1. |
Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga menjadi 3 (tiga) ayat, yakni ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
(1) |
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
a. |
Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang; |
b. |
bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang; |
c. |
bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP); |
d. |
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran Langsung (LS); |
e. |
Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
1. |
PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk. , PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan |
2. |
Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, |
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya; |
f. |
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri; |
g. |
Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri; |
h. |
Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas; |
i. |
Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya. |
|
(2) |
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f adalah industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir. |
(3) |
Pedagang pengumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
- mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
- menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
|
|
2. |
Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Distributor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf f adalah pedagang, yang meliputi badan atau orang pribadi, yang melakukan pembelian dari produsen secara langsung untuk dijual dan/atau dipasarkan kembali. |
3. |
Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3 Penunjukan pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 1 ayat (1) dilakukan tanpa penerbitan surat keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak. |
4. |
Ketentuan Pasal 3B ayat (1) diubah, sehingga Pasal 3B berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3B
(1) |
Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yaitu atas:
a. |
impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai, yaitu:
- barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
- barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
- barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
- barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
- barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
- barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
- peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
- barang pindahan;
- barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
- barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
- persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
- barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
- vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
- buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
- kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
- pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pcmberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga nasional;
- kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero);
- peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerian Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, TNl atau pihak yang ditunjuk oleh Kernenterian Pertahanan atau TNI; dan/atau
- barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama;
|
b. |
impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali. |
|
(2) |
Pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22. |
|
5. |
Ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) |
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh:
- importir yang bersangkutan; atau
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. |
(2) |
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak. |
(3) |
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf i, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. |
|
6. |
Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) |
Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, dilakukan dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak. |
(2) |
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h , dan huruf i, wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
- lembar kesatu untuk Wajib Pajak yang dipungut;
- lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan
- lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak bersangkutan.
|
|
7. |
Ketentuan Pasal 6 dihapus. |
8. |
Menambahkan 1 (satu) pasal diantara Pasal 6 dan Pasal 7, yaitu Pasal 6A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6A Terhadap pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat ( 1) huruf f, huruf g, dan huruf i yang telah diterbitkan surat keputusan penunjukan pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, pemungut pajak tersebut tetap melakukan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1). |