PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMORPER - 19/PJ/2025TENTANGPENONAKTIFAN AKSES PEMBUATAN FAKTUR PAJAK TERHADAP PENGUSAHA KENA PAJAK YANG TIDAK MELAKSANAKAN KEWAJIBAN SESUAI DENGAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PERPAJAKANDIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang    : 
- bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum pelaksanaan kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menonaktifkan akses pembuatan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 TAHUN 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 TAHUN 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan, perlu mengatur mengenai penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak terhadap Pengusaha Kena Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sesuai dengan kriteria tertentu;
 
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 65 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 TAHUN 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 TAHUN 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak terhadap Pengusaha Kena Pajak yang Tidak Melaksanakan Kewajiban Sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Perpajakan;
 
Mengingat    :    
- 
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 TAHUN 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 771) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54 Tahun 2025 tentang Perubahan  Ketiga  atas  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 TAHUN 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 552);
 
- 
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);
 
MEMUTUSKAN:Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENONAKTIFAN AKSES PEMBUATAN FAKTUR PAJAK TERHADAP PENGUSAHA KENA PAJAK YANG TIDAK MELAKSANAKAN KEWAJIBAN SESUAI DENGAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PERPAJAKAN.
Pasal 1Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 TAHUN 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
 
- Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
 
- Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
 
- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 
- Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
 
- Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 TAHUN 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
 
- Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 
- Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
 
- Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
 
- Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
 
- Kantor Pelayanan Pajak adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
 
Pasal 2
| (1) | 
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menonaktifkan akses pembuatan Faktur Pajak terhadap Pengusaha Kena Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban sebagai Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan sesuai dengan kriteria tertentu. | 
| (2) | 
Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
 
| a. | 
tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut sebagai pemotong atau pemungut pajak secara berturut-turut dalam 3 (tiga) bulan; | 
 
| b. | 
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang telah menjadi kewajibannya; | 
 
| c. | 
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang telah menjadi kewajibannya berturut-turut selama 3 (tiga) bulan; | 
 
| d. | 
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang telah menjadi kewajibannya untuk 6 (enam) Masa Pajak dalam periode 1 (satu) tahun kalender; | 
 
| e. | 
tidak melaporkan bukti potong atau bukti pungut untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut yang telah dibuat berturut-turut selama 3 (tiga) bulan; dan/atau | 
 
| f. | 
memiliki tunggakan pajak paling sedikit:
 
| 1) | 
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) untuk Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama; atau | 
 
| 2) | 
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk Wajib Pajak yang terdaftar selain di Kantor Pelayanan Pajak Pratama, | 
 
 yang telah diterbitkan surat teguran dan selain yang telah memiliki surat keputusan persetujuan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang pajak yang masih berlaku. | 
 
 
 | 
| (3) | 
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk mandat kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat Wajib Pajak terdaftar. | 
| (4) | 
Terhadap Wajib Pajak yang akses pembuatan Faktur Pajaknya dinonaktifkan, disampaikan pemberitahuan mengenai penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak dan hak klarifikasi kepada Wajib Pajak sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. | 
Pasal 3
| (1) | 
Wajib Pajak yang akses pembuatan Faktur Pajaknya dinonaktifkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat menyampaikan klarifikasi. | 
| (2) | 
Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
 
| a. | 
disampaikan secara tertulis melalui surat kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; | 
 
| b. | 
memuat minimal:
 
| 1. | 
nomor dan tanggal surat atau dokumen klarifikasi; | 
 
| 2. | 
tujuan surat atau dokumen klarifikasi yaitu Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; | 
 
| 3. | 
identitas Wajib Pajak atau pengurus, dan/atau penanggung jawab; | 
 
| 4. | 
penjelasan atas klarifikasi; dan | 
 
| 5. | 
daftar dokumen pendukung klarifikasi; dan | 
 
 
 | 
 
| c. | 
dilampiri dokumen pendukung, minimal berupa:
 
| 1. | 
bukti potong atau pungut pajak untuk kewajiban pemotongan atau pemungutan pajak untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut sebagai pemotong atau pemungut pajak secara berturut-turut dalam 3 (tiga) bulan; | 
 
| 2. | 
tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang telah menjadi kewajibannya; | 
 
| 3. | 
tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang telah menjadi kewajibannya berturut-turut selama 3 (tiga) bulan; | 
 
| 4. | 
tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk 6 (enam) Masa Pajak dalam periode 1 (satu) tahun kalender yang telah menjadi kewajibannya; | 
 
| 5. | 
bukti pelaporan bukti potong atau bukti pungut untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut yang telah dibuat berturut-turut selama 3 (tiga) bulan; dan/atau | 
 
| 6. | 
bukti pelunasan atas tunggakan pajak dan/atau surat keputusan persetujuan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang pajak yang masih berlaku. | 
 
 
 | 
 
 
 | 
Pasal 4
| (1) | 
Kepala Kantor Pelayanan Pajak berdasarkan penelitian menentukan untuk mengabulkan atau menolak klarifikasi Wajib Pajak atas surat klarifikasi paling lama 5 (lima) hari kerja setelah surat klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diterima. | 
| (2) | 
Kepala Kantor Pelayanan Pajak:
 
| a. | 
mengabulkan klarifikasi Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak telah memenuhi kewajiban perpajakannya yang menjadi dasar penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak; atau | 
 
| b. | 
menolak klarifikasi Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak belum memenuhi kewajiban perpajakannya yang menjadi dasar penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak. | 
 
 
 | 
| (3) | 
Dalam hal klarifikasi Wajib Pajak dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak Wajib Pajak. | 
Pasal 5
| (1) | 
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) telah terlewati dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak belum menentukan untuk mengabulkan atau menolak klarifikasi Wajib Pajak, klarifikasi Wajib Pajak tersebut ditindaklanjuti dengan mengaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak Wajib Pajak. | 
| (2) | 
Dalam hal 5 (lima) hari kerja setelah pengaktifan kembali akses pembuatan Faktur Pajak Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak masih memenuhi kriteria penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menonaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak. | 
| (3) | 
Dalam hal berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak diketahui bahwa dasar penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak Wajib Pajak. | 
Pasal 6Pengaktifan kembali akses pembuatan Faktur Pajak dalam Peraturan Direktur Jenderal ini dilakukan sepanjang Wajib Pajak tidak dilakukan penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak dalam rangka penanganan terhadap kegiatan penerbitan dan/atau penggunaan Faktur Pajak tidak sah.
 
Pasal 7Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2025
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
BIMO WIJAYANTO