Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-71/PJ/2010

  • 31 Desember 2010
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 71/PJ/2010

TENTANG

TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :


bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 451/KMK.04/1997 tentang Penatausahaan Data Objek Pajak Bumi dan Bangunan Pertambangan Migas dan Panas Bumi serta Pembayarannya perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi;


Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
  2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
  3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 451/KMK.04/1997 tentang Penatausahaan Data Objek Pajak Bumi dan Bangunan Pertambangan Migas dan Panas Bumi serta Pembayarannya;
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penatausahaan Penerimaan PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Energi Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2007;
  5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;


MEMUTUSKAN:

Menetapkan:     


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI.



Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:

  1. Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan PBB adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan.
  2. Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut dengan Migas adalah Minyak dan Gas Bumi.
  3. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Migas.
  4. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Migas.
  5. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat dengan SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB yang terutang kepada Wajib Pajak.
  6. Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Pertambangan Migas yang selanjutnya disebut SPOP adalah surat yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak PBB Pertambangan Migas ke Direktorat Jenderal Pajak.
  7. Wilayah Kerja yang selanjutnya disingkat dengan WK adalah daerah tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi.
  8. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia adalah seluruh wilayah daratan, perairan, dan landas kontinen Indonesia.
  9. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan.
  10. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang rnendukungnya.
  11. Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat dengan KKS adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi.
  12. Hasil Produksi adalah produksi minyak dan/atau gas bumi yang dijual dalam satu tahun yang dinyatakan dalam ukuran barrel untuk Minyak Bumi dan mile standard cubic feet (mscf) untuk Gas Bumi.
  13. Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut dengan KPP Pratama adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang menerbitkan SPPT PBB Pertambangan Migas


Pasal 2

(1) Objek pajak PBB Pertambangan Migas adalah bumi dan/atau bangunan.
(2) Objek pajak berupa bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
(3) Objek pajak berupa bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bangunan yang terletak di areal onshore atau offshore.
(4) Permukaan bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
  1. areal daratan (onshore), yaitu permukaan bumi yang berupa tanah dan perairan pedalaman;
  2. areal di perairan lepas pantai (offshore), yaitu permukaan bumi yang berupa laut.
(5) Tubuh bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi Hasil Produksi tambang berupa minyak dan/atau gas bumi.


Pasal 3

(1) Subjek pajak PBB Pertambangan Migas adalah Kontraktor KKS yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
(2) Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar PBB Pertambangan Migas menjadi Wajib Pajak PBB Pertambangan Migas.


Pasal 4

(1) Pendaftaran atau pemutakhiran data objek pajak PBB Pertambangan Migas dilakukan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dengan mengisi SPOP dan Rekapitulasi SPOP melalui aplikasi SPOP elektronik dengan jelas, benar, lengkap, dan dicetak serta ditandatangani.
(2) SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari SPOP Onshore, SPOP Offshore, dan SPOP Hasil Produksi.
(3) SPOP dan Rekapitulasi SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta SPOP elektronik sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS).


Pasal 5

(1) Penatausahaan data objek pajak PBB Pertambangan Migas untuk areal onshore dilakukan berdasarkan wilayah kabupaten/kota atau wilayah DKI Jakarta, tempat objek pajak tersebut berada.
(2) Penatausahaan data objek pajak PBB Pertambangan Migas untuk areal offshore dan tubuh bumi dilakukan berdasarkan angka perbandingan tertimbang.
(3) Angka perbandingan tertimbang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setiap tahun oleh Direktur Jenderal Pajak dengan memperhatikan potensi sumber daya Migas, azas pemerataan, dan keseimbangan masing-masing kabupaten/kota atau wilayah DKI Jakarta.


Pasal 6

(1) Dasar pengenaan PBB Pertambangan Migas adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
(2) NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
  1. areal onshore WK dan areal onshore non WK ditentukan melalui perbandingan harga tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya dan/atau sebagaimana tatacara penilaian tanah untuk sektor lainnya;
  2. areal offshore WK dan areal offshore non WK ditentukan melalui perbandingan harga perairan/daratan sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya;
  3. Hasil Produksi ditentukan melalui nilai jual pengganti sebesar angka kapitalisasi dikalikan penjualan Hasil Produksi dalam satu tahun sebelum Tahun Pajak berjalan;
  4. bangunan ditentukan melalui nilai perolehan baru sebesar biaya pembangunan baru yang disusun berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan setiap jenis bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik.
(3) Angka kapitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 7

Berdasarkan SPOP Onshore, petikan SPOP Offshore, dan/atau petikan SPOP Hasil Produksi per kabupaten/kota, KPP Pratama menerbitkan SPPT.



Pasal 8

(1) Direktur Jenderal Pajak membuat daftar ketetapan PBB Pertambangan Migas.
(2) Berdasarkan daftar ketetapan PBB Pertambangan Migas, Direktur Jenderal Pajak mengajukan permintaan pemindahbukuan pembayaran PBB Pertambangan Migas kepada Direktur Jenderal Anggaran.


Pasal 9

Bentuk formulir:

  1. SPOP Onshore sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  2. SPOP Offshore sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  3. SPOP Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  4. Rekapitulasi SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai angka perbandingan tertimbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dan angka kapitalisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.



Pasal 10

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, ketentuan dalam:

  1. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, yang mengatur mengenai pengenaan PBB Pertambangan Migas; dan
  2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-19/PJ.6/1997 tentang Tatacara Penatausahaan Data Objek Pajak Bumi dan bangunan Pertambangan Migas dan Panas Bumi serta Pembayarannya, yang mengatur mengenai penatausahaan PBB Pertambangan Migas,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 11

Dalam hal aplikasi SPOP elektronik belum tersedia pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, pengisian SPOP dan Rekapitulasi SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan oleh Wajib Pajak secara manual.



Pasal 12

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2011.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2010
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 195104281975121002