Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2017

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 28/PJ/2017

TENTANG

TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI BERDASARKAN PERMINTAAN
DALAM RANGKA MELAKSANAKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :


  1. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional, ketentuan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak;
  2. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi untuk Kepentingan Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak berwenang meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan kepada Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau Entitas Lain dalam rangka pelaksanaan Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan; 
  3. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan permintaan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan dalam hal data dan informasi yang diterima dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain tidak mencukupi;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Permintaan Dalam Rangka Melaksanakan Perjanjian Internasional;

Mengingat :


  1. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 56);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1926);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 376);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 771) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi untuk Kepentingan Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 837);


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI BERDASARKAN PERMINTAAN DALAM RANGKA MELAKSANAKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL.



Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:

  1. Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra adalah negara atau yurisdiksi yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam Perjanjian Internasional.
  2. Perjanjian Internasional adalah perjanjian bilateral atau multilateral, yang antara lain menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengikatkan dirinya dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, yang mengatur pertukaran informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perpajakan, meliputi:
    1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B);
    2. Persetujuan untuk Pertukaran Informasi Berkenaan dengan Keperluan Perpajakan (Tax Information Exchange Agreement);
    3. Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan (Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters) ;
    4. Persetujuan Pejabat yang Berwenang yang Bersifat Multilateral atau Bilateral (Multilateral or Bilateral Competent Authority Agreement);
    5. Persetujuan antar Pemerintah (Intergovernmental Agreement); atau
    6. perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.
  3. Informasi adalah kumpulan data, angka, huruf, kata, citra, keterangan lisan, dan/atau keterangan tertulis yang dapat memberikan petunjuk dan/atau informasi mengenai penghasilan orang pribadi atau badan yang bersumber dari pekerjaan dalam hubungan kerja, pekerjaan bebas, kegiatan usaha, modal, dan/atau sumber lainnya, serta informasi mengenai kekayaan/harta termasuk informasi keuangan yang dimiliki dan/atau disimpan oleh orang pribadi atau badan, baik miliknya sendiri maupun milik orang pribadi atau badan lainnya, yang dapat berbentuk rekaman (audio/visual/audiovisual), surat, dokumen, buku, catatan atau bentuk lainnya, baik dalam bentuk tercetak maupun elektronis.
  4. Pertukaran Informasi adalah pertukaran Informasi yang berkaitan dengan perpajakan berdasarkan Perjanjian Internasional atau Exchange of Information (EOI) sebagai pelaksanaan Perjanjian Internasional yang bertujuan untuk:
    1. mencegah penghindaran pajak;
    2. mencegah pengelakan pajak;
    3. mencegah penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak; dan/atau
    4. mendapatkan Informasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.
  5. Pertukaran Informasi berdasarkan Permintaan (Exchange of Information on Request) adalah Pertukaran Informasi yang dilaksanakan berdasarkan permintaan atas Informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perpajakan dari Pejabat yang Berwenang di Indonesia kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atau sebaliknya.
  6. Pejabat yang Berwenang atau Competent Authority yang selanjutnya disebut Pejabat yang Berwenang adalah pejabat di Indonesia, di Negara Mitra, atau di Yurisdiksi Mitra yang berwenang untuk melaksanakan Pertukaran Informasi sebagaimana diatur dalam Perjanjian Internasional.
  7. Unit di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Unit di Lingkungan DJP adalah Unit Eselon II Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, atau Kantor Pelayanan Pajak yang dapat menyampaikan usulan permintaan Informasi kepada Direktur Perpajakan Internasional untuk disampaikan kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dan/atau yang harus menindaklanjuti permintaan Informasi yang diterima oleh Direktur Perpajakan Internasional dari Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
  8. Lembaga Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat LJK adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, dan perasuransian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
  9. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang selanjutnya disebut LJK Lainnya adalah lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
  10. Entitas Lain adalah badan hukum seperti perseroan terbatas atau yayasan, atau nonbadan hukum seperti persekutuan atau trust, yang melaksanakan kegiatan selain di sektor perbankan, pasar modal, dan perasuransian, yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar Pertukaran Informasi berdasarkan Perjanjian Internasional.


Pasal 2

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk melakukan Pertukaran Informasi berdasarkan Permintaan secara resiprokal dengan Pejabat yang berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
(2) Pelaksanaan Pertukaran Informasi berdasarkan Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Perpajakan Internasional.
(3) Pertukaran Informasi berdasarkan Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. Pertukaran Informasi berdasarkan Permintaan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra (EOI on Outbound Request); dan
  2. Pertukaran Informasi berdasarkan Permintaan dari Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra (EOI on Inbound Request).
(4) Jenis pajak yang dapat dimintakan Informasi adalah sebagai berikut:
  1. Pajak Penghasilan untuk permintaan Informasi berdasarkan P3B.
  2. Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai untuk permintaan Informasi berdasarkan Persetujuan untuk Pertukaran Informasi Berkenaan dengan Keperluan Perpajakan.
  3. Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Bumi dan Bangunan (khusus untuk sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan) untuk permintaan Informasi berdasarkan Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan dengan memperhatikan reservasi yang dibuat oleh tiap-tiap negara penanda tangan konvensi.


Pasal 3

(1) Pertukaran Informasi berdasarkan Permintaan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dilakukan oleh Direktur Perpajakan Internasional berdasarkan usulan permintaan Informasi dari pimpinan Unit di Lingkungan DJP yang membutuhkan Informasi.
(2) Usulan permintaan Informasi sebagaimana dimaksud ada ayat (1) dapat disampaikan terhadap Wajib Pajak yang diduga:
  1. melakukan transaksi dan/atau kegiatan penghindaran pajak;
  2. melakukan transaksi dan/atau kegiatan pengelakan pajak;
  3. menggunakan struktur dan/atau skema transaksi sedemikian rupa yang mengakibatkan diperolehnya manfaat P3B; dan/atau
  4. belum memenuhi kewajiban perpajakannya.
(3) Usulan permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sepanjang terhadap Wajib Pajak tersebut sedang:
  1. dilakukan kegiatan pengawasan kepatuhan perpajakan, pengembangan dan analisis atas informasi, data, laporan, dan pengaduan, pemeriksaan, penagihan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terhadap kewajiban perpajakannya; atau
  2. dalam proses upaya hukum perpajakan, antara lain pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar, keberatan, banding, peninjauan kembali, prosedur persetujuan bersama, dan/atau kesepakatan harga transfer terhadap kewajiban perpajakannya.
(4) Usulan permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. telah dilakukan segala upaya untuk mencari Informasi dimaksud di Indonesia, antara lain dengan:
1) mencari Informasi dalam basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak antara lain SIDJP, approweb, portal DJP, dan aplikasi lain yang dapat dimanfaatkan untuk mencari Informasi;
2) mencari Informasi pada sumber data eksternal antara lain melalui internet dan situs web pemerintah/swasta;
3) mengundang Wajib Pajak terkait untuk diwawancarai;
4) meminta penjelasan atas Informasi melalui mekanisme Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK); dan/atau
5) melakukan kunjungan ke Wajib Pajak yang bersangkutan,
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Unit di Lingkungan DJP, namun Informasi dimaksud tidak tersedia (exhausted).
b. didasari atas kecurigaan (suspicion) dan dugaan (allegation) yang memadai;
c. tidak spekulatif, dalam arti Informasi yang diminta memang diperlukan dalam rangka membuktikan kecurigaan (non-fishing expedition) dan memiliki hubungan yang jelas dengan dasar permintaan Informasi (foreseeable relevance);
d. diyakini terdapat di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
e. tidak mengakibatkan terungkapnya rahasia perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian; dan
f. tidak berhubungan dengan rahasia negara, kebijakan publik, kedaulatan, keamanan negara, atau kepentingan nasional.
(5) Usulan permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat hal-hal sebagai berikut:
  1. identitas Wajib Pajak dalam negeri yang sedang dilakukan kegiatan atau dalam proses sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang paling sedikit memuat nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan alamat Wajib Pajak;
  2. identitas orang pribadi dan/atau entitas di luar negeri yang terkait, antara lain berupa nama, Tax Identification Number (TIN) atau nomor identitas lainnya untuk kepentingan perpajakan di luar negeri, atau alamat;
  3. identitas entitas yang menjadi perantara, antara lain berupa nama perantara, TIN atau nomor identitas lainnya untuk kepentingan perpajakan di luar negeri yang dimiliki perantara, atau alamat perantara, dalam hal transaksi dilakukan melalui perantara;
  4. masa pajak dan/atau tahun pajak yang dimintakan Informasi;
  5. skema transaksi, bagan atau diagram organisasi, struktur kepemilikan, dan/atau dokumen lain yang menjelaskan hubungan antara pihak-pihak yang terkait;
  6. uraian transaksi, latar belakang dan alasan permintaan Informasi, hal-hal yang dicurigai dan Informasi yang diminta;
  7. uraian segala upaya yang telah dilakukan oleh Unit di Lingkungan DJP yang meminta Informasi;
  8. urgensi dipenuhinya permintaan Informasi dengan menyebutkan alasan dan batas waktu berakhirnya kegiatan atau proses sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan
  9. Informasi dan dokumen pendukung lainnya yang relevan.


Pasal 4

(1) Direktur Perpajakan Internasional melakukan penelitian terhadap usulan permintaan Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dengan mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).
(2) Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Perpajakan Internasional dapat memberikan persetujuan atas usulan permintaan Informasi.
(3) Direktur Perpajakan Internasional menyampaikan permintaan Informasi kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra secara tertulis dalam bahasa Inggris atas usulan permintaan Informasi yang disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Pasal 5

(1) Direktur Perpajakan Internasional menerima jawaban atas permintaan Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dari Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
(2) Direktur Perpajakan Internasional menyampaikan jawaban atas permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pimpinan Unit di Lingkungan DJP yang menyampaikan usulan permintaan Informasi.
(3) Pimpinan Unit di Lingkungan DJP yang menerima jawaban atas permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menyampaikan laporan pemanfaatan Informasi kepada Direktur Perpajakan Internasional.


Pasal 6

(1) Pertukaran Informasi berdasarkan Permintaan dari Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dilakukan oleh Direktur Perpajakan Internasional berdasarkan permintaan Informasi dari Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
(2) Permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditindaklanjuti sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. permintaan Informasi telah ditandatangani oleh Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra; dan
b. permintaan Informasi dilakukan terhadap wajib pajak yang diduga:
1) melakukan transaksi dan/atau kegiatan penghindaran pajak;
2) melakukan transaksi dan/atau kegiatan pengelakan pajak;
3) menggunakan struktur dan/atau skema transaksi sedemikian rupa yang mengakibatkan diperolehnya manfaat P3B; dan/atau
4) belum memenuhi kewajiban perpajakannya.
(3) Permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. telah dilakukan segala upaya untuk mencari Informasi di negara atau yurisdiksi tempat Pejabat yang Berwenang meminta Informasi, dan Informasi dimaksud tidak tersedia (exhausted);
  2. didasari atas kecurigaan (suspicion) dan dugaan (allegation) yang memadai;
  3. tidak spekulatif dalam arti Informasi yang diminta memang diperlukan dalam rangka membuktikan kecurigaan (non-fishing expedition) dan memiliki hubungan yang jelas dengan dasar permintaan Informasi (foreseeable relevance);
  4. diyakini terdapat di Indonesia;
  5. tidak mengakibatkan terungkapnya rahasia perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian;
  6. tidak berhubungan dengan rahasia negara, kebijakan publik, kedaulatan, keamanan negara, atau kepentingan nasional; dan
  7. dalam kondisi serupa, Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dapat menyediakan Informasi yang diminta pada saat Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra tersebut berkedudukan sebagai negara yang dimintai Informasi.


Pasal 7

(1) Direktur Perpajakan Internasional melakukan penelitian terhadap permintaan Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dengan mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3).
(2) Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Perpajakan Internasional dapat:
  1. memberikan persetujuan atas permintaan Informasi untuk ditindaklanjuti; atau
  2. mengembalikan permintaan Informasi kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, dalam hal tidak dapat diberikan persetujuan.
(3) Direktur Perpajakan Internasional harus menyampaikan jawaban atas permintaan Informasi dari Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah permintaan Informasi diterima oleh Direktur Perpajakan Internasional.


Pasal 8

(1) Dalam hal Direktur Perpajakan Internasional memberikan persetujuan atas permintaan Informasi untuk ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, Direktur Perpajakan Internasional menindaklanjuti dengan melakukan pencarian Informasi dalam basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Dalam hal Informasi yang diminta tidak dapat diperoleh berdasarkan pencarian Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Perpajakan Internasional menyampaikan permintaan Informasi kepada:
  1. LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, untuk informasi yang terdapat di LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain;
  2. pimpinan Unit di Lingkungan DJP, untuk Informasi yang terdapat di Unit di Lingkungan DJP; dan/atau
  3. instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, untuk Informasi selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b yang terdapat pada instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain.
(3) Tata cara permintaan informasi kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan permintaan Informasi kepada instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai permintaan Informasi.
(4) Permintaan Informasi kepada pimpinan Unit di Lingkungan DJP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan kepada:
  1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak, dalam hal Informasi yang diminta mengenai orang pribadi dan/atau badan yang telah memiliki NPWP; atau
  2. Direktur Intelijen Perpajakan, dalam hal Informasi yang diminta mengenai orang pribadi dan/atau badan yang tidak atau belum memiliki NPWP.
(5) Dalam hal diperlukan kegiatan pemeriksaan untuk memperoleh Informasi yang diminta, Direktur Perpajakan Internasional menyampaikan usulan pemeriksaan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
(6)  Direktur Perpajakan Internasional menyampaikan jawaban atas permintaan Informasi kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra berdasarkan:
a. hasil pencarian Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
b. jawaban atas permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang disampaikan oleh:
1) LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain;
2) pimpinan Unit di Lingkungan DJP; dan/atau
3) instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain; dan/atau
c. hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Dalam hal jawaban atas permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum dapat disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Direktur Perpajakan Internasional harus menyampaikan status tindak lanjut permintaan Informasi kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.

     

Pasal 9

(1) Setiap Informasi yang dipertukarkan merupakan Informasi yang wajib dijaga kerahasiaannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan Perjanjian Internasional.
(2) Penyampaian naskah dinas yang berkaitan dengan Pertukaran Informasi dari Direktur Perpajakan Internasional kepada pimpinan Unit di Lingkungan DJP dilakukan dengan:
  1. menggunakan naskah dinas dengan kualifikasi rahasia; dan
  2. membubuhkan stempel “RAHASIA” pada induk naskah dinas dan stempel batasan penggunaan dan pengungkapan Informasi pada lampiran naskah dinas.
(3) Penyampaian naskah dinas yang berkaitan dengan Pertukaran Informasi dari pimpinan Unit di Lingkungan DJP kepada Direktur Perpajakan Internasional dilakukan dengan menggunakan naskah dinas dengan kualifikasi rahasia.
(4) Penyampaian naskah dinas yang berkaitan dengan Pertukaran Informasi kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dilakukan dengan:
  1. menggunakan naskah dinas dengan kualifikasi rahasia; dan
  2. membubuhkan stempel “CONFIDENTIAL” pada induk naskah dinas dan stempel batasan penggunaan dan pengungkapan Informasi pada lampiran naskah dinas.
(5) Setiap pelanggaran terhadap ketentuan untuk menjaga kerahasiaan Informasi yang dipertukarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

    

Pasal 10

Pelaksanaan Pertukaran Informasi berdasarkan Permintaan dalam rangka melaksanakan Perjanjian Internasional berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-67/PJ./2009 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang belum selesai sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini dilakukan pemrosesan lebih lanjut sesuai Peraturan Direktur Jenderal ini.



Pasal 11

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Pasal 1 angka 7, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Lampiran I, Lampiran IV, Lampiran V, dan Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-67/PJ./2009 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 12

Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.





Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 29 Desember 2017

DIREKTUR JENDERAL PAJAK


ttd.


ROBERT PAKPAHAN