Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2015

  • 22 September 2015
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 34/PJ/2015

TENTANG
 
TATA CARA PENATAUSAHAAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU
PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Menimbang :


  1. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206.2/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak terdapat pemecahan wilayah kerja beberapa unit instansi vertikal sehingga perlu diatur tata cara penatausahaan, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penatausahaan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak Dalam Rangka Reorganisasi Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak;

                        

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
  5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
  6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3313);
  7. Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206.2/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak;
  10. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-31/PJ/2015 tentang Penerapan Organisasi, Tata Kerja, dan Saat Mulai Beroperasinya Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak Sebagaimana Diatur Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206.2/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi/Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-134/PJ/2015;

                  

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :     


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL PAJAK.

            


Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
  2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
  3. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
  4. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat Kanwil adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak
  5. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak.
  6. Saat Mulai Terdaftar yang selanjutnya disingkat SMT adalah tanggal Wajib Pajak terdaftar di KPP pada tanggal 5 Oktober 2015.
  7. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  8. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya.
  9. Wajib Pajak Berstatus Pusat yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Pusat adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dengan kode 3 (tiga) digit terakhirnya adalah 000.
  10. Wajib Pajak Berstatus Cabang yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Cabang adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dengan kode 3 (tiga) digit terakhimya selain 000.
  11. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
  12. Berkas Wajib Pajak adalah dokumen-dokumen perpajakan yang berkaitan dengan Wajib Pajak dalam bentuk kertas maupun media elektronik dan bentuk lainnya, termasuk profil Wajib Pajak.
  13. Data Wajib Pajak adalah data perpajakan yang berkaitan dengan Wajib Pajak, termasuk profil Wajib Pajak, yang tertulis di atas kertas, atau terekam dalam media elektronik.
  14. Berkas Objek Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan yang selanjutnya disebut Berkas Objek PBB P3 adalah dokumen-dokumen perpajakan yang berkaitan dengan Objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan dalam bentuk kertas maupun media elektronik dan bentuk lainnya.
  15. Informasi Perpajakan adalah dokumen perpajakan dan/atau data perpajakan yang telah diolah dan tersimpan dalam bentuk digital yang terdapat dalam aplikasi sistem informasi perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak termasuk pada unit organisasi vertikalnya.
  16. Induk Berkas adalah Berkas Wajib Pajak yang berisi dokumen-dokumen tentang Wajib Pajak, jenis pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak, dan laporan penelitian, pemeriksaan atau penyidikan serta informasi lainnya.
  17. Anak Berkas adalah Berkas Wajib Pajak per jenis pajak dan per Tahun Pajak termasuk Surat Pemberitahuan (SPT), Surat Setoran Pajak (SSP) dan dokumen penerimaan lainnya, Surat Keterangan Bebas (SKB), Surat Keputusan Perubahan Angsuran, surat ketetapan pajak (skp), Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP), Surat Keputusan Pendahuluan Pengembalian Kelebihan Pajak (SKPPKP), Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPMIB), Berkas Pemindahbukuan (Pbk), dan dokumen lainnya.
  18. Berkas Pemeriksaan adalah Berkas Wajib Pajak yang berisi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), Nota Penghitungan (Nothit) dan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan yang ada di KPP Lama.
  19. Berkas Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Berkas Wajib Pajak yang berisi Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP), Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan (KKPBP) dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan Bukti Permulaan.
  20. Berkas Penyidikan adalah Berkas Wajib Pajak yang berisi Berkas Perkara, Barang Bukti dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penyidikan.
  21. Berkas Penagihan adalah Berkas Wajib Pajak yang berisi kartu tunggakan pajak, STP/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) dengan bukti pelunasannya, dokumen tindakan penagihan serta dokumen penundaan pembayaran atau permohonan angsuran pembayaran tunggakan pajak, dokumen yang menyebabkan penambahan atau pengurangan terhadap tunggakan pajak, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penagihan.
  22. Berkas Keberatan dan Nonkeberatan adalah Berkas Wajib Pajak/Objek Pajak Bumi dan Bangunan yang berisi dokumen Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD), surat permohonan Wajib Pajak, Laporan Penelitian, surat keputusan, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelesaian pembetulan, keberatan, pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan skp/SPPT yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau skp dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
  23. Berkas Banding, Gugatan, dan Peninjauan Kembali adalah Berkas Wajib Pajak yang berisi surat dari pengadilan pajak tentang permintaan tanggapan atau permintaan uraian banding, surat uraian banding, surat tanggapan, putusan Banding, putusan Gugatan, maupun putusan Peninjauan Kembali dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelesaian Banding, Gugatan, dan Peninjauan Kembali.
  24. Kanwil Lama adalah Kanwil yang mengalami pemecahan wilayah kerja.
  25. Kanwil Baru adalah Kanwil yang baru terbentuk berdasarkan pemecahan wilayah kerja Kanwil Lama.
  26. KPP Lama adalah KPP yang mengalami pemecahan wilayah kerja atau KPP yang sebagian wilayah kerjanya dipindahkan ke KPP lain.
  27. KPP Baru adalah KPP yang baru terbentuk berdasarkan pemecahan wilayah kerja KPP Lama atau KPP yang menerima pemindahan wilayah kerja dari KPP lain.

            


Pasal 2

(1) Reorganisasi instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak meliputi:
a. pemecahan Kanwil;
b. pemecahan KPP; dan
c. perubahan wilayah kerja KPP.
(2) Pemecahan Kanwil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
a. Kanwil DJP Jakarta Selatan menjadi Kanwil DJP Jakarta Selatan I yang bertindak sebagai Kanwil Lama dan Kanwil DJP Jakarta Selatan II yang bertindak sebagai Kanwil Baru; dan
b. Kanwil DJP Jawa Barat II menjadi Kanwil DJP Jawa Barat II yang bertindak sebagai Kanwil Lama dan Kanwil DJP Jawa Barat III yang bertindak sebagai Kanwil Baru.
(3) Pemecahan KPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. KPP Pratama Batam menjadi KPP Pratama Batam Utara yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Batam Selatan yang bertindak sebagai KPP Baru;
b. KPP Pratama Padang menjadi KPP Pratama Padang Satu yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Padang Dua yang bertindak sebagai KPP Baru;
c. KPP Pratama Jakarta Setiabudi Tiga menjadi KPP Pratama Jakarta Setiabudi Tiga yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Jakarta Setiabudi Empat yang bertindak sebagai KPP Baru;
d. KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu menjadi KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Empat yang bertindak sebagai KPP Baru;
e. KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama menjadi KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Jakarta Pesanggrahan yang bertindak sebagai KPP Baru;
f. KPP Pratama Tigaraksa menjadi KPP Pratama Tigaraksa yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Cikupa yang bertindak sebagai KPP Baru;
g. KPP Pratama Serpong menjadi KPP Pratama Serpong yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Pondok Aren yang bertindak sebagai KPP Baru;
h. KPP Pratama Bekasi Selatan menjadi KPP Pratama Bekasi Selatan yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Pondok Gede yang bertindak sebagai KPP Baru;
i. KPP Pratama Bekasi Utara menjadi KPP Pratama Bekasi Utara yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Bekasi Barat yang bertindak sebagai KPP Baru; dan
j. KPP Pratama Depok menjadi KPP Pratama Depok Cimanggis yang bertindak sebagai KPP Lama dan KPP Pratama Depok Sawangan yang bertindak sebagai KPP Baru.
(4) Perubahan wilayah kerja KPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:
a. Kabupaten Kubu Raya yang semula merupakan bagian wilayah kerja KPP Pratama Pontianak yang bertindak sebagai KPP Lama berpindah menjadi bagian wilayah kerja KPP Pratama Mempawah yang bertindak sebagai KPP Baru;
b. Kecamatan Cakranegara yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Mataram Timur yang bertindak sebagai KPP Lama berpindah menjadi bagian wilayah kerja KPP Pratama Mataram Barat yang bertindak sebagai KPP Baru;
c. Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Utara yang semula merupakan bagian wilayah kerja KPP Pratama Praya yang bertindak sebagai KPP Lama berpindah menjadi wilayah kerja KPP Pratama Mataram Timur yang bertindak sebagai KPP Baru;
d. Kabupaten Alor yang semula merupakan bagian wilayah kerja KPP Pratama Atambua yang bertindak sebagai KPP Lama berpindah menjadi bagian wilayah kerja KPP Pratama Kupang yang bertindak sebagai KPP Baru; dan
e. Kabupaten Timor Tengah Selatan yang semula merupakan bagian wilayah kerja KPP Pratama Kupang yang bertindak sebagai KPP Lama berpindah menjadi bagian wilayah kerja KPP Pratama Atambua yang bertindak sebagai KPP Baru.


Pasal 3

Ketentuan terkait pemindahan tempat terdaftar Wajib Pajak berkenaan dengan reorganisasi instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah sebagai berikut:         

a. KPP Lama memberitahukan kepada Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak adanya reorganisasi tersebut dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
b. KPP Baru menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak serta Surat Keputusan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

             


Pasal 4

Ketentuan mengenai pelaporan SPT dan SSP oleh Wajib Pajak, perekaman SPT, SSP, data, dan alat keterangan, dan pemakaian Faktur Pajak elektronik berkenaan dengan reorganisasi instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah sebagai berikut:

a. pelaporan dan penerimaan SPT dan SSP, perekaman SPT, SSP, data, dan alat keterangan sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
b. pemakaian faktur pajak elektronik sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 5

Ketentuan mengenai penyelesaian administrasi perpajakan berkenaan dengan reorganisasi instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah sebagai  berikut:

a. penanganan Berkas Wajib Pajak, Data Wajib Pajak, dan/atau Berkas Objek PBB P3 dilakukan dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
b. pelayanan permohonan perpajakan dilakukan dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
c. penanganan administrasi dan pelaksanaan pemeriksaan oleh KPP dilakukan dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
d. penanganan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas:
1) Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP;
2) Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP; dan
3) Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN
dilakukan dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
e. penanganan administrasi kegiatan ekstensifikasi dilakukan dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
f. penanganan permohonan pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau skp dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak, permintaan surat uraian banding dan surat tanggapan dari Pengadilan Pajak dilakukan dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
g. penanganan administrasi dan pelaksanaan kegiatan intelijen dan pengamatan dilakukan dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
h. penanganan administrasi dan pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan oleh Kanwil sehubungan dengan pemindahan Wajib Pajak yang semula terdaftar pada KPP di lingkungan Kanwil Lama dilakukan dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
i. penanganan administrasi dan pelaksanaan penagihan dan pemberian angsuran atau penundaan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak dilakukan dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
j. penanganan administrasi Objek Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan dilakukan dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

                        

Pasal 6

Dalam hal terdapat kegagalan atau kekeliruan dalam proses migrasi data Wajib Pajak sehubungan dengan pemindahan Wajib Pajak dari yang semula terdaftar pada KPP Lama ke KPP Baru maka penyelesaian proses migrasi data Wajib Pajak dimaksud dilakukan oleh Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan.


                  

Pasal 7

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

                              

                              

 

                                        

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 22 September 2015

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


                ttd.


SIGIT PRIADI PRAMUDITO