Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 15/PJ/2010

  • 26 Maret 2010
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR 15/PJ/2010

TENTANG

PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008
TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) DALAM BENTUK FORMULIR KERTAS (HARD
COPY) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIKUKUHKAN DI KANTOR PELAYANAN
PAJAK, DALAM RANGKA PENGOLAHAN DATA DAN DOKUMEN DI PUSAT PENGOLAHAN
DATA DAN DOKUMEN PERPAJAKAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :


  1. bahwa untuk menyelaraskan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
  2. bahwa untuk mengakomodasi perubahan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
  3. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 29/PJ/2008 Tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) dalam Bentuk Formulir Kertas (Hard Copy) bagi Pengusaha Kena Pajak yang Dikukuhkan di Kantor Pelayanan Pajak, dalam Rangka Pengolahan Data dan Dokumen di Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 29/PJ/2008 Tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) dalam Bentuk Formulir Kertas (Hard Copy) bagi Pengusaha Kena Pajak yang Dikukuhkan di Kantor Pelayanan Pajak, dalam Rangka Pengolahan Data dan Dokumen di Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) DALAM BENTUK FORMULIR KERTAS (HARD COPY) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIKUKUHKAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK, DALAM RANGKA PENGOLAHAN DATA DAN DOKUMEN DI PUSAT PENGOLAHAN DATA DAN DOKUMEN PERPAJAKAN.



Pasal I

1. Ketentuan Pasal 1 angka 2 diubah dan diantara angka 1 dan 3 ditambahkan 1 angka sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :
  1. Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disebut dengan KPP adalah KPP di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak ditetapkan sebagai KPP yang wajib melaksanakan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
  2. Faktur Pajak adalah Faktur Pajak yang memuat keterangan lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya.
  3. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut dengan PKP adalah PKP yang dikukuhkan di KPP, yang menerbitkan Faktur Pajak dan membuat Nota Retur serta membuat dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak atau mengkreditkan Faktur Pajak dan menerima Nota Retur serta menggunakan dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur pajak, yang jumlahnya baik sebagai Pajak Keluaran maupun sebagai Pajak Masukan masing-masing tidak lebih dari 30 (tiga puluh) dalam 1 (satu) Masa Pajak.
  4. Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut dengan SPT adalah SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam bentuk formulir kertas (hard copy).
  5. Lampiran SPT adalah Lampiran 1 SPT dan Lampiran 2 SPT.
  6. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Menyempurnakan beberapa bagian pada lampiran II PER-29/PJ/2008 tentang Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN 1108 sebagai berikut:

a. Mengubah sub judul petunjuk pengisian SPT Masa PPN:
  • Huruf B : SPT Masa PPN

sehingga huruf B berbunyi sebagai berikut:

“Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, dan aturan pelaksanaannya terakhir diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2008 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) dalam Bentuk Formulir Kertas (Hard Copy) bagi Pengusaha Kena Pajak yang Dikukuhkan di Kantor Pelayanan Pajak Dalam Rangka Pengolahan Data dan Dokumen di Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan, maka untuk PKP yang dikukuhkan di Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, SPT Masa PPN bentuk Formulir 1108 wajib digunakan bagi PKP yang menyampaikan SPT dalam bentuk formulir kertas (hard copy)”.

b. Mengubah sub judul petunjuk pengisian SPT Masa PPN:
  • Huruf D : Hal-hal penting yang perlu diketahui
  • Nomor urut 3 : Tata cara penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM, bentuk, pelaporan dan penyampaian SPT Masa PPN
  • Huruf a : batas waktu penyetoran
  • Huruf c : batas waktu pelaporan SPT Masa PPN
  sehingga huruf D, nomor urut 3, huruf a dan huruf c berbunyi sebagai berikut:
 
  "a. Batas waktu penyetoran
PPN atau PPN dan PPn BM yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
  c. Batas waktu pelaporan SPT Masa PPN
SPT Masa PPN harus disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Dalam hal akhir bulan adalah hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka SPT Masa PPN dapat disampaikan pada hari kerja berikutnya”
c. Memberikan penegasan tambahan pada sub judul Petunjuk Pengisian Formulir 1108 A Lampiran I Pajak Keluaran dan PPnBM (D.1.2.32.05):
  • Huruf B : petunjuk pengisian
  • Nomor urut 3 : Bagian Ketiga
  • Angka romawi I : Ekspor
sehingga huruf B, nomor urut 3, angka romawi I, ”bagian Ekspor”, berbunyi sebagai berikut:

I. EKSPOR
  - Kolom Nomor
Cukup jelas.
  - Kolom Nama Pembeli BKP/Penerima JKP
Diisi dengan nama pembeli BKP/penerima manfaat BKP Tidak Berwujud/penerima JKP sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen ekspor atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak untuk ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
  - Kolom Nomor dan tanggal PEB
Diisi dengan Nomor dan Tanggal Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah mendapat persetujuan ekspor dari Ditjen Bea dan Cukai atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak untuk ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.

Contoh : PEB-0000023                   23-01-2008

  - Kolom DPP (Rupiah)
Diisi dengan DPP sesuai dengan:
- nilai ekspor BKP, baik dengan L/C maupun tanpa L/C, yang tercantum dalam PEB yang dilampiri Faktur Penjualan (invoice) sebagai suatu kesatuan dokumen yang tidak terpisahkan; atau
- DPP Nilai Penggantian pada dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak untuk ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
DPP atas ekspor ini dilaporkan dalam Masa Pajak sesuai tanggal:
- pendaftaran pada PEB atau Persetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau
- pada dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak untuk ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
Jumlah DPP tanpa tanda koma (,) tanpa Rp (Rupiah).

Contoh : 100.000.000

  -

Baris Sub Jumlah Ekspor 

Diisi dengan jumlah DPP pada halaman satu dari Ekspor atau penyerahan ekspor sesuai nomor 1-15. Sub Jumlah Ekspor pada halaman satu, juga diisikan pada halaman berikutnya meskipun jumlah penyerahan ekspor tidak lebih dari 15 penyerahan ekspor. Sehingga nantinya Jumlah Ekspor akan dapat dilihat di halaman kedua dari lampiran satu.

  -

Baris Jumlah Ekspor  

Diisi dengan jumlah DPP dari butir I, kemudian jumlah DPP dipindahkah ke lampiran 2 pajak keluaran seluruhnya dan Induk SPT Masa PPN (Formulir 1108) butir I.A.1.

 
Catatan :


Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang dilampiri dengan Invoice merupakan dokumen yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak;

Dalam hal ekspor BKP Tidak Berwujud juga memerlukan dokumen PEB yang di endorse oleh Ditjen Bea dan Cukai maka PKP cukup melaporkan dokumen Pemberitahuan Ekspor BKP Tidak Berwujud dalam SPT Masa PPN.

Formulir Lampiran 1 - Daftar Pajak Keluaran dan PPn BM untuk penyerahan Ekspor terdiri dari 30 baris isian (lihat kolom No: 1-30). Wajib Pajak mengisikan sesuai dengan transaksi penyerahan ekspor yang dilakukan maksimal 30 penyerahan ekspor (jika tidak ada penyerahan dalam negeri dengan faktur pajak), sedangkan apabila penyerahan melebihi 30 penyerahan (ekspor + penyerahan dalam negeri) dalam satu Masa Pajak, maka WP wajib menyampaikan SPT secara elektronik.

Walaupun jumlah penyerahan Ekspor kurang dari 15 penyerahan, baris Sub Jumlah Ekspor () pada halaman pertama, tetap dipindahkan ke halaman
  berikutnya, baik pada bagian atas maupun di bagian bawah pada baris Jumlah Ekspor         ()
d. Memberikan penegasan tambahan pada sub judul Petunjuk Pengisian Formulir 1108A Lampiran I Pajak Keluaran dan PPnBM (D.1.2.32.05):
  • Huruf B               : petunjuk pengisian
  • Nomor urut 3      : Bagian Ketiga
  • Angka romawi II : Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak
sehingga huruf B, Nomor urut 3, angka romawi II, ”bagian Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak”, berbunyi sebagai berikut:

II. PENYERAHAN DALAM NEGERI DENGAN FAKTUR PAJAK
Bagian ini juga digunakan untuk melaporkan penyerahan yang menggunakan dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
  - Kolom Nomor
Cukup jelas
  - Kolom Nama Pembeli BKP/Penerima JKP
Diisi dengan nama pembeli BKP/Penerima JKP (termasuk Pemungut PPN) sesuai dengan nama yang tercantum dalam Faktur Pajak.
  - Kolom NPWP
Diisi dengan NPWP dari masing-masing pembeli BKP/penerima JKP (termasuk Pemungut PPN) sesuai dengan yang tercantum dalam Faktur Pajak.
Contoh: NPWP : 02.191.148.8-424.000
  - Kolom Faktur Pajak/Nota Retur
Kolom Kode dan Nomor Seri serta kolom Tanggal diisi dengan Kode dan Nomor Seri serta tanggal yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Dalam hal Nota Retur atau Nota Pembatalan, maka yang dicantumkan adalah nomor Nota Retur atau Nota Pembatalan dan tanggal yang tercantum pada Nota Retur atau Nota Pembatalan.

Dalam hal terjadi retur (pengembalian), maka kolom DPP, PPN atau PPN dan PPn BM diisi dengan jumlah harga jual, PPN atau PPN dan PPn BM, atas BKP yang dikembalikan yang tercantum dalam Nota Retur dengan penulisan angka dalam tanda kurung ( ) sebagai pengurang.

Contoh: - Faktur Pajak                  000.000-08.00000009            23-01-2008
             - Nota Retur                           RET-000004                     25-01-2008
  - Kolom DPP (Rupiah), kolom PPN (Rupiah) dan kolom PPn BM (Rupiah)
Kolom-kolom ini diisi dengan DPP, PPN atau PPN dan PPn BM yang tercantum dalam Faktur Pajak atau Nota Retur atau Nota Pembatalan. Kolom PPn BM (Rupiah) hanya diisi jika PKP adalah pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah dan melakukan penyerahan BKP yang tergolong mewah pada Masa Pajak yang bersangkutan.

                                                                  DPP                         PPN
Contoh :  - Faktur Pajak                      100.999.758              10.099.975
               - Nota Retur                         (15.890.253)              (1.589.025)
  - Kolom Kode dan Nomor Seri FP yang Diganti
Diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti dalam hal terdapat Faktur Pajak Pengganti.
  - Baris Sub Jumlah Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak
Diisi dengan jumlah DPP, PPN atau PPN dan PPn BM sesuai nomor 1-15. Sub jumlah penyerahan dalam negeri pada halaman pertama, juga diisikan pada halaman berikutnya meskipun sub jumlah penyerahan dalam negeri tidak lebih dari 15 penyerahan. Sehingga nantinya sub jumlah penyerahan dalam negeri akan dapat dilihat di halaman kedua dari lampiran satu.
   - Baris Jumlah Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak  
Angka atau jumlah dari 1C tidak dipindahkan ke Formulir Induk 1108, jumlah 1C digunakan untuk mengecek jumlah ,dan, 
 
Contoh apabila terdapat pembatalan Faktur Pajak, penggantian Faktur Pajak, BKP yang diretur atau JKP yang dibatalkan.

  1. Contoh apabila terdapat pembatalan Faktur Pajak.
Pada tanggal 1 Januari 2011 PT Ceria (PKP) melakukan penjualan kepada PT Cantik (PKP) dengan nilai penjualan sebesar Rp 100.000.000,-. PT Ceria menerbitkan Faktur Pajak dengan DPP sebesar Rp 100.000.000,- dan PPN sebesar Rp 10.000.000,-. Pada tanggal 15 Februari 2011 PT Cantik membatalkan pembelian, sehingga PT Ceria harus melakukan pembatalan Faktur Pajak. Sebagai konsekuensi dari pembatalan tersebut, maka :
a. PT Ceria melakukan hal-hal sebagai berikut :
  - Dalam hal PT Ceria belum melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari, maka PT Ceria harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari dengan mencantumkan nilai 0 pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPn BM.
  - Dalam hal PT Ceria telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari sebagai Faktur Pajak Keluaran, maka PT Ceria harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Januari, dengan cara sebagai berikut: Faktur Pajak tersebut tetap dilaporkan dengan mencantumkan nilai 0 pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPn BM.
b. Dalam hal PT Cantik telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak Masukan, maka PT Cantik harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan dengan cara sebagai berikut: Faktur Pajak tersebut tetap dilaporkan dengan mencantumkan nilai 0 pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPn BM.

  2. Contoh apabila terdapat penggantian Faktur Pajak.
Pada tanggal 5 Januari 2011 PT Cerdik (PKP) melakukan penjualan kepada PT Pandai (PKP) dengan nilai penjualan sebesar Rp 200.000.000,-. PT Cerdik menerbitkan Faktur Pajak dengan DPP sebesar Rp 200.000.000,-. dan PPN sebesar Rp 20.000.000,-. Pada bulan Juni 2011 PT Cerdik melakukan penggantian Faktur Pajak karena ternyata nilai penjualan adalah sebesar Rp 250.000.000,-. Atas penggantian tersebut PT Cerdik menerbitkan Faktur Pajak Pengganti pada tanggal 5 Juni 2011 dengan DPP sebesar Rp 250.000.000,- dan PPN sebesar Rp 25.000.000,-
a. Tata cara pelaporan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN bagi PT Cerdik adalah sebagai berikut :
 
Pada Masa Pajak Januari 2011, Faktur Pajak dengan Kode dan Nomor Faktur Pajak yang diganti dilaporkan pada SPT Masa PPN dengan DPP Rp200.000.000,- dan PPN Rp20.000.000,-.
Pada bulan Juni 2011, PT Cerdik melakukan hal-hal sebagai berikut :
  - Melakukan pelaporan Faktur Pajak Pengganti tersebut pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juni 2011. Kolom Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti, kolom DPP, PPN dan PPn BM diisi dengan ’0’, sedangkan kolom Kode dan No. Seri FP Yang Diganti diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti.
  - Melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011 dan melaporkan Faktur Pajak Pengganti tersebut. Kolom Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti, kolom DPP dan PPN diisi dengan Nilai Rp 250.000.000,- dan Rp 25.000.000,- sedangkan kolom Kode dan No. Seri FP Yang Diganti diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti. Faktur Pajak yang diganti tidak perlu dilaporkan lagi pada SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Januari 2011.
b. Tata cara pelaporan Faktur Pajak pada SPT Masa PPN bagi PT Pandai adalah sebagai berikut :
 
Pada bulan Juni 2011, PT Pandai harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti tersebut dilaporkan sebagai Faktur Pajak Masukan, dan melaporkan Faktur Pajak Pengganti tersebut. Kolom Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti, kolom DPP dan PPN diisi dengan Nilai Rp 250.000.000,- dan Rp 25.000.000,-, sedangkan kolom Kode dan No. Seri FP Yang Diganti diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti. Faktur Pajak yang diganti tidak perlu dilaporkan lagi pada SPT Masa PPN Pembetulan.
  2.1 Contoh apabila terdapat penggantian faktur pajak pada Masa yang sama.
 
Pada tanggal 5 Januari 2008 PT Angkasa (PKP) melakukan penjualan kepada PT Bahari (PKP) dengan nilai penjualan sebesar Rp. 500.000.000,-. PT Angkasa menerbitkan Faktur Pajak (FP) dengan Kode dan Nomor 010.000-07.00000009 dengan DPP sebesar Rp. 500.000.000,- dan PPN Rp 50.000.000,-. Pada tanggal 10 Januari 2008 PT Angkasa melakukan penggantian FP karena ternyata nilai penjualan adalah sebesar Rp 550.000.000,- Atas penggantian tersebut PT Angkasa menerbitkan FP Pengganti pada tanggal 10 Januari 2008 dengan Kode dan Nomor 011.000 - 07.00000022, DPP sebesar Rp 550.000.000,- dan PPN sebesar Rp. 55.000.000,-.
a. Tata cara pelaporan FP dalam SPT Masa PPN bagi PT Angkasa adalah sebagai berikut:
 
Pada Masa Pajak Januari 2008, FP dengan Kode dan Nomor 010.000-07.00000009 dilaporkan dengan DPP Rp 500.000.000,- dan PPN Rp 50.000.000,- kemudian PT Angkasa melaporkan Faktur Pajak Pengganti pada SPT Masa Pajak Januari 2008 dengan mengisi kolom Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak dengan 011.000-07.00000022, kolom DPP sebesar Rp 550.000.000,- dan PPN sebesar Rp 55.000.000,- sedangkan kolom Kode dan No. Seri FP yang diganti diisi dengan 010.000- 07.00000009.
Khusus bagi PKP yang mengisi SPT Masa PPN secara manual, nilai yang tercantum pada Faktur Pajak dengan Kode dan Nomor 010.000-07.00000009 dilaporkan dengan DPP Rp 500.000.000,- dan PPN Rp. 50.000.000,- namun angka ini diabaikan pada saat penghitungan total jumlah Pajak Keluaran (PK).
b. Tata cara pelaporan FP pada SPT Masa PPN bagi PT Bahari sama dengan PT Angkasa sebagai Pajak Masukan (PM) pada formulir 1108 B.
  3. Contoh apabila terdapat BKP yang diretur.
Pada tanggal 10 Juni 2011 PT Aman (PKP) melakukan retur BKP atas pembelian dari PT Bahagia (PKP) dengan nilai BKP sebesar Rp 15.000.000,-. PT Aman menerbitkan Nota Retur atas pengembalian BKP tersebut.
Tata cara pelaporan Nota Retur bagi PT Aman dan PT Bahagia adalah sebagai berikut:
a. PT Aman sebagai pembeli melaporkan retur pembelian tersebut pada Lampiran 2 Daftar Pajak Masukan dan PPn BM. Kolom Kode dan Nomor serta Tanggal Nota Retur diisi dengan nomor dan tanggal Nota Retur, sedangkan kolom DPP dan PPN diisi dengan nilai BKP yang diretur dan PPN atas BKP yang diretur tersebut. Nilai ditulis dalam tanda kurung sebagai pengurang.
b. PT Bahagia sebagai penjual melaporkan retur pembelian dari PT Aman pada Lampiran 1 Daftar Pajak Keluaran dan PPn BM. Kolom Kode dan Nomor serta Tanggal Nota Retur diisi dengan nomor dan tanggal Nota Retur, sedangkan kolom DPP dan PPN diisi dengan nilai BKP yang diretur dan PPN atas BKP yang diretur tersebut. Nilai ditulis dalam tanda kurung sebagai pengurang.
  4. Contoh apabila terdapat JKP yang dibatalkan.
Pada tanggal 10 Juni 2011 PT Sentosa (PKP) melakukan pembatalan JKP atas sewa ruangan dari PT Damai (PKP) dengan nilai JKP sebesar Rp 12.000.000,-. PT Sentosa menerbitkan Nota Pembatalan atas JKP yang dibatalkan tersebut.
Tata cara pelaporan Nota Pembatalan bagi PT Sentosa dan PT Damai adalah sebagai berikut:
a. PT Sentosa sebagai penerima jasa melaporkan nota pembatalan atas sewa tersebut pada Lampiran 2 Daftar Pajak Masukan dan PPn BM. Kolom Kode dan Nomor serta Tanggal Nota Retur diisi dengan nomor dan tanggal Nota Pembatalan, sedangkan kolom DPP dan PPN diisi dengan nilai JKP yang dibatalkan dan PPN atas JKP yang dibatalkan tersebut. Nilai ditulis dalam tanda kurung sebagai pengurang.
b. PT Damai sebagai pemberi jasa melaporkan nota pembatalan dari PT Damai pada Lampiran 1 Daftar Pajak Keluaran dan PPn BM. Kolom Kode dan Nomor serta Tanggal Nota Retur diisi dengan nomor dan tanggal Nota Pembatalan, sedangkan kolom DPP dan PPN diisi dengan nilai JKP yang dibatalkan dan PPN atas JKP yang dibatalkan tersebut. Nilai ditulis dalam tanda kurung sebagai pengurang.”
  Jenis-jenis transaksi yang terkait dengan Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak:
  1. Penyerahan kepada Selain Pemungut PPN
Diisi dengan jumlah DPP, PPN atau PPN dan PPn BM atas penyerahan BKP/JKP kepada pihak lain yang bukan Pemungut PPN, termasuk penyerahan BKP/JKP antar Pemungut PPN selain Bendaharawan, yang PPN-nya dipungut oleh pihak yang menyerahkan BKP/JKP.
Khusus untuk penyerahan yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPn BM saja dan PKP yang melakukan penyerahan telah memiliki SKB, maka jumlah DPP dan PPN tetap dimasukkan ke kolom DPP dan kolom PPN, tetapi jumlah PPn BM yang mendapat fasilitas, tidak diisi atau ditambahkan pada kolom PPn BM.
Bagian ini juga digunakan untuk melaporkan penyerahan kepada Perwakilan Negara Asing atau Perwakilan Organisasi Internasional yang tidak mendapat persetujuan untuk diberikan fasilitas perpajakan oleh Menteri Keuangan.
 
  2. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah
Diisi dengan jumlah DPP, PPN atau PPN dan PPn BM atas penyerahan BKP/JKP kepada Bendahara Pemerintah selaku Pemungut PPN.
 
Penyerahan kepada Bendahara Pemerintah dilaporkan dalam Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak kepada Bendahara Pemerintah.
 
Contoh :
 
Bulan Januari 2011:
PT A menyerahkan BKP kepada :
- Departemen Pertanian Rp 100 juta (tidak termasuk PPN);
- Departemen Keuangan Rp 50 juta (tidak termasuk PPN);

Bulan Maret 2011 :
PT A mengajukan penagihan. Faktur Pajak dan SSP harus dibuat dalam bulan Maret 2011 tersebut.

Bulan April 2011 :
Diterima pembayaran (termasuk PPN) dari :
- Departemen Pertanian Rp 110 juta;
- Departemen Keuangan Rp 55 juta.

Pelaporan :
Penyerahan ini tidak dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011 atau Masa Pajak Februari 2011 atau Masa Pajak April 2011, tetapi dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Maret 2011 yaitu pada saat PT A menerbitkan Faktur Pajak, sebagai berikut :
Lampiran 1 SPT Masa PPN (Formulir 1108 A) Masa Pajak Maret 2011, butir II kolom DPP (Rupiah) dan kolom PPN (Rupiah) diisi dengan transaksi kepada Departemen Pertanian sebesar Rp 100 juta (DPP) dan Rp 10 juta (PPN), serta transaksi kepada Departemen Keuangan sebesar Rp 50 juta (DPP) dan Rp 5 juta (PPN).
 
  3. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN Lainnya (Selain Bendahara Pemerintah)
Diisi dengan jumlah DPP, PPN atau PPN dan PPn BM atas penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah, dalam hal ini KPS Migas selaku Pemungut PPN. Penyerahan kepada Pemungut PPN Lainnya (Selain Bendahara Pemerintah) dilaporkan dalam Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak.

Catatan:
Khusus untuk transaksi kepada Pemungut PPN (Bendahara Pemerintah atau lainnya), tetap dimasukkan ke dalam transaksi kepada Pemungut PPN meskipun transaksi yang dilakukan dapat dikategorikan sebagai jenis transaksi lain.
 
  4. Penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain
Diisi dengan DPP, PPN atau PPN dan PPn BM, atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP dengan Nilai Lain.
Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak antara lain:
1. untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
2. untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
3. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;
4. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
5. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
6. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;
7. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan;
8. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;
9. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;
10. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
11. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan jasa yang dilakukan oleh:
- Pengusaha jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata; dan
- Pengusaha jasa pengiriman paket,
tidak dapat dikreditkan karena dalam Nilai Lain tersebut telah diperhitungkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dalam rangka usaha tersebut.
 
  5. Penyerahan yang Pajak Masukannya diDeemed.
Diisi dengan DPP, PPN atau PPN dan PPn BM atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN-nya dihitung dengan menggunakan Deemed Pajak Masukan.
Catatan:
Untuk jenis penyerahan ini tidak digunakan lagi sejak 1 April 2010.
 
  6. Penyerahan Lainnya
Diisi dengan DPP, PPN atau PPN dan PPn BM atas penyerahan BKP dan/atau JKP selain jenis penyerahan pada nomor 1 sampai dengan nomor 5, antara lain:
a. Penyerahan yang menggunakan tarif selain 10%, contohnya penyerahan JKP di bidang pertambangan yang bersifat lex specialis, yang terutang Pajak Penjualan dengan tarif 5%.
b. Penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing).
 
  7. Penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya Tidak Dipungut
Diisi dengan DPP, PPN atau PPN dan PPn BM atas Penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya Tidak Dipungut berdasarkan peraturan khusus yang berlaku, antara lain:
a. Ketentuan yang mengatur mengenai Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPnBM dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri.
b. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan bagi Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) Dan Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (KB).
c. Ketentuan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
d. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.
e. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan Internasional.
f. Ketentuan yang mengatur mengenai Toko Bebas Bea.
g. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan PPN dan PPnBM atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk.
h. Ketentuan yang mengatur mengenai Penyerahan yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya Ditanggung Pemerintah (DTP).
i. Ketentuan yang mengatur mengenai Kawasan Bebas dan Kawasan Ekonomi Khusus.
 
  8. Penyerahan yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN atau PPN dan PPn BM
Diisi dengan DPP, PPN atau PPN dan PPn BM atas penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPn BM, berdasarkan peraturan khusus yang berlaku antara lain:
a. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
b. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
c. Ketentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya.
 
  9. Penyerahan Aktiva Pasal 16D
Kolom DPP diisi dengan Harga Jual dari Aktiva yang diserahkan, kecuali ditetapkan lain berdasarkan ketentuan yang berlaku. Kolom PPN diisi jumlah PPN terutang yaitu 10% dari nilai DPP sedangkan kolom PPn BM tidak perlu diisi.

  Catatan:
  --> Formulir Lampiran 1 - Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak terdiri dari 30 baris isian (lihat kolom No: 1-30). Wajib Pajak mengisikan sesuai dengan jumlah baris yang tersedia. Apabila Wajib Pajak melakukan transaksi yang melebihi jumlah baris yang tersedia dalam suatu Masa Pajak, maka Wajib Pajak menyampaikan SPT secara elektronik
  --> Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) dalam Bentuk Formulir Kertas (Hard Copy) bagi Pengusaha Kena Pajak yang Dikukuhkan di Kantor Pelayanan Pajak dalam Rangka Pengolahan Data dan Dokumen di Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan, pasal 1 ayat 2: “Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut dengan PKP adalah PKP yang dikukuhkan di KPP, yang menerbitkan Faktur Pajak dan membuat Nota Retur serta membuat dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak atau mengkreditkan faktur Pajak dan menerima Nota Retur serta menggunakan dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur pajak, yang jumlahnya baik sebagai Pajak Keluaran maupun sebagai Pajak Masukan masing-masing tidak lebih dari 30 (tiga puluh) dalam satu Masa Pajak ”.
Misalnya: PKP melakukan penyerahan ekspor 20 penyerahan dan penyerahan dalam negeri 25 penyerahan maka PKP tersebut wajib menggunakan pelaporan secara elektronik.
  -->
Walaupun jumlah penyerahan dalam negeri dengan Faktur Pajak kurang dari 15 penyerahan, baris Sub Jumlah Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak ()
pada halaman pertama, tetap dipindahkan ke halaman berikutnya, baik pada bagian atas maupun di bagian bawah pada baris Jumlah Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak
()

e. Memberikan penegasan judul Petunjuk Pengisian Formulir 1108 A Lampiran I Pajak Keluaran dan PPnBM (D.1.2.32.05):
  • Huruf B                 :  petunjuk pengisian
  • Nomor urut 3        :  Bagian Ketiga
  • Angka romawi III  :  Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak Sederhana
sehingga huruf B, nomor urut 3, angka romawi III, ”bagian Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak Sederhana”, berbunyi sebagai berikut:
III. Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak Sederhana
Jumlah seluruh DPP, PPN atau PPN dan PPnBM, atas penyerahan BKP atau JKP:
  • yang Faktur Pajaknya tidak diisi nama dan NPWP Pembeli;
  • kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri.
PKP toko retail yang ditunjuk, yang melakukan penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri, wajib membuat rincian penyerahan BKP tersebut dengan format yang ditetapkan oleh DJP. Rincian penyerahan BKP tersebut dilampirkan dalam SPT Masa PPN dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Masa PPN PKP yang bersangkutan.
 
Catatan :
Bagi PKP toko retail yang ditunjuk, yang melakukan penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri, Faktur Pajak yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN hanya Faktur Pajak Khusus (kode transaksi 06).
 
f.


Menghapus pada sub judul Petunjuk Pengisian Formulir 1108A Lampiran I Pajak Keluaran dan PPnBM (D.1.2.32.05):
  • Huruf C          : Contoh Pengisian SPT Masa PPN Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) Tertentu
  • Nomor urut 4 : Pengusaha Toko Emas Perhiasan
g.  Memberikan penegasan tambahan pada sub judul Petunjuk Pengisian Formulir 1108B Lampiran II Pajak Masukan dan PPnBM (D.1.2.32.06):
  • Huruf B
  • Nomor urut 3
  • Angka romawi I
  • Angka 2
: petunjuk pengisian
: Bagian Ketiga
: Pajak Masukan yang dapat Dikreditkan dan PPnBM
: Bagi PKP Yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan
  sehingga huruf B, nomor urut 3, angka romawi I, angka 2, ” Bagi PKP Yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan”, berbunyi sebagai berikut:
 
  1. BAGI PKP YANG MENGGUNAKAN PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN

    Hanya diisi oleh PKP yang menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan yang berlaku.

 
h. Memberikan penegasan tambahan pada sub judul Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN Formulir 1108 (F.1.2.32.03):
  • Huruf B
  • Nomor urut 2
  • Angka romawi II
  • Bagian G
: petunjuk pengisian
: Bagian kedua
: Penghitungan PPN Kurang Bayar/Lebih Bayar
: PPN lebih dibayar pada:…
     
sehingga huruf B, nomor urut 2, angka romawi II, bagian G “- PPN lebih dibayar pada”, berbunyi sebagai berikut:
- PPN lebih dibayar pada :
 
 
Butir II.D (Diisi dalam hal SPT Bukan Pembetulan)
Diisi dengan tanda X pada kotak jika terdapat pajak yang lebih dibayar pada SPT Masa PPN Bukan Pembetulan
 
 
 
Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya
 
Diisi dengan tanda X pada kotak jika terdapat pajak yang lebih dibayar pada SPT Masa PPN Bukan Pembetulan yang dimintakan kompensasi ke Masa Pajak berikutnya, kecuali Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) UU PPN atau Pasal 9 ayat (4c) UU PPN yang mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
 
 

Apabila atas Lebih Bayar sebagaimana dimaksud pada contoh-contoh penghitungan PPN pada butir II.D pada SPT Masa PPN Bukan Pembetulan dimintakan kompensasi maka pengisian pada formulir SPT Masa PPN adalah sebagai berikut :

PPN lebih dibayar pada :
 
X
Butir II.D
 
X
Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya”
 
 
Butir II.D atau
 
Butir II.F (Diisi dalam hal SPT Pembetulan)

Diisi dengan tanda X pada salah satu kotak jika terdapat pajak yang lebih dibayar pada SPT Masa PPN Pembetulan sesuai dengan nilai yang akan dikompensasikan atau direstitusikan.
 

 
Dikompensasikan ke Masa Pajak .................
  Diisi dengan tanda X pada kotak jika pajak yang lebih dibayar pada SPT Masa PPN Pembetulan diminta untuk dikompensasikan dengan PPN dalam Masa Pajak berikutnya atau Masa Pajak saat SPT Masa PPN Pembetulan disampaikan. Ketentuan ini tidak berlaku bagi:
  1. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) UU PPN;
  2. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) UU PPN;
  3. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4a) UU PPN yang melakukan pembetulan SPT Masa PPN masa akhir tahun,
yang mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
 
  Apabila atas Lebih Bayar sebagaimana dimaksud pada contoh penghitungan PPN (contoh nomor 2.1.) pada butir II.F pada SPT Masa PPN Pembetulan dimintakan kompensasi maka pengisian pada formulir SPT Masa PPN adalah sebagai berikut :
- Contoh nomor 2.1.1.
 
PPN lebih dibayar pada :
 
X
Butir II.D atau 
 
Butir II.F (Diisi dalam hal SPT Pembetulan)
 
X
Dikompensasikan ke Masa Pajak Februari
 
- Contoh nomor 2.1.2.
 
PPN lebih dibayar pada :
 
 
Butir II.D atau
X
Butir II.F (Diisi dalam hal SPT Pembetulan)
 
X
Dikompensasikan ke Masa Pajak April
 
 
Dikembalikan (Restitusi)
Diisi dengan tanda X pada kotak jika pajak yang lebih dibayar (baik pada SPT Masa PPN Bukan Pembetulan maupun pada SPT Masa PPN Pembetulan) diminta untuk dikembalikan (restitusi), oleh:
  1. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) UU PPN;
  2. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) UU PPN;
  3. Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, pada akhir tahun buku atau Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan pembukuan, pada akhir tahun kalender.
 
Kegiatan Tertentu
Diisi dengan tanda X oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) UU PPN yang atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak yaitu:
  1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
  2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
  3. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
  4. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
  5. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau
  6. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) UU PPN.
 
Dokumen terlampir

Diisi dengan tanda X pada kotak jika dokumen permohonan pengembalian (restitusi) dilampirkan lengkap sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
 

 
Dokumen disusulkan
Diisi dengan tanda X pada kotak jika dokumen permohonan pengembalian (restitusi) disusulkan atau diserahkan kemudian.
 
Apabila atas Lebih Bayar pada SPT Masa PPN Bukan Pembetulan dimintakan restitusi maka pengisian pada formulir SPT Masa PPN adalah sebagai berikut :
 
PPN lebih dibayar pada :
 
X
Butir II.D
 
X
Dikembalikan (Restitusi)
 
 

Apabila atas Lebih Bayar pada SPT Masa Pembetulan pada contoh soal 2.1.2 dimintakan restitusi maka pengisian pada formulir SPT Masa PPN adalah sebagai berikut :


PPN lebih dibayar pada :
 
Butir II.D atau
X
Butir II.F
X
Dikembalikan (Restitusi)
 
-
 
Khusus Restitusi untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu :
 
 
 
Prosedur Biasa
Diisi dengan tanda X pada kotak jika Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C UU KUP atau Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D UU KUP menginginkan prosedur pengembaliannya (restitusi) diproses dengan prosedur biasa (pemeriksaan).
 
 
 
Pengembalian Pendahuluan (Pasal 17C UU KUP)
Diisi dengan tanda X pada kotak jika:
  1. Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 17C UU KUP;
  2. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 17D UU KUP;
  3. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (4c) UU PPN,
menginginkan prosedur pengembaliannya (restitusi) diproses dengan pengembalian pendahuluan.
 
Dalam hal yang mengajukan permohonan adalah PKP berisiko rendah wajib melampirkan SK Penetapan sebagai PKP berisiko rendah.
 
Dalam hal yang mengajukan permohonan adalah PKP yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 17D UU KUP wajib melampirkan surat keterangan/pernyataan yang menyatakan bahwa permohonan pengembalian yang diajukannya berdasarkan Pasal 17D UU KUP. Surat keterangan ini tidak diperlukan dalam hal PKP juga berstatus sebagai PKP berisiko rendah dan melampirkan SK Penetapan PKP berisiko rendah

Fotokopi SK atau Surat Pernyataan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kelengkapan SPT Masa PPN.
 
Catatan :

Dalam hal jumlah lebih dibayar diminta untuk dikembalikan, maka SPT Masa PPN ini dapat berfungsi sebagai surat permohonan pengembalian (restitusi) sepanjang telah dilengkapi dengan dokumen dan kelengkapan permohonan pengembalian (restitusi)
 

3. Menambah 1 (satu) lampiran baru yaitu Daftar Rincian Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) Kepada Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri yang menjadi Lampiran III pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2008 sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal II

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku untuk pelaporan SPT Masa PPN mulai Masa Pajak April 2010.




Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 26 Maret 2010

DIREKTUR JENDERAL PAJAK


ttd.


MOCHAMAD TJIPTARDJO

NIP 060044911