TIMELINE |
---|
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 12/PJ/2020
TENTANG
BATASAN KRITERIA TERTENTU PEMUNGUT SERTA
PENUNJUKAN PEMUNGUT, PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN
PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEMANFAATAN
BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DAN/ATAU JASA KENA PAJAK
DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN
MELALUI PERDAGANGAN MELALUI SISTEM ELEKTRONIK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan melalui Sistem Elektronik, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Batasan Kriteria Tertentu Pemungut serta Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan melalui Sistem Elektronik;
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BATASAN KRITERIA TERTENTU PEMUNGUT SERTA PENUNJUKAN PEMUNGUT, PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN MELALUI PERDAGANGAN MELALUI SISTEM ELEKTRONIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
Pasal 2
(1) | PPN dikenakan atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui PMSE. |
(2) | PPN yang dikenakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut, disetorkan, dan dilaporkan oleh Pelaku Usaha PMSE yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE. |
(3) | Atas pemanfaatan barang tidak berwujud dan/atau jasa yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, dikecualikan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
BAB II
PENUNJUKAN PEMUNGUT
Pasal 3
(1) | Direktur Jenderal Pajak menunjuk Pelaku Usaha PMSE sebagai Pemungut PPN PMSE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terhadap Pelaku Usaha PMSE yang telah memenuhi batasan kriteria tertentu dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku awal bulan berikutnya setelah tanggal penetapan keputusan penunjukan. |
(3) | Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 4
Batasan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi:
Pasal 5
(1) | Pelaku Usaha PMSE yang belum ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE, tetapi memilih untuk ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE, dapat menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan melalui alamat posel (email) atau melalui aplikasi atau sistem, yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi pertimbangan bagi Direktur Jenderal Pajak untuk menunjuk Pelaku Usaha PMSE sebagai Pemungut PPN PMSE. |
(4) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 6
(1) | Direktur Jenderal Pajak dapat mencabut penunjukan Pelaku Usaha PMSE sebagai Pemungut PPN PMSE, dalam hal tidak memenuhi batasan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atau berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Pencabutan penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mulai berlaku awal bulan berikutnya setelah tanggal penetapan keputusan pencabutan penunjukan. |
(4) | Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 7
(1) | Pemungut PPN PMSE diberikan nomor identitas perpajakan sebagai sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Pemungut PPN PMSE dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. |
(2) | Nomor identitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar dan Kartu Nomor Identitas Perpajakan. |
(3) | Dalam hal terhadap Pemungut PPN PMSE diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai pencabutan penunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), nomor identitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihapus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(4) | Surat Keterangan Terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(5) | Kartu Nomor Identitas Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 8
(1) | Pemungut PPN PMSE wajib melakukan aktivasi akun dan pemutakhiran data secara online melalui aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak paling lama sebelum penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE mulai berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2). |
(2) | Pemungut PPN PMSE yang telah melakukan aktivasi akun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sebagai Pemungut PPN PMSE. |
Pasal 9
(1) | Dalam hal elemen data dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai penunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berbeda dengan keadaan sebenarnya, Pemungut PPN PMSE menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan melalui alamat posel (email) atau melalui aplikasi atau sistem, yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) | Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau dalam hal terdapat kekeliruan dalam penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai penunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan pembetulan. |
(4) | Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tetap berlaku. |
BAB III
PEMUNGUTAN PPN
Pasal 10
(1) | Jumlah PPN yang wajib dipungut oleh Pemungut PPN PMSE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) adalah 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. |
(2) | Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar nilai berupa uang yang dibayar oleh Pembeli, tidak termasuk PPN yang dipungut. |
(3) | Pemungutan PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat pembayaran oleh Pembeli. |
Pasal 11
(1) | Atas transaksi yang dilakukan oleh Penjual yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE secara langsung kepada Pembeli, PPN yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib dipungut, disetorkan, dan dilaporkan oleh Penjual. |
(2) | Atas transaksi yang dilakukan oleh Penjual melalui PPMSE, PPN yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib dipungut, disetorkan, dan dilaporkan oleh Penjual atau PPMSE yang:
|
(3) | Dalam hal pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui PMSE tidak dipungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), PPN yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib dipungut, disetorkan, dan dilaporkan sendiri oleh Pembeli sesuai dengan ketentuan Pasal 3A Undang-Undang PPN. |
Pasal 12
(1) | Atas PPN yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pemungut PPN PMSE membuat bukti pungut PPN. |
(2) | Bukti pungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis, yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran. |
(3) | Penyebutan pemungutan PPN dalam bukti pungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dicantumkan:
|
(4) | Commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dokumen yang dibuat sesuai dengan kelaziman usaha Pemungut PPN PMSE. |
(5) | Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagai Pembeli bermaksud untuk mengkreditkan PPN yang dibayar sebagaimana tercantum dalam bukti pungut PPN, Pengusaha Kena Pajak harus memberitahukan keterangan berupa nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak kepada Pemungut PPN PMSE untuk dicantumkan dalam bukti pungut PPN. |
(6) | Bukti pungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sepanjang mencantumkan:
|
(7) | Dalam hal bukti pungut PPN belum dapat mencantumkan nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak, atau alamat posel (email), sebagaimana dimaksud pada ayat (6), bukti pungut PPN dimaksud termasuk dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sepanjang dilampiri dengan dokumen yang membuktikan bahwa akun Pembeli pada Sistem Elektronik Pemungut PPN PMSE memuat:
|
(8) | PPN yang tercantum dalam dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan di bidang perpajakan. |
BAB IV
PENYETORAN PPN
Pasal 13
(1) | Pemungut PPN PMSE wajib menyetorkan PPN yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) untuk setiap Masa Pajak paling lama diterima oleh bank/pos persepsi atau lembaga persepsi lainnya pada akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. |
(2) | Penyetoran PPN yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
(3) | Transaksi penyetoran PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan kode billing Direktorat Jenderal Pajak yang diperoleh secara mandiri oleh Pemungut PPN PMSE melalui aplikasi billing Direktorat Jenderal Pajak yang terdapat pada aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(4) | Pemungut PPN PMSE dapat melakukan penyetoran PPN yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan:
|
(5) | Penggunaan mata uang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan mata uang yang dipilih oleh Pemungut PPN PMSE di akun Pemungut PPN PMSE pada aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(6) | Dalam hal penyetoran PPN dalam mata uang Dollar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b atau mata uang asing lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, penyetoran dilakukan ke kas negara melalui bank persepsi mata uang asing atau lembaga persepsi lainnya yang melayani penerimaan negara dalam mata uang asing. |
(7) | Penyetoran PPN yang dilakukan oleh Pemungut PPN PMSE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal setor yang tertera pada bukti penerimaan negara. |
(8) | Tata cara penyetoran PPN dalam mata uang Dollar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b atau mata uang asing lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik. |
(9) | Dalam hal masih terdapat PPN yang telah dipungut oleh Pelaku Usaha PMSE yang telah dicabut penunjukannya sebagai Pemungut PPN PMSE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), tetapi belum disetorkan, PPN yang telah dipungut wajib disetorkan ke kas negara. |
Pasal 14
(1) | Apabila dalam suatu Masa Pajak jumlah PPN yang disetorkan kurang dari jumlah PPN yang seharusnya disetor, atas kekurangan PPN dimaksud wajib disetorkan ke kas negara untuk Masa Pajak yang bersangkutan. |
(2) | Apabila dalam suatu Masa Pajak jumlah PPN yang disetorkan melebihi jumlah PPN yang seharusnya disetor, selisihnya merupakan kelebihan PPN yang dapat dikompensasikan ke Masa Pajak kelebihan PPN ditemukan. |
BAB V
PELAPORAN PPN
Pasal 15
(1) | Pemungut PPN PMSE wajib melaporkan PPN yang telah dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), secara triwulanan untuk periode 3 (tiga) Masa Pajak, paling lama akhir bulan berikutnya setelah periode triwulan berakhir. | ||||||||||||
(2) | Periode triwulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
|
||||||||||||
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
||||||||||||
(4) | Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemungutan PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap berlaku, dalam hal jumlah PPN yang dipungut pada periode triwulan yang bersangkutan nihil. | ||||||||||||
(5) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlakukan sebagai Surat Pemberitahuan, yang selanjutnya disebut SPT Masa PPN PMSE. | ||||||||||||
(6) | Apabila dalam suatu Masa Pajak terdapat kelebihan PPN yang dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), yang berasal dari triwulan sebelumnya, laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga memuat:
|
||||||||||||
(7) | Apabila setelah laporan triwulan dilaporkan diketahui terdapat kekurangan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) atau kelebihan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pemungut PPN PMSE wajib melakukan pembetulan laporan triwulan yang bersangkutan. | ||||||||||||
(8) | Atas permintaan Direktur Jenderal Pajak, Pemungut PPN PMSE wajib menyampaikan laporan rincian transaksi PPN yang dipungut untuk setiap periode 1 (satu) tahun kalender, yang selanjutnya disebut Laporan Tahunan PPN PMSE. | ||||||||||||
(9) | Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemungut PPN PMSE terdaftar. | ||||||||||||
(10) | Laporan rincian transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) paling sedikit memuat:
|
||||||||||||
(11) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (8) menggunakan mata uang yang dipilih oleh Pemungut PPN PMSE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5). | ||||||||||||
(12) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (8) dapat menggunakan bahasa Indonesia dan/atau bahasa Inggris. | ||||||||||||
(13) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (8) berbentuk elektronik dan disampaikan melalui aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. | ||||||||||||
(14) | Atas penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (8), Pemungut PPN PMSE diberikan Bukti Penerimaan Elektronik. | ||||||||||||
(15) | Bukti Penerimaan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (14) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 16
Dalam hal telah dilakukan pemungutan PPN oleh Pemungut PPN PMSE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), tetapi Pembeli juga memungut dan menyetorkan sendiri PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sesuai dengan ketentuan Pasal 3A Undang-Undang PPN, PPN yang disetor sendiri dapat:
Pasal 17
Dalam hal diperlukan pengujian terhadap Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (8) dalam rangka pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan, pengujian dimaksud dilakukan terhadap bukti yang dimiliki Pengusaha Kena Pajak berupa:
Pasal 18
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2020.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juni 2020
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
SURYO UTOMO