PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 24/PJ/2017
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN REKOMENDASI
TERKAIT AKSES KEPABEANAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 22 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.04/2016 tentang Registrasi Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Rekomendasi Terkait Akses Kepabeanan;
Mengingat :
-
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.04/2016 tentang Registrasi Kepabeanan.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN REKOMENDASI TERKAIT AKSES KEPABEANAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
- Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
- Akses Kepabeanan adalah akses yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual.
- Registrasi Kepabeanan adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan Akses Kepabeanan.
Pasal 2
(1) |
Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan rekomendasi pemblokiran Akses Kepabeanan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
(2) |
Rekomendasi pemblokiran Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam hal:
a. |
Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan berupa:
1) |
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan selama 2 (dua) tahun terakhir yang sudah menjadi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan/atau |
2) |
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai selama 3 (tiga) masa pajak terakhir yang sudah menjadi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dalam hal Wajib Pajak mempunyai status sebagai Pengusaha Kena Pajak; |
|
b. |
Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak termasuk biaya penagihan pajak yang telah dilakukan kegiatan penagihan pajak; dan/atau |
c. |
Wajib Pajak ditetapkan dalam status suspend oleh Direktur Jenderal Pajak terkait dengan penerbitan faktur pajak tidak sah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak tidak sah oleh Wajib Pajak, |
|
(3) |
Yang dimaksud kegiatan penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, yaitu KPP telah melakukan salah satu dari beberapa kegiatan penagihan pajak sebagai berikut:
a. |
telah dilakukan sita berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; |
b. |
pemblokiran terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di bank; |
c. |
pencegahan; |
d. |
penyanderaan; atau |
e. |
pelaksanaan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus. |
|
(4) |
Rekomendasi pemblokiran terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuk secara:
a. |
online melalui sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak dan sistem informasi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau |
b. |
tertulis, dalam hal sistem informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a belum tersedia atau terdapat gangguan terhadap sistem informasi tersebut. |
|
(5) |
Rekomendasi pemblokiran terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b didahului dengan penyampaian usulan rekomendasi pemblokiran dari Kepala KPP. |
(6) |
Rekomendasi pemblokiran terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c didahului dengan penyampaian usulan rekomendasi pemblokiran dari Direktur Intelijen Perpajakan. |
(7) |
Usulan rekomendasi pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan secara:
a. |
online melalui sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak; atau |
b. |
tertulis, dalam hal sistem informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a belum tersedia atau terdapat gangguan terhadap sistem informasi tersebut. |
|
(8) |
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, setelah melakukan penelitian atas usulan rekomendasi pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat menyampaikan rekomendasi pemblokiran kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuk secara:
a. |
online melalui sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak dan sistem informasi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau |
b. |
tertulis, dalam hal sistem informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a belum tersedia atau terdapat gangguan terhadap sistem informasi tersebut. |
|
Pasal 3
(1) |
Untuk membuka blokir Akses Kepabeanan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan rekomendasi pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Wajib Pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan/atau Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang menjadi dasar dilakukan pemblokiran. |
(2) |
Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan/atau Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemblokiran Akses Kepabeanan. |
(3) |
Setelah Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), rekomendasi pembukaan blokir terhadap Wajib Pajak disampaikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuk secara:
a. |
online melalui sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak dan sistem informasi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau |
b. |
tertulis, dalam hal sistem informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a belum tersedia atau terdapat gangguan terhadap sistem informasi tersebut. |
|
Pasal 4
(1) |
Untuk membuka blokir Akses Kepabeanan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan rekomendasi pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), Wajib Pajak harus membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak yang menjadi dasar dilakukan pemblokiran. |
(2) |
Pembayaran utang pajak dan biaya penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara:
a. |
membayar lunas seluruh utang pajak dan biaya penagihan pajak; atau |
b. |
membayar sebagian utang pajak dan biaya penagihan pajak dan menyampaikan surat pernyataan kesanggupan mengangsur kekurangan pembayaran utang pajak dan biaya penagihan pajak. |
|
(3) |
Pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal pemblokiran Akses Kepabeanan. |
(4) |
Setelah Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala KPP menyampaikan usulan rekomendasi pembukaan blokir kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan secara:
a. |
online melalui sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak; atau |
b. |
tertulis, dalam hal sistem informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a belum tersedia atau terdapat gangguan terhadap sistem informasi tersebut. |
|
(5) |
Penyampaian usulan rekomendasi pembukaan blokir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam jangka waktu paling lama:
a. |
3 (tiga) hari kerja sejak tanggal pelunasan seluruh utang pajak dan biaya penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a; atau |
b. |
7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya pembayaran sebagian utang pajak dan biaya penagihan pajak serta surat pernyataan kesanggupan mengangsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b. |
|
Pasal 5
(1) |
Terhadap Wajib Pajak yang diblokir berdasarkan rekomendasi pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) dapat diusulkan rekomendasi pembukaan blokir dalam hal status suspend Wajib Pajak telah dicabut oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(2) |
Usulan rekomendasi pembukaan blokir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Direktur Intelijen Perpajakan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan secara:
- online melalui sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak; atau
- tertulis, dalam hal sistem informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a belum tersedia atau terdapat gangguan terhadap sistem informasi tersebut.
|
(3) |
Penyampaian usulan rekomendasi pembukaan blokir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal pencabutan status suspend. |
Pasal 6
(1) |
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan setelah melakukan penelitian atas usulan rekomendasi pembukaan blokir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5, dapat menyampaikan rekomendasi pembukaan blokir kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuk secara:
- online melalui sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak dan sistem informasi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau
- tertulis, dalam hal sistem informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a belum tersedia atau terdapat gangguan terhadap sistem informasi tersebut.
|
(2) |
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan menyampaikan rekomendasi pembukaan blokir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal diterimanya usulan rekomendasi pembukaan blokir. |
Pasal 7
(1) |
Akses Kepabeanan Wajib Pajak dicabut dalam hal:
- Wajib Pajak yang dilakukan pemblokiran Akses Kepabeanan berdasarkan rekomendasi pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2); atau
- terdapat rekomendasi pencabutan Akses Kepabeanan dari Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
|
(2) |
Rekomendasi pencabutan Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didahului dengan penyampaian usulan rekomendasi pencabutan Akses Kepabeanan dari:
- Kepala KPP, dalam hal Wajib Pajak yang dilakukan pemblokiran berdasarkan rekomendasi pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3); atau
- Direktur Intelijen Perpajakan, dalam hal terhadap Wajib Pajak yang diblokir berdasarkan rekomendasi pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) telah dilakukan pencabutan sertifikat elektronik.
|
(3) |
Usulan rekomendasi pencabutan Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan secara:
- online melalui sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak; atau
- tertulis, dalam hal sistem informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a belum tersedia atau terdapat gangguan terhadap sistem informasi tersebut.
|
(4) |
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, setelah melakukan penelitian atas usulan rekomendasi pencabutan Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat menyampaikan rekomendasi pencabutan Akses Kepabeanan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuk secara;
- online melalui sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak dan sistem informasi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau
- tertulis, dalam hal sistem informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a belum tersedia atau terdapat gangguan terhadap sistem informasi tersebut.
|
Pasal 8
(1) |
Dalam hal Akses Kepabeanan telah dicabut oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Wajib Pajak dapat meminta rekomendasi untuk pengajuan kembali Registrasi Kepabeanan kepada:
- Kepala KPP, dalam hal pencabutan Akses Kepabeanan dilakukan sehubungan dengan kewajiban penyampaian surat pemberitahuan dan/atau pelunasan utang pajak dan biaya penagihan; dan/atau
- Direktur Intelijen Perpajakan, dalam hal pencabutan Alcses Kepabeanan dilakukan sehubungan dengan pencabutan sertifikat elektronik.
|
(2) |
Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal diterimanya permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepala KPP:
- memberikan rekomendasi untuk pengajuan kembali Registrasi Kepabeanan dalam hal Wajib Pajak telah menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak yang menjadi dasar dilakukan pencabutan Akses Kepabeanan; atau
- menolak permintaan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf a.
|
(3) |
Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal diterimanya permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Direktur Intelijen Perpajakan:
- memberikan rekomendasi untuk pengajuan kembali Registrasi Kepabeanan dalam hal Wajib Pajak telah memenuhi kewajiban perpajakan sehubungan dengan penerbitan faktur pajak tidak sah; atau
- menolak permintaan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf a.
|
(4) |
Permintaan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pemberian rekomendasi atau penolakan permintaan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 9
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 November 2017
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
KEN DWIJUGIASTEADI