TIMELINE |
---|
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER - 25/PJ/2010
TENTANG
PERUBAHAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-62/PJ/2009
TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka memberikan kepastian dalam penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
Mengingat :
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERUBAHAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL NOMOR PER-62/PJ/2009 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
Pasal I
Ketentuan Pasal 3 dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 3
(1) | Penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dapat terjadi dalam hal :
|
(2) | Kriteria beneficial owner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya diterapkan untuk penghasilan yang di dalam pasal P3B terkait memuat persyaratan beneficial owner. |
Pasal II
Ketentuan Pasal 4 dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 4
(1) | Yang dimaksud dengan pemilik yang sebenarnya atas manfaat ekonomis dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c adalah penerima penghasilan yang :
|
||||||||||||||||
(2) | Orang pribadi atau badan yang dicakup dalam P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dianggap tidak melakukan penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 :
|
||||||||||||||||
(3) | Perusahaan Conduit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah suatu perusahaan yang memperoleh manfaat dari suatu P3B sehubungan dengan penghasilan yang timbul di negara lain, sementara manfaat ekonomis dari penghasilan tersebut dimiliki oleh orang-orang di negara lain yang tidak akan dapat memperoleh hak pemanfaatan P3B apabila penghasilan tersebut diterima langsung. | ||||||||||||||||
(4) | Kustodian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. | ||||||||||||||||
(5) | Pasar modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah pasar modal yang pendiriannya berdasarkan ketentuan yang berlaku di negara tempat pasar modal berada. | ||||||||||||||||
(6) | Pengertian "kegiatan atau usaha aktif" sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g angka 2) butir iv) diartikan sesuai dengan keadaan WPLN dan dapat mempunyai makna kegiatan atau usaha yang dilakukan secara aktif oleh WPLN yang ditunjukkan dengan adanya biaya yang dikeluarkan, upaya yang dilakukan, atau pengorbanan yang terjadi, yang berkaitan secara langsung dengan usaha atau kegiatan dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk dalam hal WPLN melakukan kegiatan yang signifikan yang dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan entitas. | ||||||||||||||||
(7) | Pengertian "penghasilan yang bersumber dari Indonesia terutang pajak di negara penerimanya" sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g angka 2) butir v) adalah kondisi WPLN berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan di negaranya, dimana WPLN merupakan subjek yang terutang pajak di negaranya dan penghasilan yang bersumber dari luar negeri merupakan objek pajak, meskipun pada akhirnya subjek pajak tersebut tidak terutang pajak secara legal, antara lain karena penghasilan tersebut terkena tarif pajak 0%, dibebaskan dari pengenaan pajak oleh ketentuan yang spesifik dengan memenuhi persyaratan tertentu, atau secara ekonomis tidak menanggung beban pajak, antara lain karena pajak yang terutang ditanggung oleh pemerintah di luar negeri, ditangguhkan, atau tidak dipungut. | ||||||||||||||||
(8) | Pengertian "tidak menggunakan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari total penghasilannya untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain" sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g angka 2) butir vi) adalah tidak lebih 50% dari seluruh penghasilan WPLN, dalam jenis apapun atau sumber manapun, sebagaimana diungkapkan dalam laporan keuangan entitas WPLN sendiri (non konsolidasi) yang digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain, tidak termasuk pemberian imbalan kepada karyawan yang diberikan secara wajar dalam hubungan pekerjaan dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan oleh WPLN dalam menjalankan usahanya dan pembagian keuntungan dalam bentuk dividen kepada pemegang saham. |
Pasal III
Ketentuan Pasal 6 dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 6
(1) | Dalam hal WPLN tidak melakukan penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, WPLN berhak memperoleh manfaat P3B. |
(2) | Dalam hal WPLN dikenakan pajak tidak berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B, WPLN dapat meminta pejabat yang berwenang di negaranya untuk melakukan penyelesaian melalui prosedur persetujuan bersama (mutualagreement procedure) sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B. |
Pasal IV
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 April 2010
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911