Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-14/BC/2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    DIGANTI


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

NOMOR PER - 14/BC/2021

TENTANG

BENTUK FISIK, SPESIFIKASI, DAN DESAIN
PITA CUKAI TAHUN 2022

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :    


  1. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.04/2020 tentang Bentuk Fisik, Spesifikasi, dan Desain Pita Cukai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Bentuk Fisik, Spesifikasi, dan Desain Pita Cukai;
  2. bahwa untuk memberikan kepastian hukum, serta meningkatkan pengawasan dan pelayanan di bidang cukai, termasuk tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Bentuk Fisik, Spesifikasi, dan Desain Pita Cukai Tahun 2022;

Mengingat :    


  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.04/2012 tentang Penyediaan Pita Cukai Dan Tanda Pelunasan Cukai Lainnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 684);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.04/2018 tentang Pelunasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 856);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.04/2020 tentang Bentuk Fisik, Spesifikasi, dan Desain Pita Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 502).


 


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG BENTUK FISIK, SPESIFIKASI, DAN DESAIN PITA CUKAI TAHUN 2022.



BAB I
KETENTUAN UMUM 

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

  1. Sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
  2. Sigaret Kretek Mesin yang selanjutnya disingkat SKM adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya atau sebagian menggunakan mesin.
  3. Sigaret Putih Mesin yang selanjutnya disingkat SPM adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya atau sebagian menggunakan mesin,
  4. Sigaret Kretek Tangan yang selanjutnya disingkat SKT adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
  5. Sigaret Kretek Tangan Filter yang selanjutnya disingkat SKTF adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
  6. Sigaret Putih Tangan yang selanjutnya disingkat SPT adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin,
  7. Sigaret Putih Tangan Filter yang selanjutnya disingkat SPTF adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
  8. Sigaret Kelembak Menyan yang selanjutnya disebut KLM adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
  9. Cerutu yang selanjutnya disebut CRT adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
  10. Rokok Daun atau Klobot yang selanjutnya disebut KLB adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
  11. Tembakau Iris yang selanjutnya disebut TIS adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
  12. Rokok Elektrik yang selanjutnya disingkat REL adalah hasil tembakau berbentuk cair, padat, atau bentuk lainnya, yang berasal dari pengolahan daun tembakau yang dibuat dengan cara ekstraksi atau cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya, yang disediakan untuk konsumen akhir dalam kemasan penjualan eceran yang dikonsumsi dengan cara dipanaskan menggunakan alat pemanas elektrik kemudian dihisap.
  13. Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya yang selanjutnya disingkat HPTL adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam angka 2 sampai dengan angka 12 yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
  14. Minuman yang Mengandung Etil Alkohol yang selanjutnya disingkat MMEA adalah semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan yang sejenis.


BAB II
PITA CUKAI

Pasal 2

(1) Pita cukai merupakan dokumen sekuriti sebagai tanda pelunasan cukai.
(2) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki bentuk fisik, spesifikasi, dan desain tertentu.
(3) Bentuk fisik pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kertas yang memiliki sifat atau unsur sekuriti.
(4) Spesifikasi pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit berupa kertas sekuriti, hologram sekuriti, dan cetakan sekuriti.


BAB III
PENGGUNAAN PITA CUKAI

Pasal 3

Pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 digunakan untuk:

  1. hasil tembakau; dan
  2. MMEA.



BAB IV
BENTUK FISIK DAN SPESIFIKASI
PITA CUKAI

Pasal 4

Pita cukai untuk hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan kertas yang memiliki sifat atau unsur sekuriti dengan bentuk fisik:

  1. Seri I berjumlah 120 (seratus dua puluh) keping per lembar dengan ukuran setiap keping 1,2 cm X 11,7 cm;
  2. Seri II berjumlah 56 (lima puluh enam) keping per lembar dengan ukuran setiap keping 1,7 cm X 17,7 cm;
  3. Seri III tanpa perekat berjumlah 150 (seratus lima puluh) keping per lembar dengan ukuran setiap keping 2,3 cm X 4,8 cm; dan
  4. Seri III dengan perekat berjumlah 60 (enam puluh) keping per lembar dengan ukuran setiap keping 1,9 cm X 7,4 cm.


Pasal 5

Pita cukai untuk MMEA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan kertas yang memiliki sifat atau unsur sekuriti dengan bentuk fisik berupa 1 (satu) seri berjumlah 60 (enam puluh) keping per lembar dengan ukuran setiap keping 1,9 cm X 7,4 cm.



Pasal 6

(1) Pada setiap keping pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 terdapat hologram dengan ukuran lebar:
  1. 0,7 cm untuk pita cukai untuk hasil tembakau seri I;
  2. 0,5 cm untuk pita cukai untuk hasil tembakau seri II;
  3. 0,5 cm untuk pita cukai untuk hasil tembakau seri III tanpa perekat;
  4. 0,6 cm untuk pita cukai untuk hasil tembakau seri III dengan perekat; dan
  5. 0,6 cm untuk pita cukai untuk MMEA
(2) Hologram sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat teks ”BC" dan teks “RI”.


BAB V
DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU

Pasal 7

Desain pada setiap keping pita cukai untuk hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a paling sedikit memuat:

  1. lambang Negara Republik Indonesia;
  2. lambang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. tarif cukai;
  4. angka tahun anggaran;
  5. harga jual eceran dan/atau jumlah isi kemasan;
  6. teks "REPUBLIK" atau "INDONESIA";
  7. teks "CUKAI HASIL TEMBAKAU"; dan
  8. jenis hasil tembakau.



Pasal 8

(1) Pita cukai untuk hasil tembakau seri I atau seri II digunakan untuk jenis SKT, SPT, SKTF, SPTF, KLB, KLM, dan CRT.
(2) Pita cukai untuk hasil tembakau seri III dengan perekat digunakan untuk jenis SKM, SPM, CRT, REL, dan HPTL dengan kemasan untuk penjualan eceran berupa botol dan sejenisnya.
(3) Pita cukai untuk hasil tembakau seri III tanpa perekat digunakan untuk jenis SKM, SPM, CRT, REL, dan HPTL dengan kemasan untuk penjualan eceran berupa selain botol dan sejenisnya.
(4) Pita Cukai untuk hasil tembakau jenis TIS menggunakan:
  1. pita cukai untuk hasil tembakau seri I atau seri II untuk jenis TIS yang diproduksi di Indonesia atau dimasukkan untuk dipakai di dalam daerah pabean; atau
  2. pita cukai untuk hasil tembakau seri III tanpa perekat untuk jenis TIS yang dimasukkan untuk dipakai di dalam daerah pabean.


    



Pasal 9

(1) Pita cukai untuk hasil tembakau bagi pengusaha pabrik hasil tembakau tertentu diberi tambahan identitas khusus berupa personalisasi pita cukai untuk hasil tembakau.
(2) Personalisasi pita cukai untuk hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penambahan karakter yang secara umum diambil dari nama pabrik.
(3) Personalisasi pita cukai untuk hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada hasil tembakau jenis:
  1. SKM dan SPM yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan II;
  2. SKT dan SPT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan II, dan Golongan III; dan
  3. SKTF, SPTF, TIS, KLB, KLM, dan CRT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik.


Pasal 10

(1) Pita cukai untuk hasil tembakau memiliki warna dengan ketentuan:
  1. warna jingga, digunakan untuk hasil tembakau jenis SKM, SPM, SKT, dan SPT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan I;
  2. warna ungu, digunakan untuk hasil tembakau jenis SKM, SPM, SKT, dan SPT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan II;
  3. Warna hijau, digunakan untuk hasil tembakau jenis SKT dan SPT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan III;
  4. Warna merah, digunakan untuk hasil tembakau jenis SKTF, SPTF, TIS, KLB, KLM, CRT, REL, dan HPTL yang diproduksi di Indonesia; dan
  5. Warna cokelat, digunakan untuk hasil tembakau yang berasal dari luar daerah pabean.
(2) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) khusus hasil tembakau yang diproduksi dan dikonsumsi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, dan yang dimasukkan ke dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dicantumkan tulisan “KAWASAN BEBAS".

  

BAB VI
DESAIN PITA CUKAI MMEA

Pasal 11

Desain pada setiap keping pita cukai untuk MMEA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b paling sedikit memuat:

  1. lambang Negara Republik Indonesia;
  2. lambang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. tarif cukai;
  4. angka tahun anggaran;
  5. harga jual eceran dan/atau jumlah isi kemasan;
  6. teks ” REPUBLIK INDONESIA”:
  7. teks "CUKAI MMEA IMPOR” atau ’’CUKAI MMEA DALAM NEGERI”;
  8. golongan;
  9. kadar alkohol;
  10. teks mikro ”BEA CUKAI BEA CUKAI”; dan
  11. teks ”BCBC”.


Pasal 12

(1) Pita cukai untuk MMEA bagi pengusaha pabrik MMEA, diberi tambahan identitas khusus berupa personalisasi pita cukai untuk MMEA.
(2) Personalisasi pita cukai untuk MMEA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penambahan karakter yang secara umum diambil dari nama pabrik.

   


Pasal 13

(1) Pita cukai untuk MMEA yang diproduksi di Indonesia memiliki warna dengan ketentuan:
  1. warna merah, digunakan untuk MMEA Golongan B dengan kadar alkohol lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); dan
  2. warna ungu, digunakan untuk MMEA Golongan C dengan kadar alkohol lebih dari 20% (dua puluh persen).
(2) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) khusus MMEA yang diproduksi dan dikonsumsi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, dicantumkan tulisan “KAWASAN BEBAS”.


Pasal 14

     

(1) Pita cukai untuk MMEA yang berasal dari luar daerah pabean memiliki warna dengan ketentuan:
  1. warna cokelat, digunakan untuk MMEA Golongan A dengan kadar alkohol kurang dari atau sama dengan 5% (lima persen);
  2. warna biru, digunakan untuk MMEA Golongan B dengan kadar alkohol lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); dan
  3. warna hijau, digunakan untuk MMEA Golongan C dengan kadar alkohol lebih dari 20% (dua puluh persen).
(2) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) khusus MMEA yang dimasukkan ke dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dicantumkan tulisan “KAWASAN BEBAS”.


BAB VII
PENYEDIAAN PITA CUKAI

Pasal 15

(1) Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengelola pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang disediakan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai bentuk fisik, spesifikasi, dan desain pita cukai.
(2) Pengusaha pabrik atau importir mengajukan permohonan penyediaan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat diterbitkan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai.


 



BAB VIII
PENUTUP

Pasal 16

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.





Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal, 23 November 2021

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


-ttd-


ASKOLANI