Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 211 Tahun 2012

  • 28 Desember 2012
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA


NOMOR 211 TAHUN 2012

TENTANG

PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERDESAAN DAN PERKOTAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang :


  1. bahwa sebagai pelaksanaan lebih lanjut ketentuan Pasal 37 ayat (3) Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, telah diatur ketentuan mengenai pengurangan ketetapan pajak terutang;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka kepastian hukum, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008;
  2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
  4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak;
  6. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
  7. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah;
  8. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
  9. Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pelayanan Pajak;
  10. Peraturan Gubernur Nomor 29 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi Unit Pelayanan Pajak Daerah;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan :

  1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
  3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  4. Dinas Pelayanan Pajak adalah Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  5. Kepala Dinas Pelayanan Pajak adalah Kepala Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  6. Suku Dinas Pelayanan Pajak adalah Suku Dinas Pelayanan Pajak pada Kota Administrasi.
  7. Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak adalah Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak pada Kota Administrasi.
  8. Unit Pelayanan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat UPPD adalah Unit Pelayanan Pajak Daerah Dinas Pelayanan Pajak yang berada di wilayah Kecamatan.
  9. Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Kepala UPPD adalah Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah yang berada di wilayah Kecamatan.
  10. Legiun Veteran Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat LVRI adalah organisasi para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia.
  11. Perhimpunan Penghuni Rumah Susun yang selanjutnya disingkat PPRS adalah organisasi para penghuni rumah susun.
  12. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 adah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan pada sektor perdesaan dan perkotaan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
  13. Objek Pajak Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
  14. Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor perdesaan dan perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
  15. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.
  16. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang beserta sanksi administrasi.
  17. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
  18. Pengurangan PBB-P2 adalah pengurangan PBB-P2 yang terutang dalam SPPT atau SKPD PBB-P2 yang dikarenakan kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau sebab-sebab tertentu lainnya atau karena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
  19. Kondisi tertentu objek pajak adalah kondisi atau keadaan tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya.
  20. Bencana alam atau sebab lain yang luar biasa adalah kondisi atau keadaan atas objek pajak yang disebabkan karena alam yang tidak berhubungan dengan subjek pajak.


BAB II
PENGURANGAN PBB-P2

Bagian Kesatu
Permohonan Pengurangan PBB-P2

Pasal 2

(1) Pengurangan PBB-P2 dapat diberikan kepada Wajib Pajak:
  1. karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab tertentu lainnya; dan/atau
  2. Kondisi objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
(2) Kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diberikan pengurangan, kepada :
a. Wajib pajak orang pribadi antara lain:
  1. objek pajak yang wajib pajaknya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/dudanya;
  2. objek pajak yang wajib pajaknya orang pribadi mantan Presiden dan Wakil Presiden dan mantan Gubernur dan Wakil Gubernur atau janda/dudanya;
  3. objek pajak yang wajib pajaknya orang pribadi yang penghasilannya semata-mata dari pensiunan sehingga kewajiban PBB-P2 sulit dipenuhi;
  4. objek pajak yang wajib pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB-P2 sulit dipenuhi; atau
  5. objek pajak yang wajib pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang NJOP per meter perseginya meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan.
b. Wajib pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pada tahun pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin.
(3) Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah bencana alam yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan/atau tanah longsor.
(4) Sebab lain yang luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi kebakaran, wabah penyakit tanaman dan/atau wabah hama tanaman.


Pasal 3

(1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan atas :
  1. PBB-P2 yang terutang yang tercantum dalam SPPT; dan/atau
  2. PBB-P2 yang terutang yang tercantum dalam SKPD PBB-P2 adalah pokok pajak dan denda administrasi.
(2) SKPD PBB-P2 yang telah diberikan pengurangan pokok pajak berdasarkan surat Permohonan wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, maka atas denda administrasi tersebut masih dapat dimintakan pengurangan denda administrasi dengan permohonan secara tertulis.


Pasal 4

Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat diberikan :

  1. sebesar paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari PBB-P2 yang terutang dalam hal kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 1 dan angka 2;
  2. sebesar paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari PBB-P2 yang terutang dalam hal kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 3, angka 4 atau Pasal 2 ayat (2) huruf b.
  3. sebesar paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari PBB-P2 yang terutang dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4).


Pasal 5

(1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat diberikan berdasarkan permohonan Wajib Pajak.
(2) Permohonan pengurangan wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diajukan secara :
  1. perseorangan untuk PBB-P2 yang terutang yang tercantum dalam SKPD PBB-P2; atau
  2. perseorangan atau kolektif untuk PBB-P2 yang terutang yang tercantum dalam SPPT.
(3) Permohonan pengurangan secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diajukan :
a. sebelum SPPT diterbitkan dalam hal kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, angka 1 dan angka 2 dengan PBB-P2 yang terutang paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); atau
b. setelah SPPT diterbitkan dalam hal:
  1. kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, angka 1 dan angka 2 dengan PBB-P2 terutang paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
  2. kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, angka 3, angka 4 atau angka 5, dengan PBB-P2 yang terutang paling banyak Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah); atau
  3. objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) atau ayat (4) dengan PBB-P2 terutang paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


Bagian Kedua
Persyaratan Permohonan

Pasal 6

(1) Permohonan pengurangan yang diajukan secara perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), harus memenuhi persyaratan formal:
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPPT atau SKPD PBB-P2;
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohonkan dengan disertai alasan yang jelas;
c. diajukan kepada Kepala UPPD;
d. fotokopi SPPT atau SKPD PBB-P2 yang dimohonkan pengurangan;
e. surat permohonan ditandatangani oleh wajib pajak dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan wajib pajak berlaku ketentuan sebagai berikut :
1. surat permohonan harus dilampirkan dengan surat kuasa khusus, untuk :
a) wajib pajak badan; atau
b) wajib pajak orang pribadi dengan PBB-P2 yang terutang di atas Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah);
2. surat permohonan harus dilampirkan dengan surat kuasa (biasa), untuk wajib pajak orang pribadi dengan PBB-P2 yang terutang sampai dengan sebesar Rp 5.000.000,00 (lima jutarupiah).
f. diajukan dalam jangka waktu :
  1. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT;
  2. 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SKPD PBB-P2;
  3. 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Keputusan Keberatan PBB-P2;
  4. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya bencana alam; atau
  5. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya sebab lain yang luar biasa, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
g. tidak memiliki tunggakan PBB-P2 tahun pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan pengurangan, kecuali dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa; atau
h. atas SPPT atau SKPD PBB-P2 yang dimohonkan pengurangan tidak diajukan keberatan, atau dalam hal diajukan keberatan telah diterbitkan Surat Keputusan Keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan dimaksud tidak diajukan banding.
(2) Permohonan pengurangan yang diajukan secara kolektif terhadap SPPT yang belum diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a, harus memenuhi persyaratan formal, meliputi :
a. 1 (satu) permohonan untuk beberapa objek pajak dengan tahun pajak yang sama;
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohonkan disertai alasan yang jelas;
c. diajukan kepada Kepala UPPD melalui :
  1. pengurus LVRI setempat; dan
  2. pengurus PPRS atau pengurus organisasi sejenisnya.
d. diajukan paling lambat tanggal 15 Januari tahun pajak yang bersangkutan; dan
e. tidak memiliki tunggakan PBB-P2 tahun pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan pengurangan.
(3) Permohonan pengurangan yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), harus memenuhi persyaratan formal, meliputi :
a. 1 (satu) permohonan untuk beberapa objek pajak dengan tahun pajak yang sama;
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohonkan disertai alasan yang jelas;
c. diajukan kepada Kepala UPPD melalui :
  1. pengurus LVRI setempat;
  2. pengurus PPRS atau pengurus organisasi sejenisnya; atau
  3. Lurah setempat, untuk pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b angka 2 dan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b angka 3.
d dilampirkan fotokopi SPPT yang dimohonkan pengurangan;
e. diajukan dalam jangka waktu :
  1. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT;
  2. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya bencana alam; atau
  3. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya sebab lain yang luar biasa, kecuali apabila pengurus LVRI setempat, pengurus PPRS atau organisasi sejenisnya, atau Lurah setempat dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
f. tidak memiliki tunggakan PBB-P2 tahun pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan pengurangan, kecuali dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa; atau
g. atas SPPT yang dimohonkan pengurangan tidak diajukan keberatan, atau dalam hal diajukan keberatan telah diterbitkan Surat Keputusan Keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan dimaksud tidak diajukan banding.


Pasal 7

(1) Permohonan pengurangan secara perseorangan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan.
(2) Dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan terhadap permohonan pengurangan secara kolektif yang tidak memenuhi :
  1. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2); atau
  2. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).
(3) Dalam hal permohonan pengurangan tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kepala UPPD dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal permohonan tersebut diterima, harus memberikan jawaban secara tertulis dengan memberitahukan kekurangan persyaratan serta alasan yang mendasari kepada :
  1. wajib pajak atau kuasanya dalam hal permohonan diajukan secara perseorangan; atau
  2. pengurus LVRI setempat, pengurus PPRS atau organisasi sejenisnya atau Lurah setempat dalam hal permohonan diajukan secara kolektif.
(4) Dalam hal permohonan pengurangan tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wajib pajak masih dapat mengajukan permohonan pengurangan kembali sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2) atau ayat (3).
(5) Persyaratan permohonan pengurangan untuk wajib pajak veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/dudanya, mantan Presiden dan Wakil Presiden dan mantan Gubernur dan Wakil Gubernur atau janda/dudanya, yang pada tahun sebelumnya telah mendapat pengurangan PBB-P2, maka permohonan pengurangan dapat tidak dilampirkan dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
(6) Persyaratan permohonan pengurangan untuk wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya semata-mata dari pensiunan, yang pada tahun sebelumnya telah mendapat pengurangan PBB-P2, maka permohonan pengurangan dapat tidak dilampiri dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.


Bagian Ketiga
Kewenangan Penyelesaian Permohonan Pengurangan PBB-P2

Pasal 8

(1) Kepala UPPD atas nama Kepala Dinas Pelayanan Pajak berwenang memberikan keputusan permohonan pengurangan dalam hal PBB-P2 yang terutang sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atas nama Kepala Dinas Pelayanan Pajak berwenang memberikan keputusan permohonan pengurangan dalam hal PBB-P2 yang terutang di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(3) Kepala Dinas Pelayanan Pajak atas nama Gubernur berwenang memberikan keputusan permohonan pengurangan dalam hal PBB-P2 yang terutang di atas Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(4) Apabila permohonan pengurangan yang diterima UPPD atau Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Dinas Pelayanan Pajak yang bukan kewenangannya, maka permohonan tersebut diteruskan sesuai dengan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) atau ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.

 

Bagian Keempat
Tata Cara Penyelesaian Permohonan Pengurangan PBB-P2

Pasal 9

(1) Pengajuan permohonan pengurangan PBB-P2 perorangan selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), juga memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. permohonan pengurangan yang diajukan secara perorangan :
1. wajib pajak veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya atau janda/dudanya, mantan Presiden dan Wakil Presiden dan mantan Gubernur dan Wakil Gubernur atau janda/dudanya :
a) fotokopi KTP;
b) fotokopi kartu tanda anggota veteran;
c) fotokopi surat keputusan tentang pengakuan, pengesahan dan penganugerahan gelar kehormatan dari pejabat yang berwenang;
d) fotokopi surat keputusan pengangkatan atau pemberhentian sebagai presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur;
e) fotokopi surat keterangan kematian; dan
f) fotokopi bukti pelunasan PBB-P2 tahun sebelumnya.
2. Wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya semata-mata dari pensiunan sehingga kewajiban PBB-P2 sulit dipenuhi :
a) fotokopi KTP;
b) fotokopi Kartu Keluarga;
c) fotokopi Surat keputusan pensiun;
d) fotokopi slip pensiun atau dokumen sejenis lainnya;
e) fotokopi rekening tagihan listrik, air dan/atau telepon; dan
f) fotokopi bukti pelunasan PBB-P2 tahun pajak sebelumnya.
3. Wajib pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB-P2 sulit dipenuhi :
a) fotokopi KTP;
b) fotokopi Kartu Keluarga;
c) surat pernyataan dari wajib pajak yang menyatakan bahwa penghasilan wajib pajak rendah dari tempat bekerja, apabila wajib pajak tidak berpenghasilan dilengkapi dengan surat keterangan RT/RW dan diketahui Lurah setempat; dan
d) fotokopi bukti pelunasan PBB-P2 tahun pajak sebelumnya.
4. Wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang NJOP per meter perseginya meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan :
a) fotokopi KTP;
b) fotokopi Kartu Keluarga;
c) surat pernyataan dari wajib pajak yang menyatakan bahwa penghasilan wajib pajak rendah dari tempat bekerja;
d) fotokopi SPPT tahun sebelumnya;
e) fotokopi bukti pelunasan PBB-P2 tahun pajak sebelumnya;
f) fotokopi rekening tagihan listrik, air dan/atau telepon; dan
g) surat keterangan dari Lurah yang menerangkan adanya pembangunan fisik oleh Pemerintah Pusat/Daerah atau pembangunan komersial yang berdampak pada perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan.
b. permohonan pengurangan yang diajukan wajib pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pada tahun pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin:
  1. fotokopi KTP pengurus;
  2. fotokopi putusan pailit;
  3. fotokopi laporan keuangan minimal 3 (tiga) tahun terakhir;
  4. fotokopi SPPT tahunan dan PPh tahun pajak sebelumnya;
  5. fotokopi SPPT tahun sebelumnya; dan
  6. fotokopi bukti pelunasan PBB-P2 tahun sebelumnya.
c. permohonan pengurangan yang diajukan wajib pajak perorangan atau badan karena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa:
  1. fotokopi KTP;
  2. surat pernyataan dari Lurah setempat atau instansi terkait seperti Dinas Kebakaran, Dinas Kesehatan, Dinas Perkebunan dan Pertanian yang menyatakan objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa;
  3. surat pernyataan dari wajib pajak yang menyatakan wajib pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa;
  4. fotokopi SPT tahunan dan PPh tahun pajak sebelumnya untuk badan;
  5. fotokopi SPPT tahun sebelumnya; dan
  6. fotokopi bukti pelunasan PBB-P2 tahun sebelumnya.
(2) Pengajuan permohonan pengurangan PBB-P2 perorangan yang diajukan secara kolektif oleh pengurus LVRI atau PPRS dan organisasi sejenisnya selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3), juga memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Pengurus LVRI :
  1. surat kuasa khusus/surat kuasa biasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf e;
  2. fotokopi KTP tiap-tiap wajib pajak;
  3. surat permohonan pengurangan dari masing-masing wajib pajak;
  4. fotokopi kartu tanda anggota veteran masing-masing wajib pajak;
  5. fotokopi surat keputusan tentang pengakuan, pengesahan dan penganugerahan gelar kehormatan dari pejabat yang berwenang;
  6. fotokopi surat keterangan kematian untuk duda/jandanya;
  7. fotokopi SPPT tahun sebelumnya; dan
  8. fotokopi bukti pelunasan PBB-P2 tahun sebelumnya.
b. Pengurus PPRS atau organisasi sejenisnya :
  1. surat kuasa khusus/surat kuasa biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e;
  2. fotokopi KTP tiap-tiap wajib pajak;
  3. surat permohonan pengurangan dari masing-masing wajib pajak;
  4. fotokopi kartu tanda anggota PPRS atau organisasi sejenisnya;
  5. fotokopi akta pembentukan PPRS atau organisasi sejenisnya;
  6. bagan atau susunan pengurus PPRS atau organisasi sejenisnya;
  7. fotokopi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PPRS atau organisasi sejenisnya;
  8. fotokopi surat keterangan kematian untuk duda/jandanya wajib pajak;
  9. fotokopi SPPT tahun sebelumnya; dan
  10. fotokopi bukti pelunasan PBB-P2 tahun sebelumnya.
(3) Pengajuan permohonan pengurangan PBB-P2 perorangan yang diajukan secara kolektif oleh Lurah selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf c angka 2, juga memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  1. fotokopi KTP masing-masing wajib pajak;
  2. surat permohonan pengurangan dari masing-masing wajib pajak;
  3. surat keterangan dari Lurah setempat atau instansi terkait yang mendukung alasan permohonan wajib pajak;
  4. fotokopi SPPT tahun sebelumnya masing-masing wajib pajak; dan
  5. fotokopi bukti pelunasan PBB-P2 tahun sebelumnya masing-masing wajib pajak.
(4) Dalam hal wajib pajak tidak melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), permohonan wajib pajak tetap diproses sepanjang persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 terpenuhi.


Bagian Kelima
Keputusan Pengurangan PBB-P2

Pasal 10

(1) Berdasarkan permohonan yang dilengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 9, Kepala UPPD melakukan penelitian administrasi dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian lapangan.
(2) Penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan serta dibuatkan Laporan Hasil Penelitian.
(3) Dalam hal dilakukan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala UPPD memberitahukan secara tertulis mengenai waktu pelaksanaan penelitian di lapangan pada :
  1. wajib pajak atau kuasanya dalam hal permohonan pengurangan diajukan secara perorangan; dan/atau
  2. pengurus LVRI, PPRS atau organisasi sejenisnya, Lurah dalam hal permohonan pengurangan diajukan secara kolektif.


Pasal 11

(1) Kepala UPPD dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pengurangan, harus memberi suatu keputusan atas permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1), kecuali dalam hal permohonan pengurangan sebelum diterbitkannya SPPT secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a, maka keputusan diberikan segera setelah SPPT diterbitkan.
(2) Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pengurangan, harus memberi suatu keputusan atas permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
(3) Kepala Dinas Pelayanan Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pengurangan, harus memberi suatu keputusan atas permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3).
(4) Tanggal diterimanya permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), adalah :
  1. tanggal terima surat permohonan pengurangan, dalam hal disampaikan secara langsung oleh wajib pajak atau kuasanya kepada petugas tempat pelayanan pada UPPD atau Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Dinas Pelayanan Pajak atau Tempat Pelayanan Terpadu atau petugas yang ditunjuk melayani permohonan pengurangan; atau
  2. tanggal terima pengiriman surat permohonan pengurangan, dalam hal disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat.
(5) Apabila jangka Waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) atau ayat (3) telah terlampaui dan keputusan belum diterbitkan, maka permohonan pengurangan dianggap dikabulkan dan untuk selanjutnya diterbitkan keputusan sesuai dengan permohonan wajib pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir.
(6) Dalam hal besarnya persentase pengurangan yang diajukan dalam permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), melebihi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4, maka besarnya pengurangan yang ditetapkan sebesar persentase paling tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.


Pasal 12

Terhadap keputusan penyelesaian permohonan pengurangan oleh kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Dinas Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), harus didahului oleh hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.



Pasal 13

Bentuk format Keputusan Gubernur tentang Pengurangan PBB-P2 dan Keputusan Gubernur tentang Pengurangan PBB-P2 Secara Kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Gubernur ini.



Pasal 14

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian permohonan pengurangan PBB-P2 diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak.



BAB III
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 15

Terhadap wajib pajak veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya dan pensiunan atau janda/dudanya, mantan Presiden dan Wakil Presiden, mantan Gubernur dan Wakil Gubernur atau janda/dudanya yang pernah mendapat pengurangan sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini tetap mendapat pengurangan PBB-P2 dengan menyampaikan data-data persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 9.



BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.






Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2012
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

ttd.

JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 28 Desember 2012

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS

IBUKOTA JAKARTA,


ttd.


FADJAR PANJAITAN

NIP 195508261976011001



BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2012 NOMOR 203