Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2017

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    DIGANTI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 19/PJ/2017

TENTANG

PERLAKUAN TERHADAP PENERBITAN DAN/ATAU
PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK TIDAK SAH OLEH WAJIB PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :    


  1. bahwa masih terdapat kegiatan penerbitan dan/atau penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah oleh Wajib Pajak;
  2. bahwa dalam rangka mencegah dan menghentikan kerugian lebih lanjut pada penerimaan pajak serta mengembalikan kerugian penerimaan pajak, perlu diatur perlakuan terhadap penerbitan dan/atau penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah oleh Wajib Pajak;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 380 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perlakuan Terhadap Penerbitan dan/atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah oleh Wajib Pajak;

Mengingat :


  1. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
  2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-4/PJ/2015 Tentang Pengamanan Transaksi Elektronik Layanan Pajak Online;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERLAKUAN TERHADAP PENERBITAN DAN/ATAU PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK TIDAK SAH OLEH WAJIB PAJAK.



Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:

1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
3. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau penyelenggara sertifikasi elektronik.
4. Status Suspend adalah suatu keadaan dimana Sertifikat Elektronik yang dimiliki oleh Wajib Pajak dinonaktifkan untuk sementara waktu secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak sehingga Wajib Pajak tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak.
5. Faktur Pajak Tidak Sah adalah:
  1. Faktur Pajak yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; dan/atau
  2. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
6. Wajib Pajak yang Terindikasi sebagai Penerbit Faktur Pajak Tidak Sah yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Terindikasi Penerbit adalah Wajib Pajak yang memiliki indikasi sebagai Wajib Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah.
7. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
8. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat Kanwil DJP adalah kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan unit vertikal diatas KPP.
9. Analis Intelijen Perpajakan adalah petugas intelijen perpajakan dan/atau Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang secara jabatan melakukan kegiatan analisis intelijen dalam rangka pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan, penggalian potensi, stratejik dan/atau untuk kepentingan perpajakan lainnya.


Pasal 2

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan Status Suspend terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit berdasarkan:
  1. hasil penelitian indikasi penerbit;
  2. hasil Pengembangan dan Analisis IDLP;
  3. hasil pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan Wajib Pajak lain dengan usulan dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit;
  4. hasil pengembangan Penyidikan Wajib Pajak lain dengan usulan dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau usulan dilakukan Penyidikan terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit;
  5. pemberitahuan dari Pemeriksa Bukti Permulaan dalam hal Wajib Pajak yang sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan belum ditetapkan Status Suspend; atau
  6. pemberitahuan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Pajak (PPNS DJP) dalam hal Wajib Pajak yang sedang dilakukan Penyidikan belum ditetapkan Status Suspend.
(2)  Dalam rangka penetapan Status Suspend, terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penelitian atas kriteria sebagai berikut:
  1. keabsahan dokumen identitas Wajib Pajak, pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak;
  2. keberadaan Wajib Pajak, pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak, dan kesesuaian atau kewajaran profil Wajib Pajak, pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak;
  3. keberadaan dan kewajaran lokasi usaha Wajib Pajak; dan
  4. kesesuaian kegiatan usaha Wajib Pajak.
(3) Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan kondisi sebagai berikut:
  1. kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak terpenuhi;
  2. kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi namun kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak terpenuhi; atau
  3. kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b terpenuhi namun kriteria Sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d tidak terpenuhi.

   


Pasal 3

(1) Penelitian indikasi penerbit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Account Representative atau Pemeriksa Pajak dalam rangka mengidentifikasi terpenuhinya indikasi sebagai Wajib Pajak Terindikasi Penerbit.
(2)  Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui bahwa Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit ditetapkan Status Suspend.


Pasal 4

(1) Pengembangan dan Analisis IDLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Analis Intelijen Perpajakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai petunjuk pelaksanaan kegiatan intelijen perpajakan dalam rangka pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan.
(2)  Dalam hal berdasarkan hasil Pengembangan dan Analisis IDLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan adanya indikasi telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan berupa penerbitan Faktur Pajak Tidak Sah dan Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit ditetapkan Status Suspend.
(3) Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditindaklanjuti juga dengan pengarsipan sementara dalam hal Wajib Pajak, pengurus dan/atau penanggungjawabnya tidak ditemukan atau tidak diketahui keberadaannya.


Pasal 5

(1) Pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e dilaksanakan oleh Pemeriksa Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan Bukti Permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
(2)  Pengembangan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d dan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf f dilaksanakan oleh PPNS DJP sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
(3) Dalam hal berdasarkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diketahui bahwa Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit ditetapkan Status Suspend.


Pasal 6

(1) Terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit yang ditetapkan Status Suspend, Direktur Intelijen Perpajakan atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend.
(2)  Penandatanganan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara biasa atau dengan tanda tangan elektronik, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
(3) Wajib Pajak Terindikasi Penerbit tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak terhitung sejak tanggal penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 7

(1) Atas penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Wajib Pajak dapat menyampaikan klarifikasi.
(2)  Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau pengurus atau penanggung jawab Wajib Pajak ke Direktorat Intelijen Perpajakan dan tidak diperkenankan untuk dikuasakan kepada pihak lain.
b. disampaikan secara tertulis paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend dikirimkan kepada Wajib Pajak dengan syarat terhadap Wajib Pajak belum dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Penyidikan;
c. disampaikan dengan menggunakan contoh format sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
d. dilampiri dokumen pendukung, sekurang-kurangnya berupa:
1. untuk Wajib Pajak Orang Pribadi:
a) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga bagi Warga Negara Indonesia (WNI) atau Paspor yang masih berlaku bagi Warga Negara Asing (WNA), yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
b)  surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari pejabat pemerintah daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa;
c) foto berwarna yang menunjukkan lokasi/tempat dan kegiatan usaha Wajib Pajak;
d) daftar penyedia barang (supplier list) selama 1 (satu) tahun terakhir;
e) rekening koran dan bukti penerimaan pembayaran selama 1 (satu) tahun terakhir; dan
f) dokumen transaksi seperti dokumen pemesanan pembelian (purchase order), surat jalan (delivery order) berita acara serah terima barang dan/atau berita acara penyelesaian pekerjaan selama 1 (satu) tahun terakhir, atau
2. untuk Wajib Pajak Badan:
a) fotokopi KTP dan Kartu Keluarga dalam hal pengurus dan/atau penanggung jawab merupakan WNI atau Paspor yang masih berlaku dalam hal pengurus dan/atau penanggung jawab merupakan WNA, yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
b)  fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap, yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
c) surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari pejabat pemerintah daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa;
d) foto berwarna yang menunjukkan lokasi/tempat dan kegiatan usaha Wajib Pajak;
e) daftar penyedia barang (supplier list) selama 1 (satu) tahun terakhir;
f) rekening koran dan bukti penerimaan pembayaran selama 1 (satu) tahun terakhir; dan
g) dokumen transaksi seperti dokumen pemesanan pembelian (purchase order), surat jalan (delivery order), berita acara serah terima barang dan/atau berita acara penyelesaian pekerjaan selama 1 (satu) tahun terakhir.


Pasal 8

Pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e atau PPNS DJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf f dapat menyampaikan pertimbangan kepada Direktur Intelijen Perpajakan untuk mencabut Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit dalam hal diperoleh informasi, bukti dan/atau keterangan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).



Pasal 9

(1) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak dokumen klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diterima, Direktur Intelijen Perpajakan atas nama Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti klarifikasi tersebut dengan:
  1. penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pencabutan Penetapan Status Suspend dalam hal klarifikasi Wajib Pajak dikabulkan; atau
  2. pemberitahuan kepada Wajib Pajak dalam hal klarifikasi Wajib Pajak tidak diterima.
(2)  Dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kalender setelah Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dikirimkan kepada Wajib Pajak berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Direktur Intelijen Perpajakan atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pencabutan Penetapan Status Suspend.
(3) Penandatanganan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang tentang Pencabutan Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) dapat dilakukan secara biasa atau tanda tangan elektronik, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.


Pasal 10

(1) Direktur Jenderal Pajak mencabut secara jabatan Sertifikat Elektronik Wajib Pajak yang ditetapkan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dalam hal:
  1. Wajib Pajak tidak menyampaikan klarifikasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); atau
  2. Pemeriksa Bukti Permulaan atau PPNS DJP tidak menyampaikan pertimbangan pencabutan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2)  Pencabutan Sertifikat Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian dan pencabutan Sertifikat Elektronik.


Pasal 11

Terhadap Wajib Pajak penerbit Faktur Pajak Tidak Sah yang berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dilakukan pencabutan Sertifikat Elektronik secara jabatan tanpa didahului penetapan Status Suspend.



Pasal 12

(1) Faktur Pajak Tidak Sah merupakan Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (9) Undang-Undang PPN.
(2)  Terhadap Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN); dan
b. Pajak Masukan dan harga perolehan yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak boleh:
  1. dibebankan sebagai biaya; atau
  2. dikapitalisasi sebagai harta,
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh).
(3) Dalam hal Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dikreditkan, dibebankan sebagai biaya, dan/atau dikapitalisasi sebagai harta, Wajib Pajak yang menggunakan Faktur Pajak tersebut harus membetulkan SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 Undang-Undang KUP.


Pasal 13

(1) Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, Wajib Pajak yang tercantum dalam daftar Wajib Pajak suspect list sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-105/PJ/2011 tentang Daftar Wajib Pajak Suspect List sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-132/PJ/2010 yang sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2015, ditetapkan sebagai Wajib Pajak dalam Status Suspend.
(2)  Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.


Pasal 14

Dokumen berupa :

  1. Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1);
  2. Klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
  3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pencabutan Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dan ayat (2); dan
  4. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b,

dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.



Pasal 15

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.





Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 8 November 2017

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


ttd.


KEN DWIJUGIASTEADI