PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 02/PJ/2015
TENTANG
TATA CARA PENERBITAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
UNTUK SEKTOR PERKEBUNAN, SEKTOR PERHUTANAN, SEKTOR
PERTAMBANGAN, DAN SEKTOR LAINNYA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
- bahwa ketentuan mengenai bentuk dan isi formulir Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2008 tentang Bentuk dan Isi Formulir Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan;
- bahwa dalam rangka memberikan pedoman dalam penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan di Kantor Pelayanan Pajak dan mendukung penyempurnaan penatausahaan pembayaran pajak secara elektronik dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2014 tentang Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik;dan
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan.
Mengingat :
-
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
-
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 4999);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN UNTUK SEKTOR PERKEBUNAN, SEKTOR PERHUTANAN, SEKTOR PERTAMBANGAN, DAN SEKTOR LAINNYA.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
- Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
- Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB.
- Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disebut SPOP adalah surat yang digunakan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak PBB sektor Perkebunan, sektor Perhutanan, sektor Pertambangan, dan sektor lainnya ke Direktorat Jenderal Pajak.
- Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disebut LSPOP adalah formulir yang digunakan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data rinci objek pajak PBB sektor Perkebunan, sektor Perhutanan, sektor Pertambangan, dan sektor lainnya.
- Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disebut SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB terutang kepada Wajib Pajak.
- Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut KPP adalah kantor pelayanan pajak yang mengadministrasikan objek pajak PBB.
Pasal 2
(1) |
SPPT diterbitkan oleh KPP untuk 1 (satu) tahun pajak. |
(2) |
Penerbitan SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- Penerbitan pertama kali SPPT;
- Penerbitan kembali SPPT; dan
- Penerbitan SPPT cetak ulang.
|
Pasal 3
(1) |
Penerbitan pertama kali SPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dilakukan berdasarkan SPOP dan LSPOP yang disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(2) |
Penerbitan kembali SPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dilakukan dalam hal terdapat:
- Surat Keputusan Pemberian Pengurangan PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang PBB;
- Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP;
- Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak yang Tidak Benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP;
- Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang PBB;
- Putusan Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Undang-Undang KUP; atau
- Putusan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung.
|
(3) |
Dalam hal dilakukan penerbitan kembali SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2), SPPT yang diterbitkan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku. |
(4) |
Penerbitan SPPT cetak ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dilakukan dalam hal terdapat permohonan secara tertulis dan ditandatangani oleh Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak, atas SPPT yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan b. |
(5) |
Ketentuan mengenai Wakil Wajib Pajak dan Kuasa Wajib Pajak adalah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
(6) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri dengan:
- fotokopi SPPT tahun pajak sebelumnya; dan
- fotokopi bukti pembayaran PBB tahun pajak sebelumnya.
|
Pasal 4
(1) |
SPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 disampaikan kepada Wajib Pajak:
- secara langsung; atau
- melalui pos atau jasa pengiriman.
|
(2) |
Tanggal disampaikannya SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tanggal yang tercantum dalam:
- Tanda Terima Penyampaian SPPT, dalam hal disampaikan secara langsung; atau
- bukti pengiriman, dalam hal disampaikan melalui pos atau jasa pengiriman.
|
(3) |
Tanggal disampaikannya SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak. |
Pasal 5
(1) |
Jatuh tempo pelunasan PBB yang kurang dibayar sebagaimana tercantum dalam SPPT adalah selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) huruf a. |
(2) |
Dalam hal SPPT yang diterbitkan adalah SPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dan c, jatuh tempo pelunasan SPPT dihitung dari tanggal diterimanya SPPT yang diterbitkan pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, oleh Wajib Pajak. |
Pasal 6
(1) |
Bentuk dan isi SPPT sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) huruf a dan Pasal 2 ayat (2) huruf b adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, |
(2) |
Bentuk dan isi Tanda Terima Penyampaian SPPT sebagaimana dimaksud dalam PasaI 4 ayat (2) huruf a adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(3) |
Bentuk dan isi SPPT sebagaimana dimaksud daIam Pasal 2 ayat (2) huruf c, adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 7
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2008 tentang Bentuk dan Isi Formulir Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
a. |
Pengaturan mengenai bentuk dan isi SPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Peraturan Direktur Jenderal ini untuk:
1) |
sektor Perkebunan, sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi, dan sektor lainnya, mulai berlaku sejak tahun 2015; dan |
2) |
sektor Perhutanan mulai berlaku sejak tahun 2016. |
|
b. |
Pengaturan mengenai hal-hal selain ketentuan pada huruf a, mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari sejak Peraturan Direktur Jenderal ini ditetapkan. |
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2015
Plt. DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Ttd.
MARDIASMO