikasi Sumber Benih untuk kebun pangkas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan jumlah pohon dikalikan tarif.


Pasal 20

Pengenaan tarif atas jenis PNBP Sertifikasi mutu Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b, dihitung berdasarkan jumlah contoh Benih per lot Benih yang akan diuji dikalikan tarif.



Pasal 21

Pengenaan tarif atas jenis PNBP Sertifikasi mutu Bibit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c, dihitung berdasarkan jumlah per batang dalam lot Bibit yang diperiksa dikalikan tarif.



Pasal 22

Tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kehutanan dari Sertifikasi Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.



Bagian Keempat
Tata Cara Pemungutan

Pasal 23
(1) Tarif atas jenis PNBP Sertifikasi Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipungut oleh Pejabat Penagih.
(2) Pejabat Penagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Kepala Balai.
(3) Pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan dokumen pemungutan.
(4) Dokumen pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
  1. SPP; dan
  2. kode billing.


Pasal 24
(1) Pejabat Penagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) wajib menerbitkan SPP dan kode billing sebagai dasar pembayaran PNBP yang terutang.
(2) Penerbitan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
  1. Wajib Bayar telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18; dan
  2. bagi:
    1. sertifikat Sumber Benih belum diterbitkan oleh Kepala Balai/Kepala UPTD sesuai kewenangannya;
    2. sertifikat/surat keterangan pengujian mutu Benih belum diterbitkan oleh Kepala Balai/Kepala UPTD sesuai kewenangannya; atau
    3. sertifikat/surat keterangan penilaian mutu Bibit belum diterbitkan oleh Kepala Balai/Kepala UPTD sesuai kewenangannya.
(3) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat rangkap 4 (empat):
  1. lembar ke-1 (kesatu) untuk pemohon Sertifikasi Benih sebagai Wajib Bayar;
  2. lembar ke-2 (kedua) untuk Direktur Jenderal;
  3. lembar ke-3 (ketiga) untuk Kepala Balai/Kepala UPTD sesuai kewenangannya; dan
  4. lembar ke-4 (keempat) untuk Pejabat Penagih.
(4) Format SPP PNBP pelayanan jasa Sertifikasi Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kelima
Tata Cara Penyetoran

Pasal 25
(1) Tarif atas jenis PNBP Sertifikasi Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dibayarkan oleh Wajib Bayar ke Kas Negara melalui SIMPONI.
(2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 26
(1) Dalam hal Wajib Bayar tidak membayarkan PNBP Sertifikasi Benih sampai dengan jangka waktu yang ditentukan:
  1. sertifikat tidak dapat diterbitkan; dan
  2. dikenakan sanksi administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah PNBP terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(3) Wajib Bayar yang telah melakukan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan bukti pembayaran PNBP kepada Kepala Balai untuk persyaratan penerbitan sertifikat dari Kepala Balai/Kepala UPTD sesuai kewenangannya.


BAB IV
PENGUNDUHAN BENIH DAN PENGUMPULAN ANAKAN DALAM KAWASAN HUTAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 27

Pengenaan tarif atas jenis PNBP Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, dilakukan di areal Sumber Benih dengan klasifikasi:

  1. tegakan benih teridentifikasi;
  2. tegakan benih terseleksi;
  3. areal produksi benih;
  4. tegakan benih provenan;
  5. kebun benih semai;
  6. kebun benih klon; dan
  7. kebun pangkas.


Pasal 28

Pengenaan tarif atas jenis PNBP Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dikenakan kepada Wajib Bayar.



Bagian Kedua
Persyaratan

Pasal 29

Pengenaan tarif atas jenis PNBP Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus memenuhi persyaratan:

  1. lokasi yang memiliki sertifikat Sumber Benih yang masih dinyatakan layak sebagai Sumber Benih; dan
  2. lokasi yang memiliki pengelola Sumber Benih.


Bagian Ketiga
Tata Cara Pengenaan

Pasal 30
(1) Pengenaan tarif atas jenis PNBP Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dihitung berdasarkan satuan kilogram atau batang dikalikan 6% (enam persen) dari harga patokan.
(2) Penghitungan pengenaan PNBP Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk kebun pangkas.
(3) Penghitungan pengenaan PNBP untuk kebun pangkas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan jumlah mata tunas atau stek dikalikan tarif.
(4) Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Keempat
Tata Cara Pemungutan

Pasal 31
(1) Tarif atas jenis PNBP Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipungut oleh Pejabat Penagih.
(2) Pejabat Penagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Kepala unit pelaksana teknis lingkup Kementerian Kehutanan atau Kepala Dinas Provinsi/Kepala UPTD.
(3) Pemungutan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan dokumen pemungutan.
(4) Dokumen pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
  1. laporan Hasil Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan;
  2. SPP; dan
  3. kode billing.


Pasal 32
(1) Pemungutan tarif atas jenis PNBP Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 didasarkan pada laporan hasil Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan yang ditandatangani oleh pemilik/Pengelola Sumber Benih/Pelaku Usaha bidang perbenihan tanaman hutan dan Pengawas Benih atau Petugas yang ditunjuk.
(2) Berdasarkan laporan Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Penagih menerbitkan SPP dan kode billing sebagai dasar pembayaran PNBP yang terutang.
(3) Dalam hal Pengawas Benih Tanaman Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan, laporan hasil Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan dapat ditandatangani oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala Dinas/Kepala Balai Pemangku atau Pengelola Kawasan Hutan/Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan.
(4) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuat rangkap 4 (empat) dengan ketentuan:
  1. lembar ke-1 (kesatu) untuk pihak yang mengumpulkan/mengunduh Benih dan anakan sebagai Wajib Bayar;
  2. lembar ke-2 (kedua) untuk Direktur Jenderal;
  3. lembar ke-3 (ketiga) untuk Kepala Dinas/Kepala Balai Pemangku atau pengelola kawasan hutan/Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan; dan
  4. lembar ke-4 (keempat) untuk Pejabat Penagih.
(5) Format surat laporan Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6) Format SPP Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kelima
Tata Cara Penyetoran

Pasal 33
(1) Tarif atas jenis PNBP Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan dalam kawasan hutan dibayarkan oleh Wajib Bayar ke Kas Negara melalui SIMPONI.
(2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 34
(1) Dalam hal Wajib Bayar tidak membayarkan PNBP Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan sampai dengan jangka waktu yang ditentukan:
  1. kegiatan Pengunduhan Benih dan Pengumpulan Anakan tidak dapat dilaksanakan; dan
  2. dikenakan sanksi administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah PNBP terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(3) Wajib Bayar yang telah melakukan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan bukti pembayaran PNBP kepada Kepala Balai.


BAB V
PRODUK SAMPING HASIL PENELITIAN BENIH UNGGUL TANAMAN KEHUTANAN DAN JASA LAINNYA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 35
(1) Pengenaan tarif atas jenis PNBP Produk Samping Hasil Penelitian Benih Unggul Tanaman Kehutanan dan jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d meliputi Produk Samping Hasil Penelitian Benih Unggul Tanaman Kehutanan dan jasa lainnya.
(2) Jasa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. identifikasi hama penyakit Benih dan Bibit;
  2. shooting/pembuatan iklan komersial/penggunaan untuk video komersial;
  3. pemotretan/prewedding/iklan/komersial;
  4. pemotretan dengan drone;
  5. penggunaan untuk kegiatan outdoor;
  6. penggunaan untuk camping ground (menginap);
  7. penelusuran hutan (trekking)/mendaki gunung (hiking climbing);
  8. penggunaan untuk edukasi lebah;
  9. pengamatan hidupan liar;
  10. penggunaan outbond training;
  11. tiket masuk wisatawan nusantara;
  12. tiket masuk wisatawan mancanegara;
  13. jasa informasi wisata/pariwisata;
  14. jasa pramuwisata;
  15. penggunaan untuk canopy trail; dan
  16. tiket masuk kendaraan.
(3) Besaran tarif atas jenis PNBP Produk Samping Hasil Penelitian Benih Unggul Tanaman Kehutanan dan jasa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 36

Pengenaan tarif atas jenis PNBP Produk Samping Hasil Penelitian Benih Unggul Tanaman Kehutanan dan jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dikenakan kepada Wajib Bayar.



Bagian Kedua
Tata Cara Pemungutan

Pasal 37
(1) Tarif atas jenis PNBP Produk Samping Hasil Penelitian Benih Unggul Tanaman Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dipungut oleh Pejabat Penagih.
(2) Pejabat Penagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Koordinator Wilayah UPT Kementerian Kehutanan berdasarkan usulan dari Kepala Balai.
(3) Pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan dokumen pemungutan.
(4) Dokumen pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
  1. SPP; dan
  2. kode billing.


Pasal 38
(1) Pejabat Penagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) wajib menerbitkan SPP dan kode billing sebagai dasar pembayaran PNBP yang terutang.
(2) Penerbitan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum dilakukan pengunduhan Benih Produk Samping Hasil Penelitian Benih Unggul Tanaman Kehutanan.
(3) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat rangkap 4 (empat):
  1. lembar ke-1 (kesatu) untuk pemohon Produk Samping Hasil Penelitian Benih Unggul Tanaman Kehutanan;
  2. lembar ke-2 (kedua) untuk Direktur Jenderal;
  3. lembar ke-3 (ketiga) untuk Kepala Balai; dan
  4. lembar ke-4 (keempat) untuk Pejabat Penagih.
(4) Format SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 39
(1) Tarif atas jenis PNBP jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dipungut secara langsung melalui pembayaran tunai.
(2) Pemungutan secara langsung sebagaimana ayat (1) dibayarkan oleh Wajib Bayar kepada Bendahara Penerimaan.
(3) Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Koordinator Wilayah unit pelaksana teknis Kementerian Kehutanan berdasarkan usulan dari Kepala Balai.


Bagian Ketiga
Tata Cara Penyetoran

Paragraf 1
Produk Samping Hasil Penelitian Benih Unggul Tanaman Kehutanan

Pasal 40
(1) Tarif atas jenis PNBP Produk Samping Hasil Penelitian Benih Unggul Tanaman Kehutanan dibayarkan oleh Wajib Bayar ke Kas Negara melalui SIMPONI.
(2) Pembayaran dan/atau penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Format bukti pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum pada Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 41
(1) Dalam hal Wajib Bayar tidak membayarkan PNBP Produk Samping Hasil Penelitian Benih Unggul Tanaman Kehutanan sampai dengan jangka waktu yang ditentukan:
  1. kegiatan penggunaan Produk Samping Hasil Penelitian Benih Unggul Tanaman Kehutanan tidak dapat dilaksanakan; dan
  2. dikenakan sanksi administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah PNBP terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(3) Wajib Bayar yang telah melakukan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan bukti pembayaran PNBP kepada Kepala Balai.


Paragraf 2
Jasa Lainnya

Pasal 42
(1) Tarif atas jenis PNBP jasa lainnya dibayarkan kepada Bendahara Penerimaan.
(2) Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyetorkan ke Kas Negara.
(3) Format blanko penyetoran PNBP jasa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Paragraf 3
Bendahara Penerimaan

Pasal 43

Bendahara Penerimaan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ditetapkan oleh Koordinator Wilayah unit pelaksana teknis Kementerian Kehutanan berdasarkan usulan dari Kepala Balai.



BAB VI
PELAPORAN

Pasal 44
(1) Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan pemungutan, pembayaran dan/atau penyetoran PNBP bidang Perbenihan Tanaman Hutan, Kepala Balai dan Direktur menyampaikan laporan pelaksanaan kepada Direktur Jenderal melalui Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan.
(2) Laporan pelaksanaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
  1. laporan bulanan; dan
  2. laporan triwulan.


Pasal 45
(1) Laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a paling sedikit memuat:
  1. proyeksi seluruh jenis PNBP yang akan diterima;
  2. realisasi seluruh jenis PNBP;
  3. deviasi antara proyeksi dan realisasi PNBP; dan
  4. penjelasan atas deviasi.
(2) Laporan triwulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf b paling sedikit memuat:
  1. laporan realisasi;
  2. laporan realisasi tarif Rp 0,00 (nol rupiah);
  3. laporan penggunaan dana PNBP; dan
  4. laporan piutang PNBP.
(3) Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 46
(1) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Direktur Jenderal menyampaikan laporan pelaksanaan PNBP kepada Menteri.
(2) Ketentuan mengenai penyampaian laporan pelaksanaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 47
(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengendalian atas pengenaan, pemungutan, dan penyetoran jenis penerimaan negara bukan pajak bidang perbenihan tanaman hutan.
(2) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri menugaskan Direktur Jenderal.


Pasal 48

Pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan melalui kegiatan:

  1. pemberian bimbingan;
  2. supervisi;
  3. konsultasi; dan
  4. pemantauan dan evaluasi.
Pasal 49
(1) Pemberian bimbingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a dilakukan untuk tercapainya kemampuan dalam memahami, menerima dan menjalankan norma, standar, prosedur, dan kriteria pelaksanaan pengenaan, pemungutan dan penyetoran jenis PNBP bidang perbenihan tanaman hutan.
(2) Pemberian bimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal dalam bentuk sosialisasi pedoman teknis pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria kepada Dinas Daerah Provinsi, dan unit pelaksana teknis lingkup Kementerian Kehutanan.


Pasal 50
(1) Supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b dilakukan untuk terwujudnya ketertiban dalam melaksanakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pelaksanaan pengenaan, pemungutan, dan penyetoran jenis PNBP bidang perbenihan tanaman hutan.
(2) Supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal dalam rangka tertib pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria atas pengenaan, pemungutan, dan penyetoran jenis PNBP bidang perbenihan tanaman hutan.


Pasal 51
(1) Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf c dilakukan untuk membangun kesepakatan tentang kebijakan teknis yang diperlukan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengenaan, pemungutan, dan penyetoran jenis PNBP bidang perbenihan tanaman hutan.
(2) Dalam menyelenggarakan konsultasi, Direktur Jenderal berkoordinasi dengan Dinas Daerah Provinsi atau Dinas Daerah Kabupaten/Kota dan unit pelaksana teknis lingkup Kementerian Kehutanan untuk mengendalikan pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria.


Pasal 52
(1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf d dilakukan untuk mengetahui terlaksananya norma, standar, prosedur, dan kriteria pelaksanaan pengenaan, pemungutan dan penyetoran jenis PNBP bidang perbenihan tanaman hutan.
(2) Dalam melakukan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal menugaskan Direktur atau Kepala Balai sesuai jenis pungutan PNBP.
(3) Direktur atau Kepala Balai sesuai jenis pungutan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan pemantauan pelaksanan pemungutan, pembayaran, dan/atau penyetoran PNBP bidang perbenihan tanaman hutan.
(4) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap realisasi pemungutan dan penyetoran PNBP bidang perbenihan tanaman hutan terhadap target PNBP yang ditetapkan.
(5) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
(6) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
  1. surat ketetapan kurang bayar; dan/atau
  2. surat ketetapan lebih bayar.


Pasal 53
(1) Kepala Balai menyampaikan hasil pemantauan sesuai jenis pungutan PNBP kepada Direktur yang selanjutnya Direktur menyampaikan hasil pemantauan rekapan kepada Direktur Jenderal.
(2) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  


Pasal 54

Untuk optimalisasi PNBP bidang perbenihan tanaman hutan, Direktur atau Kepala Balai berwenang melakukan penelitian/pengujian besarnya PNBP bidang perbenihan tanaman hutan.



BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 55

Jenis dan tarif PNBP bidang perbenihan tanaman hutan yang telah dipungut berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.72/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan dari Perbenihan Tanaman Hutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1350) sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku.



BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 56

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.72/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan dari Perbenihan Tanaman Hutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1350), dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.



Pasal 57

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.72/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan dari Perbenihan Tanaman Hutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1350), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 58

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.






Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Agustus 2025
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

RAJA JULI ANTONI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 19 Agustus 2025

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,


ttd


DHAHANA PUTRA





BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR 606