TIMELINE |
---|
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 19/PJ/2017
TENTANG
PERLAKUAN TERHADAP PENERBITAN DAN/ATAU
PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK TIDAK SAH OLEH WAJIB PAJAK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERLAKUAN TERHADAP PENERBITAN DAN/ATAU PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK TIDAK SAH OLEH WAJIB PAJAK.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
1. | Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. |
2. | Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. |
3. | Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau penyelenggara sertifikasi elektronik. |
4. | Status Suspend adalah suatu keadaan dimana Sertifikat Elektronik yang dimiliki oleh Wajib Pajak dinonaktifkan untuk sementara waktu secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak sehingga Wajib Pajak tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak. |
5. | Faktur Pajak Tidak Sah adalah:
|
6. | Wajib Pajak yang Terindikasi sebagai Penerbit Faktur Pajak Tidak Sah yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Terindikasi Penerbit adalah Wajib Pajak yang memiliki indikasi sebagai Wajib Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah. |
7. | Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. |
8. | Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat Kanwil DJP adalah kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan unit vertikal diatas KPP. |
9. | Analis Intelijen Perpajakan adalah petugas intelijen perpajakan dan/atau Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang secara jabatan melakukan kegiatan analisis intelijen dalam rangka pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan, penggalian potensi, stratejik dan/atau untuk kepentingan perpajakan lainnya. |
Pasal 2
(1) | Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan Status Suspend terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit berdasarkan:
|
(2) | Dalam rangka penetapan Status Suspend, terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penelitian atas kriteria sebagai berikut:
|
(3) | Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan kondisi sebagai berikut:
|
Pasal 3
(1) | Penelitian indikasi penerbit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Account Representative atau Pemeriksa Pajak dalam rangka mengidentifikasi terpenuhinya indikasi sebagai Wajib Pajak Terindikasi Penerbit. |
(2) | Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui bahwa Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit ditetapkan Status Suspend. |
Pasal 4
(1) | Pengembangan dan Analisis IDLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Analis Intelijen Perpajakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai petunjuk pelaksanaan kegiatan intelijen perpajakan dalam rangka pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan. |
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil Pengembangan dan Analisis IDLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan adanya indikasi telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan berupa penerbitan Faktur Pajak Tidak Sah dan Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit ditetapkan Status Suspend. |
(3) | Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditindaklanjuti juga dengan pengarsipan sementara dalam hal Wajib Pajak, pengurus dan/atau penanggungjawabnya tidak ditemukan atau tidak diketahui keberadaannya. |
Pasal 5
(1) | Pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e dilaksanakan oleh Pemeriksa Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan Bukti Permulaan tindak pidana di bidang perpajakan. |
(2) | Pengembangan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d dan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf f dilaksanakan oleh PPNS DJP sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. |
(3) | Dalam hal berdasarkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diketahui bahwa Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit ditetapkan Status Suspend. |
Pasal 6
(1) | Terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit yang ditetapkan Status Suspend, Direktur Intelijen Perpajakan atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend. |
(2) | Penandatanganan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara biasa atau dengan tanda tangan elektronik, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama. |
(3) | Wajib Pajak Terindikasi Penerbit tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak terhitung sejak tanggal penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Pasal 7
(1) | Atas penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Wajib Pajak dapat menyampaikan klarifikasi. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
Pasal 8
Pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e atau PPNS DJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf f dapat menyampaikan pertimbangan kepada Direktur Intelijen Perpajakan untuk mencabut Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit dalam hal diperoleh informasi, bukti dan/atau keterangan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
Pasal 9
(1) | Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak dokumen klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diterima, Direktur Intelijen Perpajakan atas nama Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti klarifikasi tersebut dengan:
|
(2) | Dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kalender setelah Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dikirimkan kepada Wajib Pajak berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Direktur Intelijen Perpajakan atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pencabutan Penetapan Status Suspend. |
(3) | Penandatanganan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang tentang Pencabutan Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) dapat dilakukan secara biasa atau tanda tangan elektronik, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama. |
Pasal 10
(1) | Direktur Jenderal Pajak mencabut secara jabatan Sertifikat Elektronik Wajib Pajak yang ditetapkan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dalam hal:
|
(2) | Pencabutan Sertifikat Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian dan pencabutan Sertifikat Elektronik. |
Pasal 11
Terhadap Wajib Pajak penerbit Faktur Pajak Tidak Sah yang berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dilakukan pencabutan Sertifikat Elektronik secara jabatan tanpa didahului penetapan Status Suspend.
Pasal 12
(1) | Faktur Pajak Tidak Sah merupakan Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (9) Undang-Undang PPN. | ||||
(2) | Terhadap Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||
(3) | Dalam hal Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dikreditkan, dibebankan sebagai biaya, dan/atau dikapitalisasi sebagai harta, Wajib Pajak yang menggunakan Faktur Pajak tersebut harus membetulkan SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 Undang-Undang KUP. |
Pasal 13
(1) | Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, Wajib Pajak yang tercantum dalam daftar Wajib Pajak suspect list sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-105/PJ/2011 tentang Daftar Wajib Pajak Suspect List sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-132/PJ/2010 yang sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2015, ditetapkan sebagai Wajib Pajak dalam Status Suspend. |
(2) | Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. |
Pasal 14
Dokumen berupa :
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 15
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 November 2017
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
KEN DWIJUGIASTEADI