PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMORPER - 9/PJ/2025TENTANGPENONAKTIFAN AKSES PEMBUATAN FAKTUR PAJAK DALAM RANGKA PENANGANAN TERHADAP KEGIATAN PENERBITAN DAN/ATAU PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK TIDAK SAHDIREKTUR JENDERAL PAJAK,Menimbang :
- bahwa kegiatan penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak tidak sah yang meliputi faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya atau faktur pajak yang diterbitkan oleh pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak telah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, sehingga perlu diatur mengenai penonaktifan akses pembuatan faktur pajak dalam rangka penanganan terhadap kegiatan penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak tidak sah untuk tujuan pencegahan dan pemulihan kerugian pada pendapatan negara;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta untuk memberikan keadilan dan meningkatkan kepastian hukum, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak Dalam Rangka Penanganan Terhadap Kegiatan Penerbitan dan/atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah;
Mengingat :
-
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 TAHUN 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 771);
-
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);
MEMUTUSKAN:Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENONAKTIFAN AKSES PEMBUATAN FAKTUR PAJAK DALAM RANGKA PENANGANAN TERHADAP KEGIATAN PENERBITAN DAN/ATAU PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK TIDAK SAH
Pasal 1Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 TAHUN 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
- Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
- Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai.
- Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
- Faktur Pajak Tidak Sah adalah:
- Faktur Pajak yang diterbitkan dan/atau digunakan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; dan/atau
- Faktur Pajak yang diterbitkan oleh pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Wajib Pajak yang Terindikasi sebagai Penerbit Faktur Pajak Tidak Sah yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Terindikasi Penerbit adalah Pengusaha Kena Pajak yang menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yaitu memiliki indikasi menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah.
- Wajib Pajak Penerbit Faktur Pajak Tidak Sah yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Penerbit adalah Wajib Pajak yang berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan sebagai Wajib Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah.
- Wajib Pajak yang Terindikasi sebagai Pengguna Faktur Pajak Tidak Sah yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Terindikasi Pengguna adalah Pengusaha Kena Pajak yang menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yaitu menggunakan Faktur Pajak Tidak Sah yang diterbitkan oleh Wajib Pajak Terindikasi Penerbit dan/atau Wajib Pajak Penerbit.
- Kantor Pelayanan Pajak adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Kanwil DJP adalah kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan unit vertikal di atas Kantor Pelayanan Pajak.
- Petugas Intelijen Perpajakan adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki kemampuan intelijen dan ditugaskan untuk menjalankan fungsi Intelijen Perpajakan, meliputi pegawai dalam jabatan struktural, jabatan fungsional tertentu, dan jabatan fungsional umum.
- Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
- Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
Pasal 2
(1) |
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menonaktifkan akses pembuatan Faktur Pajak terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit dan Wajib Pajak Terindikasi Pengguna berdasarkan hasil kegiatan intelijen perpajakan. |
(2) |
Kegiatan intelijen perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Petugas Intelijen Perpajakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai intelijen perpajakan. |
(3) |
Dalam rangka menonaktifkan akses pembuatan Faktur Pajak terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pengembangan dan analisis atas kriteria sebagai berikut:
a. |
keberadaan dan kewajaran lokasi usaha Wajib Pajak; dan |
b. |
kesesuaian kegiatan usaha Wajib Pajak. |
|
(4) |
Dalam hal berdasarkan hasil pengembangan dan analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan kriteria huruf a dan/atau huruf b tidak terpenuhi, dilakukan penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak. |
(5) |
Dalam rangka penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak terhadap Wajib Pajak Terindikasi Pengguna, dilakukan pengembangan dan analisis atas indikasi pengkreditan pajak masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Tidak Sah pada surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai. |
(6) |
Dalam hal berdasarkan hasil pengembangan dan analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diketahui bahwa Wajib Pajak Terindikasi Pengguna mengkreditkan pajak masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Tidak Sah, dilakukan penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak. |
Pasal 3
(1) |
Terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit dan Wajib Pajak Terindikasi Pengguna yang akses pembuatan Faktur Pajaknya dinonaktifkan, disampaikan pemberitahuan mengenai penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak dan hak klarifikasi kepada Wajib Pajak sesuai Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. |
(2) |
Wajib Pajak Terindikasi Penerbit dan Wajib Pajak Terindikasi Pengguna tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak terhitung sejak tanggal pemberitahuan mengenai penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Pasal 4
(1) |
Atas penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) atau Pasal 2 ayat (6), Wajib Pajak dapat menyampaikan klarifikasi. |
(2) |
Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
disampaikan langsung oleh Wajib Pajak atau pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak ke Kanwil DJP dan tidak diperkenankan untuk dikuasakan kepada pihak lain; |
b. |
disampaikan secara tertulis kepada Kepala Kanwil DJP dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
c. |
memuat minimal:
1. |
nomor dan tanggal surat atau dokumen klarifikasi; |
2. |
tujuan surat atau dokumen klarifikasi yaitu Kepala Kanwil DJP yang menaungi Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; |
3. |
identitas Wajib Pajak atau pengurus dan/atau penanggung jawab; |
4. |
penjelasan atas klarifikasi yang dilakukan; dan |
5. |
daftar dokumen pendukung klarifikasi yang dilakukan; dan |
|
d. |
dilampiri dokumen pendukung, minimal berupa:
1. |
untuk Wajib Pajak Orang Pribadi:
a) |
fotokopi Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga bagi Warga Negara Indonesia atau Paspor yang masih berlaku bagi Warga Negara Asing, yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang; |
b) |
surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari pejabat pemerintah daerah minimal Lurah atau Kepala Desa; |
c) |
foto berwarna yang menunjukkan lokasi/tempat dan kegiatan usaha Wajib Pajak; |
d) |
daftar penyedia barang (supplier list) selama 1 (satu) tahun terakhir; |
e) |
rekening koran asli dan bukti penerimaan/pengeluaran pembayaran selama 1 (satu) tahun terakhir; dan |
f) |
dokumen transaksi seperti dokumen pemesanan pembelian (purchase order), surat jalan (delivery order), berita acara serah terima barang dan/atau berita acara penyelesaian pekerjaan selama 1 (satu) tahun terakhir, atau |
|
2. |
untuk Wajib Pajak Badan:
a) |
fotokopi Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga dalam hal pengurus dan/atau penanggung jawab merupakan Warga Negara Indonesia atau Paspor yang masih berlaku dalam hal pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak merupakan Warga Negara Asing dengan memperlihatkan dokumen asli; |
b) |
fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap, yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang; |
c) |
surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari pejabat pemerintah daerah minimal Lurah atau Kepala Desa; |
d) |
foto berwarna yang menunjukkan lokasi/tempat dan kegiatan usaha Wajib Pajak; |
e) |
daftar penyedia barang (supplier list) selama 1 (satu) tahun terakhir; |
f) |
rekening koran asli dan bukti penerimaan/pengeluaran pembayaran selama 1 (satu) tahun terakhir; dan |
g) |
dokumen transaksi seperti dokumen pemesanan pembelian (purchase order), surat jalan (delivery order), berita acara serah terima barang dan/atau berita acara penyelesaian pekerjaan selama 1 (satu) tahun terakhir. |
|
|
|
(3) |
Jangka waktu 1 (satu) tahun terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah jangka waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sampai dengan tanggal pemberitahuan mengenai penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak disampaikan. |
(4) |
Kepala Kanwil DJP dapat:
a. |
meminta keterangan kepada Wajib Pajak, pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak pada saat penyampaian klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan/atau |
b. |
melakukan penelitian ke lokasi usaha Wajib Pajak untuk meyakini keberadaan dan kewajaran lokasi usaha Wajib Pajak serta kesesuaian kegiatan usaha Wajib Pajak. |
|
Pasal 5
(1) |
Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak dokumen klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diterima, Kepala Kanwil DJP harus menentukan untuk mengabulkan atau menolak klarifikasi Wajib Pajak. |
(2) |
Dalam hal klarifikasi Wajib Pajak dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kanwil DJP mengaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak Wajib Pajak. |
(3) |
Klarifikasi Wajib Pajak dikabulkan dalam hal berdasarkan hasil penelaahan:
a. |
Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) atau Pasal 2 ayat (6); |
b. |
Wajib Pajak Terindikasi Penerbit:
1. |
dilakukan penghentian Penyidikan terkait penerbitan Faktur Pajak Tidak Sah sebagaimana diatur dalam Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; atau |
2. |
dinyatakan tidak terbukti sebagai Wajib Pajak Terindikasi Penerbit berdasarkan hasil pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; atau |
|
c. |
Wajib Pajak Terindikasi Pengguna:
1. |
menyampaikan pembetulan surat pemberitahuan yang terkait dengan dasar penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak, sesuai Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; |
2. |
melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian surat pemberitahuan yang terkait dengan dasar penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak, sesuai Pasal 8 ayat (4) Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; |
3. |
melunasi utang pajak atas surat ketetapan pajak yang merupakan koreksi terkait dengan dasar penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak; |
4. |
dilakukan penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan karena Wajib Pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan terkait penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang; |
5. |
dilakukan penghentian Penyidikan terkait penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah sebagaimana diatur dalam Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; atau |
6. |
dinyatakan tidak terbukti sebagai Wajib Pajak Terindikasi Pengguna berdasarkan hasil pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. |
|
|
(4) |
Dalam hal klarifikasi Wajib Pajak ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. |
(5) |
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlewati dan Kepala Kanwil DJP belum menentukan untuk mengabulkan atau menolak klarifikasi Wajib Pajak, klarifikasi Wajib Pajak tersebut dianggap dikabulkan. |
(6) |
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan klarifikasi dalam 30 (tiga puluh) hari kalender sejak pemberitahuan mengenai penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak secara elektronik, terhadap Wajib Pajak dimaksud dilakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. |
(7) |
Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. |
(8) |
Dalam hal berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak diketahui bahwa Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi kriteria penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak, Kepala Kanwil DJP dapat mengaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak Wajib Pajak. |
Pasal 6Atas Wajib Pajak yang pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku masih memiliki Status Suspend, ditindaklanjuti berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2017 tentang Perlakuan Terhadap Penerbitan dan/atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah oleh Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2017 tentang Perlakuan Terhadap Penerbitan dan/atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah oleh Wajib Pajak.
Pasal 7Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2017 tentang Perlakuan Terhadap Penerbitan dan/atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah oleh Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2017 tentang Perlakuan Terhadap Penerbitan dan/atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah oleh Wajib Pajak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Mei 2025
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
SURYO UTOMO