PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 03/PJ/2019
TENTANG
TATA CARA PEMBERIAN SURAT KETERANGAN FISKAL
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
- bahwa ketentuan tentang pemberian Surat Keterangan Fiskal telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2014 tentang Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Fiskal;
- bahwa untuk meningkatkan pelayanan melalui kemudahan dan pemberian Surat Keterangan Fiskal secara online dalam rangka percepatan pelaksanaan perizinan berusaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pemberian Surat Keterangan Fiskal;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Fiskal;
Mengingat :
-
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
-
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBERIAN SURAT KETERANGAN FISKAL.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disingkat Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
- Surat Keterangan Fiskal yang selanjutnya disingkat SKF adalah informasi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak mengenai kepatuhan Wajib Pajak selama periode tertentu untuk memenuhi persyaratan memperoleh pelayanan atau dalam rangka pelaksanaan kegiatan tertentu.
- Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
- Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan yang selanjutnya disingkat KP2KP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala KPP Pratama.
- Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Wajib Pajak Berstatus Pusat yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Pusat adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dengan kode 3 (tiga) digit terakhirnya adalah 000.
- Wajib Pajak Berstatus Cabang yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Cabang adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sama dengan Wajib Pajak Pusat untuk kode 9 (sembilan) digit pertama dan dengan kode 3 (tiga) digit terakhirnya selain 000.
- Kode Verifikasi SKF adalah kode yang digunakan untuk memverifikasi kebenaran SKF.
Pasal 2
(1) |
Wajib Pajak yang memerlukan SKF untuk mendapatkan pelayanan tertentu dan/atau pelaksanaan kegiatan tertentu dari Kementerian/Lembaga atau pihak lain, dapat memperoleh SKF dengan mengajukan permohonan melalui laman Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) |
Dalam hal Wajib Pajak tidak mengakses laman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan tertulis penerbitan SKF secara langsung ke KPP/KP2KP yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala KPP tempat permohonan diajukan. |
(3) |
Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh:
- Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan; atau
- pimpinan tertinggi Wajib Pajak badan atau pengurus yang diberikan wewenang untuk menjalankan kegiatan perusahaan yang berkaitan dengan perpajakan, yang dibuktikan dengan fotokopi akta pendirian atau dokumen pendukung lainnya.
|
(4) |
Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disampaikan oleh Wajib Pajak atau melalui kuasa/pihak yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(5) |
Dokumen meliputi:
- SKF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf A; dan
- Permohonan SKF secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf B,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 3
(1) |
Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan SKF adalah Wajib Pajak Pusat. |
(2) |
Wajib Pajak Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan SKF dalam hal memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. |
telah menyampaikan:
1) |
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan |
2) |
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir untuk Wajib Pajak Pusat dan/atau Wajib Pajak Cabang apabila ada, |
yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; |
b. |
tidak mempunyai Utang Pajak di KPP tempat Wajib Pajak Pusat maupun Wajib Pajak Cabang terdaftar, atau mempunyai Utang Pajak namun atas keseluruhan Utang Pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang KUP; dan |
c. |
tidak sedang dalam proses penanganan tindak pidana di bidang perpajakan dan/atau tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya tindak pidana di bidang perpajakan yaitu pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, penyidikan, atau penuntutan. |
|
Pasal 4
(1) |
Berdasarkan hasil penelitian sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, atas:
a. |
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), laman Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan:
- SKF dalam hal permohonan Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; atau
- surat penolakan dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
secara otomatis melalui sistem segera setelah permohonan disampaikan. |
b. |
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), KPP atau KP2KP:
- menerbitkan SKF dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja, dalam hal permohonan Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan Pasal 3;
- menerbitkan surat penolakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja, dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; atau
- mengembalikan permohonan Wajib Pajak, dalam hal Permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4).
|
|
(2) |
SKF yang diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1 atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 disampaikan kepada Wajib Pajak atau kuasa/pihak yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4). |
(3) |
Dokumen surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 dan huruf b angka 2 dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 5
(1) |
SKF berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal diterbitkan. |
(2) |
Dalam hal Wajib Pajak Pusat mempunyai cabang, SKF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga untuk Wajib Pajak Cabang. |
(3) |
SKF yang diperoleh Wajib Pajak tidak menghilangkan kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang, melakukan penagihan Utang Pajak, dan/atau mengenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Pasal 6
(1) |
Kementerian/Lembaga atau pihak lain dapat melakukan konfirmasi kebenaran SKF yang diperoleh Wajib Pajak berdasarkan Kode Verifikasi yang tercantum dalam SKF. |
(2) |
Konfirmasi kebenaran SKF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antara lain melalui:
- laman milik Direktorat Jenderal Pajak;
- Kring Pajak; atau
- KPP/KP2KP.
|
(3) |
Dalam hal konfirmasi kebenaran SKF oleh Kementerian/Lembaga atau pihak lain dilakukan melalui laman milik Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, jawaban konfirmasi kebenaran SKF diperoleh secara otomatis di laman milik Direktorat Jenderal Pajak. |
(4) |
Dalam hal konfirmasi kebenaran SKF oleh Kementerian/Lembaga atau pihak lain dilakukan melalui Kring Pajak dan/atau secara langsung ke KPP/KP2KP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan/atau huruf c, jawaban konfirmasi kebenaran SKF dimaksud diperoleh secara lisan. |
Pasal 7
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku:
- SKF yang diterbitkan:
- sejak tanggal 2 Januari tahun 2019 sampai dengan Peraturan Direktur Jenderal ini diterbitkan, tetap berlaku dan berakhir dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
- Sebelum tanggal 2 Januari tahun 2019 dinyatakan tidak berlaku.
- Permohonan SKF yang telah diajukan oleh Wajib Pajak sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini dan belum diterbitkan SKF atau keputusan, diselesaikan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal ini dan Jangka waktu penyelesaiannya sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2014.
Pasal 8
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2014 tentang Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Fiskal dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Februari 2019
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
ROBERT PAKPAHAN