Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-52 /PJ/2010

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 52 /PJ/2010

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK PENGHASILAN,
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN/ATAU PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :


  1. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan;
  2. bahwa dalam rangka lebih memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan tertib administrasi perpajakan, perlu menetapkan pengganti Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN/ATAU PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut UU KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
  2. Wajib Pajak adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan.
  3. Kantor Pelayanan Pajak selanjutnya disebut KPP adalah:
    a. Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan; atau
    b. Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana pada huruf a.
  4. Kepala Kantor Pelayanan Pajak selanjutnya disebut Kepala KPP adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
  5. Unit Pelaksana Penelitian Keberatan adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Direktorat Keberatan dan Banding.

BAB II
PROSEDUR PENGAJUAN

Pasal 2

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas suatu:

  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, kecuali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan Pasal 13A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
  3. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
  5. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pasal 3

Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP dengan surat keberatan.



Pasal 4

(1)  Surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib memenuhi syarat:
  1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  2. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan dan dilampirkan dengan fotokopi surat ketetapan pajak, bukti pemungutan, atau bukti pemotongan;
  3. 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, atau untuk 1 (satu) pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e;
  4. melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan disertai fotokopi bukti pelunasannya;
  5. diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur); dan
  6. ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut wajib dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UU KUP.
(2)  Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya berlaku untuk pengajuan keberatan atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang berkaitan dengan Surat Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan seterusnya.


Pasal 5

Surat Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dibuat sebagaimana contoh pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.



Pasal 6

(1)  Surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 disampaikan ke KPP :
  1. secara langsung;
  2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
  3. dengan cara lain.
(2)  Penyampaian surat keberatan dengan cara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
  1. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
  2. e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider) atau fasilitas e-Filing yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(3)   Bukti penerimaan surat keberatan, dalam hal disampaikan:
  1. secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah Bukti Penerimaan Surat;
  2. melalui pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah bukti pengiriman surat;
  3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir sebagaimana pada ayat (2) huruf a adalah bukti pengiriman surat;
  4. melalui e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider) atau fasilitas e-Filing yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana ayat (2) huruf b adalah bukti penerimaan elektronik.
(4) Surat keberatan yang tidak disampaikan ke KPP merupakan surat yang tidak disampaikan pada tempatnya dan tidak dipertimbangkan, sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(5) Unit kantor Direktorat Jenderal Pajak yang menerima surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengembalikan surat keberatan kepada Wajib Pajak dan memberitahukan secara tertulis KPP tempat penyampaian surat keberatan yang seharusnya, paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya surat keberatan dengan menggunakan formulir pada Lampiran II.1 Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 7

Saat diterimanya surat keberatan, dalam hal surat keberatan disampaikan:

  1. secara langsung sebagaimana pada Pasal 6 ayat (1) huruf a adalah sesuai tanggal terima yang tercantum pada bukti penerimaan surat yang diberikan oleh KPP;
  2. melalui pos sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf b, adalah sesuai tanggal stempel pos yang tercantum pada bukti pengiriman surat;
  3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) huruf a, adalah sesuai tanggal pengiriman yang tercantum pada bukti pengiriman surat; atau
  4. dengan e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP) sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) huruf b, adalah sesuai tanggal yang tercantum pada bukti penerimaan elektronik.

Pasal 8

(1)  Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak bahwa surat keberatannya memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 dengan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II.2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)  Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 bukan merupakan surat keberatan dan tidak dipertimbangkan, sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(3)  Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak bahwa surat keberatannya tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II.3 atau Lampiran II.4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 9

(1)   Sebelum mengajukan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi kepada Direktur Jenderal Pajak melalui KPP paling lama 2 (dua) bulan setelah tanggal pengiriman surat ketetapan pajak.
(2)  Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak wajib memberi keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak diterima.
(3)  Jangka waktu pemberian keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menunda jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e.
(4) Meskipun jangka waktu 2 (dua) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah terlampaui, Wajib Pajak masih dapat meminta keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi kepada Direktur Jenderal Pajak melalui KPP.
(5) Atas permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat memberi keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak secara tertulis.

 

BAB III
PROSES PENYELESAIAN KEBERATAN

Pasal 10

(1)  Dalam proses penyelesaian keberatan, Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat:
  1. meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy kepada Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  2. meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  3.  meminta pihak lain diluar Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan data dan atau keterangan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; dan atau
  4. meninjau ke tempat Wajib Pajak jika diperlukan
(2)  Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas suatu pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e, Wajib Pajak wajib menyerahkan asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak dan surat pernyataan yang menyatakan bahwa pemotongan atau pemungutan pajak belum atau tidak akan dikreditkan.
(3)  Wajib Pajak wajib memenuhi peminjaman dan atau permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal dikirimnya surat peminjaman dan/atau permintaan.
(4) Apabila sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir, Wajib Pajak belum meminjamkan sebagian atau seluruh buku, catatan, data dan informasi dan/atau belum memberikan keterangan yang diminta, Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan peminjaman dan/atau permintaan yang kedua dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak batas waktu tersebut diatas berakhir.
(5) Wajib Pajak wajib memenuhi peminjaman dan/atau permintaan yang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal dikirimnya surat peminjaman dan/atau permintaan yang kedua.
(6) Dalam hal masih diperlukan, Wajib Pajak wajib meminjamkan bukti tambahan dan/atau memberikan penjelasan, dalam jangka waktu sebagaimana disebut dalam surat peminjaman dan/atau permintaan tambahan.
(7) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruhnya peminjaman dan/atau permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5), dan ayat (6) serta tidak menyerahkan asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak dan surat pernyataan yang menyatakan bahwa pemotongan atau pemungutan pajak belum atau tidak akan dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keberatan tetap diproses sesuai dengan data yang ada atau diterima dan Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak membuat Berita Acara dengan menggunakan formulir pada Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(8) Dalam hal diperlukan, untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan.
(9) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang pemeriksaan.


Pasal 11

(1)  Dalam proses penyelesaian keberatan, Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pembahasan sengketa perpajakan yang diajukan keberatan dengan Wajib Pajak dan/atau pihak lain yang terkait.
(2)  Dalam pembahasan sengketa perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat memanggil Wajib Pajak dan/atau pihak lain yang terkait untuk melakukan pembahasan sengketa perpajakan yang diajukan keberatan dengan menggunakan formulir pada Lampiran VII.1/Lampiran VII.2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)  Dalam hal Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak memanggil Wajib Pajak dan/atau pihak lain untuk melakukan pembahasan sengketa perpajakan yang diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), surat pemanggilan dikirimkan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal pembahasan sengketa perpajakan.
(4) Pembahasan sengketa perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Sengketa Perpajakan dengan menggunakan formulir pada Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak tepisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 12

(1)  Pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.
(2)  Dalam hal terdapat pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang belum diminta pada saat proses pemeriksaan tetapi diperlukan dan diminta oleh Direktur Jenderal Pajak serta diserahkan oleh Wajib Pajak dalam proses keberatan, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diserahkan oleh Wajib Pajak tersebut dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, sepanjang memiliki kaitan dengan koreksi yang disengketakan.
(3)  Dalam hal terdapat pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang belum diminta pada saat proses pemeriksaan dan keberatan tetapi diserahkan oleh Wajib Pajak dalam proses keberatan, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diserahkan oleh Wajib Pajak tersebut dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, sepanjang memiliki kaitan dengan koreksi yang disengketakan.

  


Pasal 13

(1)  Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib meminta Wajib Pajak untuk hadir guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan Wajib Pajak dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)  Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan Pemberitahuan Hasil Penelitian Keberatan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X.1 dan Formulir Surat Tanggapan Hasil Penelitian Keberatan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X.2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)  Pemberian keterangan dan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XI.1 atau Lampiran XI.2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(4) Apabila Wajib Pajak tidak memanfaatkan kesempatan untuk hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. dibuat Berita Acara dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XII.1 atau Lampiran XII.2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang  tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; dan
  2. proses keberatan tetap dapat diselesaikan.


Pasal 14

(1)  Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan sepanjang Surat Pemberitahuan Untuk Hadir belum disampaikan kepada Wajib Pajak.
(2)  Pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan secara tertulis.
(3)  Yang dimaksud dengan disampaikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah  tanggal dikirimnya Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(4) Wajib Pajak yang mencabut pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP.
(5) Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan wajib memberikan jawaban atas pencabutan pengajuan keberatan dengan menggunakan formulir XIII.1 atau formulir XIII.2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, paling lama 5 (lima) hari kerja sejak surat pencabutan pengajuan keberatan diterima.
(6) Dalam hal pencabutan pengajuan keberatan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka proses keberatan tetap diselesaikan dengan penerbitan Surat Keputusan Keberatan.

     


Pasal 15

Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dalam rangka proses penyelesaian keberatan, kuasa Wajib Pajak harus menyerahkan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UU KUP.



Pasal 16

(1)  Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan Wajib Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak saat diterimanya surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(2)  Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
(3)  Apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Keputusan Keberatan paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu tersebut berakhir.
(4) Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan dan melampirkan Pemberitahuan tertulis mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIV.1/Lampiran XIV.2/Lampiran XIV.3/Lampiran XIV.4 dan Lampiran XV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan direktur Jenderal Pajak ini.
(5) Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) harus disampaikan kepada Wajib Pajak melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, dengan tanda bukti pengiriman surat.


Pasal 17

(1)  Sebelum mengajukan banding, Wajib Pajak dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP mengenai alasan yang menjadi dasar untuk mengabulkan sebagian atau menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang dalam surat keberatan Wajib Pajak.
(2)  Atas permintaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keterangan secara tertulis kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak diterima.
(3)  Jangka waktu pemberian keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menunda jangka waktu pengajuan banding.


BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 18

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku:

(1)  Keberatan yang telah disampaikan sebelum peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku namun belum diterbitkan Keputusan Keberatan, tata cara penyelesaian keberatan mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-49/PJ./2009 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan.
(2)  Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-49/PJ./2009 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan dinyatakan tidak berlaku, kecuali untuk penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada angka 1.

  


BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan

penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 26 November 2010

DIREKTUR JENDERAL,


ttd


MOCHAMAD TJIPTARDJO

NIP 195104281975121002