Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2010

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERPAJAKAN 

NOMOR PER - 6/PJ/2010

TENTANG KODE PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN

PERMOHONAN PENGURANGAN ATAU
PENCABUTAN SANKSI PENYELENGGARAAN
PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DAN
BANGUNAN, SERTA PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KEPUTUSAN PEROLEHAN BEA
ATAS HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ATAU SURAT EDAR BEA PEROLEHAN
HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN, YANG TIDAK BENAR

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :


bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2009 tentang Kode Reduksi atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan bumi dan Pengadaan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta Pengurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak yang terutang, Surat Putusan Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Putusan Pengambilalihan Hak atas Tanah dan Bangunan, atau Surat Pembagian Hak atas Tanah dan Bangunan, yang Tidak Benar, menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak atas Kode Pembangunan dan Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta Pengurangan atau Pembatalan Surat Putusan Perintah Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau Surat Pembagian Hak Atas Tanah dan Bangunan yang tidak Benar;


Mengingat:


  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Kode Perpajakan (Lembar Nasional Republik Indonesia 1983 Nomor 49, Lembar Nasional Tambahan Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembar Nasional Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Lembar Nasional Tambahan Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Lembar Nasional Republik Indonesia 1997 Nomor 44, Lembar Nasional Tambahan Republik Indonesia Nomor 3688) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (Lembar Nasional Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Lembar Nasional Tambahan Republik Indonesia Nomor 3988);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Kode Etik Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Kode Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembar Nasional Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembar Nasional Republik Indonesia Nomor 4797);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2009 tentang Kode Reduksi atau Penghapusan Suaka Bumi dan Administrasi Pajak Bangunan bumi dan Pengadaan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak terutang, Surat Putusan Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Penyaluran Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Pembagian Hak atas Tanah dan Bangunan, yang Tidak Benar;

MEMUTUSKAN:

Setting :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERPAJAKAN TENTANG CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGURANGAN ATAU PENCABUTAN SANKSI ADMINISTRASI PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN, SERTA PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KEPUTUSAN TENTANG PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ATAU SURAT EDAR PENGADAAN BEA ATAS HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN, YANG TIDAK BENAR



Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :

  1. Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang BPHTB adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000.
  2. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat dengan SKBKB adalah surat ketetapan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang BPHTB.
  3. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat dengan SKBKBT  adalah surat ketetapan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang BPHTB.
  4. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKBLB adalah surat ketetapan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a Undang-Undang BPHTB.
  5. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil yang selanjutnya disingkat dengan SKBN adalah surat ketetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang BPHTB.
  6. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan STB adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang BPHTB.
  7. Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut dengan KPP Pratama adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang menerbitkan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, dan/atau STB.

Pasal 2

Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :

  1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKBKB, SKBKBT, atau STB, berupa bunga, denda, dan/atau kenaikan yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajin Pajak; dan/atau
  2. mengurangkan atau membatalkan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB, yang tidak benar.

Pasal 3

(1)  Untuk mendukung permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a. fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan;
b. dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa sanksi administrasi dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak;
c. fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan BPHTB tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan keberatan atas SKBKB atau SKBKBT;dan/atau
d. dokumen pendukung lainnya.
(2)  Untuk mendukung permohonan pengurangan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a. fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan;
b. dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN atau STB tersebut tidak benar;
c. fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan BPHTB tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan keberatan atas SKBKB, SKBKBT, SKBLB atau SKBN;dan/atau
d. dokumen pendukung lainnya.
(3)  Untuk mendukung permohonan pembatalan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a. fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan;
b. dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN atau STB tersebut tidak benar;dan/atau
c. dokumen pendukung lainnya.


Pasal 4

(1) Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dan disampaikan ke KPP Pratama :
a. secara langsung; atau
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat.
(2) Atas penyampaian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan tanda bukti penerimaan surat.
(3) Bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau tanda bukti penerimaan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bukti penerimaan surat permohonan Wajib Pajak.


Pasal 5

Tanggal bukti penerimaan surat permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) yaitu :

a. tanggal terima yang tercantum pada bukti penerimaan surat, dalam hal surat permohonan Wajib Pajak disampaikan secara langsung; atau
b. tanggal stempel pos yang tercantum pada bukti pengiriman surat, dalam hal surat permohonan Wajib Pajak disampaikan melalui pos.


Pasal 6

Direktur Jenderal Pajak berwenang memberikan keputusan atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.


Pasal 7

(1)  Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan berdasarkan hasil penelitian di kantor, dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
(2)  Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil penelitian.
(3)  Dalam hal dilakukan penelitian di lapangan, pejabat serendah-rendahnya setingkat Eselon III terlebih dahulu memberitahukan secara tertulis waktu pelaksanaan penelitian di lapangan kepada Wajib Pajak atau kuasanya.


Pasal 8

(1)  Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal bukti penerimaan surat permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, harus memberi suatu keputusan atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2)  Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(3)  Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan pengurangan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dapat berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(4) Keputusan direktur Jenderal Pajak atas permohonan pembatalan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dapat berupa mengabulkan atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan yang diajukan dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir.
(6) Atas permintaan tertulis dari Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), atau  menolak permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4).


Pasal 9

Bentuk formulir Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai :

a. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi BPHTB atas SKBKB, SKBKBT, atau STB sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
b. pengurangan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, atau SKBN, yang tidak benar, sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
c. pengurangan STB yang tidak benar, sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
d. pembatalan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, atau SKBN, yang tidak benar, sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
e. pembatalan STB yang tidak benar, sebagaimana ditetapkan pada Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.



Pasal 10

Aturan perpajakan Direktur Jenderal mulai berlaku pada tanggal yang ditentukan.




Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 22 Februari 2010

DIRJEN PAJAK


ttd.


MOCHAMAD TJIPTARDJO

NIP 06004911